BAB I PENGANTAR
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi pertanian sangat besar. Potensi pertanian Indonesia salah satunya disebabkan oleh wilayah daratan Indonesia yang dilewati barisan pegunungan. Dengan potensi pertanian yang begitu besar, Indonesia negara yang subur, sangat cocok untuk pertanian dan perkebunan. Sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian dengan bercocok tanam. Salah satu tanaman perkebunan yang tetap dipelihara oleh petani yakni tanaman tembakau. Tembakau sangat potensial untuk pangsa pasar dalam negeri mengingat tembakau sebagai bahan dasar pembuatan rokok. Permintaan tembakau oleh industri rokok di dalam negeri sangat tinggi. Rokok merupakan produk yang unik, meskipun mengakibatkan kerugian kesehatan bagi perokok. Di sisi lain produksi rokok terus berlangsung dan menjadi salah satu industri penyumbang pajak terbesar melalui pita cukai. Kementerian Keuangan mencatat kenaikan yang cukup tinggi dalam perolehan cukai rokok pada bulan Februari 2014. Angka tersebut mencapai Rp12,91 triliun lebih tinggi dibandingkan
perolehan
Januari
yang
mencapai
Rp8,51
triliun.
(http://economy.okezone.com/read/2014/04/02/20/964485/penerimaan-cukai-rokoknaik-ini-komentar-dirjen-pajak). Penerimaan pajak yang tinggi sebenarnya sangat menguntungkan pemerintah karena hasil pajak tersebut berguna untuk kelangsungan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat.
1
2
Pendapatan yang tinggi dari pita cukai rokok berarti perokok di Indonesia semakin bertambah banyak. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan sebab kondisi kesehatan masyarakat menurun akibat merokok. Dampak buruk akibat tembakau dan merokok pada kesehatan masyarakat di Indonesia tampak jelas dari hasil kajian Badan Litbangkes tahun 2013. Kajian tersebut menunjukkan telah terjadi kenaikan kematian prematur akibat penyakit yang terkait dengan tembakau dari 190.260 (2010) menjadi 240.618 kematian (2013), serta kenaikan penderita penyakit akibat konsumsi tembakau dari 384.058 orang (2010) menjadi 962.403 orang (2013). Kondisi tersebut berdampak pula pada peningkatan total kumulatif kerugian ekonomi akibat penggunaan tembakau. Jika dinilai dengan uang, kerugian ekonomi naik dari 245,41 trilyun rupiah (2010) menjadi 378,75 trilyun rupiah (2013) (http://www. depkes.go.id/index.php?vw=2&id=NW.201406020002). Meskipun merokok mempunyai dampak negatif yaitu merugikan kesehatan, pemerintah tidak bisa dengan serta merta melarang produsen memproduksi rokok. Akhirnya pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pembatasan produksi rokok yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Pembatasan produksi rokok oleh pemerintah berpotensi mempengaruhi kinerja industri rokok. Pabrik rokok harus patuh terhadap peraturan pemerintah tentang pembatasan produksi rokok. Pabrik rokok akan menyesuaikan peraturan pemerintah tersebut dan mengurangi produktivitasnya. Kondisi ini akan berakibat sistemik mulai dari efisiensi organisasi (perampingan karyawan), mengurangi persediaan bahan baku rokok sampai mengurangi jam kerja karyawan bahkan sampai
3
merumahkannya, karena tidak mampu untuk melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) sebab konsekuensi melakukan PHK yaitu harus memberi uang pesangon. Pembatasan produksi rokok sangat berpengaruh terhadap pabrik rokok. Pemerintah membagi pabrik rokok kretek tangan berdasarkan hasil produksi ke dalam empat golongan. Pertama pabrik rokok golongan I dengan batasan produksi rokok 2 milyar batang ke atas per tahun. Kedua pabrik rokok golongan II dengan batasan produksi sebanyak 350 juta batang hingga 2 milyar batang per tahun. Ketiga pabrik rokok golongan IIIA dengan batasan produksi sebanyak 50-350 juta batang per tahun. Keempat pabrik rokok golongan IIIB dengan batasan produksi tidak lebih dari 50 juta batang per tahun. Penggolongan yang dilakukan pemerintah ini terkait dengan jumlah dan harga pita cukai terhadap masing-masing pabrik rokok. Pada saat ini jumlah total pabrik rokok di Kudus dan sekitarnya yang masih beroperasi 138 perusahaan. Jumlah perusahaan rokok terbanyak, yakni di Kudus 94 pabrik, sedangkan sisanya di Jepara 38 pabrik, di Pati sebanyak empat pabrik, Rembang
dan
Blora,
masing-masing
satu
pabrik
rokok
(http://www.antaranews.com/berita/351204/industri-rokok-kecil-kian-berguguran). Pengusaha rokok membentuk suatu organisasi sebagai tempat untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah terkait dengan industri rokok. Salah satunya yaitu PPRK (Persatuan Perusahaan Rokok Kudus). Namun tidak semua pabrik rokok yang ada di Kudus tergabung dalam PPRK. Sampai saat ini hanya ada 13 pabrik rokok yang berada dalam naungan PPRK. Hal ini disebabkan tidak adanya keharusan untuk bergabung di bawah PPRK, sehingga sebagian pabrik rokok membuat perkumpulan tersendiri. Tiga belas pabrik yang berada di bawah naungan PPRK yaitu; (a) PT Djarum; (b) PT Nojorono; (c) PR Sukun; (d) PR Djambu Bol (berhenti operasi); (e)
4
PT Filasta Indonesia; (f) PR Nikki Super; (g) PR Nikko Rama; (h) PR Sidodadi; (i) PR Tapal Kuda Kencana; (j) PR Muria Mulia; (k) PR Notojoyo Mulya (berhenti operasi); (l) PR Mulyo Raharjo; (m) PR Nyusul Express. Sebagian besar masyarakat Kudus bekerja pada industri rokok, salah satunya yaitu pabrik rokok PT Djarum. Lokasi pabrik rokok untuk produksi biasa disebut brak. PT Djarum mempunyai 25 brak, dan tersebar hampir di seluruh Kecamatan di Kabupaten Kudus. Sembilan belas brak ada di Kudus dengan perincian yaitu satu Brak Jetak, satu Brak Pengkol, dua Brak Blolo, satu Brak Krapyak, satu Brak Garung, satu Brak Sudimoro, satu Brak Tanjungkarang, satu Brak Burikan, satu Brak Terban, satu Brak Karangbener, satu Brak Bulungcangkring, satu Brak Besito, tiga Brak Megawon, satu Brak Kesambi, satu Brak Sidorekso dan satu Brak Kradenan. Untuk di Pati ada dua brak yaitu Brak Kajar dan Brak Tayu, Jepara ada dua brak yaitu Brak Sekarjati dan Brak Welahan, Untuk Juwana dan Rembang masing-masing terdapat satu brak. Brak-brak PT Djarum tersebut memproduksi rokok SKT (sigaret kretek tangan) sedangkan untuk produksi rokok SKM (sigaret kretek mesin) berada di lokasi yang berbeda, yaitu di Desa Gribig dan Desa Gondangmanis. Peraturan pemerintah tetang pembatasan produksi rokok sepintas tidak berimbas terhadap PT Djarum Kudus, tetapi para karyawan merasakan hal itu. Hal ini bisa dilihat dari jam pulangnya para karyawan yang terkadang sebelum jam 12:00 WIB mereka sudah pulang. Ini artinya produksi rokok pada hari itu hanya sedikit. Terkait dengan hal itu berikut pernyataan Marwan Ardiansyah bagian corporate affair (cora) PT Djarum Kudus.
5
“Peraturan pemerintah untuk mencantumkan gambar di bungkus rokok memang mempengaruhi omzet penjualan pak. Sekitar tiga bulanan penjualan menurun hingga harus mengurangi produksi. Tapi setelah itu naik lagi penjualannya dan stabil sampai sekarang. Jadi pengaruh pencantuman gambar di bungkus rokok tidak banyak pak.”(Wawancara, 20 Januari 2015) Berdasarkan data dari Bea Cukai Kudus jumlah produksi rokok SKT PT Djarum per tahun untuk lima tahun terakhir yaitu; (a) tahun 2010 sebesar 13.269.162.000 batang; (b) tahun 2011 sebesar 15.009.696.000 batang; (c) tahun 2012 sebesar 14.516.660.000 batang; (d) tahun 2013 sebesar 17.708.523.600 batang; (e) tahun 2014 sebesar 16.717.398.000 batang. Jumlah produksi rokok jelas berpengaruh terhadap penghasilan karyawan terutama karyawan borong yaitu karyawan yang menerima upah berdasarkan sistem upah borongan. Sistem upah borongan yaitu jika produksi tinggi maka upah tinggi dan sebaliknya jika produksi rendah upah juga rendah. Sistem upah borongan menerima gaji setiap hari. Di PT Djarum selain sistem upah borongan terdapat juga sistem upah harian yang menerima upah per minggu, dan sistem upah bulanan. Perbedaan ketiga sistem upah itu terletak pada tingkat kesejahteraan dan jenjang karir. Terutama untuk sistem upah bulanan menerima kesejahteraan lebih tinggi dan jenjang karier yang lebih luas. Karyawan PT Djarum Kudus sangat banyak tidak hanya dari Kudus sendiri bahkan ada yang dari luar kota dan seluruhnya berjumlah 58.289 pekerja dengan perincian 48.629 pekerja borong, 7.520 pekerja harian dan 2140 pekerja bulanan (per Januari 2015). Upah borongan untuk karyawati bagian giling dihitung per seribu batang rokok yang dihasilkan. Upah yang diterima sebesar Rp18.500,-per seribu batang rokok. PT Djarum menetapkan beban kerja 4000 batang rokok untuk setiap karyawati giling. Dengan tujuan upah yang diterima apabila dihitung dalam satu bulan dapat
6
mencapai upah minimum kabupaten (UMK) Kudus. Besaran UMK Kudus untuk tahun 2014 yaitu RP1.150.000,- Namun begitu ada beberapa karyawati Giling di Brak Kesambi yang produksinya per hari tidak sampai 4000 batang rokok, akibatnya upah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya. Dalam satu brak jumlah karyawannya berbeda-beda. Khusus untuk Brak Kesambi terdapat total karyawan sebanyak 969 orang. Perincian karyawan dalam brak tersebut yaitu 19 orang laki-laki dan 950 orang wanita, dengan jumlah karyawati bagian giling ada 360 orang. Karyawan borong yang termasuk bagian giling semuanya wanita. Untuk lima tahun terakhir SKT Kesambi tidak ada penerimaan atau pengurangan karyawan tetapi secara umum PT Djarum melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan yang telah memasuki usia pensiun yaitu usia 55 tahun. Karyawan yang terkena PHK menerima haknya yaitu uang pesangon yang besarnya sesuai aturan yang berlaku. Karyawan yang terkena PHK berdampak pada pendapatan keluarga yang berkurang, sehingga merasa perlu untuk tetap bekerja agar pendapatan keluarga kembali stabil. Beberapa orang berusaha mencari pekerjaan di pabrik rokok yang lain dan sebagian buka usaha dari modal pesangon yang diterima. Nah dari sini peneliti tertarik untuk mencoba menulis tesis dengan judul Kontribusi Karyawati Giling pada Industri Rokok Dalam Pendapatan Keluarga Guna Mendukung Ketahanan Ekonomi Keluarga.
7
1.2
Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah kontribusi karyawati giling PT Djarum Brak Kesambi dalam mendukung ketahanan ekonomi keluarganya cukup besar, sehingga muncul pertanyaan penelitian, yaitu: 1.
Bagaimana karakteristik sosial ekonomi karyawati bagian giling di PT Djarum Brak Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus?
2.
Seberapa besar kontribusi karyawati bagian giling di PT Djarum Brak Kesambi dalam mendukung ketahanan ekonomi keluarga?
1.3
Keaslian Penelitian
Penelitian yang membahas tentang kontribusi pendapatan karyawati giling pada industri rokok dalam mendukung ketahanan ekonomi keluarga belum pernah ada walaupun begitu ada beberapa penelitian yang membahas terkait tentang rokok terutama kegiatan merokok dan pengaruhnya terhadap kesehatan perokok yaitu 1.
Penelitian Adi Susilo (2000) dari Magister Ekonomi Pembangunan UGM, dalam tesisnya yang berjudul ”Peranan Industri Rokok Kretek Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh di Kabupaten Kudus”. Hasil penelitiannya adalah peranan industri rokok kretek di Kabupaten Kudus di dalam menyerap tenaga kerja proporsinya cukup besar bila dibandingkan dengan total penyerapan tenaga kerja di sektor perusahaan lain secara keseluruhan.
2.
Penelitian Siti Nurhasanah (2001) dari Pascasarjana Kependudukan UGM dalam tesisnya yang berjudul “Peluang Karir Pekerja Industri Rokok di Kota Malang”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji: Pertama, faktor-
8
faktor yang menentukan pencapaian peluang karir. Kedua, diferensiasi berdasarkan penempatan jabatan, bidang pekerjaan dan peluang karir. Hasil penelitian ini menemukan, bahwa faktor-faktor yang menentukan peluang karir meliputi umur, pendidikan, senioritas, loyalitas dan hubungan kerja. Dari sisi umur dan pendidikan pekerja laki-laki lebih mudah mendapatkan peluang karir, sedangkan untuk pekerja perempuan lebih banyak mengandalkan loyalitas dan menjalin hubungn kerja untuk mendapatkan kesempatan peluang karir. Dalam penempatan jabatan bidang pekerjaan, pekerja laki-laki menempati posisi jabatan yang lebih tinggi misal kepala bagian, semua ditempati pekerja laki-laki. Pekerja perempuan lebih banyak menempati posisi jabatan pada bagian produksi. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat diferensiasi dalam penempatan pekerja. 3.
Penelitian Djoko Soelistijo (2004) dari pascasarjana Geografi UGM, dalam tesisnya yang berjudul “Buruh Perempuan Migran Ulang Alik di Perusahaan Rokok Djagung Padi Kota Malang: Kajian Proses, Aktivitas dan Pendapatan”. Hasil penelitiannya terdapat temuan sebagai berikut: Pertama, proses
buruh
perempuan
dalam
mendapatkan
pekerjaannya
tidak
dipengaruhi secara signifikan oleh alasan-alasan meninggalkan daerah asal, alasan senang bekerja di daerah tujuan, dan pengambilan keputusan untuk melaksanakan mobilitas. Kedua, aktivitas buruh dengan karakteristik demografis, sosial migran buruh perempuan pabrik rokok yang meliputi umur, pendidikan, status pernikahan, lama kerja, jam kerja terdapat hubungan signifikan dengan pendapatannya. Lima variabel tersebut yang ada hubungan signifikan adalah variabel lama kerja dan umur. Ketiga, besarnya
9
sumbangan remiten terhadap pendapatan keluarga dipengaruhi secara signifikan oleh pendapatan. 4.
Penelitian Rusminto Wibowo (2006) dari S3 ilmu ekonomi UGM, dengan disertasinya yang berjudul “Permintaan Rokok di Indonesia: suatu kajian empirik potensi penerimaan cukai 1970-2003”. Dalam penelitiannya Rusminto Wibowo menyatakan bahwa cukai rokok merupakan komponen pajak yang memberikan kontribusi berarti dalam penerimaan negara. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan penerimaan cukai dilakukan melalui kenaikan harga dan atau tarif cukai. Potensi penerimaan cukai ditentukan elastisitas permintaan rokok. Studi ini mengaji karakteristik permintaan rokok di Indonesia dengan menggunakan data agregat runtun waktu selama periode 1970 – 2003. Kesimpulan penelitian yaitu masih ada potensi cukup tinggi untuk menaikkan penerimaan cukai rokok, baik melalui kenaikan harga maupun cukai lebih dua kali lipat. Kenaikan harga atau tarif cukai sigaret perlu dilakukan secara bertahap agar tidak terjadi kegoncangan dalam industri rokok. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah di dalam menetapkan kebijakan tentang cukai rokok dan bagi pihak yang berkepentingan dengan perilaku masyarakat di dalam mengkonsumsi rokok.
5.
Penelitian Abdillah Ahsan (2006) pascasarjana UI, dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Perilaku Merokok Individu: Analisis Data Susenas 2004”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor yang signifikan mempengaruhi probabilitas menjadi perokok
10
adalah jenis kelamin, bekerja, status perkawinan, tingkat pendidikan, lokasi tempat tinggal, kondisi tempat tinggal, umur, dan tingkat pendapatan. 6.
Penelitian Didit Ardiansyah (2008) dari Magister Manajemen Agribisnis UGM, dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Strategi Pemasaran Rokok PT Djitoe Indonesian Tobacco Surakarta”. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan sehingga dapat diketahui posisi perusahaan dalam penerapan strategi pemasarannya. Hasil penelitian tersebut yaitu berdasarkan perumusan strategi dalam analisis SWOT strategi WO yang dapat diterapkan pada PT Djitoe Indonesian Tobacco Surakarta adalah peningkatan promosi, efektifitas riset dan sistem informasi pemasaran, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dipihak penjualan, peningkatan pangsa pasar melalui pengembangan pasar dan penetrasi pasar. Berdasarkan perumusan dalam analisis BCG untuk menciptakan kondisi ke arah posisi star, perusahaan menambah investasi untuk pengembangan produknya dengan memanfaatkan teknologi dengan menambah mesin baru untuk menciptakan produk yang berkualitas dengan segmen pasar atau pangsa pasar yang lebih luas.
7.
Penelitian Tariana Ginting (2011) pascasarjana USU dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Iklan Rokok Di Televisi Terhadap Perilaku Merokok Siswa SMP Di SMP Swasta Dharma Bakti Medan Tahun 2011”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklan rokok berpengaruh terhadap perilaku merokok siswa SMP di SMP Swasta Dharma Bakti Medan. Perlu peran aktif penyuluh kesehatan mempromosikan tentang dampak rokok terhadap
11
kesehatan secara berkala di sekolah-sekolah untuk mencegah meningkatnya perilaku merokok siswa SMP. 8.
Penelitian Amarudin (2012) pascasarjana UI dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Merokok terhadap Kualitas Sperma pada Pria dengan Masalah Infertilitas Studi Kasus Control di Jakarta tahun 2011”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pengaruh merokok 21-40 batang perhari terhadap kualitas, konsentrasi, motilitas, dan morfologi sperma lebih tinggi dibanding perokok 10-20 batang perhari. Peneliti melakukan penelitian di Brak Kesambi PT Djarum Kudus,
sedangkan semua penelitian di atas tidak satupun yang dilakukan di lokasi tersebut. Untuk penelitian Adi Susilo (2000) dari Magister Ekonomi Pembangunan UGM memang dilakukan di Kudus tetapi tidak dilakukan di PT Djarum Brak Kesambi. Fokus peneliti dalam penelitian ini yaitu kontribusi pendapatan karyawati bagian giling PT Djarum dan kaitannya dengan ketahanan ekonomi keluarga. Semua penelitian di atas fokusnya tidak ada yang sama meskipun penelitian Djoko Soelistijo (2004) dari pascasarjana Geografi UGM membahas pekerja wanita di industri rokok. Sepuluh penelitian tersebut membahas tentang rokok dari sisi ekonomi, penyerapan tenaga kerja, kegiatan merokok dan efek sampingnya bagi kesehatan. Penelitian tentang ketahanan ekonomi keluarga memang sudah ada khususnya di Program Studi Ketahanan Nasional Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta namun yang membahas terkait dengan industri rokok belum pernah ada. Karya penelitian yang dibuat oleh peneliti dengan judul “Kontribusi Karyawati Giling Pada Industri Rokok Terhadap Pendapatan Keluarga Guna Mendukung Ketahanan Ekonomi Keluarga (Studi pada PT Djarum Brak
12
Kesambi di Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah)“ benarbenar merupakan karya ilmiah yang baru dan belum pernah ditulis dan disusun oleh peneliti lain, termasuk di Program Studi Ketahanan Nasional Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu : 1.
Mendeskripsikan karakteristik sosial ekonomi karyawati bagian giling pada PT Djarum Brak Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.
2.
Mengetahui kontribusi pendapatan karyawati bagian giling PT Djarum Brak Kesambi dalam mendukung ketahanan ekonomi keluarga.
1.5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.
Manfaat Teoritis, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah konsep atau teori serta dijadikan bahan masukan bagi penelitian-penelitian sejenis terkait dengan industri rokok dan ketahanan ekonomi keluarga.
2.
Manfaat Praktis, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi instansi terkait dalam menentukan kebijakan tembakau dan rokok yang menjadi salah satu roda perekonomian pokok di Kudus.