BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dewasa ini lapangan pekerjaan semakin terbatas, sementara masyarakat
yang membutuhkan kerja terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2015 menunjukkan angka pengangguran terbuka lulusan diploma dan sarjana pada Agustus tahun 2014 masing-masing sebesar 193.517 dan 495.143 orang. Pada tahun yang sama jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia 816.505. Padahal jumlah mahasiswa diperguruan tinggi negeri maupun swasta pada tahun 2013/2014 sejumlah 5.839.587. Persaingan yang begitu ketat dalam seleksi pekerjaan dan banyaknya orang yang mencari pekerjaan membuat generasi muda menjadi pengangguran. Menumbuhkan jiwa kewirausahaan para mahasiswa merupakan alternatif jalan keluar untuk mengurangi tingkat pengangguran, para sarjana diharapkan dapat menjadi wirausahawan muda terdidik yang mampu merintis usahanya sendiri. Salah satu perwujudan upaya tersebut adalah meningkatkan minat kewirausahaan pada masyarakat terutama mahasiswa. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan disuatu negara terletak pada peranan universitas melalui
penyelenggaraan
pendidikan
kewirausahaan.
Pihak
universitas
bertanggung jawab dalam mendidik dan memberikan kemampuan serta motivasi berwirausaha kepada para lulusannya (Zimmerer, 2002).
1
Para mahasiswa yang menerima pendidikan kewirausahaan di bangku kuliahnya, dipertimbangkan menjadi wirusahawan unggul di masa depan (Kuorilsky dan Walstad, 1998). Pada pelaksanaanya, wirausaha mahasiswa masih menghadapi berbagai hambatan dan tidak mampu mengembangkan kelangsungan bisnisnya sehingga lebih tertarik untuk mencari kerja. Wirausaha dalam mengambil tindakan hendaknya tidak hanya didasari motif spekulasi, melainkan perhitungan yang matang dan berani mengambil risiko. Oleh sebab itu, wirausahawan selalu berani mengambil risiko yang moderat, artinya risiko yang diambil tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Keberanian menghadapi risiko yang didukung komitmen kuat, mendorong wirausaha untuk terus berjuang mencari peluang sampai memperoleh hasil. Outcome tersebut harus nyata/jelas dan objektif, serta merupakan umpan balik (feedback) bagi kelancaran kegiatannya (Suryana, 2003). Di samping itu, pengambilan keputusan pelaku bisnis sebaiknya mempertimbangkan tingkat toleransi akan adanya resiko. Seorang wirausahawan dapat dikatakan risk averse (menghindari resiko) dimana mereka hanya mau mengambil peluang tanpa resiko, dan dikatakan risk lover (menyukai resiko) dimana mereka mengambil peluang dengan tingkat resiko yang tinggi. Belajar dari negara Jepang, keberhasilan pembangunannya ternyata disponsori para wirausahawan yang berjumlah 2% tingkat sedang, berwirausaha kecil sebanyak 20% dari jumlah penduduknya (Ranu, 1982). Kewirausahaan telah lama
menjadi
perhatian
penting
dalam
mengembangkan
pertumbuhan
sosioekonomi suatu negara. Kewirausahaan dapat membantu menyediakan
2
kesempatan kerja, berbagai kebutuhan konsumen, jasa pelayanan, serta menumbuhkan kesejahteraan dan tingkat kompetisi suatu negara. Seiring berkembangnya arus globalisasi, kewirausahaan juga semakin menjadi perhatian penting dalam menghadapi tantangan ekonomi global dalam hal kreativitas dan inovasi (Peterson & Lee, 2000). Organisasi-organisasi yang terampil dalam berinovasi menghasilkan ide baru akan mendapatkan keunggulan bersaing dan tidak akan tertinggal di pasar dunia yang terus berubah cepat (West, 1997 dalam Mahesa, 2012). Tingkat wirausahawan di Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Pasifik. Rasio kewirausahaan dibanding dengan penduduk Indonesia hanya 1:83, sedangkan di Filipina 1:86 dan Jepang 1:25, bahkan di Korea kurang dari 1:20. Rasio unit usaha yang ideal yaitu 1:20 antara penduduk suatu negara dengan pihak yang berwirausaha (Suryana dan Bayu, 2010).
Masyarakat
Indonesia masih
banyak
yang beranggapan
bahwa
kewirausahaan identik dengan bakat, sesuatu yang sudah menjadi bakat mereka sejak lahir. Seperti yang diungkapkan Swasono (2003) bahwa banyak pihak yang kurang yakin kewirausahaan dapat diajarkan melalui upaya-upaya pendidikan. Mereka yang berpendapat semacam ini bertitik tolak dari suatu keyakinan bahwa kewirausahaan adalah suatu properti budaya dan sikap mental, oleh karena itu bersifat attitudinal dan behavioral. Seorang wirausaha lebih memiliki streetsmart daripada booksmart, maksudnya adalah seorang wirausaha lebih mengutamakan untuk belajar dari pengalaman dibandingkan dengan belajar dari buku dan pendidikan formal.
3
Ketidakyakinan mahasiswa yang kurang percaya pada kemampuan berwirausaha menjadi kekurangan mereka. Para pemuda Indonesia khususnya mahasiswa lulusan UGM seharusnya mampu menggalakan wirausaha sehingga mampu membuka lapangan kerja (Lupiyoadi, 2006). Pembelajaran kewirausahaan diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran terutama dikalangan lulusan sarjana dan diploma. Universitas Gadjah Mada sebagai perguruan tinggi nasional berkelas dunia yang unggul dan inovatif, pendidikan kewirausahaan adalah subjek yang harus diberikan di perguruan tinggi. UGM mendirikan lembaga yang memfasilitasi pembelajaran kewirausahaan yaitu Center of Entrepreneur Development (CED), bertujuan untuk membina mahasiswa dalam berwirausaha. Disamping itu Direktorat Kemahasiswaaan (Ditmawa) mendirikan program pembelajaran kewirausahaan yaitu klinik kewirausahaan UGM. Klinik Kewirausahaan UGM merupakan salah satu program dari sub direktorat Pengembangan Karakter Mahasiswa pada Direktorat Kemahasiswaan yang ditujukan kepada mahasiswa UGM. Program ini terbentuk karena pendampingan kewirausahaan yang belum maksimal pada mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang berminat untuk berwirausaha (Ditmawa UGM). Program kewirusahaan juga ada pada salah satu sekolah di UGM yaitu Sekolah Vokasi yang mendidik lulusannya siap kerja (60% muatan kurikulum adalah mata kuliah praktik)1. Adapun program kewirausahaan Sekolah Vokasi adalah Entrepreneurship School atau sekolah kewirausahaan yang dirilis
1
Buku Panduan Kurikulum 2013 Departemen Ekonkomika dan Bisnis UGM.
4
pada 27 Maret 2015. Program tersebut bertujuan untuk melatih dan menciptakan wirusahawan lulusan Sekolah Vokasi UGM . Salah satu departemen pada Sekolah Vokasi yang mempunyai pembelajaran tentang wirausaha adalah Departemen Ekonomika dan Bisnis. Matakuliah praktikkum kewirausahaan ada pada kurikulum D3 Ekonomika dan Bisnis yang harus ditempuh mahasiswa pada semester 4 ataupun 5. Pemahaman dan hal-hal yang terkait faktor pendukung terbentuknya jiwa wirausaha mahasiswa Diploma Ekonomi UGM Yogyakarta yang telah menyelesaikan matakuliah praktikkum kewirausahaan menjadi permasalahan yang penting untuk diteliti, sehingga dapat dikembangkan program yang sesuai untuk melahirkan banyak wirausaha dari kampus. Alasan dipilihnya Program Diploma Ekonomika dan Bisnis karena salah satu mata kuliah praktikum kewirausahaan yang mengandung materi untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan di mata mahasiswa. Alasan tersebut diperkuat juga dengan kegiatan expo kewirausahaan yang diadakan setiap tahunnya di kampus serta terdapat lab kewirusahaan bagi mahasiswa. Pemilihan objek adalah mahasiswa yang telah menempuh matakuliah kewirausahaan pada tahun 2015 yaitu minimal angkatan 2012 sesuai dengan kurikulumnya. Di samping itu, mahasiswa yang telah menyelesaikan studinya dihadapkan pada 3 pilihan, yaitu pilihan untuk menjadi pegawai baik pegawai perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pilihan kedua menjadi pengangguran intelektual karena sulitnya
5
mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kriteria. Pilihan ketiga adalah membuka usaha sendiri atau berwirausaha (Indarti & Rostiani, 2008). 1.2
Rumusan Masalah Pengaruh pendidikan kewirausahaan sebagai salah satu faktor penting
untuk menumbuh-kembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda (Indarti dan Rostiani, 2008). Secara umum mahasiswa Departemen Diploma Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM memiliki pemahaman pengetahuan yang relatif baik mengenai kewirausahaan, tapi tidak memiliki ketrampilan dan mind-set berwirausaha. Pembahasan kewirausahaan di universitas lebih didasarkan pada pengajaran substansi buku teks, daripada memberikan pengalaman nyata bagi peserta didik untuk berwirausaha, sehingga tidak mampu mengubah pola pikir dan sikap peserta didik. Sebagai contoh matakuliah kewirausahaan di kampus telah menerapkan mahasiswanya untuk melakukan praktik berwirausaha, akan tetapi masing-masing individu berbeda tingkat keseriusannya. Setelah mengetahui hal tersebut diperlukan kajian lebih mendalam pada mahasiswa Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada minat terhadap berwirausaha sebagai pilihan karir ke depan. 1.3 1.
Tujuan: Mengetahui hubungan minat kewirausahaan dengan faktor sikap mahasiswa Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada Tahun 2015.
6
2.
Mengetahui hubungan minat kewirausahaan dengan faktor kontekstual mahasiswa Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada Tahun 2015.
1.4 1.
Manfaat penelitian: Terujinya hubungan minat kewirausahaan dengan faktor sikap mahasiswa Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada Tahun 2015.
2.
Terujinya hubungan minat kewirausahaan dengan faktor kontekstual mahasiswa Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada Tahun 2015.
1.5
Batasan Masalah:
Penelitian ini dibatasi oleh: 1.
Subjek penelitian adalah mahasiswa program studi akuntansi, manajemen, dan ekonomika terapan Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada yang telah menempuh matakuliah praktikkum kewirausahaan.
2.
Objek penelitian adalah faktor sosial dan ekonomi terhadap minat wirausaha mahasiswa Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada yang telah menempuh matakuliah praktikkum kewirausahaan.
7
1.6
Kerangka Penulisan Gambar 1. Kerangka penulisan Latar belakang:
Rumusan Masalah:
Jiwa wirusaha pada mahasiswa Diploma Ekonomi UGM tahun 2015 terbentuk setelah menyelesaikan matakuliah praktikum kewirausahaannya. Kemudian yang menjadi masalah adalah minat mahasiswa terhadap kewirausahaan sebagai pilihan karir setelah lulus.
Pemahaman pengetahuan mahasiswa tentang kewirausahaan relatif baik, tapi tidak memiliki ketrampilan dan mind-set berwirausaha. Diperlukan analisis tentang minat kewirausahaan pada mahasiswa.
Alat analisis:
Tujuan:
Korelasi Spearman’s
Mengetahui kontekstual mahasiswa
hubungan faktor sosial dan terhadap minat kewirausashaan
Hasil:
1. secara simultan faktor sikap mempengaruhi minat kewirausahaan.
2. secara simultan faktor kontekstual berhubungan signifikan terhadap minat kewirausahaan mahasiswa.
8