BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Jumlah uang beredar sangat mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Saat jumlah uang beredar tidak mencukupi kegiatan transaksi pada satu periode tertentu, maka kegiatan ekonomi akan macet. Sebaliknya saat jumlah uang beredar terlalu banyak, maka akan terjadi lonjakan permintaan yang berimbas pada naiknya harga barang. Kenaikan barang-barang ini akan memicu inflasi di suatu negara. Jumlah uang beredar di masyarakat dipengaruhi oleh otoritas moneter. Otoritas moneter mengendalikan besaran moneter dalam upaya menjaga agar jumlah uang beredar berada pada posisi yang tidak berlebih namun juga dapat mencukupi kegiatan transaksi masyarakat. Otoritas moneter mempunyai tujuan untuk menjaga kestabilan rupiah yang dalam hal ini dapat dilihat dari tingkat inflasi yang rendah. Langkah-langkah otoritas moneter dalam menjaga kestabilan perekonomian ini disebut sebagai kebijakan moneter. Kebijakan moneter mempengaruhi sisi penawaran jumlah uang beredar secara langsung. Perubahan sisi permintaan jumlah uang beredar merupakan respon masyarakat terhadap berbagai kebijakan di bidang ekonomi. Interaksi antara kekuatan penawaran dan permintaan terhadap jumlah uang beredar akan menentukan kondisi pasar uang, yang tercermin dalam perkembangan suku bunga dan jumlah uang beredar. Selanjutnya, keadaan pasar uang tersebut setelah berinteraksi dengan pasar akan menentukan keadaan sektor riil.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan jalur yang dilalui instrumen kebijakan moneter dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi. Miskhin (2010: 600-609) mengidentifikasi tiga jalur utama transmisi kebijakan moneter. Jalur-jalur tersebut adalah jalur suku bunga (traditional interest rate effect), jalur kredit (credit view), dan jalur harga aset lainnya (other asset price effect). Warjiyo et, al (2003: 78-81) menyebutkan bahwa ada lima jalur transmisi kebijakan moneter, yaitu jalur moneter langsung (direct monetary channel), jalur suku bunga (interest rate channel), jalur nilai tukar (exchange rate channel), jalur harga asset (asset prices channel) dan jalur ekspektasi (expectation channel). Sejauh ini, Bank Indonesia lebih banyak menggunakan jalur suku bunga. Saat mata uang Rupiah melemah Agustus lalu, kebijakan moneter yang diambil pun ditransmisikan melalui jalur ini. Bank Indonesia mencoba berupaya memperkuat nilai mata uang rupiah dengan menaikkan tingkat suku bunga SBI. Kenaikan tingkat suku bunga ini dipercaya akan berpengaruh terhadap kurs. Miskhin (2010: 449) menyatakan bahwa ketika tingkat suku bunga dalam negeri meningkat, maka nilai mata uang dalam negeri akan meningkat pula. Sesuai teori, kurs rupiah kemudian menguat dalam beberapa bulan, walaupun belum kembali ke titik semula. Kenaikan tingkat suku bunga SBI berimbas pada kenaikan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Peningkatan tingkat suku bunga SBI membuat para developer perumahan mengalami kenaikan cost of pruduction. Kenaikan suku bunga kredit akibat kenaikan suku bunga SBI mengakibatkan developer kembali berhitung untung dan rugi. Akhirnya, harga perumahan ikut meningkat.
Sebuah riset yang dilakukan oleh Berardi dari University of Manchester bersama-sama dengan Gatti dari Catholic University of Milan (2010), menjelaskan bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi inflasi secara langsung melalui variabel suku bunga karena suku bunga adalah sebuah determinan dari biaya produksi perusahaan. Perubahan tingkat suku bunga akan mempengaruhi perubahan harga aset. Harga aset di sini termasuk pula harga perumahan. Setiap tahunnya, kebutuhan perumahan di Indonesia adalah sebesar delapan ratus ribu unit. Sementara itu, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI) menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling banyak kekurangan pasokan rumah (backlog). Hal ini dikarenakan jumlah rumah yang didirikan setiap tahunnya hanya mencapai dua ratus ribu unit per tahun. Jika keadaannya tetap seperti ini, Indonesia diperkirakan akan mengalami krisis perumahan hingga tahun 2030. Kebutuhan terhadap rumah tinggal selalu mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Di Indonesia, laju pertumbuhan penduduk berada di kisaran 1 hingga 4 persen per tahun. Pulau Sumatera dan Kalimantan adalah pulau yang mengalami pertumbuhan penduduk paling tinggi. Riau pada periode 1980-1990 mengalami pertumbuhan penduduk hingga 4,35 persen. Lampung dan Kalimantan Timur pada periode 1971-1980 angka pertumbuhan penduduknya bahkan mencapai angka di atas 5 persen. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel. 1.1 Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Provinsi 1971-1980
1980-1990
1990-2000
2000-2010
Nangroe Aceh Darussalam
2,93
2,72
1,46
2,36
Sumatera Utara
2,6
2,06
1.32
1,1
Sumatera Barat
2,21
1,62
0,63
1,34
Riau
3,11
4,3
4,35
3,58
Jambi
4,07
3,4
1,84
2,56
Sumatera Selatan
3,32
3,15
2,39
1,85
Bengkulu
4,39
4,38
2,97
1,67
Lampung
5,77
2,67
1,17
1,24
Bangka Belitung
-
-
0,97
3,14
Kepulauan Riau
-
-
-
4,95
DKI Jakarta
3,93
2,42
0,17
1,41
Jawa Barat
2,66
2,57
2,03
1,9
Jawa Tengah
1,64
1,18
0,94
0,37
DI Yogyakarta
1,1
0,57
0,72
1,04
Jawa Timur
1,49
1,08
0,7
0,76
-
-
3,21
2,78
Bali
1,69
1,18
1,31
2,15
Nusa Tenggara Barat
2,36
2,15
1,82
1,17
Nusa Tenggara Timur
1,95
1,79
1,64
2,07
Kalimantan Barat
2,31
2,65
2,29
0,91
Kalimantan Tengah
3,43
3,88
2,99
1,79
Kalimantan Selatan
2,16
2,32
1,45
1,99
Kalimantan Timur
5,73
4,42
2,81
3,81
Sulawesi Utara
2,31
1,6
1,33
1,28
Sulawesi Tengah
3,86
2,87
2,57
1,95
Sulawesi Selatan
1,74
1,42
1,49
1,17
Sulawesi Tenggara
3,09
3,66
3,15
2,08
Gorontalo
-
-
1,59
2,26
Sulawesi Barat
-
-
-
2,68
2,88
2,79
0,08
2,8
Maluku Utara
-
-
0,48
2,47
Papua Barat
-
-
-
3,71
Papua
2,67
3,46
3,22
5,39
Indonesia
2,31
1,98
1,49
1,49
Banten
Maluku
Caatan: Tdak Termasuk Timor Timur Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980 , 1990 , 2000 , 2010 dan Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995
Bank sentral seharusnya kembali mempertajam analisa dalam hal kebijakan moneter yang paling tepat pada masa kini. Indonesia memerlukan kebijakan moneter yang tepat dan relevan untuk mencapai stabilisasi harga, khususnya harga perumahan. Kebijakan yang memperhatikan sektor perumahan menjadi sangat penting karena perumahan itu sendiri merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Penggunaan jalur harga aset seharusnya dipertimbangkan sebagai jalur transmisi kebijakan moneter, bukan hanya dari sisi jalur suku bunga dan jalur nilai tukar saja. Sektor aset perumahan memiliki proporsi yang cukup besar terhadap nilai GDP. Besar proporsi aset perumahan terhadap GDP mencapai sebelas persen, sebuah angka yang cukup besar, sehingga tidak bisa diacuhkan begitu saja. Indonesia juga sedang mengalami krisis perumahan sehingga sektor aset khususnya aset perumahan perlu dikaji lebih jauh dalam aktifitas transmisi kebijakan moneter Indonesia. Setiap perubahan kebijakan bank sentral akan diikuti, atau sebaliknya telah diantisipasi, dengan perubahan perilaku para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan. Perubahan perilaku pelaku ekonomi akan membawa pengaruh pada mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme transmisi melalui jalur harga aset terjadi melalui pengaruhnya terhadap harga permintaan konsumsi bagi para investor. Warjiyo et, al (2004: 52) menjelaskan bahwa pengaruh harga aset terhadap sektor riil juga terjadi pada permintaan investasi oleh perusahaan. Perubahan harga aset tersebut, baik yield obligasi, return saham dan harga aset properti,
berpengaruh terhadap investasi perusahaan dan rumah tangga. Pengaruh harga aset pada konsumsi dan investasi akan mempengaruhi permintaan agregat, lalu pada akhirnya akan menentukan tingkat output riil dan inflasi. Penelitian yang dilakukan oleh Koivu (2010) dalam paper yang berjudul Monetary Policy, Asset Prices, and Consumption in China, menyatakan bahwa dengan menggunakan metoda SVAR dipastikan bahwa kebijakan moneter China yang kontraktif memicu kenaikan harga aset. Taylor (1999) berpendapat bahwa bank sentral seharusnya memberi perhatian lebih pada jalur harga aset dan jalur kredit untuk membantu mendorong perekonomian agar keluar dari resesi. Penelitian transmisi kebijakan moneter jalur harga aset di Indonesia dilakukan oleh Surasmono (2009) dengan menggunakan SVAR. Penelitian melihat dampak kebijakan moneter yaitu suku bunga SBI dan BI rate terhadap harga aset finansial maupun non finansial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan moneter melalui suku bunga SBI dan BI rate dapat ditransmisikan melalui jalur harga aset finansial berbentuk saham, obligasi, dan valuta asing, baik melalui investasi maupun konsumsi. Namun demikian, aset non finansial yang berbentuk perumahan dan emas tidak dapat mentransmisikan kebijakan moneter. Penelitian transmisi kebijakan moneter jalur harga aset seringkali berbedabeda dalam pemilihan variabel yang digunakan. Perbedaan dalam pemilihan variabel yang digunakan dikarenakan adanya banyak faktor yang mempengaruhi transmisi kebijakan moneter itu sendiri. Perbedaan periode, kondisi perekonomian negara, dan kebijakan moneter yang digunakan membuat faktor-faktor utama transmisi antarnegara menjadi berbeda pula.
Indonesia adalah negara dengan sistem ekonomi terbuka sehingga aset yang ada di Indonesia juga dipengaruhi oleh suku bunga negara lain yang memiliki kerja sama ekonomi dengan Indonesia, namun variabel suku bunga internasional belum dimasukkan dalam model penelitian yang dilakukan sebelumnya terkait jalur harga aset. Perbedaan besaran suku bunga domestik dengan suku bunga internasional akan menentukan jumlah investasi di negara tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji lebih jauh model yang dikembangkan sebelumnya oleh Surasmono dengan memasukkan variabel suku bunga internasional. Surasmono sendiri menyarankan perlunya memasukkan variabel ini dalam penelitian sejenis. 1.1.1
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan sebelumnya, maka
dalam penelitian terdapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Variabel apa saja yang mempengaruhi Indeks Harga Rumah (IHR)? 2. Bagaimana pengaruh Indeks Harga Rumah (IHR) terhadap pertumbuhan ekonomi (GDP)? 3. Bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur harga aset perumahan di Indonesia periode 2006.01 – 2013.08? 1.2 Keaslian Penelitian Terdapat penelitian-penelitian mengenai harga aset sebagai jalur transmisi dari kebijakan moneter ke sektor riil, tetapi variabel suku bunga internasional belum diketahui pengaruhnya dalam transmisi kebijakan moneter. Padahal dunia sudah menggunakan sistem perekonomian terbuka di mana suku bunga
internasional
menjadi
salah satu
aspek mendasar
yang mempengaruhi
perekonomian negara. Penelitian sebelumnya dirangkum dalam Tabel 1.2. Tabel 1.2 Penelitian-penelitian Sebelumnya No
Peneliti
Alat Analisis SVAR
1.
Iacoviello (2000)
2.
Milars and VAR Well (2003)
3.
Elbourne and Salomons (2004)
4.
Wesche and VAR Gerlach (2008)
SVAR
Variabel yang Diamati
Hasil penelitian
Kebijakan moneter direspon negatif oleh harga perumahan riil dan kemudian pada waktu tertentu berdampak pada output. Dalam jangka pendek, shock kebijakan moneter dan permintaan mempunyai peran yang penting terhadap fluktuasi harga perumahan. Harga saham, Naiknya suku bunga harga rumah, berdampak pada penurunan dan suku bunga. harga saham dan perumahan. Transmisi kebijakan moneter berbeda-beda di tiap negara. Perubahan output yang besar terjadi di Austria, Finlandia, Perancis dan Jerman sebagai akibat shock dari kebijakan moneter. Respon perubahan harga aset paling besar terjadi di Austria dan Finlandia. Namun dari penelitian tidak ditemukan bukti mekanisme transmisi yang melalui efek kekayaan. Kebijakan moneter memiliki dampak dapat memprediksi harga properti resindensial, dampaknya tepat pada aktifitas ekonomi secara riil. Kebijakan moneter mampu memperlambat gelembung harga properti. Dengan demikian jalur aset perumahan efektif dalam transmisi.
5.
Surasmono (2009)
SVAR
6.
Koivu (2010)
SVAR
7.
Yao, Dan, VAR and Lixia (2011)
8.
Xu and VAR Chens (2012)
9.
Huang (2012)
Saham, valuta asing, obligasi, harga perumahan dan emas.
Berdasarkan hasil analisis shutdown method, ditemukan bahwa jenis aset obligasi memiliki kekuatan relatif paling besar dibandingkan dengan aset jenis saham dan valuta asing dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia. Aset perumahan dan emas tidak dapat mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia. Pendapatan Kebijakan moneter China rumah tangga, yang kontraktif memicu konsumsi rumah kenaikan harga aset, dalam tangga, inflasi hal ini konsumsi perumahan. harga konsumen, indikator kebijakan moneter, dan harga aset. Kebijakan moneter memiliki pengaruh langsung yang kecil terhadap harga aset. Pertama, bank sentral Cina tidak menggunakan suku bunga saja untuk mencapai stabilitas makroekonomi. Kedua, kebijakan moneter dan kebijakan non moneter harus dikerahkan ketika terjadi gelembung aset. Suku bunga Penurunan suku bunga, jangka panjang, pertumbuhan M2, dan indikator kelonggaran kebijakan kebijakan kredit moneter berupa penurunan perumahan, uang muka (down payment) indeks harga cenderung mempercepat rumah, dan M2. pertumbuhan harga rumah dan sebaliknya. Balance sheet, Kebijakan pertama yang GDP, inflasi, dilakukan untuk mengatasi dan kurs. resesi adalah melalui wealth channel (jalur harga aset).
10.
Anggraeni (2013)
DVAR
Suku bunga kredit jangka panjang, indeks harga perumahan, indeks harga saham gabungan, hot money, JUB, GDP.
Harga aset mempengaruhi JUB dan JUB mempengaruhi output. Dengan kata lain, harga aset tidak secara langsung mempengaruhi output. Kebijakan moneter kontraktif yang ditetapkan oleh otoritas moneter cukup efektif untuk mengantisipasi pemanasan ekonomi.
Penelitian yang dilakukan berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal waktu, metoda dan variabel yang digunakan. Alat analisis yang digunakan adalah Partial Adjustment Model (PAM) dengan menambahkan variabel baru yaitu suku bunga internasional. Variabel suku bunga internasional belum ditemukan pernah digunakan pada penelitian-penelitian terdahulu.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis variabel yang mempengaruhi Indeks Harga Rumah (IHR). 2. Menganalisis pengaruh Indeks Harga Rumah (IHR) terhadap pertumbuhan ekonomi (GDP). 3. Menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur harga aset perumahan di Indonesia periode 2006.01 – 2013.08. 1.3.2 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1.
Bank Indonesia, penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk menentukan jalur transmisi kebijakan moneter.
2.
Investor, penelitian ini diharapkan dapat membantu menentukan keputusan investasi
perumahan
dengan
memperhatikan
variabel-variabel
yang
mempengaruhi perkembangan harga konstruksi. 3.
Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai kajian dalam penelitian sejenis selanjutnya.
1.4 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari empat bab. Bab I pengantar, yang memuat dan menguraikan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian, pertanyaan penelitian, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II tinjauan pustaka dan alat analisis, berisikan uraian tentang tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis, serta alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III analisis data dan pembahasan, berisi cara penelitian, perkembangan variabel penelitian, serta pembahasan terhadap hasil analisis data. Bab IV kesimpulan dan saran, memuat kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran dalam perumusan kebijakan moneter.