BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lahir dan hidup di dunia ini bersamaan dengan kebutuhan yang mengharuskan untuk bekerja. Bekerja dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dengan menghasilkan barang yang menjadi kebutuhannya secara langsung atau uang untuk membeli kebutuhannya. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, selanjutnya Pasal 28D ayat (2) menyatakan “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Hal ini menjadi dasar bahwa bekerja merupakan hak asasi yang dimiliki oleh warga Negara dan menjadi kewajiban Negara untuk merealisasikannya. Salah satu satu tujuan bekerja adalah mendapatkan balasan jasa berupa upah. Upah termasuk unsur pokok dalam hubungan kerja karena merupakan hak yang harus dipenuhi oleh pengusaha atau pemberi kerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan. Menurut Pasal 1 angka 30 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
memberikan
pengertian upah adalah: “Hak buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
1
2
peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”
Prakteknya upah seringkali menimbulkan banyak perdebatan dan konflik di Indonesia, dimana buruh menilai upah yang diberikan pengusaha kurang memenuhi
kesejahteraan
mereka
sedangkan
para
pengusaha
berpendapat bahwa upah yang diberikan sudah sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan. Ketidakseimbangan kedudukan ekonomis antara buruh dan pengusaha seringkali dijadikan alasan buruh untuk menyatakan bahwa upah yang diberikan tidak memberikan kesejahteraan. Kedudukan ekonomis yang jauh di bawah pengusaha menjadikan buruh harus menerima upah yang diberikan pengusaha karena buruh sangat membutuhkan upah untuk memenuhi kelangsungan hidupnya. Disisi lain, pengusaha telah berusaha untuk memberikan upah yang layak bagi para buruh menyesuaikan dengan kemampuan perusahaan untuk membayar. Pengusaha juga sudah berusaha untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan perusahaan dengan kesejahteraan buruh
tidak hanya
sebatas menerima keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Konflik yang terjadi mengenai upah menjadikan cerminan bahwa Pemerintah harus melakukan campur tangan dengan membuat suatu regulasi yang pasti mengenai upah. Regulasi mengenai upah diharapkan dapat memberikan jalan tengah bagi buruh dan pengusaha. Pemerintah harus menciptakan iklim yang kondusif bagi kedua belah pihak, dengan
3
mengakomodir kepentingan pengusaha dan buruh agar tercipta kesejahteraan buruh. Kesejahteraan bagi buruh menjadi fokus utama campur tangan Pemerintah dengan pembuatan regulasi, selain itu kesejahteraan buruh merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan buruh dalam meraih hidup dan keberhasilan perusahaan karena mampu memenuhi kebutuhan buruh. Kesejahteraan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah: “Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.” Belum
disepakati
indikator
apa
yang
digunakan
untuk
mengukur
kesejahteraan buruh, namun setidaknya upah yang diterima oleh buruh harus dapat memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar yang dimaksud adalah kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan keselamatan. Kebutuhan akan campur tangan Pemerintah di bidang pengupahan melatarbelakangi dibentuknya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Undang-undang
ini
memberikan
aturan
secara
umum
di
bidang
ketenagakerjaan termasuk segi pengupahan. Salah satu aspek yang digunakan untuk melaksanakan kesejahteraan buruh adalah adanya kebijakan mengenai upah. Kebijakan pengupahan yang ditetapkan melalui undang-undang ini beragam, salah satunya adalah upah minimum. Penetapan upah minimum ini dimaksudkan untuk melindungi buruh dalam hal pemberian imbalan jasa yang diberikan.
4
Penetapan upah minimum harus berdasarkan kebutuhan hidup layak dan memperhatikan produktivitas serta pertumbuhan ekonomi. Penetapan upah minimum dilakukan oleh Gubernur setelah mendapatkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan. Upah minimum sendiri harus diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak, kebutuhan hidup layak sendiri adalah standar kebutuhan seorang buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Campur tangan Pemerintah berlanjut dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Peraturan ini mengatur lebih rinci mengenai kebijakan pengupahan. Pembuatan suatu peraturan perundang-undangan harus memperhatikan suatu ajaran cita hukum (Idee Des Recht) meliputi 3 (tiga) yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit), keadilan (gerechtigheit), dan kemanfaatan
(zweckmasigheit).1 Kepastian
hukum dapat dimaknai dengan kejelasan norma sehingga dapat menjadi pedoman
masyarakat
termasuk
dengan
konsekuensi-konsekuensinya.
Kemanfaatan dapat dikatakan sebagai kebahagiaan, baik buruknya suatu hukum bergantung pada apakah hukum memberikan kebahagiaan atau tidak pada objek hukum itu sendiri. Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling penting, keadilan berarti keseimbangan yang patut antara pihakpihak baik berupa keuntungan maupun kerugian.
1
Tata Wijayanta, 2014, Asas Kepastian Hukum Keadilan dan Kemanfaatan Dalam Kaitannya dengan Putusan Kepailitan Pengadilan Niaga, (Jurnal Dinamika Hukum Vol. 14 No. 2 Mei 2014 versi Elektronik), Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Negeri Jendral Soeedirman
5
Selanjutnya, pembentukan peraturan juga harus dilandaskan pada 4 (empat) landasan yaitu landasan yuridis, sosiologis, filosofis, dan politis.2 Pemenuhan landasan ini dalam suatu peraturan dapat menjadi indikasi bahwa suatu peraturan telah mengakomodir berbagai kepentingan para pihak yang terlibat didalamnya. Hal ini membuat pihak-pihak yang dikenai peraturan lebih mudah menerima dan melaksanakan peraturan ini. Pembentukan Peraturan Pemeritah memiliki berbagai tahapan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, salah satunya adalah tahap perencanaan. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dilakukan dalam suatu program Penyusunan Peraturan Pemerintah dan ditetapkan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, sedangkan Peraturan Pemeritah ini membutuhkan waktu sekitar 12 (dua belas) tahun untuk kemudian diundangkan. Pada kenyataannya, penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan menimbulkan berbagai respon, baik dari pengusaha maupun dari buruh. Berbagai pendapat dikemukakan mengenai pembuatan dan substansi dari peraturan pemerintah ini. Penolakan muncul dari buruh di berbagai daerah di Indonesia melalui cara-cara konvensional maupun non konvensional, sedangkan respon positif timbul dari pengusaha yang sangat menerima peraturan ini. Buruh menilai bahwa peraturan ini tidak berpihak kepada mereka dan cenderung merugikan, sedangkan pengusaha sangat mendukung adanya penetapan Peraturan Pemerintah mengenai Pengupahan karena dapat 2
Bagir Manan dalam W. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Harsono, 2009, Legislatif Drafting Teori dan Teknik Pembuatan Peraturan Daerah, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.
6
memberikan kepastian pengupahan, terutama terkait dengan substansi formula sistem penghitungan upah minimum provinsi dan struktur skala upah yang proporsional. Dengan konflik dan respon yang terjadi berkaitan dengan penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2105 ini , penulis sangat tertarik untuk mencari tahu apa yang menjadi dasar pertimbangan hukum bagi pemerintah dalam menetapkan Peraturan Pemerintah, karena konflik yang timbul dapat mengindikasikan bahwa pemerintah kurang mengakomodir kepentingan dari pengusaha dan buruh. Keterlibatan dari buruh dan pengusaha merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan peraturan ini. Penerapan ajaran cita hukum dan landasan-landasan pembentukan peraturan perundang-undangan akan membuat penerimaan buruh dan pengusaha positif, namun penolakan justru terjadi. Selanjutnya, penulis juga ingin mengetahui argumen-argumen yang dipakai dan menjadi dasar bagi pengusaha dan buruh untuk menolak atau menerima penetapan peraturan ini, dan dengan ditetapkannya peraturan ini apa kebutuhan hidup layak telah terpenuhi untuk tercapainya kesejahteraan buruh. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun penulisan hukum dengan judul: “Tinjauan Yuridis Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Kesejahteraan Buruh”.
Pengupahan Terkait Dengan
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah dasar pertimbangan hukum Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan? 2. Bagaimanakah
argumen
dari
pengusaha
dan
buruh
terhadap
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan apakah Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan telah dapat memenuhi kesejahteraan buruh?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam melakukan penulisan hukum ini mencakup 2 (dua) hal, yaitu: 1. Tujuan Subyektif Penelitian ini diadakan dengan tujuan untuk memperoleh data dan bahan-bahan yang diperlukan guna melengkapi penyusunan penulisan hukum sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan hukum yang
digunakan
Pemerintah
dalam
penetapan
kebijakan
8
pengupahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. b. Untuk mengetahui dan menganalisis argumen yang digunakan pengusaha dan buruh terkait dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penulisan hukum yang telah diketahui, maka manfaat penulisan hukum ini antara lain : 1. Bagi Penulis Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan terkait Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, kesejahteraan buruh, upah minimum, dan meningkatkan sikap kritis penulis atas halhal yang terjadi di masyarakat terutama berkaitan dengan kewajiban pemerintah dalam pemenuhan kesejahteraan buruh. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan hukum secara umum dan perkembangan hukum ketenagakerjaan khususnya mengenai kesejahteraan buruh setelah berlakunya peraturan yang baru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
9
3. Bagi Pemerintah Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah agar dapat lebih lagi mengakomodir segala pendapat, suara, dan kepentingan berbagai pihak sebelum membuat suatu peraturan yang mengikat dalam hal ini kepentingan pengusaha dan buruh
serta
agar
Pemerintah
lebih
memperhatikan
berbagai
kemungkinan implikasi yang terjadi setelah sebuah peraturan perundang-undangan diberlakukan dan mengikat masyarakat.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan secara kepustakaan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan juga penelusuran dengan menggunakan akses internet ditemukan beberapa penelitian-penelitian dengan topik yang hampir sama dengan penelitian ini yaitu: 1.
Diyan Ribut Masriyanik,3 menulis tentang Peran Dewan Pengupahan Provinsi DIY Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Pekerja Melalui Kebijakan Pengusulan Penetapan UMP (Upah Minimum Provinsi).
Fokus
penelitiannya
adalah
peranan
dari
Dewan
Pengupahan Provinsi DIY dalam penetapan upah minimum bagi pekerja yang diterima oleh tenaga kerja di daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rangka peningkatan kesejahteraan, sedangkan dalam skripsi ini penulis mengkaji dan menganalisis isi 3
Diyan Ribut Masriyanik, 2008, Peran Dewan Pengupahan Provinsi DIY Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Pekerja Melalui Kebijakan Pengusulan Penetapan UMP (Upah Minimum Provinsi), Tesis, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
10
dan muatan dari Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
dan
berfokus
pada
sistem
pengupahan
yang
menggunakan formulasi yang baru apakah sudah mencakup kesejahteraan bagi para pekerja serta kelemahan atau kekurangan dari Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. 2.
Muhammad Taufik Herry Isnawan4 menulis mengenai Pelaksanaan Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Yang Menggunakan Dana APBD Melalui PT Jogja Tugu Trans (Transjogja) Yogyakarta. Fokus penelitianya adalah sama dengan skripsi ini yaitu sistem pengupahan namun penelitian ini bersifat empiris dimana mengkaji sistem pengupahan yang dilaksanakan di PT. Jogja Tugu Trans, sedangkan dalam skripsi ini penulis ingin mengkaji sistem pengupahan dengan formulasi baru yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Paparan diatas menunjukkan bahwa kedua judul penelitian diatas tidak
sama dan tidak identik dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis walaupun memiliki kemiripan tema, apabila dikemudian hari ditemukan penelitian yang sama maka hendaknya penelitian ini dapat menjadi pelengkap hasil penelitian yang hampir sama.
4
Muhammad Taufik Herry Isnawan , 2014, Pelaksanaan Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Yang Menggunakan Dana APBD Melalui PT Jogja Tugu Trans (Transjogja) Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada