BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penduduk
merupakan
menentukan tercapainya
suatu
unsur
yang
sangat
penting
dalam
upaya pembangunan dalam negeri. Penduduk
dapat menjadi penggerak sekaligus pemain dalam perekonomian dalam negeri yang akan berpengaruh terhadap keberlangsungan pembangunan. Adam Smith menganggap
bahwa
manusia
merupakan
faktor
produksi
utama
yang
menentukan kemakmuran bangsa-bangsa. Alasannya, sumber daya alam (tanah) tidak akan dianggap bernilai jika tidak ada sumber daya manusia yang pandai mengolahnya sehingga bermanfaat bagi kehidupan. Selain itu, dalam usaha meningkatkan produksi dan pengembangan kegiatan ekonomi, penduduk memegang peranan sangat penting karena menyediakan tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan dan sebagai tenaga usahawan yang dapat menciptakan kegiatan ekonomi.
Tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari kondisi kesejahteraan penduduknya. Kesejahteraaan yang merata mencerminkan bahwa setiap penduduk telah menikmati hasil dari pembangunan ekonomi. Hal ini belum sepenuhnya terjadi di Indonesia dimana kemiskinan masih sering ditemui di berbagai tempat mulai dari wilayah perkotaan hingga pelosok-pelosok desa di berbagai wilayah Indonesia. Kemiskinan ini pula yang akhirnya akan menghambat pembangunan nasional karena laju pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan
ekonomi
yang
membuat
semakin
tingginya
pendapatan
1
masyarakat juga akan mengakibatkan semakin cepat terjadinya perubahan struktur ekonomi. Dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya
yang
mendukung proses tersebut seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku, dan teknologi tersedia (Tambunan, 2002).
Salah
satu
faktor
penyebab
kemiskinan
di
Indonesia
adalah
karena tidak semua penduduk siap kerja dapat menyalurkan keinginan mereka untuk bekerja akibat terbatasnya lapangan kerja. Sedangkan lapangan kerja ini dapat tersedia dengan baik apabila pertumbuhan
ekonomi Indonesia telah
mencapai angka stabil atau bahkan meningkat. Kondisi ini kemudian memunculkan istilah pengangguran yang menjadi masalah yang cukup serius dihadapi Indonesia dewasa ini. Namun, anggapan ini tidak selamanya benar. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi saja tidak dapat menjadi jaminan bagi tersedianya lapangan kerja karena tidak terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat, terutama jika diiukur dari tingkat pengangguran dan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang tidak diaplikasikan langsung untuk men yentuh kesejahteraan masyarakat juga tidak akan memberi pengaruh pada pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan.
Pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya manusia dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan
keresahan
sosial
dan
kriminal,
pembangunan dalam jangka panjang. Kelangkaan
dan
dapat
menghambat
kesempatan kerja akan
menjadi awal dari keterbatasan sumber peluang bagi masyarakat untuk
2
memperoleh penghasilan. Hal ini tentu saja menjadi masalah yang urgen karena akan berdampak pada masalah kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat yang memang telah menjadi masalah nasional.
Pemerintah membentuk pola pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan mengarahkan pada perubahan struktur ekonomi, yakni menggeser dominasi sektor pertanian yang pernah berjaya dan digantikan oleh sektor industri sebagai suatu pra syarat bagi negara berkembang untuk dapat menjadi negara maju. Pergeseran struktur ekonomi ini diharapkan akan dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja dan memberikan pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.
Salah satu komitmen pemerintah dalam mengembangkan sektor industri di Indonesia adalah yakni dengan adanya upaya pengembangan industri meubel di
masyarakat
yang
ditujukan
untuk
memperbaiki
kesenjangan
dalam
pembangunan. Industri meubel menjadi pilihan yang tepat karena disesuaikan dengan karakteristik sebagian besar angkatan kerja yang hanya berpendidikan rendah dan tidak memiliki keahlian di bidang teknologi. Sehingga membatasi mereka untuk bekerja di industri-industri skala menengah dan besar yang telah menggunakan teknologi tinggi.
Makassar menjadi salah satu kota besar di Indonesia yang kini mulai menunjukkan kemajuan dan menjadi incaran para pencari kerja. Kota ini ramai dikunjungi oleh para urban desa yang beralih ke kota karena pola pikir masyarakat yang telah berubah. Mereka datang dari berbagai daerah, baik dari dalam pulau Sulawesi sendiri maupun dari luar pulau. Hal ini
3
disebabkan karena kota Makassar sebagai ibukota propinsi telah secara bertahap
mulai
menumbuhkan
kawasan-kawasan
industri-industri
dalam
pembangunan daerahnya Kondisi ini kemudian menjadikan kota Makassar sebagai salah satu kota terpadat di Indonesia sekaligus sebagai kota dengan kemampuan perekonomian yang telah cukup baik.
Pergeseran peranan sektor pertanian ke sektor industri memang telah banyak diterapkan berbagai daerah di Indonesia. Hal ini sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang berupaya mengembangkan daerahnya masingmasing dengan mengoptimalkan potensi yang ada. Makassar telah melihat bahwa potensi industri layak dikembangkan di wilayah tersebut dan banyak memberi
kontribusi
bagi
pembangunan
daerah.
Pembangunan
industri
diharapkan akan mampu memacu dan mengangkat pembangunan sektor pertanian dan jasa. Pertumbuhan industri yang pesat justru akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan baku bagi kebutuhan industri dan sektor jasa juga dapat berjalan beriringan.
Salah satu industri yang potensial dikembangkan di kota Makassar adalah sektor industri meubel. Industri meubel dipilih sebagai awal dari pembangunan industri karena nilai investasi yang diperlukan juga tidak terlalu besar. Hal ini sesuai dengan karakteristik Makassar yang sedang dalam tahap perkembangan. Selain itu, perkembangan industri meubel dan menengah di Makassar dapat memacu penggunaan tenaga kerja yang berpendidikan dan berketerampilan rendah dan lambat laun ikut mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Ini dikarenakan industri meubel merupakan sektor padat karya yang
4
dapat menampung tenaga kerja yang kian meningkat. Bukan hanya tenaga professional seperti yang sering dibutuhkan pada industri skala besar tetapi juga dapat menampung angkatan kerja dengan keterampilan yang minim. Kondisi ini merupakan bagian dari sifat industri meubel yang menjadi sektor informal dalam perekonomian. Dimana tenaga kerja di Indonesia yang memiliki tingkat pendidikan 50% lebih hanya lulusan sekolah dasar dapat tersalurkan melalui industri-industri meubel yang ada.
Sebagai data penunjang berikut ini akan disajikan data mengenai jumlah industri meubel di kota Makassar selama 5 tahun terakhir yakni dari tahun 2007 s/d tahun 2011 yang diperoleh dari Kantor Badan Pusat Statistik, yang dapat dilihat melalui tabel berikut ini :
Tabel 1.1 Data Jumlah Industri Meubel di Kota Makassar Jumlah Industri Meubel
Perkembangan
Tahun di Kota Makassar (Unit)
(%)
2007
22
-
2008
28
27,27
2009
35
25
2010
42
20
2011
53
26,19
Jumlah (%)
24,62
Sumber : BPS Makassar, 2012
5
Berdasarkan
data
jumlah
industri
meubel
di
kota
Makassar
mengalami perkembangan setiap tahunnya yakni rata-rata perkembangan sebesar 24,62% pertahun. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik dalam memilih judul : “Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Meubel di Kota Makassar.”
1.2 Permasalahan Adapun masalah pokok dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : ”Bagaimana pengaruh upah, tingkat pendidikan, modal dan pengeluaran tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri meubel di kota Makassar.”
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut : “Untuk menguji pengaruh upah, tingkat pendidikan, modal dan pengeluaran tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri meubel di kota Makassar.”
1.4 Kegunaan Penelitian Dengan harapan tujuan penelitian tercapai, maka selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi atau masukan bagi Pemerintah atau Dinas Perindustrian dalam usaha pengembangan industri kecil di Kota Makassar dan dapat dijadikan sebagai bahan bagi masyarakat untuk mengetahui peran industri kecil yang ada di Kota Makassar. 2. Sebagai
bahan
perbandingan
penelitian
yang
akan
meneliti
permasalahan dan objek yang sama.
6
3. Sebagai salah satu bahan referensi bagi yang berminat untuk memperdalam masalah penyerapan tenaga kerja terhadap industri kecil di Kota Makassar.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Perdebatan tentang Konsep Tenaga Kerja Sebagian besar manusia di muka bumi Indonesia menyadari bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku (actor) dalam mencapai tujuan pembangunan. Sejalan dengan itu, pembangunan ketenagakerjaan diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kontribusinya dalam pembangunan serta melindungi hak dan kepentingannya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dan kemitraan. Oleh karena itu, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang
Republik
Indonesia
Nomor
25
tahun
1997
ketenagakerjaan yang dilakukan perubahan melalui peraturan
tentang
Pemerintah
pengganti Undang-Undang Nomor 3 tahun 2003 bahwa pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun
masyarakat,
ketenagakerjaan
dimana
pembangunan
bertujuan
untuk
:
1.Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimum, 2. Menciptakan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan pembangunan nasional, 3. Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraannya, 4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
8
Dalam pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah diharapkan dapat menyusun dan menetapkan perencanaan tenaga kerja. Perencanaan tenaga kerja dimaksudkan agar dapat dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan. Strategi dan implementasi
program pembangunan ketenagakerjaan
yang berkesinambungan. Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 8 mengenai perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan meliputi : Kesempatan kerja, Pelatihan kerja, Produktivitas tenaga kerja, Hubungan industrial, Kondisi lingkungan kerja, Pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.
Masalah ketenagakerjaan terus menerus mendapat perhatian dari berbagai pihak, yakni pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat dan keluarga. Pemerintah melihat masalah ketenaga kerjaan sebagai
salah satu
bahkan sentral pembangunan nasional, karena ketenaga kerjaan itu pada hakikatnya adalah tenaga pembangunan yang banyak sumbangannya terhadap keberhasilan
pembangunan
bangsa
termasuk
pembangunan
di
sektor
ketenagaan itu sendiri.
Pengertian tenaga kerja yang dikemukakan oleh Djoyohadikusumo (2002) bahwa tenaga kerja adalah orang yang bersedia atau sanggup bekerja untuk diri sendiri atau anggota keluarga yang tidak menerima upah serta mereka yang bekerja untuk upah.
Sedangkan menurut pendapat Simanjuntak (2005) bahwa tenaga kerja (Man Power) adalah kelompok penduduk dalam usia kerja,
dimana ia mampu
9
bekerja atau melakukan kegiatan ekonomis dalam menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dari definisi di atas, mengandung pengertian bahwa tenaga
kerja
merupakan kelompok orang-orang dari masyarakat yang mampu melakukan kegiatan serta mampu menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik, kemampuan diukur dengan usia dengan kata lain orang yang dalam usia kerja singkat disebut sebagai penduduk dalam usia kerja (working age population).
Suroso (2004) mengemukakan bahwa tenaga kerja adalah tenaga kerja manusia, baik jasmani maupun rohani, yang digunakan dalam proses produksi, yang disebut juga sebagai sumber daya manusia.
Tenaga kerja inilah yang menggarap sumber daya produksi alam. Manusia tidak hanya menggunakan tenaga jasmani, melainkan juga tenaga rohani. Tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang mengandalkan fisik atau jasmani dalam proses produksi. Sedangkan tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang memerlukan pikira untuk melakukan kegiatan proses produksi.
Selanjutnya pengertian tenaga kerja yang dikemukakan oleh Wursanto (2003)
mengemukakan
bahwa
tenaga kerja merupakan salah satu faktor
produksi yang sangat penting di samping faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, alat-alat produksi, metode dan pasar.
10
Faktor-faktor industri sumber daya
tenaga
kerja adalah sumbangan
tenaga jasmani dan pikiran manusia yang berguna dalam proses produksi, misalnya tenaga administrasi dan ahli teknik Chaniago (1996).
Menurut Sastrohadiwirjo (2002 : 33) bahwa pengertian tenaga kerja adalah salah satu unsur dari suatu organisasi dan memiliki peran yang sangat penting dalam operasional usahanya. Oleh karena itu, unsur tenaga kerja tidak bisa dipisahkan dengan unsur lainnya.
Secara
praktis
pengertian
tenaga
kerja
dan
bukan
tenaga
kerja dibedakan hanya oleh batas umur. Tiap-tiap negaramemberi kan batasan umur yang berbeda. India misalnya menggunakan batas umur 14 sampai 60 tahun. Jadi tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara 14 sampai 60 tahun sedangkan orang yang berumur di bawah 14 tahun atau di atas 60 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja.
Amerika
Serikat
mula-mula
menggunakan
batas
umur
minimum
14 tahun tanpa baras umur maksimum. Kemudian sejak tahun 1967 batas umur dinaikkan menjadi 16 tahun. Jadi di Amerika Serikat, yang dinamakan tenaga kerja adalah penduduk berumur 16 tahun atau lebih sedangkan mereka yang berumur di bawah 16 tahun tergolong bukan tenaga kerja.
Di Indonesia, semula dipilih batas umur minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Dengan demikian tenaga kerja di Indonesia dimaksudkan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih. Penduduk berumur di
11
bawah 10 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur minimum adalah berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk berumur muda terutama di desa-desa sudah bekerja atau mencari pekerjaan. Misalnya dalam tahun 1971, di antara penduduk kota dalam batas umur
10 – 14 tahun terdapat 7,1 % yang tergolong bekerja
atau mencari pekerjaan, sedang di antara penduduk desa terdapat 18 %. Dengan kata lain, sekitar 16 % penduduk kota dan desa dalam kelompok umur 10 – 14 tahun ternyata telah bekerja atau mencari pekerjaan.
Tujuan dari pemilihan batas umur tersebut adalah supaya definisi yang diberikan sedapat mungkin menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Tiap negara memilih batas umur yang berbeda karena situasi tenagakerja di masingmasing negara juga berbeda.
Adapun faktor-faktor industri tenaga kerja adalah tenaga kerja jasmani, yaitu kegiatan manusia yang semata-mata mengandalkan tenaga fisik dalam kegiatan industri menjadi : 1. Tenaga kerja terdidik, yaitu tenaga kerja yang mendapatkan suatu keahlian atau kemahiran pada suatu bidang karena sekolah atau pendidikan formal dan non formal. Contohnya seperti : sarjana ekonomi, insinyur, dokter, guru dan sebagainya; 2. Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu yang didapat melalui pengalaman kerja Contohnya adalah : Supir, pelayan toko, montir, tukang masak, pelukis dan lain-lain; 3. Tenaga kerja tak terdidik, yaitu tenaga kerja yang tidak memerlukan pendidikan formal dan latihan tertentu tetapi mengandalkan
12
tenaga saja, misalnya : tukang pikul, penjaga gudang, buruh pelabuhan, pembantu, tukang becak dan masih banyak lagi lainnya.(Suroso.2004).
Tenaga
kerja
atau
manpower
terdiri
dari
angkatan
kerja
dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force terdiri dari golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain-lain atau
penerima
pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasa untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering juga dinamakan sebagai potential labor force.(Sastrohadiwirjo.2002).
Kenyataan juga menunjukkan bahwa tidak semua tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja siap untuk bekerja, karena sebagian mereka masih bersekolah, mengurus rumah tangga dan golangan lain-lain sebagai penerima pendapatan. Dengan kata lain, semakin besar jumlah orang yang bersekolah dan yang mengurus rumah tangga, semakin kecil penyediaan tenaga kerja. Jumlah yang siap kerja dan yang belum bersedia untuk bekerja, dipengaruhi oleh kondisi masing-masing keluarga, kondisi ekonomi dan sosial secara umum, dan kondisi pasar kerja itu sendiri.(Payaman.1998).
Sedangkan Payaman J. Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa tenaga kerja atau manpower, sebagai berikut : “Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga
13
golongan yang disebut terakhir, walaupun sedang tidak bekerja dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja”
BPS (Badan Pusat Statistik) membagi tenaga kerja (employed) atas 3 macam, yaitu : 1. Tenaga kerja penuh (full employed), adalah tenaga kerja yang mempunyai jumlah jam kerja > 35 jam dalam seminggu dengan hasil kerja tertentu sesuai dengan uraian tugas; 2. Tenaga kerja tidak penuh atau setengah pengangguran (under employed), adalah tenaga kerja dengan jam kerja < 35 jam seminggu; 3. Tenaga kerja yang belum bekerja atau sementara tidak bekerja (unemployed), adalah tenaga kerja dengan jam kerja 0 > 1 jam per minggu.
Secara praktis pengertian tenaga kerja atau bukan tenaga kerja hanya
dibedakan
oleh
batasan
umur.
Tiap-tiap
negara
mempunyai
batasan umur tertentu bagi setiap tenaga kerja. Tujuan dari penentuan batas umur ini adalah supaya definisi yang diberikan dapat
menggambarkan
kenyataan yang sebenarnya. Tiap negara memilih batasan umur yang berbeda, karena perbedaan situasi tenaga kerja di masing-masing negara yang berbeda.
Berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan yang ditetapkan tanggal 1 Oktober 1998 telah ditentukan bahwa batasan minimal usia seorang tenaga kerja di Indonesia adalah 10 tahun atau lebih. Namun Indonesia tidak menganut batasan maksimum usia
seorang tenaga
kerja, hal ini terjadi karena Indonesia belum memiliki jaminan sosial nasional yang cukup kuat.
14
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja
di Indonesia adalah penduduk yang telah berusia 15 tahun ke atas
yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Penyediaan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh lamanya orang bekerja setiap minggu. Lamanya orang bekerja setiap minggu tidak sama. Ada orang yang bekerja penuh. Akan tetapi banyak juga orang yang bekerja hanya beberapa jam seminggu atas keinginan dan pilihan sendiri atau karena terpaksa berhubung terbatasnya kesempatan untuk bekerja penuh. Oleh sebab itu, analisis penyediaan tenaga kerja tidak cukup hanya dengan memperhatikan jumlah orang yang bekerja, akan tetapi perlu juga memperhatikan berapa jam setiap orang itu bekerja dalam seminggu.
Penyediaan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh tingkat produktivitas kerja. Banyak orang yang bekerja keras akan tetapi banyak juga orang yang bekerja dengan hanya sedikit usaha. Hasil yang diperoleh dari dua cara kerja tersebut tentu akan berbeda. Produktivitas kerja seseorang juga dipengaruhi oleh motivasi dari tiap-tiap individu, tingkat pendidikan dan latihan yang sudah diterima, dan kemampuan manajemen. Orang yang berpendidikan dan/atau latihan yang lebih tinggi pada dasarnya mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi juga. Manajemen yang relatif baik akan mampu mengarahkan karyawannya untuk berproduktivitas kerja tinggi.
15
2.1.2 Perdebatan tentang Konsep Industri Pengertian industri jika didasarkan pada asal bahasa yaitu dari bahasa Latin. Kata dari bahasa latin yang merupakan asal kata untuk pengertia industri tersebut yaitu industria yang berarti tenaga kerja disebut juga buruh. Secara umum pengertian industri itu dapat diartikan sebagai segala kegiatan
atau
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya demi tercapainya kesejahteraan hidup.(Zamrowi.2007)
Kemudian pengertian industri juga dijabarkan sebagai suatu perusahaan yang melaksanakan suatu kegiatan atau aktivitas ekonomi yang termasuk ke dalam bagian sektor sekunder. Dalam pengertian atau definisi industri tersebut bahwa perusahaan atau pabrik yang termasuk di dalamnya seperti pabrik rakitan, pabrik rokok, serta juga pabrik tekstil.(Wahyudi.2003)
Selain itu, pengertian industri juga diartikan sebagai kegiatan atau aktivitas ekonomi yang memproduksi baik itu bahan baku, barang atau bahan mentah, barang atau bahan setengah jadi, maupun barang yang sudah jadi yang kemudian kegunaan dan mutunya lebih ditingkatkan lagi. Pada pengertian atau definisi industri di sini bahwa aktifitas yang termasuk di dalamnya seperti rekayasa industri serta juga aktifitas rancang bangun.
Ada juga yang menyatakan bahwa pengertian industri merupakan suatu bidang pekerjaan yang memakai keterampilan serta juga ketekunan atau kesungguhan dalam bekerja dan juga kaitannya dalam memakai peralatan untuk mengolah hasil bumi serta juga mendistribusikannya.
16
Industri sesungguhnya sudah ada sejak ribuan tahun sejak manusia ada di Bumi, yang mana industri saat itu masih tergolong sangat sederhana. Jadi sebenarnya mengenai pengertian atau definisi industri itu, manusia sudah tahu sejak lama. Namun pengungkapannya tentu berbeda karena industrisekarang sudah menggunakan teknologi yang lebih canggih lagi.
Orang yang berkecimpung di dunia industri tentu paham betul dan mengerti tentang pengertian industri. Tidak hanya itu dunia pendidikan juga pasti pernah mempelajari tentang pengertian industri tersebut. Dan tentunya juga banyak orang yang masih belum paham dan mengerti tentang
pengertian
industri walaupun mereka sering mendengarnya. Maka dari itu, semoga dengan adanya postingan tentang pengertian industri ini akan dapat menjelaskan, memberi pemahaman, dan juga memberi pengetahuan kepada anda.
Industri
adalah
suatu
usaha
atau
kegiatan
pengolahan
bahan
mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan usaha perakitan atau esembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang tetapi juga dalam bentuk jasa. Biasanya industri kecil mempunyai strategi tersendiri, yaitu dengan membuat produk yang khusus, unik dan spesial agar tidak bersaing dengan usaha besar. Jika membuat produk yang sama dengan usaha besar tentu akan kalah bersaing.
17
Barang dan jasa sangat diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi barang dan jasa tidak dapat diperoleh begitu saja, melainkan harus melalui pengorbanan terlebih dahulu. Meskipun sumber-sumber alat pemuas kebutuhan sudah tersedia di alam tetapi tidak semua yang tersedia itu bisa langsung memuaskan kebutuhan.
Seperti misalnya karet, batu bara dan bahan tambang lainnya sudah tersedia di alam tetapi untuk menggunakannya masih perlu pengolahan terlebih dahulu. Hanya benda-benda bebas seperti udara dan iklim yang dapat memuaskan secara langsung.
Dalam menghasilkan barang dan jasa, manusia tidak akan lepas dari apa yang disebut kegiatan ekonomi. Di dalam kegiatan ekonomi sebenarnya ada kegiatan yang dilakukan oleh dua rumah tangga yaitu Rumah Tangga
Produksi (RTP) dan Rumah Tangga Konsumen (RTK). Kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh kedua rumah tangga tersebut antara satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan yang sangat erat. Misalnya kegiatan industri yang dilakukan oleh RTP akan disesuaikan dengan keinginan atau permintaan yang datangnya dari RTK, atau sebaliknya.
Arti industri orang sering mencampuradukkannya dengan pabrik atau manufaktur. Kata pabrik (berasal dari bahasa Belanda, fabriek), berarti kegiatan memproses bahan baku atau bahan mentah menjadi barang setengah jadi, lalu menjadi barang jadi. Istilah pabrik tersebut sama dengan istilah manufaktur yang berasal dari bahasa inggris to manufacture, yakni kegiatan memproses bahan
18
baku (bahan mentah) menjadi barang setengah jadi, lalu menjadi barang jadi. (Wahyudi.2004).
Kata industri berasal dari kata industry. Dalam kamus The Scribner Bantom English Dictionary, cetakan ke 18 tahun 1990, yang tertera sebagai berikut : Steady application to a task, business or labor, Any form of economic activity,
Productive
enterprises
generally,
productive
accupations
as
distinguished from finance and commerce, particular branch of work or trade.
Adapun terjemahan dalam kamus Bantom English Dictionary adalah sebagai berikut : Kesiapan karyawan dalam melaksanakan tugas atau bidang usaha yang bersifat tetap, terus menerus dan secara teratur. Beberapa bentuk kegiatan ekonomi yang dilakukan. Perusahaan-perusahaan yang produktif menghasilkan sesuatu barang atau jasa yang dapat dijual. Industri adalah tempat atau pekerjaan yang produktif.
2.2 Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Kesempatan
kerja
adalah
banyaknya
orang
yang
dapat
tertampung untuk bekerja pada suatu perusahaan atau suatu instansi (Disnakertrans, 2002). Kesempatan kerja ini akan menampung semua tenaga kerja yang tersedia apabila lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi atau seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang tersedia. Kebijaksanaan negara dalam kesempatan kerja meliputi upaya-upaya untuk mendorong pertumbuhan dan perluasan lapangan kerja di setiap daerah, serta perkembangan jumlah dan kualitas angkatan kerja yang tersedia agar dapat memanfaatkan seluruh potensi 19
pembangunan di daerah masing-masing. Bertitik tolak dari kebijaksanaan tersebut maka dalam rangka mengatasi masalah perluasan kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran, Departemen Tenaga Kerja dalam UU. No. 13 tahun 2002 tentang ketenaga-kerjaan memandang perlu untuk menyusun program yang mampu baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat
mendorong penciptaan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.
Kesempatan kerja menurut Tambunan (2002 : 82) adalah termasuk lapangan pekerjaan yang sudah diduduki (employment) dan masih lowong. Dari lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut timbul kemudian kebutuhan tenaga kerja yang datang misalnya dari perusahaan swasta atau BUMN dan departemen-departemen pemerintah. Adanya kebutuhan tersebut berarti adanya kesempatan kerja bagi orang yang menganggur. Besarnya lapangan kerja yang masih lowong atau kebutuhan tenaga kerja yang secara riil dibutuhkan oleh suatu perusahaan tergantung pada banyak faktor, di antaranya yang paling utama adalah prospek usaha atau pertumbuhan output dari perusahaan tersebut, ongkos tenaga kerja atau gaji yang harus dibayar, dan harga faktor-faktor produksi lainnya yang bisa menggantikan fungsi tenaga kerja, misanya barang modal.
Wahyudi (2004 : 10) mengemukakan bahwa : ”Penyerapan tenaga kerja adalah diterimanya para
pelaku
tanaga kerja
untuk melakukan tugas
sebagaimana mestinya, atau adanya suatu keadaan yang menggambarkan tersedianya pekerjaan (lapangan pekerjaan) untuk diisi oleh para pencari kerja.”
20
Perluasan
kesempatan
kerja
produktif
bukan
berarti
hanya
menciptakan lapangan usaha baru. Melainkan pula usaha peningkatan produktivitas kerja yang pada umumnya disertai dengan pemberian upah yang sepadan dengan apa yang telah dikerjakan oleh setiap pekerja. Menurut Sumitro Djoyohadikusumo (2002 : 34) pada dasarnya ada dua cara yang dapat ditempuh untuk memperluas kesempatan kerja : 1. Pengembangan industri terutama padat karya yang dapat menyerap relatif banyak tenaga kerja dalam proses produksi; 2. Melalui berbagai proyek pekerjaan umum seperti pembuatan jalan, saluran air, bendungan jembatan dan sebagainya.
Penciptaan lapangan kerja dan peningkatan produktivitas di sektor-sektor kegiatan yang semakin meluas akan menambah pendapatan bagi penduduk yang bersangkutan. Kebijaksanaan yang diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan peningkatan produktivitas tenaga kerja harus dilihat dalam hubungan dengan
kebijaksanaan
yang
menyangkut
perataan
pendapatan
dalam
masyarakat. Salah satu kebijaksanaan kesempatan kerja adalah mengadakan identifikasi terperinci, tidak hanya mengenai jumlah angkatan kerja, melainkan juga lokasi dan penggolongan menurut lingkungan hidup, persebaran antara daerah, antar sektor, antar kota/pedesaan dan sebagainya.
Menurut Hasibuan (2008) usaha-usaha untuk memperluas kesempatan kerja dapat dilakukan dengan cara : 1. Memperluas modal yang di investasikan baik kepada sektor pertanian maupun pada sektor industri dan lain-lainnya; 2. Memperpanjang proses produksi sehingga produksi yang dihasilkan
menjadi
21
barang-barang setengah jadi atau barang jadi. Ini berarti harus mendirikan beraneka macam pabrik yang akan dapat menyerap tenaga kerja yang banyak; 3. Memberikan bimbingan latihan-latihan dan bantuan modal, pemasaran kepada home industri supaya berkembang dan lapangan kerja semakin banyak; 4. Menciptakan ahli
atau
situasi terampil
dan
memberikan
supaya
mereka
dorongan jangan
kepada
hanya
para
mencari
tenaga
pekerjaan
tetapi hendaknya mereka itu pencipta pekerjaan dengan jalan berwiraswasta.
Tenaga kerja yang berproduksi akan memperoleh balas jasa atau imbalan yang berupa upah/gaji, sehingga semakin banyak tenaga kerja yang berproduksi berarti akan semakin banyak warga masyarakat yang memproleh penghasilan. Tetapi kenyataannya sering berbeda, dan inilah beban pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam mengatasi tenaga kerja yang kompleks ini. Penyerapan tenaga kerja selain berkaitan dengan kebutuhan untuk memperoleh penghasilan bagi tenaga kerja, juga berkaitan dengan pendapatan nasional, sebab jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu bangsa akan mempengaruhi jumlah pendapatan nasionalnya. Semakin tinggi jumlah pendapatan
nasional karena barang dan jasa, memungkinkan dilakukannya
tabungan yang bisa untuk investasi. Adanya investasi berarti akan memperbesar kebutuhan penyerapan tenaga kerja.(Hasibuan.2008).
Adanya investasi dalam bentuk industri dapat memperbesar jumlah penyerapan tenaga kerja tetapi belum tentu dapat menampung seluruh angkatan kerja. Teori klasik menyebutkan bahwa tenaga kerja dapat digunakan secara penuh melalui mekanisme pasar tenaga kerja. Dengan kata lain, jika terjadi
22
pengangguran dalam suatu negara, berarti penawaran tenaga kerja akan lebih besar dari pada permintaan tenaga kerja. Akibatnya tingkat upah dapat diturunkan karena banyaknya pekerja yang mau bekerja. Dengan demikian tingkat upah akan lebih rendah. Dengan menurunnya tingkat upah itu, berarti biaya produksi juga semakin menurun, sehingga dapat diperoleh keuntungan, dan keuntungan bisa memperluas kegiatan ekonomi serta mampu menampung tenaga kerja yang mengganggur, bila harga pasar relatif stabil.
Pengangguran tidak dapat dihapuskan tetapi hanya dapat dikurangi secara bertahap. Pengurangan pengangguran dapat ditanggulangi jika dilakukan dengan dua cara. Kedua cara tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Memperluas penyerapan tenaga kerja, Misalkan suatu perusahaan membuka usaha bata merah di suatu daerah lalu perusahaan bata merah ini mencari tenaga kerja lima orang yang dibutuhkan, setelah mendapatkan mereka terus bekerja. Ini berarti perusahaan bata merah memperluas penyerapan tenaga kerja; 2. Menurunkan jumlah pengangguran, Penurunan jumlah pengangguran melalui peningkatan program keluarga berencana, program wajib belajar bagi anak usia sekolah, minimal sampai tamat SLTP. Keberhasilan program keluarga berencana akan menurunkan kecepatan pertambahan penduduk, sedangkan program wajib belajar akan menurunkan jumlah anak yang berusia 10 – 14 tahun memasuki penawaran tenaga kerja.
Usaha perluasan dan penyerapan tenaga kerja dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Pengembangan industri, terutama jenis industri yang bersifat padat
karya (labor intensive) yang dapat menyerap relatif banyak tenaga kerja
23
dalam proses produksi termasuk home industry; 2. Melalui berbagai proyek pekerjaan umum antara lain pembuatan jalan saluran air, bendungan, dan jembatan.
Selain dua hal yang telah disebutkan di atas, perluasan penyerapan tenaga kerja juga dapat dilakukan dengan cara pemerataan tenaga kerja. Ada berbagai macam cara pemerataan tenaga kerja, antara lain : 1. Pendayagunaan angkatan kerja dari daerah yang kelebihan tenaga kerja ke daerah atau negaranegara yang membutuhkan tenaga kerja; 2. Pengembangan sektor usaha kecil dan tradisional serta sektor informal yang dapat menyerap banyak tenaga kerja, misalnya usaha kerajinan tangan; 3. Pembinaan dan pengarahan angkatan kerja usia muda, misalnya melalui program pelatihan kerja.(Sumitro.2002).
Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha. Dalam penyerapan tenaga kerja ini maka dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal tersebut antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, pengangguran dan tingkat bunga.
Dalam dunia usaha tidaklah memungkinkan mempengaruhi kondisi tersebut, maka hanyalah pemerintah yang dapat menangani dan mempengaruhi factor
eksternal.
Dengan
melihat
keadaan
tersebut
maka
dalam
mengembangkan sektor industri kecil dapat dilakukan dengan menggunakan faktor internal dari industri yang meliputi tingkat upah, tingkat pendidikan, modal,
24
serta pengeluaran tenaga kerja non upah ( Zamrowi, 2007). Adapun faktor tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Efek Tingkat Upah terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Upah merupakan penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Berfungsi sebagai kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk yang ditetapkan sesuai persetujuan, Undang-undang dan peraturan, dan dibayar atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja (Istilah Ekonomi, Kompas, 2 Mei 1998).
2. Efek Tingkat Pendidikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembagan sumber daya manusia. Pendidikan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi
juga
meningkatkan
ketrampilan
bekerja,
dengan
demikian
meningkatkan produktivitas kerja dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Penyelidikan mendukung pendapat bahwa negara-negara dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat (Payaman , 2005 : 58). Begitu juga halnya yang terjadi dalam industri kecil, pengusaha yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi akan lebih baik dalam produktivitas kerjanya dan juga dalam mengelola usaha, hal tersebut sesuai dengan teori human capital bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan.
25
3.
Efek Modal terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Modal dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan kedua duanya dapat bersifat saling mengganti. Hal ini diperkuat teori Hender Son dan Qiuandt (1986) yang dibentuk dalam persamaan Q = (L,K,N), dimana Q = Output, L = Labour, K = Kapital dan N = Sumber Daya. Yang dimaksud dengan modal adalah dana yang digunakan dalam proses produksi saja, tidak termasuk nilai tanah dan bangunan yang ditempati atau biasa disebut dengan modal kerja (Lembaga Penelitian Ekonomi UGM, 1983).
4. Efek Pengeluaran Tenaga Kerja terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pengeluaran untuk tenaga kerja non upah merupakan salah satu biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Permintaan tenaga kerja akan dipengaruhi proporsi pengeluaran untuk tenaga kerja non upah terhadap keseluruhan biaya produksi. Sehingga apabila proporsi biaya produksi,
tenaga maka
kerja non upah kecil responsi
terhadap
terhadap keseluruhan biaya
permintaan
tenaga
kerja
kecil.
Sebaliknya, apabila proporsi biaya tenaga kerja non upah besar terhadap keseluruhan biaya produksi, maka responsi terhadap permintaan tenaga kerja besar. Apabila proporsi
biaya tenaga kerja non upah terhadap
keseluruhan biaya produksi meningkat, maka akan meningkatkan permintaan tenaga kerja.
26
2.3 Tinjauan Empiris Adapun yang menjadi acuan atau panduan bagi penulis dalam merampungkan
penulisan
skripsi
ini
adalah
dengan
melihat
dari
penelitian sebelumnya, yakni sebagaimana dilakukan oleh Rahmat, Andi (2009) yang meneliti mengenai pengaruh
modal dan tingkah upah terhadap
penyerapan tenaga kerja pada Industri Kerajinan Meubel di Kabupaten Jepara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal dan tingkat upah berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri genteng.
Selanjutnya Dian, Y. (2009) yang meneliti mengenai pengaruh faktor ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kerajinan ukir dan meubel di Kota Semarang. Hasil penelitian menemukan bahwa modal kerja, nilai produksi dan tingkat upah berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industry kerajinan ukir dan meubel khususnya di kota Semarang.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Rizal, Ahmad (2011) yang meneliti mengenai penyerapan tenaga kerja pada industry meubel di Kota Solo. Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh
bahwa modal usaha dan tingkat
pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja pada industri tersebut.
2.4 Kerangka Pikir Sejalan semakin
dengan
pertambahan
penduduk
Indonesia
yang
tinggi maka akan menimbulkan peningkatan jumlah tenaga
27
kerja, maka pemerintah berupaya melaksanakan pembangunan disemua sektor dengan tujuan untuk membuka lapangan kerja yang luas bagi masyarakat. Salah satu alternatif yang ditempuh oleh pemerintah khususnya pemerintah Kota Makassar adalah memaksimalkan kinerja dan mengembangkan sektor industri khususnya industri meubel yang ada di Kota Makassar.
Berkaitan
dengan
uraian
tersebut
maka
dalam
penelitian
ini
dipilih industri meubel yang ada di kota Makassar, mengingat bahwa industri
kecil
ini
cukup
memberikan
potensi
yang
besar
terhadap
penyerapan tenaga kerja di kota Makassar. Dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja maka akan berpengaruh terhadap industri kecil di kota Makassar, untuk lebih jelasnya berikut ini akan disajikan kerangka konseptual yang dapat dilihat melalui gambar berikut ini
Tingkat Upah (X1)
Tingkat Pendidikan (X2) Penyerapan Tenaga Kerja (Y)
Modal (X3)
Pengeluaran Tenaga Kerja (X4)
Gambar 1. Kerangka Pikir 28
2.5 Hipotesis Berdasarkan
masalah
pokok
serta
tujuan
penulisan
maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga bahwa upah berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Makassar. 2. Diduga
bahwa
tingkat
pendidikan
berpengaruh
positif
terhadap
penyerapan tenaga kerja di Kota Makassar. 3. Diduga bahwa modal berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Makassar. 4. Diduga bahwa pengeluaran untuk tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Makassar.
29
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar.
3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis
dan
sumber
data
yang
digunakan
dalam
penulisan
ini
adalah : 1.Data primer yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan wawancara secara
langsung dengan
pegawai yang bekerja pada
industri meubel. 2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari BPS.
3.3 Metode Penentuan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel secara acak sederhana (excidental sampling) yaitu sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Sofian Effendy, 1989). Dalam penelitian di kota Makassar ini terdapat populasi sebesar 53 unit usaha industri meubel (BPS, 2011), mengingat jumlah usaha industri meubel cukup banyak maka penulis menggunakan teori slovin (Husein Umar, (2008) untuk menentukan jumlah sampel, dengan rumus sebagai berikut :
30
N n=
1 + N(e)2
Keterangan : n
= Ukuran sampel
N
= Ukuran Populasi
e
= Kelonggaran ketidak ketelitian karna kesalahan pengambilan 53
n =
1 + 53 (0,10)2 53
n= 1 + 53 (0,01) 53 n= 1 + 0,53 53 n= 1,53 n = 34,6 atau dibulatkan menjadi 35 Jadi jumlah sampelnya sebanyak 35 unit usaha industri meubel
3.4 Metode Analisis Untuk menguji hipotesis yang digunakan, maka digunakan model analisis, yaitu : 1. Analisis regresi adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara tingkat upah, tingkat pendidikan, modal, pengeluaran tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja dengan menggunakan rumus : Y=f(X1,X2,X3,X4) .......................................................................... (1)
31
Y = o + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + e .......................................... (2) Dimana : Y = Penyerapan tenaga kerja pada industri meubel di Kota Makassar (orang) X1 = Upah tenaga kerja pada industri meubel di Kota Makassar (Rupiah) X2 = Tingkat pendidikan tenaga kerja pada industri meubel di Kota Makassar (Lama pendidikan SD 6 tahun, SMP 9 tahun, SMA 12 tahun, Sarjana 16 tahun) X3 = Modal yang digunakan pada industri meubel di Kota Makassar (Rupiah) X4 = Pengeluaran tenaga kerja pada masing-masing industri meubel di Kota Makassar (Rupiah) o, 1, 2, 3, 4 = Koefisien / konstanta e = Error term
2. Uji t digunakan untuk pengujian secara satu per satu pengaruh dari
masing-masing
variabel
dependen.
Dalam
hal
ini
variabel
independennya adalah upah, tingkat pendidikan, modal dan pengeluaran tenaga kerja. Sedangkan variabel dependennya adalah penyerapan tenaga kerja.
3. Uji
simultan
(F)
digunakan
untuk
menguji
signifikansi
pengaruh
semua variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen.
32
3.5 Definisi Variabel Operasional Seperti telah dijelaskan di atas, maka batasan variabel dari penelitian ini, antara lain :
1. Penyerapan Tenaga Kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan industri meubel dalam memenuhi kebutuhan produksi.
2. Tingkat upah adalah semua pengeluaran uang atau barang yang dibayarkan kepada buruh atau pekerja sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan terhadap perusahaan. Upah berfungsi sebagai kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk yang ditetapkan suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan dan dibayar atas dasar suatu perjanjian antara pemberi kerja dan penerima kerja. Dalam penelitian ini tingkat upah karyawan diukur dalam satuan rupiah dalam setiap bulannya per tenaga kerja.
3. Tingkat pendidikan tenaga kerja adalah jenis pendidikan yang dimiliki oleh tenaga
kerja
pada
suatu
perusahaan
industri
meubel.
Pengukurannya dalam tingkatan jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA , dan S1).
33
4. Modal adalah dana yang digunakan dalam proses produksi saja, tidak termasuk nilai tanah
dan bangunan yang ditempati atau
lebih
dikenal dengan modal kerja, diukur dengan Rupiah.
5. Pengeluaran/biaya
tenaga
kerja
non
upah
adalah
seluruh
pengeluaran untuk tenaga kerja diluar upah yang meliputi tunjangan sosial, tunjangan pajak maupun asuransi yang dibayar perusahaan per bulan, diukur dengan rupiah.
34
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden Analisa data ini bertujuan untuk menggambarkan hasil penelitian mengenai analisis penyerapan tenaga kerja pada industri meubel yang mempergunakan responden sebanyak 35 orang tenaga kerja pada Industri meubel yang ada di kota Makassar. Data dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada sejumlah responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Kuesioner yang terkumpul dan dapat diolah sebanyak 35 examplar. Adapun pengelompokkan identifikasi responden dikelompokkan berdasarkan : jenis kelamin, umur responden dan tingkat pendidikan
responden yang diukur dari
lamanya responden mengikuti setiap jenjang pendidikan di sekolah.
Dari data deskriptif yang telah diperoleh, maka memberikan gambaran identitas responden sebagai berikut : a) Jenis kelamin (Gender) Berdasarkan identifikasi menurut jenis kelamin atau gender maka akan dilihat jumlah distribusi tenaga kerja yang bekerja pada industri meubel dalam kategori laki-laki dan perempuan, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
35
Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Frekuensi
Persentase
(Jiwa)
(%)
Laki-laki
23
65,7
Perempuan
12
34,3
Jumlah
35
100
Jenis Kelamin
Sumber : Data Primer
Dari tabel di atas menunjukkan distribusi responden menurut jenis kelamin, dimana dari 35 responden yang diteliti maka jumlah responden yang terbesar dalam penelitian ini adalah laki-laki yakni sebanyak 23 orang atau 65,7%, kemudian perempuan sebanyak 12 orang atau 34,3%. Dari data tersebut memperlihatkan bahwa pengusaha yang melakukkan bisnis pada Industri Meubel yang ada di kota Makassar sebagian besar berjenis kelamin lakilaki jika dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan.
b) Umur responden Umur responden memberikan kontribusi besar dari hasil akhir kerja usaha yang lebih maksimal mengenai obyek aktivitas yang dikerjakan, dimana umur responden dapat digolongkan antara umur 21 – 29 tahun, 30 – 39 tahun, 40 – 49 tahun dan umur di atas dari 50 tahun. Untuk lebih jelasnya pengelompokkan umur responden dalam penelitian ini dapat dilihat melalui tabel berikut ini :
36
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Frekuensi
Persentase
(Jiwa)
(%)
21 – 29
4
11,4
30 – 39
10
28,6
40 – 49
15
42,9
Diatas 50 tahun
6
17,1
Jumlah
35
100
Umur Responden
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel distribusi responden berdasarkan umur, tampak bahwa persentase terbesar umur responden berada pada usia antara 40 – 49 tahun yakni sesbanyak 15 orang atau 42,9%, kemudian disusul umur responden antara 21 – 29 tahun yakni sebanyak 4 orang atau 11,4%. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata umur pengusaha yang berkecimpung pada Industri Meubel di Kota Makassar adalah berumur antara 40 – 49 tahun.
c) Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan menggambarkan pola berpikir dalam menentukan dan menilai suatu unsur obyek dimana pendidikan seseorang responden diukur dari lama sekolah. Untuk mengetahui jenjang pendidikan terakhir yang dilalui oleh para responden dapat dilihat pada tabel berikut ini :
37
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pendidikan Frekuensi
Persentase
(Jiwa)
(%)
SD (6 Tahun)
9
25,7
SMP (9 Tahun)
9
25,7
SMA (12 Tahun)
12
34,3
Sarjana (16 Tahun)
5
14,3
Jumlah
35
100
Jenjang Pendidikan
Sumber : Data Primer
Dari data tersebut di atas nampak bahwa lama pendidikan responden yang terbesar dalam penelitian ini adalah SMA (12 tahun) dengan jumlah responden sebanyak 12 orang atau 34,3%, kemudian disusul responden yang mempunyai pendidikan SD (6 tahun) dan SMP (12 tahun) dengan jumlah responden masing-masing sebanyak 9 orang atau 25,7%. Sehingga dapat disimpukan bahwa rata-rata tingkat pendidikan pengusaha pada Industri Meubel yang ada di kota Makassar adalah mempunyai tingkat pendidikan SMA atau selama 12 tahun.
4.2. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif menguraikan atau menggambarkan tentang suatu data seperti berapa rata-ratanya, deviasi standar, validitas data dan sebagainya (Singgih, 2010:39). Sebelum dilakukan pembahasan mengenai statistik deskriptif atas variabel yang akan diteliti maka terlebih dahulu akan disajikan statistik
38
deskriptif yang dapat dilihat melalui table yaitu
sebagai
berikut :Tabel
4.4 Statistik Deskriptif atas Variabel Penelitian Std. N
Minimum Maximum
Mean
Deviation
Upah kerja
35
650.00
1750.00
1104.4286
299.97003
Tingkat pendidikan
35
6.00
16.00
10.2571
3.33734
Modal kerja
35 27500.00 239000.00 126771.4286 45245.30246
Pengeluaran tenaga kerja
35
112.40
455.00
261.5486
102.45282
Penyerapan tenaga kerja
35
3.00
10.00
6.3143
1.93682
Valid N (listwise)
35
Sumber : Lampiran SPSS
Tabel
4.4
yakni
hasil
olahan
data
statistik
deskriptif
dengan
menggunakan program SPSS maka dilihat dari upah kerja yang menunjukkan bahwa dari 35 responden yang dijadikan sampel penelitian maka upah kerja yang tertinggi adalah Rp.1.750.000 dan yang terendah adalah sebesar Rp.650.000. Sedangkan dari 35 responden maka rata-rata upah kerja sebesar Rp.1.104.4286 dengan standar deviasi sebesar 299,97. Kemudian dilihat dari tingkat pendidikan responden yang menunjukkan bahwa dari 35 responden maka tingkat pendidikan atau lama pendidikan responden yang tertinggi yang menjadi responden adalah 6 tahun, 9 tahun, 12 tahun dan 16 tahun, maka tingkat pendidikan yang tertinggi adalah 16 tahun dan yang terendah adalah 6 tahun, dengan nilai rata-rata sebesar 10,2571 dan standar deviasi sebesar 3,34%.
39
Selanjutnya modal kerja yang digunakan oleh responden yang tertinggi adalah
sebesar
Rp.239.000.000
dan
yang
terendah
adalah
sebesar
Rp.27.500.000. Dimana dari 35 responden rata-rata modal yang digunakan adalah sebesar Rp.126.771,428 dengan standar deviasi sebesar 45245,302. Sedangkan pengeluaran tenaga kerja yang menunjukkan bahwa dari 35 responden ternyata pengeluaran tenaga kerja yang tertinggi yaitu sebesar Rp.478.400 dan yang terendah sebesar Rp.132.450 dan rata-rata pengeluaran tenaga kerja yaitu sebesar Rp.261.5486 dengan standar deviasi sebesar Rp.102.452.
Kemudian untuk penyerapan tenaga kerja yang menunjukkan bahwa dari 35 responden yang dijadikan sampel penelitian ternyata penyerapan tenaga kerja yang tertinggi sebanyak 10 orang dan yang terendah sebesar 3 orang. Selanjutnya dari 35 responden ternyata rata-rata penyerapan tenaga kerja yaitu sebesar 6 orang dengan standar deviasi 1,93.
4.3 Analisis Statistik Analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dimaksudkan untuk menguji kebenaran hipotesis penelitian. Teknik analisis regresi bertujuan untuk mengestimasikan variabel upah, tingkat pendidikan, modal dan pengeluaran untuk tenaga kerja (non upah) terhadap jumlah tenaga kerja. Berikut ini dikemukakan hasil analisis regresi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5:
40
Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Linear berganda Variabel
Koefisien
Independen
Regresi
konstanta
t-hit
Signifikansi
6,642
4,010
0,000
Upah
-0,317
-2,199
0.036
Tingkat
0,313
2,247
0,032
Modal
0,311
2,312
0,028
Pengeluaran
-0,328
-2,462
0,020
pendidikan
non upah
R2
F hit
Sig F
R
N
0,484
7,024
0,000
0,695
35
Sumber: Hasil pengolahan Data Menggunakan SPSS ver.16 Signifikansi β = 5% Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS menghasilkan nilai olah data sebagai berikut:
Persamaan regresi sebagai berikut: Y= 6,642 - 0,317X1 + 0,313X2 + 0,311X3 - 0,328X4
4.4 Uji statistic Uji statistic meliputi goodness of fit. Uji F dan uji t. Nilai R- square sebesar 0,484
menunjukkan uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) dari model
persamaan adalah baik. Hal ini berarti bahwa 48,4% keragaman variabel terikat 41
yaitu penyerapan tenaga kerja bida dijelaskan oleh keragaman varibel-variabel bebas yaitu upah,tingkat pendidikan, modal, dan pengeluaran untuk tenaga kerja (non upah), sedangkan sisanya sebesar 51,6% dijelaskan oleh variabel lain diluar model seperti pertumbuhan ekonomi, produktivitas, pengangguran dan tingkat bunga. Sementara nilai koefisien korelasi (R) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebesar 0,695 ini menunjukkan bahwa faktor upah, tingkat pendidikan, modal dan non upah memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap penyerapan tenaga kerja pada usaha meubel di Kota Makassar.
Uji F menunjukkan hasil yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan angka propabilitas F statistic sebesar 7,024 dengan signifikansi F sebesar 0,000 yag lebih kecil dari 0,05. Artinya bahwa minimal ada satu variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa variabel upah,tingkat pendidikan, modal dan non upah berpengaruh signifikan.
Besarnya koefisien regresi variabel upah sebesar -0,317 artinya apabila upah bertambah 1% maka penyerapan tenaga kerja turun sebesar -0,317% dengan asumsi variabel-variabel lain konstan. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian oleh Henky Irsan bahwa upah berpengaruh negative terhadap penyerapan tenaga kerja.
Uji t untuk variabel upah dapat dilihat dari signifikansi varibel tersebut. Hasil signifikansi pengujian sebesar 0,036 menunjukan bahwa nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 menggambarkan pengaruh yang signifikan antara upah/gaji (
)
terhadap penyerapan tenaga kerja (Y).
42
Hubungan yang negative yang terjadi ini sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam permintaan tenaga kerja, bahwa pada saat tingkat upah tenaga kerja meningkat akan terjadi penurunan jumlah tenaga kerja yang diminta,
demikian
pula
sebaliknya
dengan
adanya
peningkatan
dalam
permintaan jumlah tenaga kerja yang diminta disebabkan karena adanya penurunan tingkat upah. Sehingga apabila terjadi peningkatan tingkat upah maka usaha itu akan mengurangi penyerapan tenaga kerja dan akan memilih untuk menggantikan dengan alat produksi (mesin-mesin yang tidak perlu mengeluarkan biaya lebih.
Kemudian Rahmat, Andi (2010) yang meneliti mengenai pengaruh modal dan tingkah upah terhadap penyerapan tenaga kerja pada Industri Kerajinan Meubel di Kabupaten Jepara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal dan tingkat upah berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kerajinan meubel.
Selanjutnya Dian, Y. (2009) yang meneliti mengenai pengaruh faktor ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil kerajinan ukir dan meubel di kota Semarang. Hasil penelitian menemukan bahwa modal kerja, nilai produksi dan tingkat upah berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil tersebut khususnya di kota Semarang.
Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
peneliti
yang
menunjukkan bahwa antara upah dengan penyerapan tenaga kerja ternyata
43
ditemukan ada pengaruh negatif antara upah kerja dengan penyerapan tenaga kerja, dengan kata lain semakin tinggi upah kerja maka penyerapan tenaga kerja semakin menurun. Oleh karena itulah dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andi Rahmat dan Dian Yanu Wedana.
Besarnya koefisien regresi variabel tingkat pendidikan tenaga kerja sebesar 0,313 artinya apabila tingkat pendidikan tenaga kerja bertambah 1% maka penyerapan tenaga kerja akan meningkat sebesar 0,313% dengan asumsiasumsi lain konstan. Variabel tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Irwan Ernaro (2010) bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan uji t menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh secara signfikan. Hasil signifikansi pengujian sebesar 0,032 menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih besar dari 0,05 menggambarkan pengaruh yang tidak signifikan antara tingkat pendidikan (
) terhadap
penyerapan tenaga kerja (Y).
Dari hasil pengujian regresi antara tingkat pendidikan dengan penyerapan tenaga kerja, diketahui bahwa antara tingkat pendidikan dengan penyerapan tenaga kerja berpengaruh positif, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh tenaga kerja maka akan dapat mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Sedangkan dilihat dari hasil uji parsial yang menunjukkan bahwa antara tingkat
pendidikan
dengan
penyerapan
tenaga
kerja
dapat
dikatakan
berpengaruh signifikan khususnya pada Industri meubel di kota Makassar. 44
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Rizal, Ahmad (2011) yang meneliti mengenai penyerapan tenaga kerja pada usaha kerajinan meubel di Kota Solo. Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa modal usaha dan tingkat
pendidikan
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
tingkat
penyerapan tenaga kerja pada usaha meubel di Kota Solo.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti khususnya mengenai pengaruh tingkat pendidikan dengan penyerapan tenaga kerja di kota Makassar ditemukan bahwa antara tingkat pendidikan dengan penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan berpengaruh positif dan signifikan karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka penyerapan tenaga kerja akan meningkat. Dengan demikian maka hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Rizal.
Besarnya koefisien regresi variabel modal sebesar 0,311 artinya apabila modal kerja bertambah 1% maka penyerapan tenaga kerja naik sebesar 0,311% dengan asumsi variabel-variabel lain konstan. Variabel modal berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, hasil penelitian ini memperkuat penelitian oleh Henky Irsan (2009) namun penelitian sekarang bertentangan peneliti terdahulu oleh Johny Tangkhlisan (2010) bahwa modal berpengaruh negative terhadap penyerapan tenaga kerja, karena objek penelitiannya seluruh industri kecil di Kota Malang.
Untuk uji t pada variabel modal. Hasil signifikansi pengujian sebesar 0,028 menunjukan bahwa nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 menggambarkan
45
pengaruh yang signifikan antara Modal (
) terhadap penyerapan tenaga kerja
(Y).
Variabel modal merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada usaha kecil menengah, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data bahwa t-hitung untuk modal mempunyai nilai tertinggi yaitu 2,312 serta mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan. Sehingga modal mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan penyerapan tenaga kerja pada usaha kecil dan menengah dibandingkan dengan factor-faktor yang lain. Apabila modal kerja dalam suatu usaha besar maka responsi pengusaha untuk menambah jumlah tenaga kerjanya juga meningkat, karena modal kerja yang besar tentu akan menghasilkan jumlah produksi yang besar pula sehingga keuntungan usaha juga akan meningkat.
Rahmat, Andi (2010) yang meneliti mengenai faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada kerajinan meubel di Kota Jepara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Sedangkan penelitian lainnya yaitu Dian, Y (2009) yang meneliti mengenai penyerapan tenaga kerja pada usaha ukir dan meubel di Kota Semarang, dimana peneliti menemukan bahwa antara modal dengan penyerapan tenaga kerja
dapat dikatakan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja.
Dengan demikian maka dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis menemukan bahwa antara modal dengan penyerapan tenaga kerja berpengaruh
46
positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian dari hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andi Rahmat dan Dian Y.
Besarnya koefisien regresi variabel pengeluaran untuk tenaga kerja (non upah) sebesar -0,328 artinya apabila pengeluaran non upah bertambah 1% maka penyerapan tenaga kerja naik sebesar -0,328% dengan asumsi variabel-variabel lain konstan. Variabel pengeluaran tenaga kerja berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja.
Sementara untuk uji t, hasil signifikansi pengujian sebesar 0,020 menunjukan bahwa nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 menggambarkan pengaruh yang signifikan antara pengeluaran tenaga kerja (
) terhadap penyerapan
tenaga kerja (Y).
Pengeluaran tenaga kerja non upah sangat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Karena dengan adanya tambahan diluar upah yang diberikan pemilik usaha kepada karyawannya maka akan meningkatkan produktivitas kerja sehingga nilai produksi bertambah berpengaruh kepada keuntungan usaha dan pemilik usaha dapat memperluas usahanya atau menambah tenaga kerja.
Kemudian dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizal, Ahmad (2011)
yang
meneliti
mengenai
analisis
penyerapan
tenaga
kerja
pada usaha kerajinan meubel di Kota Solo. Hasil penelitian menemukan bahwa
47
upah dan pengeluaran non upah berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja.
Sedangkan
dari
hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
peneliti
ternyata menemukan bahwa antara pengeluaran tenaga kerja non upah berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Dimana dengan tingkat
pengeluaran
tenaga
kerja
non
upah
yang
meningkat
akan
mempengaruhi kenaikan biaya produksi, selanjutnya dengan meningkatkan biaya produksi maka akan mengakibatkan penyerapan tenaga kerja menurun. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Rizal.
48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara bersama-sama faktor upah, tingkat pendidikan, modal dan pegeluaran untuk tenaga kerja (non upah) berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri meubel di Kota Makassar.
2. Faktor upah dan pengeluaran untuk tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri meubel di Kota Makassar sedangkan Faktor tingkat pendidikan, modal berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja.
5.2
Saran – saran Dari analisis yang diperoleh peneliti ingin menyampaikan beberapa saran
sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan permintaan tenaga kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan unit usaha yang ada atau juga dapat mengembangkan usaha yang telah ada,
hal ini sangat membantu dalam penyerapan
tenaga kerja. 2. Dalam
menentukan
upah
seharusnya
pihak
perusahaan
lebih
memperhatikan akan keadaan yang sedang terjadi terutama akan
49
kebutuhan
hidup
yang
semakin
meningkat.
Dan
apabila
pihak
perusahaan menambah jumlah pekerja tidak sewenang-wenang dalam pemberian upah, diharapkan setiap perusahaan meskipun berskala kecil dan menengah memiliki serikat pekerja yang mampu berperan aktif dalam melindungi hak-hak pekerja.
50
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Rizal, 2011, Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Usaha Meubel di Kota Solo, Universitas Negeri Semarang, Semarang Chaniago, Arifinal, 1996, Ekonomi Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan pertama, penerbit : Angkasa, Bandung Dian Yanu Wardani, 2009, Analisis Pengaruh Faktor Ekonomi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Usaha Kerajinan Ukir dan Meubel di Kota Semarang, Universitas Diponegoro, Semarang Departemen Perindustrian, 2000, Pengembangan Industri di Kota Makassar, Penerbit Biro Pusat Statistik, Makassar Djoyohadikusumo, Sumitro, 2002, Pengantar Analisis Ekonomi edisi ketiga, cetakan kedua, Penerbit : Erlangga, Jakarta
Pertanian,
Hasibuan, S.P. Malayu, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi revisi, cetakan ketiga, Bumi Aksara, Jakarta Marlia Andini, 2011, Peranan Sektor Informal di Kecamatan Medan, Universitas Sumatera Utara Novi Herman, 2011, Pengaruh Modal dan Tingkat Upah terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kerajinan Genteng di Desa Karang Genteng, Kecamatan Boyolali, Universitas Sumatera Utara. Prawirosentono, Sujadi, 2002, Pengantar Bisnis Modern : Studi Kasus Indonesia dan Analisis Kuantitatif, cetakan pertama, Penerbit : PT. Bumi Aksara, Jakarta. Rahmat, Andi, 2009, Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Meubel di Kota Jepara, Universitas Indonesia, Jakarta. Simanjuntak, Payaman J. 2005 : Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia . Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Suroso, 2004, Ekonomi Produksi, cetakan pertama, Lubuk Agung, Bandung Sastrohadiwiryo Siswanto, 2002, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, cetakan pertama, Penerbit : Bumi Aksara, Jakarta Tambunan, 2002, Tenaga Kerja, edisi kedua, cetakan kedua, Penerbit : BPFE, Yogyakarta. Undang-Undang RI. No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
51
Wahyudi, Ahmad, 2004, Ekonomi Pembangunan, cetakan pertama, Penerbit : Ghalia Indonesia, Jakarta. Wursanto, IG. 2003, Manajemen Kepegawaian, cetakan kesebelas, Penerbit : Kanisus, Yogyakarta. Zamrowi, Taufik. 2007. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil. Tesis: Universitas Diponegoro.
52