BAB I PENGANTAR 1.1
Latar Belakang
Ngeyeg termasuk dalam kebiasaan umum masyarakat di Jawa Tengah khususnya di Kabupaten Kebumen ketika menjelang Pemilihan Kepala Desa. Tahapan ngeyeg apabila dihubungkan dengan tahapan rangkaian pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa, termasuk dalam tahapan kampanye yang dilakukan oleh Calon Kepala Desa untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat. Ngeyeg tetap bertahan seiring dengan adanya Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri dan diatur kemudian dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati. Ngeyeg biasanya dilakukan dengan pesta dan jamuan makan ataupun sekedar ngobrol di rumah Calon Kepala Desa yang disiapkan oleh Calon Kepala Desa untuk menjamu tamu yang datang ke rumahnya. Tamu yang datang tersebut merupakan para pemilih yang nantinya akan memberikan suaranya dalam pemungutan suara sesuai dengan keinginan mereka masing-masing. Dalam pemilihan Kepala Desa Wirogaten Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen masa jabatan Tahun 2013-2019 terdapat 5 (lima) orang Calon Kepala Desa yang berkompetisi yaitu Muhadis yang berasal dari Pedukuhan Banjengan, Kemijan dari
1
2
Pedukuhan Banjengan, Purwanto yang berasal dari Pedukuhan Karang Tengah, Tusiman dari Pedukuhan Teges dan Budiman dari Pedukuhan Pesutren. Tempat tinggal yang berdekatan antar Calon Kepala Desa sehingga ngeyeg mempunyai arti, maksud dan tujuan yang berbeda antara 1 (satu) orang pemilih dengan yang lainnya yang dapat berarti dukungan, sekedar mengikuti tradisi ataupun berarti lain. Ngeyeg merupakan wujud solidaritas antar masyarakat desa. Masyarakat berkumpul ke rumah calon Kepala Desa sebagai wujud solidaritas sekaligus dukungan moral dalam pemilihan Kepala Desa. Soekanto (1992: 167) mengatakan bahwa warga masyarakat perdesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat perdesaan lainnya. Dalam Ngeyeg terdapat ajakan dari Calon Kepala Desa untuk mencoblos dan terkadang juga diikuti dengan adanya politik uang yang terasa sudah menjadi kebiasaan yang lumrah dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Desa. Politik uang muncul dalam level atas pemilihan umum mulai dari pemilihan Legislatif, Kepala Daerah sampai demokrasi di akar rumput seperti Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa, RW maupun RT. Kasus politik uang mendominasi pelanggaran Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 (Republika.co.id, diakses 14 Mei 2014). Politik uang terjadi juga dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah. Pada saat pemilihan kepala daerah oleh DPRD, politik uang juga mengemuka namun dalam pilkada secara langsung semakin meluas, misalnya, 147 warga Kampung Bantarpanjang, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi, mendapat amplop berisi uang Rp 10.000 dengan pesan agar memilih salah satu peserta pilkada (Kompas, 10 April 2008).
3
Mendagri Gamawan Fauzi pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, pilkada langsung berdampak pada biaya politik yang tinggi. Dikaitkan dengan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, Mendagri menambahkan, biaya besar tersebut seperti menjadi paradoks karena untuk menjadi kepala daerah dibutuhkan uang miliaran rupiah dan setelah menjadi kepala daerah dituntut untuk menciptakan pemerintahan yang bersih (Kompas, 21 Juli 2010). Hal tersebut memberikan gambaran bahwa proses pemilihan skala besar dengan cakupan wilayah yang luas dan komposisi pemilih yang heterogen saja, para Calon yang akan dipilih berani berspekulasi melakukan politik uang padahal belum tentu akan dipilih. Pada proses demokrasi di Indonesia, termasuk demokrasi di level akar rumput (pilkades) praktik politik uang tumbuh subur, karena dianggap suatu kewajaran masyarakat tidak peka terhadap bahayanya. Mereka membiarkannya karena tidak merasa bahwa politik uang secara normatif adalah perilaku yang harus dihindari. Salah satu masalah yang dihadapi demokratisasi di Indonesia adalah proses ‘pembusukan politik’ yang dilakukan aktor-aktor politik dan ekonomi justru dalam rezim demokrasi. Demokrasi tidak menguatkan kedaulatan politik rakyat, yang lebih mengemuka adalah ‘politik uang’ (money politics) (Djafar, 2008: 8). Selain politik uang, proses pemilihan Kepala Desa yang dilaksanakan dalam waktu setiap 6 (enam) tahun akan sangat berpotensi menyebabkan perpecahan masyarakat dikarenakan perbedaan kubu atau pilihan suara terhadap kandidat calon Kepala Desa masing-masing. Permasalahan setelah pemilihan Kepala Desa tidak hanya selesai dalam tataran politik tetapi berdampak pada hubungan sosial
4
kemasyarakatan dengan munculnya perpecahan dan rasa tidak percaya antar kelompok masyarakat. Selain dari perbedaan kubu atau dukungan pemilih terhadap calon Kepala Desa pada saat pemilihan, keterlibatan para botoh yang mendukung Calon Kepala Desa dalam proses pemilihan juga turut mempengaruhi hasil pemilihan. Demokrasi Indonesia sampai saat ini masih tumbuh subur fenomena politik uang, bahkan sampai pada level bawah yaitu dalam proses pemilihan Kepala Desa. Meyer (2002:1) mengatakan bahwa “Demokrasi tidak dapat dimakan. Pendapat tersebut dikemukakan oleh orang-orang yang menentang demokrasi atau mereka yang kecewa terhadap praktik demokrasi yang dialaminya”. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa antara tujuan demokrasi untuk mensejahterakan masyarakat dengan kenyataannya sungguh berbeda. Masyarakat seperti tidak dapat merasakan perbedaan siapapun pemimpinnya, oleh karena itu politik uang seperti sebuah kewajiban bagi para calon Kepala Desa agar dipilih oleh masyarakat. Politik uang bukanlah hal yang baru, Suparlan dalam Rais (1986: 28 - 30) mengatakan bahwa “untuk pemilihan lurah para calon mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk kampanye mereka. Perhitungan mereka adalah kalau mereka bisa memenangkan pemilihan dan diangkat menjadi lurah uang yang telah mereka keluarkan pada waktu kampanye akan kembali kepada mereka dengan berlipat ganda”. Hadirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan peluang Pemerintah Daerah untuk memformulasikan Peraturan Daerah maupun Peraturan Bupati untuk mengevaluasi pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan harapan masyarakat serta tujuan
5
dari demokrasi itu sendiri. Kesempatan untuk menjabat selama 3 (tiga) kali masa jabatan bagi Kepala Desa dalam masa jabatan 6 (enam) tahunan turut mempengaruhi kondisi ketahanan masyarakat dalam menentukan pilihan. Penelitian ini lebih memilih solidaritas masyarakat desa dalam ngeyeg dengan studi di Desa Wirogaten Kecamatan Mirit pada Pemilihan Kepala Desa masa jabatan Tahun 2013-2019 dikarenakan walaupun kompetisi 5 (lima) orang Calon Kepala Desa bersaing untuk memperebutkan suara terbanyak, akan tetapi kondisi Pemilihan Kepala Desa mulai pada saat ngeyeg sampai dengan pelantikan relatif berjalan aman tanpa ada kerusuhan ataupun kekerasan massa. Peneliti ingin meneliti bagaimanakah ngeyeg pada saat Pemilihan Kepala Desa Wirogaten Kecamatan Mirit masa jabatan tahun 2013-2019 dan implikasinya terhadap ketahanan masyarakat Desa Wirogaten Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. 1.2
Permasalahan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian yang muncul adalah: 1. Bagaimanakah ngeyeg pada Pemilihan Kepala Desa Wirogaten Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen Masa Jabatan tahun 2013-2019? 2. Bagaimana implikasi ngeyeg terhadap Ketahanan Masyarakat Desa Wirogaten Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah?
6
1.3
Keaslian Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian orisinil, bukan merupakan penelitian replikasi atau pengulangan penelitian terdahulu. Keaslian penelitian ini dapat dilihat dari beberapa alasan, diantaranya adalah keaslian topik, keaslian teori, keaslian lokasi, dan keaslian pembahasan. Beberapa penelitian tentang masalah pemilihan Kepala Desa dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini: Tabel 1.1 Penelitian Tentang Pemilihan Kepala Desa No 1.
Nama Suswanto, Bambang (Tesis Tahun 2000)
Judul Penelitian Hasil Penelitian Kerusuhan Sosial :: Terjadinya tindak kerusuhan Kasus Pemilihan Kepala sosial karena adanya Desa Sirau Purbalingga akumulasi kekecewaan warga masyarakat tentang hasil pemilihan Kepala Desa yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Adanya persaingan yang tidak fair, dugaan penyelewengan dana dan ketidak netralan panitia pemilihan Kepala Desa.
2.
Sujata (Tesis Tahun 2001)
Demokrasi Perdesaan :: Studi Kasus Pemilihan Kepala Desa Di Desa Puhpelem Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri
Pemilih masih dipengaruhi oleh ajakan pemuka agama, pemuka masyarakat dan kader-kader calon Kepala Desa.
3.
Widiyahseno, Bambang (Tesis Tahun 2004)
Demokrasi Di Tingkat Lokal :: Studi Kasus Tentang Proses Pemilihan Kamituwo/Kepala Dukuh Di Desa Tanjungsari Kec. Jenangan Kab. Ponorogo
Sikap dan perilaku panitia pemilihan, jago dan pemilih belum sepenuhnya mengacu pada nilai-nilai demokrasi. Latar belakang dan kondisi ekonomi pemilih mempengaruhi pandangannya terhadap pemilihan yang demokratis (langsung).
7
4.
Poniran (Tesis Tahun 2008)
5.
Haidar, Frans (Tesis Tahun 2008)
Tabel 1.1 Lanjutan Aktor Dan Strategi Cakades Dalijan Politik Dalam menggunakan strategi politik Pemilihan Kepala Desa dengan: pertama: menggalang :: Studi Tentang dukungan elit adat, agama Pemilihan Kepala Desa maupun elit politik. Kedua: Hargowilis, Kecamatan penerapan strategi pencitraan Kokap, Kabupaten politik dan manajemen Kulon Progo, Provinsi kampanye oleh tim DIY, Tahun 2008 pendukungnya. Temuan lain menunjukkan bahwa dukungan dana akan berpengaruh terhadap kemenangan seorang calon. Penggunaan Hak Pilih Dalam Pilkades :: Studi Tentang Manajemen Pemilihan Dan Partisipasi Politik Dalam Pilkades Di Desa Plumbon, Kebumen
1.4
Pilkades plumbon tidak mencapai kuorum lebih disebabkan karena faktor kesalahan dalam manajemen proses Pilkades yaitu pada tahap pendaftaran pemilih.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Mendeskripsikan ngeyeg pada Pemilihan Kepala Desa Wirogaten Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah masa jabatan Tahun 2013-2019. b. Mengetahui implikasi ngeyeg terhadap ketahanan masyarakat Desa Wirogaten Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah .
8
1.5
Manfaat Penelitian
Penelitian tentang ngeyeg
dan implikasinya terhadap Ketahanan
Masyarakat Desa Wirogaten Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen Jawa Tengah diharapkan dapat memberikan manfaat berupa gambaran umum mengenai kondisi nyata di lapangan mengenai ngeyeg yang merupakan bagian dari rangkaian proses pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dan mengetahui implikasi yang terjadi terhadap ketahanan masyarakat desa. Manfaat lain yang ingin diperoleh adalah memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijakan mengenai pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa khususnya pelaksanaan masa kampanye dalam kaitannya dengan ngeyeg.