BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya keinginan dasar manusia untuk mengungkapkan diri, menaruh minat pada sesama manusia, pada dunia realitas tempat hidupnya, serta pada anganangan yang dikhayalkan sebagai dunia nyata. Dengan kata lain, sastra lahir karena dorongandorongan asasi yang sesuai dengan kodrat insaniah sebagai manusia, yang tertuang melalui karya sastra (Hardjana, 1981:10). Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat; ia terikat oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium; bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari kenyataan sosial itu dikemas oleh pengarang melalui kemampuan imajinasi, dengan imajinasi realitas sosial dibawa menjadi realitas fiksi (karya sastra) berupa novel, skenario, dan lain-lain (Damono, 1979:1). Damien Dematra adalah seorang novelis, penulis skenario, sutradara, produser, fotografer internasional, dan pelukis. Ia telah menulis 62 buah novel dalam bahasa Inggris dan Indonesia, 57 skenario film dan TV series, dan memproduksi 28 film dalam berbagai genre, di antaranya Obama Anak Menteng. Sebagai fotografer, ia memperoleh dua gelar tertinggi fotografi: Fellowship di bidang Portraiture dan Art Photography dari Master Photographer Association, dan berbagai penghargaan internasional, di antaranya International Master Photographer of the
1
Year, tahun 2009. Sebagai pelukis, Damien Dematra telah menghasilkan 365 karya lukis yang diselesaikan dalam waktu 1 tahun. Berikut ini karya-karya fiksi Damien Dematra. No
Judul Novel
Tahun Terbit
Penerbit
1
Soulmate-Belahan Jiwa
2008
Gramedia
2
Angels Of Death- Kisah Malaikat Maut
2008
Gramedia
3
If Only I Could Hear-Kisah Suara Hati
2008
Gramedia
4
Tarian Maut
2008
Gramedia
5
Ku Tak Dapat Jalan Sendiri
2008
Gramedia
6
Demi Allah, Aku Jadi Teroris
2009
Gramedia
7
Si Anak Kampoeng
2010
Gramedia
8
Yogyakarta
2010
Gramedia
9
Obama dari Asisi
2010
Gramedia
10
Si Anak Panah
2010
Gramedia
11
Ketika Aku Menyentuh Awan
2010
Gramedia
12
Obama, Anak Menteng
2010
Gramedia
13
Sejuta Doa untuk Gus Dur
2010
Gramedia
14
Sejuta Hati untuk Gus Dur
2010
Gramedia
15
Ternyata Aku Sudah Islam
2010
Gramedia
16
Tuhan, Jangan Pisahkan Kami
2010
Gramedia
17
Kartsoewirjo: Pahlawan atau Teroris?
2010
Gramedia
18
Demi Allah, Anakku Jadi Teroris
2010
Gramedia
19
Mama, Aku Harus Pergi
2010
Gramedia
2
20
Ramadhan untuk Sakinah
_
_
21
L4 Lupus
2010
Gramedia
22
Surat untuk Tuhan
_
_
23
Mahaguru
_
_
24
Menulis Itu Gampang
_
_
25
Kopiah Gus Dur
_
_
26
Obama dan Pluralisme
_
_
27
Dear President Obama
_
_
28
Bulan di Atas Ka’bah
_
_
29
Kata Mereka Aku Kafir
_
_
30
Selusin Ramadhan Setahun
_
_
31
Kau Bakar Aku Bakar
_
_
(www.damiendematra.com). Pemilihan objek penelitian merupakan salah satu langkah penting yang harus dilakukan di dalam sebuah rangkaian ilmiah. Dalam kesempatan ini yang dipilih sebagai objek penelitian adalah novel Si Anak Kampoeng, selanjutnya (disingkat SAK) karya Damien Dematra (diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, cetakan pertama tahun 2010 setebal 248 halaman). SAK juga dilatarbelakangi oleh kisah yang terjadi pada masa perang revolusi. Masa kejadian yang diperkirakan tahun 1947 sampai dengan 1950, yaitu masa peperangan untuk mempertahankan kemerdekaan dari serangan Belanda yang tidak mau mengakui kedaulatan Indonesia, masa yang hampir-hampir tidak dibicarakan dalam kehidupan sastra Indonesia.
3
Dipilihnya novel SAK karya Damien Dematra sebagai objek penelitian karena beberapa alasan. Pertama, cerita SAK memberikan inspirasi pada kaum muda betapa pentingnya pendidikan bagi kehidupan masyarakat, khususnya Desa Calau, Sumpur Kudus, Sumatera Barat. Kedua, novel SAK menarik untuk diteliti karena merupakan dari banyak novel yang menceritakan pendidikan. Syafii adalah seorang anak Desa yang merantau ke tanah Jawa, demi mewujudkan mimpi-mimpi atau cita-citanya. Pendidikan tokoh primer yang selalu berjuang untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang yang berprestasi, meskipun banyak tantangan yang dihadapi. Sehingga, ia bisa menjadi seorang guru di Lombok Timur karena kerja keras dan doa-doanya. Ketiga, sepanjang data yang berhasil ditemukan, belum ada mahasiswa khususnya di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana maupun Fakultas lain yang meneliti novel SAK karya Damien Dematra. Sampul novel SAK bergambar seorang anak laki-laki pemberani dengan tampilan penuh semangat dan gaya mau melompat berenang ke pinggiran laut tanpa ada keraguan sedikit pun dalam dirinya. Jika disimpulkan semua gambar yang ada dalam sampul novel ini adalah tokoh yang mempersembahkan hidupnya untuk menjadi milik bangsa Indonesia dan kemanusiaan melampaui batasan kelompok dan agama. Perjuangan anak laki-laki yang tak ada kata menyerah dalam kehidupannya. Pendidikan bisa mengubah anak kampung biasa menjadi tokoh luar biasa. Tekad berjuang dalam hal pendidikan yang tak mau berhenti belajar untuk mengejar cita-cita dalam kehidupannya sesuai dengan alur cerita novel. Novel SAK karya Damien Dematra menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang bernama Syafii Maarif, yang biasa dipanggil Pi’i seorang anak yang tak mau berhenti belajar, ia sering dicibirkan sebagai anak kampung di sekolahnya. Namun, untuk mewujudkan cita-citanya
4
belajar di sekolah idamannya ia selalu semangat belajar dan berdoa, sehingga cita-citanya tercapai dan jauh melampaui anak-anak dari kota. 1.2 Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagaimanakah struktur novel SAK karya Damien Dematra yang meliputi penokohan, alur, dan latar? 2. Aspek-aspek sosiologis apa yang terkandung dalam novel SAK karya Damien Dematra dan aspek sosiologis apakah yang paling dominan?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua tujuan pokok, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk dapat menambah khazanah penelitian sastra serta meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam mempelajari kehidupan manusia melalui tokoh-tokoh imajiner yang ditampilkan pengarang.
5
1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk memperoleh gambaran tentang struktur novel SAK karya Damien Dematra yang meliputi unsur penokohan, alur, dan latar. 2. Untuk mengungkapkan aspek-aspek sosiologi yang terkandung dalam novel SAK karya Damien Dematra dan aspek sosiologis yang paling dominan.
1.4 Penelitian Sebelumnya dan Landasan Teori 1.4.1 Penelitian Sebelumnya Novel SAK belum pernah diteliti di lingkungan mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia dan perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Udayana. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya resensi, skripsi atau bentuk tulisan lainnya yang mengulas novel SAK. Pembicaraan novel SAK, dapat diperoleh dari beberapa media yang beredar di masyarakat seperti media internet. Sejak terbit, ada sejumlah komentar pengamat atau kritikus sastra tentang SAK. Dalam situs www.damiendematra.com artikel dengan judul Si Anak Kampoeng. Menurut Yen Rizal novel SAK adalah novel yang mengangkat kisah Buya Syafii, seorang anak kampung telah menjadi orang besar, karena selalu menghirup udara yg segar, nilai-nilai hidup yg penuh keluhuran dan tradisi yg selalu mengedepankan keharmonisan serta kepentingan bersama. Menurut Riza Riyadi Abdul Hamid, SAK memang bagus, penuh inspiratif, lucu, dan menarik. Menurut Ratna Wahyuningsih, novel SAK menceritakan perjuangan untuk mewujudkan impian, bersyukur atas apa yang sudah dimiliki, dan tak kan pernah berhenti belajar untuk
6
meraih yang terbaik. Orang yang berpikir positif selalu berpikir terhadap mimpi-mimpi yang besar. Menurut Muhammad Wislan Arif novel inspiratif SAK yang ditulis oleh Damien Dematra, sangat menarik, bahasa yang disajikan cukup ringan dan alur cerita bergejolak membuat penasaran para pembaca. Buku ini cocok dibaca oleh semua lapisan umur, terutama anak kecil. Cerita ini merupakan kupasan sederhana perjalanan hidup seorang pemikir (Buya Syarif Maarif) yang mempersembahkan hidupnya untuk menjadi milik bangsa Indonesia dan kemanusiaan melampaui batasan kelompok dan agama. Pesan moral dan motivasi tersampaikan dengan jelas betapa pentingnya aspek pendidikan yang bisa mengubah nasib buruk siapa pun menjadi lebih baik. Sayangnya, cerita dalam novel yang akan difilmkan ini hanya masih menceritakan masa kecil dan separuh perjalanan Buya dalam menggapai mimpi. Pembaca masih harus bersabar untuk kisah selanjutnya (www.damiendematra.com). Wahyuningsih menyatakan: “Saya juga mengagumi Beliau, banyak sifat-sifat beliau yang jadi inspirasi hidup saya. Membaca novel SAK membuat saya bersyukur dan bersemangat terus belajar dan berkarya, serta percaya bahwa segala sesuatu itu mungkin terjadi adanya, mimpi besar beliau pun terwujud berkat kepercayaan dan kegigihan usaha yang beliau yakini. Salam semangat buat semuanya”. (www.kompas.com). 1.4.2 Landasan Teori Landasan teori berfungsi untuk memberikan dasar pijakan dalam menjawab permasalahan. Oleh karena itu, pada bagian ini dihadirkan landasan teori yang akan digunakan sebagai dasar pijakan pada penelitian kali ini. Di dalam penelitian, dianalisis novel SAK menggunakan dua teori, yaitu teori struktur dan sosiologi sastra.
7
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Sebelum melakukan analisis berdasarkan pendekatan sosiologi sastra, dilakukan analisis struktural terhadap novel SAK. Hal ini disebabkan pendekatan struktural adalah pintu gerbang bagi pendekatan-pendekatan yang lain. Metode struktural merupakan metode penelitian kritik objektif. Penelitian sastra dengan metode ini berupa penelitian struktur karya sastra beserta kompleksitasnya. Penelitian makna tiap unsurnya berdasarkan jalinannya dengan unsur lain dalam struktur tersebut (Pradopo, 2002:21). Tugas analisis struktur yaitu membongkar unsur-unsur yang tersembunyi yang berada di baliknya (Ratna, 2009: 90). Menurut Teeuw (1988:135), analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semenditel, dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang menghasilkan makna menyeluruh. Lebih lanjut Teeuw, mengatakan bahwa analisis struktural adalah satu langkah, satu sarana atau alat dalam proses pemberian makna dan dalam usaha ilmiah untuk memahami proses itu dengan sesempurna mungkin. Langkah itu tidak boleh dimutlakkan tetapi tidak boleh pula ditiadakan atau dilampaui. Pada esensinya, analisis struktur terhadap karya sastra adalah usaha untuk sebaik mungkin mengeksplisitkan dan mensistematiskan apa yang dilakukan dalam proses membaca dan memahami karya sastra (1988:154). Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 36) mengatakan bahwa struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, gambaran semua bahan, dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Struktur karya sastra juga
8
menyaran pada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling mempengaruhi yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Analisis struktur sebuah karya sastra merupakan prasarana dalam setiap penelitian. Esensi pendekatan struktur karya sastra merupakan usaha untuk membaca dan memahami sebaik mungkin binaan kata itu (Teeuw dalam Sukada, 1987:31). Dalam penelitian struktural, teori Teeuw dipakai sebagai pijakan karena teori itu mengakomodasi teori strukutur yang lain. Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil adalah karya sastra yang mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2008:77). Sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segisegi kemasyarakatan. Sosiologi sastra dalam pengertian di atas mencakup berbagai pendekatan. Namun, semua pendekatan tersebut menunjukkan satu kesamaan perhatian terhadap sastra sebagai lembaga sosial, yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat (Damono, 1979:2). Sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Sastra sering memiliki kaitan dengan institusi sosial tertentu. Sastra mempunyai fungsi sosial atau “manfaat” yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi. Studi sastra menyiratkan atau merupakan masalah sosial. Penelitian yang menyangkut sastra dan masyarakat biasanya terlalu sempit dan menyentuh permasalahan dari luar sastra. Sastra dikaitkan dengan situasi tertentu, atau dengan sistem politik, ekonomi, dan 9
sosial. Penelitian dilakukan untuk menjabarkan pengaruh masyarakat terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat (Wellek dan Warren, 1989:109-110). Berdasarkan telaah sosiologi terhadap suatu karya sastra, yang menyangkut hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat, Wellek dan Warren ( 1989: 111) mengklasifikasikan masalah sosiologi sastra dalam tiga kelompok sebagai berikut. 1. Sosiologi pengarang yang memasalahkan latar belakang sosial, status dan ideologi pengarang, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. 2. Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri. Di sini yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra. 3. Sosiologi yang memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra terhadap masyarakat. Klasifikasi yang telah disebutkan di atas hampir sama dengan klasifikasi yang dibuat oleh Ian Watt
yang melihat hubungan timbal-balik antara sastrawan, sastra, dan
masyarakat.
Menurut Ian Watt (dalam Damono, 1979:3-4) telaah sosiologi sastra mencakup tiga hal, yaitu. 1. Konteks sosial pengarang. Ini ada hubungannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Di dalamnya termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya. 2. Sastra sebagai cermin masyarakat. Sampai sejauh mana sastra dapat dianggap sebagai cerminan keadaan masyarakat.
10
3. Fungsi sosial sastra. Di sini kita terlibat dalam pertanyaan-pertanyaan seperti “sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial?” dan “sampai berapa jauh nilai sastra dipengaruhi nilai sosial?”. Sehubungan dengan pemikiran di atas, Grebstein (dalam Damono, 1979:4-5) berpendapat bahwa karya sastra tidak dapat dipahami selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradapan yang telah menghasilkannya. Ia harus dipelajari dalam konteks seluas-luasnya, dan tidak hanya dirinya sendiri. Setiap karya sastra adalah hasil dari pengaruh timbal balik yang rumit dari fakor-faktor sosial dan kultural, dan karya sastra itu sendiri merupakan objek kultural, dan karya sastra itu sendir merupakan objek kultural yang rumit. Bagaimanapun karya sastra bukanlah gejala yang tersendiri. Ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologi sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial-ekonomi belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra, sastra hanya berharga dalam hubungannnya dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Jelas bahwa dalam pendekatan ini teks sastra tidak dianggap utama, ia hanya merupakan gejala kedua. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang dipergunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebuh dalam lagi gejala sosial di luar sastra (Damono, 1979:2-3). Dari teori yang disebutkan di atas maka analisis terhadap novel SAK menggunakan pendekatan yang kedua, yakni sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri. Di sini yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan sastra
11
sebagai cermin masyarakat. Sampai sejauh mana sastra dapat dianggap sebagai cerminan keadaan masyarakat. Teori yang digunakan untuk menganalisis novel SAK adalah teori sosiologi sastra menurut Sapardi Djoko Damono, yaitu telaah sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Novel SAK relevan bila dianalisis
dengan menggunakan teori
sosiologi sastra. Analisis novel SAK menekankan pada telaah yang mengutamakan teks untuk mengetahui unsur-unsur struktur dan gejala-gejala sosial yang terdapat di dalamnya. 1.5 Metode Penelitian Metode adalah cara-cara, strategi untuk memahami realitas dan langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2009:34). Untuk memperoleh hasil penelitian sebagaimana yang diharapkan, dibutuhkan suatu metode yang tepat sebagai mekanisme kerja yang berstruktur. Mekanisme kerja dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan pengumpulan data, tahapan pengolahan data, dan tahapan penyajian hasil analisis data. 1.5.1 Tahapan Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam tahapan pengumpulan data adalah metode studi pustaka, yakni dengan membaca secara intensif, baik objek penelitian itu sendiri novel SAK maupun pustaka lain yang memuat berbagai informasi yang mendukung proses penelitian. Pada tahapan ini juga dibantu dengan teknik catat, mencatat hal-hal penting yang mendukung dalam pengolahan data.
12
1.5.2 Tahapan Pengolahan Data Metode pengolahan data dapat diperoleh melalui gabungan dua metode, dengan syarat kedua metode tidak bertentangan, melainkan saling mendukung. Dalam tahapan pengolahan data digunakan metode deskriptif analitik. Metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Metode deskriptif analitik tidak semata-mata hanya menguraikan, tetapi juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya mengenai data yang ada (Ratna, 2009:53). 1.5.3 Tahapan Penyajian Hasil Analisi Data Tahapan akhir penelitian adalah tahapan penyajian hasil analisi data. Dalam tahapan ini digunakan metode informal, yaitu metode yang menyampaikan hasil penelitian dengan memanfaatkan bahasa, artinya hasil analisis disajikan secara verbal dengan menggunakan katakata. Metode informal yaitu cara penyajian melalui kata-kata biasa (Semi, 1993: 32 bdk. Ratna, 2009: 50).
13