1
BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Perhatian terhadap pelaksanaan desentralisasi fiskal telah berlangsung baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Di negara-negara maju, hal ini dilakukan
untuk
memformulasikan
kembali
struktur
hubungan
keuangan
intrapemerintahan, sedangkan di negara-negara sedang berkembang pada umumnya dilakukan sebagai salah satu cara untuk meloloskan diri dari ketidak efektifan dan ketidak efisienan pemerintahan, ketidak stabilan makro ekonomi dan ketidak cukupan pertumbuhan ekonomi (Bird dan Vaillancourt, 2000: 4). Penelitian di beberapa negara terkait pelaksanaan desentralisasi fiskal oleh para ekonom telah berlangsung cukup lama. Salah satu hal yang menarik adalah keterkaiatan antara desentralisasi fiskal dengan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat yakni pertumbuhan ekonomi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi, namun tidak sedikit pula hasil penelitian yang menunjukkan hasil yang sebaliknya. Nguyen dan Anwar (2011) untuk kasus Vietnam, menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh postif dari sisi penerimaan, akan tetapi negatif dari sisi pengeluaran. Samimi et.al. (2010) untuk kasus Iran menemukan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Akai dan Sakata (2002) yang meneliti 50 negara bagian di Amerika Serikat dengan menggunakan data tahun 1992-1996, juga menunjukkan hasil yang berbeda bahwa
1
2
desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran, akan tetapi negatif dari sisi penerimaan. Temuan yang berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya, Baskaran dan Feld (2009) menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di 23 negara OECD (1975-2001). Davoodi dan Zou (1998) menggunakan data panel set 46 negara selama periode 1970-1989, desentralisasi fiskal negatif untuk negara-negara sedang berkembang dan tidak memberikan pengaruh bagi negara-negara maju. Di Indonesia pelaksanaan desentralisasi dimulai sejak pemerintahan B.J Habibie pada tahun 2001, dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 22/1999 Mengenai Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25/1999 mengenai Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Payung hukum tersebut telah mengalami revisi, saat ini, pelaksanaan desentralisasi fiskal diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Dengan ditetapkannya undang-undang tersebut, pemerintah pusat memberi kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk dapat menggali dan mengembangkan potensi ekonomi secara mandiri sehingga pertumbuhan ekonomi daerah secara bertahap dapat ditingkatkan. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang diukur berdasarkan perkembangan PDRB per kapita atas dasar harga konstan mengalami peningkatan. Sejak dilaksanakannya kebijakan desentralisasi selama 10 tahun terakhir sejak tahun 20022011 rerata pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 3,8 persen. Kondisi yang sama dialami oleh Provinsi Sulawesi Tenggara, rerata pertumbuhan PDRB per kapita
3
selama 10 tahun terakhir sebesar 5,2 persen. Walaupun laju pertumbuhan PDRB per kapita cukup baik, akan tetapi PDRB per kapita di Sulawesi Tenggara belum mencapai tingkat sebagaimana yang di harapkan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1, PDRB per kapita di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar Rp4,3 juta/orang pertahun, masih di bawah rata-rata PDRB per kapita provinsi lainya yang ada di Sulawesi yaitu sebesar Rp4,6 juta/orang pertahun dan masih jauh berada dibawah rata-rata PDRB per kapita provinsi di Indonesia, yang mencapai Rp8,3 juta/orang pertahun. 12.000 Sulawesi Barat 10.000
8.000
Gorontalo
8,3
Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
6.000
4.000
Sulawesi Tenggara
4.6 4.3
Indonesia Rerata Sulawesi Tenggara Rerata Sulawesi
2.000 Rerata Indonesia 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: BPS, PDRB Provinsi di Indonesia, beberapa tahun terbitan (diolah) Gambar 1.1 PDRB Per Kapita Indonesia, Sulawesi dan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2002-2011 (Atas Dasar Harga Konstan 2000) Untuk mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan di daerah, pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan atau dana transfer kepada daerah sebagai sumber pendanaan pembangunan di daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
4
yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Besaranya dana yang dialokasikan kepada daerah dalam kurun 10 tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Besarnya realisasi dana perimbangan di daerah dapat dilihat dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Dana Transfer Nasional dan Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, 2002-2011 Transfer Nasional ke Seluruh Transfer Kab./Kota di Indonesia Provinsi Sultra Tahun DBH DAU DAK DBH DAU DAK (Trilliun) (Trilliun) (Trilliun) (Milliar) (Trilliun) (Milliar) 2002 25,497 69,159 0,63 51,371 0,744 4,116 2003 31,372 76,978 2,723 80,012 0,945 40,913 2004 37,901 82,131 2,836 142,127 0,898 74,584 2005 27,977 88,766 4,014 186,826 1,064 104,575 2006 51,638 145,66 11,572 261,529 2,333 313,528 2007 60,502 164,79 17,048 289,555 2,495 489,753 2008 76,585 179,51 21,202 330,679 2,813 617,229 2009 66,073 186,41 24,824 322,154 3,204 655,499 2010 89,618 203,61 21,138 417,394 3,411 784,822 2011 83,558 225,53 25,233 288,846 3,792 536,246 Jumlah 550,72 1.422,5 131,21 2.370,484 21,697 3.621,262 Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan & Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, 2002-2011 Perkembangan dana transfer sejak tahun 2002-2011 yang berupa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) meningkat cukup tajam baik secara nasional maupun di kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tenggara. Tabel 1.2, juga menunjukkan bahwa sebagian besar dana perimbangan yang ditransfer kepada pemerintah daerah berupa Dana Alokasi Umum (DAU), begitupula di kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara. Besarnya tranfer DAU di seluruh Indonesia sejak tahun 2002 hingga tahun 2011 mencapai Rp1.422,5 triliun sedangkan di kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai Rp21,697 trilliun atau sebesar 1,5 persen dari total dana perimbangan nasional selama sepuluh
5
tahun terakhir. Dana transfer terbesar secara nasional setelah DAU adalah Dana Bagi Hasil (DBH) yaitu sebesar Rp550,719 trilliun sedangkan di kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu sebesar Rp3,621 trilliun. Sementara total dana transfer terendah secara nasional adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2002-2011 mencapai Rp130,584 trilliun, sedangkan dana tranfer terendah di kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tenggara sejak tahun 2002 sampai dengan 2011 adalah Dana Bagi Hasil (DBH) yaitu sebesar Rp2,370 trilliun. Hal yang menarik dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia diikuti dengan keinginan daerah kabupaten/kota untuk memekarkan diri. Pemekaran daerah pada hakikatnya merupakan salah satu pendekatan dalam mempercepat tercapainya tujuan yang diinginkan dalam penerapan kebijakan desentralisasi. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah tahun 2001 provinsi di Indonesia berjumlah 27 provinsi, setelah otonomi daerah dilaksanakan
sampai dengan
memorandum pemekaran daerah dikeluarkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2010, jumlah provinsi di Indonesia bertambah menjadi 33 provinsi. Daerah kabupaten yang semula berjumlah 274 sampai dengan tahun 2010 meningkat menjadi 399 kabupaten. Kondisi yang sama pada daerah kotamadya yang semula 70 kota pada tahun 1999, di tahun 2010 meningkat menjadi 98 kota. Pertambahan daerah kabupaten/kota tersebut, juga termaksud pertambahan daerah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pembentukan daerah baru juga terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada awalnya Sulawesi Tenggara terdiri atas 4 (empat) kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Buton dan Kota Kendari sebagai Ibu Kota Provinsi. Setelah dilasanakannya kebijakan desentralisasi tahun 2001
6
sampai dengan tahun 2007, terdapat 7 (tujuh) kabupaten/kota pemekaran atau disebut dengan daerah otonomi baru (DOB) di Provinsi Sulawesi Tenggara, sehingga sampai dengan saat ini
berjunlah 10 kabupaten dan 2 kota. Secara
terperinci pembentukan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Kabupaten/Kota Pemekaran di Provinsi Sulawesi Tenggara Pembentukan Tahun 2001-2007 DAERAH NO OTONOMI IBUKOTA INDUK BARU 1 Kota Baubau Baubau Kab. Buton 2 Kab. Konsel Andolo Kab. Kendari 3 Kab. Bombana Rumbia Kab. Buton 4 Kab. Wakatobi Wangi-Wangi Kab. Buton 5 Kab. Kolut Lasusua Kab. Kolaka 6 Kab. Konut Wanggudu Kab. Konawe 7 Kab. Butur Buranga Kab. Muna Sumber: Ditjen Otonomi Daerah Kemdagri (2013)
UNDANGUNDANG PEMBENTUK UU No.13/ 2001 UU No.4 /2003 UU No.29 /2003 UU No.29 /2003 UU No.29 /2003 UU No.13 /2007 UU No.13 /2007
Dari sudut pandang fiskal, pemekaran daerah memiliki dampak terhadap alokasi dana transfer di daerah. Di satu sisi membuka peluang bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah, namun disisi lain dapat menyebabkan menurunnya Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) bagi daerah otonom lainnya, yang merupakan salah satu sumber pembiayaan penting untuk proses pembangunan di daerah. Besarnya dana transfer yang di alokasikan di kabupaten/kota Provinsi Sulawei Tenggara dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.3.
7
Tabel 1.3 Total Dana Tranfer Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Tenggara, 20022011 (Rupiah) KAB/KOTA Kendari* Buton* Muna* Konawe* Kolaka* Baubau** Konsel** Bombana** Wakatobi** Kolut** Butur** Konut**
KOMPONEN DANA PERIMBANGAN DBH DAU DAK 284.015.367.891 2.613.379.363.000 228.764.232.000 187.296.691.839 2.642.949.031.000 366.560.230.000 251.301.089.000 3.055.388.438.400 363.601.990.000 203.988.282.510 3.236.730.491.000 379.280.330.827 422.054.213.565 2.890.971.794.200 304.733.307.000 178.058.859.517 1.912.544.647.000 244.234.797.000 189.784.621.446 2.201.789.624.800 356.302.930.000 142.895.927.000 1.392.728.769.000 271.246.845.000 128.965.355.668 1.269.538.138.200 300.998.400.000 154.764.703.059 1.431.826.876.000 213.044.700.000 41.591.314.000 746.145.702.000 136.495.100.000 185.775.367.000 922.072.288.000 456.003.500.000
TOTAL 3.126.158.962.891 3.196.805.952.839 3.670.291.517.400 3.819.999.104.337 3.617.759.314.765 2.334.838.303.517 2.747.877.176.246 1.806.871.541.000 1.699.501.893.868 1.799.636.279.059 924.232.116.000 1.563.851.155.000
Keterangan: * = nonpemekaran, ** = pemekaran Sumber: Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Indonesia, beberapa tahun terbitan (diolah) Penerima dana transfer tertinggi sejak tahun 2002-2011 di kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tenggara adalah Kabupaten Konawe, yakni sebesar Rp3,81 trilliun, sedangkan penerima dana transfer terendah adalah Kabupaten Buton Utara (Butur), yakni sebesar Rp924,2 milliar. Tabel 1.3 juga menunjukkan bahwa rata-rata penerima dana transfer terbesar berada di daerah nonpemekaran, sedangkan penerima dana tranfer terendah berada di daerah pemekaran. Sesuai dengan tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal dan pemekaran daerah, peningkatan kewenangan dalam pengelolaan anggaran dan rentang kendali yang relatif lebih dekat, diharapkan dapat menciptakan efektifitas dan efisiensi alokasi belanja pemerintah (public expenditure) dalam membiayai pembangunan di daerah sehingga diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya di kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tenggara.
8
1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut, seiring dengan meningkatnya jumlah dana tranfer di daerah, yang diikuti dengan peningkatan jumlah pemekaran daerah, khususnya di kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menganalisis beberapa hal sebagai berikut. 1.
Di mana kutub pertumbuhan dan daerah tertinggal?
2.
Sejauh mana dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah pemekaran dan daerah nonpemekaran di Provinsi Sulawesi Tenggara?
3.
Bagaimana perkembangan pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tenggara sebelum dan setelah pemekaran?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian Berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah. 1.
Untuk menentukan kutub pertumbuhan dan daerah tertinggal di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara.
2.
Untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah pemekaran dan daerah nonpemekaran di Provinsi Sulawesi Tenggara.
3.
Untuk menganalisis perkembangan pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tenggara, sebelum dan setelah pemekaran.
1.3.2 Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
9
1.
Bagi penulis, penelitian ini dilakukan sebagai sarana untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam masa perkuliahan serta sebagai bentuk mengembangkan daya pikir dalam menganalisis suatu fenomena ilmiah.
2.
Sebagai bahan acuan bagi piihak yang melakukan studi lebih lanjut tentang pelaksanaan desentralisasi fiskal dan kutub pertumbuhan ekonomi secara spatial di Indonesia, khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara.
3.
Memberi masukan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkaitan dengan kinerja perekonomian daerah dalam kaitannya dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal.
1.4 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab. Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang permasalahan dan rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan ini, tujuan dan manfaat dilakukannya penelitian ini, serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan pustaka, berisikan tentang tinjauan pustaka dan landasan teori yang memuat tinjauan teori-teori dasar yang berhubungan dengan desentralisasi fiskal, teori pertumbuhan ekonomi dan tinjauan pustaka terdahulu serta teori lain yang relevan dengan penelitian ini. Bab III Metoda penelitian, bab ini menjelaskan tentang jenis dan sumber data, data panel, definisi variabel, definisi operasional, spesifikasi model dan metoda analisis. Bab IV Hasil penelitian dan Pembahasan, menjelaskan mengenai gambaran umum daerah penelitian yang mencakup deskripsi objek penelitian, keadaan geografis, pertumbuhan ekonomi, perkembangan data variabel yang digunakan analisis data tren, analisis pusat pertumbuhan, hasil analisis
10
regresi dan pembahasan hasil. Bab V Kesimpulan dan Saran, menjelaskan tentang kesimpulan dan saran berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan.