BAB I PENDAHULUAN
Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan NATO (North Atlantic Treaty Organisation) adalah sebuah organisasi internasional untuk keamanan bersama yang didirikan pada tahun 1949, sebagai bentuk dukungan terhadap Persetujuan Atlantik Utara yang ditanda tangani di Washington, DC pada 4 April 1949. Nama resminya yang lain adalah dalam bahasa Perancis: l'Organisation du Traité de l'Atlantique Nord (OTAN). Inggris dan Perancis yang merupakan negara-negara tulang punggung NATO membuat strategi baru dalam menentukan masa depan NATO dan Eropa Barat. Kedua negara ini menjadi poros kekuatan di Eropa. Inggris melakukan suatu persetujuan dengan Amerika Serikat yang dikenal sebagai perjanjian Anglo– American dimana Inggris bersedia membantu Amerika dengan memberikan sebagian senjata nuklirnya. Hal ini membuat Presiden Perancis Charles de Gaulle jengkel. De Gaulle menyatakan perancis harus bisa mengembangkan kekuatan nuklirnya sendiri tanpa membaginya dengan kekuatan raksasa manapun juga. De Gaulle sangat sadar bahwa kekuatan militernya sendiri terlampau kecil untuk memungkinkan negara itu memegang peranan utama di dunia. Masalah ini akhirnya membuat Perancis keluar dari NATO. Keluarnya Perancis dari NATO terjadi pada tanggal 7 Maret 1966, Presiden Perancis waktu itu, Charles de Gaulle, mengirim surat pendek kepada Presiden Amerika Lyndon Johnson. isinya: Perancis keluar dari struktur
2
kepemimpinan NATO. De Gaulle terutama takut terhadap dominasi Amerika. Ia ingin tetap bisa bertindak otonom, misalnya mengambil keputusan sendiri untuk menempatkan senjata nuklir Perancis. Lebih dari itu, NATO diperkirakan akan mekar dari organisasi militer menjadi organisasi politik. Ini tidak disukai De Gaulle. Perancis harus menjadi adi kuasa sendiri dan tidak tunduk atau menjadi bagian aliansi politik tertentu. "Perancis ingin tetap berdaulat", demikian Presiden Charles de Gaulle pada tahun 1966. Terpilihnya Nicolas Sarkozy menjadi Presiden pada tahun 2007 merubah politik luar negeri para presiden pendahulunya dengan menyatakan akan bergabung kembali dengan NATO.1 Berdasarkan alasan tersebut maka judul dalam penulisan ini adalah “Kepentingan Perancis Kembali Bergabung dalam Struktur Kepemimpinan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO)”
A. Tujuan Penelitian 1.
Untuk membahas kepentingan Perancis kembali bergabung dalam struktur kepemimpinan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO)
2. Untuk mengetahui bagaimana peran aktor rasional dalam membuat kebijakan luar negeri khususnya perjanjian keamanan. 3.
Untuk mendapatkan gelar kesarjanaan pada program studi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas
Ilmu
Sosial
Dan
Politik
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
1
Frank Reinout, Perancis Ingin NATO Yang Lain, terdapat dalam http//:www.renesi.in. tanggal 12-03-2009
3
B. Latar Belakang Masalah Perancis merupakan Negara asal peradaban Eropa dari bangsa Romawi Kuno. Perancis pada zaman monarki absolutnya telah menjadi negara yang mempunyai pengaruh besar di Eropa terutama pada masa Louis XIV tahun 16431715. Selama 50 tahun berikutnya Perancis mengalami berbagai perubahan struktur politik. Perancis memegang peran pokok dalam membangun Eropa. Perancis ingin memuliakan peranan negara-negara Eropa di dunia. Tahun 1950 lahirnya deklarasi Schuman. Eropa berhasil mencapai keberhasilan di bidang institusional yang dimulai dengan penandatanganan perjanjian tiga badan eropa yakni Badan Pengawasan Bersama untuk batubara (CECA), Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), dan Badan Tenaga Atom Eropa (EWATON). Dalam Masyarakat Ekonomi Eropa Perancis ikut memberikan bantuan kepada negara-negara Afrika, Karibia dan Pasifik (ACP). Bagi Perancis, Eropa haruslah memperkokoh kesatuannya menghadapi dunia luar, haruslah berusaha untuk mempunyai satu suara bulat menghadapi masalah-masalah ekonomi, moneter dan finansial. Serta menanamkan peranan internasional secara aktif dan mandiri. Perancis ingin membantu memulihkan penimbangan kekuasaan antara timur dan barat eropa, baik dalam bidang persenjatan konvensional maupun bidang nuklir. Di bidang persenjataan konvensional, Perancis merupakan pencetus konferensi pelucutan senjata di uni eropa pada tanggal 17 januari 1984 di Stockholm. Di bidang nuklir dalam menghadapi tekanan senjata yang hanya akan mengakibatkan malapetaka yang
4
lebih
besar.
Presiden
Perancis
Francois
Mitterrand
mengharapkan
di
realisasikannya perimbangan kekuataan sampai tingkat serendah mungkin. Dunia Eropa sejak Perang Dunia II telah berubah dari suatu dunia yang terdiri dari negara-negara nasional, yang politik luar ngerinya berabad-abad lamanya didasarkan atas pertimbangan – pertimbangan kekuatan menjadi suatu dunia yang didominasi oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet. Setelah bobroknya Inggris dalam Perang Dunia II dan berlanjut hingga Perang Pasifik, lalu Inggris bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk membantu negeri paman sam itu menghadapi tekanan Uni Soviet. Pasal utama persetujuan tersebut adalah Pasal V, yang berisi: Para anggota setuju bahwa sebuah serangan bersenjata terhadap salah satu atau lebih dari mereka di Eropa maupun di Amerika Utara akan dianggap sebagai serangan terhadap semua anggota. Selanjutnya mereka setuju bahwa, jika serangan bersenjata seperti itu terjadi, setiap anggota, dalam menggunakan hak untuk mepertahankan diri secara pribadi maupun bersama-sama seperti yang tertuang dalam Pasal ke-51 dari Piagam PBB, akan membantu anggota yang diserang jika penggunaan kekuatan semacam itu, baik sendiri maupun bersama-sama, dirasakan perlu, termasuk penggunaan pasukan bersenjata, untuk mengembalikan dan menjaga keamanan wilayah Atlantik Utara 2 Pasal ini diberlakukan agar jika sebuah anggota Pakta Warsawa melancarkan serangan terhadap para sekutu Eropa dari PBB, hal tersebut akan dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggota (termasuk Amerika Serikat sendiri), yang mempunyai kekuatan militer terbesar dalam persekutuan tersebut dan dengan itu dapat memberikan aksi pembalasan yang paling besar. Tetapi kekhawatiran terhadap kemungkinan serangan dari Eropa Barat ternyata tidak
2
http://id.wikipedia.org/wiki/NATO#column-one Friday, December 01, 2006, 6:17:29 PM
5
menjadi kenyataan. Pasal tersebut baru mulai digunakan untuk pertama kalinya dalam sejarah pada 12 September 2001, sebagai tindak balas terhadap serangan teroris 11 September 2001 terhadap AS yang terjadi sehari sebelumnya. Dominasi Amerika di dalam NATO tersebutlah yang membuat Perancis di bawah de Gaulle menyatakan keluar dari struktur kepemimpinan NATO pada 1966. Sejak saat itu Perancis tidak terlibat dalam pengambilan keputusan aliansi militer beranggotakan 26 negara itu. NATO, sebagai organisasi internasional, memiliki pengaruh yang besar bukan hanya bagi negara-negara anggotanya, namun juga dalam dunia internasional. Beberapa Negara yang bergabung secara resmi dengan keanggotaan NATO adalah : Albania, Belgium, Bulgaria, Canada, Croatia, Czech Republic, Denmark, Estonia, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Italy, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Netherlands, Norway, Poland, Portugal, Romania, Slovakia, Slovenia, Spain, Turkey, United Kingdom, United States. Sedangkan Negara-negara yang merupakan partner bagi NATO adalah Armenia, Austria, Azerbaijan, Belarus, Bosnia and Herzegovina, Finland, Republic Of Macedonia, Georgia, Ireland, Kazakhstan, Kyrghyz Republic, Malta, Moldova, Montenegro, Russia. Serbia, Sweden, Switzerland, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraine, Uzbekistan. Sukses atau tidaknya NATO tergantung pada aturan resmi kelembagaan yang berlaku pada NATO dalam menghadapi instrument yang ada dalam NATO, seperti masalah keanggotaan, system pengambilan keputusan dan mekanisme
6
keuangan organisasi.
Struktur utama Organisasi NATO terdiri dari Civilian
Structure / Civilian Branch dan Military Structure/ Military Branch. 1. Civilian Branch Civilian branch terdiri dari North Atlantic Council /Dewan Atlantik Utara yang memiliki otoritas tertinggi dalam NATO yang terdiri dari kepala pemerintahan dari negara-negara anggota NATO atau perwakilannya yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal. 2. Military Branch Military Branch terdiri dari Allied Command Atlantic, Allied Command Channel, Allied Command Europe. Allied Command Europe merupakan jantung NATO dalam tradisi yang selalu dikomandani oleh jenderal dari Amerika Serikat. Para letnal kolonel tersebut memberikan laporan kepada komite Militer NATO yang kemudian dibawa kepada Dewan Atlantik utara. Komite Militer terdiri dari kepala staf militer atau perwakilan lainnya dari negara-negara anggota NATO. Dengan demikian, maka Military structure juga terdiri dari : The Military Committee, International Military Staff, Allied Command Operations (ACO), dan Allied Command Transformation (ACT), juga staf lainnya seperti Canada-US Regional Planning Group – CUSRP. NATO memiliki badan-badan lain yang mengurusi logistik, 1. Produksi Logistik 2. Standarisasi yang mengurus masalah rencana keamanan darurat 3. Manajemen perjalanan dan keamanan udara, melalui NATO Air Traffic Management, Air Defence.
7
4. Komunikasi
dan
Informasi
melalui
NATO
Communication
and
Information Systems. 5. Peperangan Elektronik, melalui : NATO Electronic Warfare Advisory Committee (NEWAC) 6. Meteorology melalui : Military Committee Meteorological Group (MCMG) 7. Militer Kesamuderaan, melalui: The Military Oceanography (MILOC) Group. 8. Penelitian dan tekhnologi, melalui : Research and Technology Organisation (RTO). 9. Pendidikan dan pelatihan. Pada tanggal 17 Maret 2009 Prancis kembali bergabung dalam struktur kepemimpinan NATO atau Dewan Atlantik Utara yang memiliki otoritas tertinggi dalam NATO yang terdiri dari kepala pemerintahan dari negara-negara anggota NATO. Perancis dibawah presiden terbaru Nicolas Sarkozy, dipenuhi dengan gebrakan dan terobosan. Sarkozy menantang konvensi lama dalam perpolitikan di negerinya, mengabaikan suara rakyat dari parlemen, memoroskan kekuasaan pada dirinya pribadi, bekerjasama dengan para pebisnis papan atas, serta bersahabat erat dengan Washington. Salah satu ekspresi utama kekuasaan baru presiden Sarkozy adalah di bidang politik luar negeri dengan menjadikan kepentingan Eropa sebagai salah satu menu utama diplomasinya. Sarkozy membuka keran perkelahian dengan siapapun yang ditemuinya. Sarkozy juga membalik kebijakan
8
pendahulunya, Jacques Chirac, terhadap Irak. Terhadap Iran, Sarkozy merubah pula kebijakan Chirac. Apabila Chirac menyetujui “program pengayaan terbatas” nuklir Iran, Kaisar Sarko malah menyatakan bahwa program nuklir Iran tidak bisa diterima sama sekali oleh Perancis. Presiden Perancis Nicolas Sarkozy mengumumkan negaranya akan kembali aktif di jajaran komando militer NATO 40 tahun setelah keluar dari pakta pertahanan tersebut. Sarkozy mengumumkan kebijakan tersebut dalam pidato di depan para ahli pertahanan di Paris.3
C. Pokok Permasalahan : Apa kepentingan Perancis kembali aktif bergabung dalam struktur kepemimpinan NATO?
D. Kerangka Berfikir Kerangka berfikir merupakan bagian yang terdiri dari uraian yang menjelaskan
variable-variable
dan
hubungan-hubungan
antar
variable
berdasarkan konsep definisi tertentu. Teori adalah suatu bentuk pernyataan yang menjawab pertanyaan mengapa fenomena itu terjadi.4 Konsep adalah abtraksi yang mewakili obyek atau fenomena. 5
3
“Setelah 40 Tahun, Perancis Kembali ke Pangkuan NATO”, diakses pada tanggal 15 desember 2009, tersedia pada http://surabayaweb.com. 4 Mohtar Masoed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta, LP3ES, 1990, hal 219. 5 Sofyan Efendi, Unsur-unsur Pengertian Ilmiah, Jakarta, LP3ES, hal 14.
9
Berangkat dari uraian di atas, kerangka dasar teoritik yang akan dipergunakan dalam permasalahan ini adalah konsep aliansi dan teori pengambilan keputusan model rasional. 1. Teori Pengambilan Keputusan Luar Negeri ( Model Aktor Rasional ) Definisi kebijakan luar negeri adalah sebuah aktifitas yang dikembangkan oleh komunitas untuk mengubah tingkah laku negara lain dan menyelaraskan aktifitas mereka pada lingkungan internasional. Serupa dan juga berkesinambungan, kebijakan luar negeri merupakan keputusan dan perilaku yang diambil oleh negara-negara dalam interaksinya dengan negara lain. Selain itu, ringkas dan lebih ditegaskan lagi bahwa kebijakan luar negeri merupakan suatu kebijakan, yang dirumuskan di dalam negeri dan diimplementasikan keluar, sebagai sebuah upaya negara dalam mendapatkan kepentingan nasionalnya, menurut pandangan mikro diplomasi, kebijakan luar negeri ini merupakan suatu bentuk prilaku dari aktor atau negara.6 Definisi-definisi tersebut menunjukkan suatu kesamaan yang bisa diambil benang merahnya yaitu bahwa kebijakan luar negeri merupakan sebuah bentuk kebijakan yang dibuat suatu negara dan melibatkan adanya negara atau aktor lain yang dalam hal ini adalah sebagai sebuah sistem internasional serta merupakan implementasi dan cermin dari kepentingan nasional sebuah negara. Kebijakan luar negeri bisa dipandang melalui dua sisi yaitu; dipandang dari dalam sebagai sebuah perluasan dari kebutuhan dalam negeri (inside-out perspective) dan dari luar yaitu sebagai reaksi terhadap adanya dinamika internasional (outside-in perspective).
6
William D. Coplin, Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis, CV Sinar Baru, Bandung, 1992, hal. 29.
10
Kebijakan luar negeri merupakan salah satu “produk” dari suatu decision making process. Sehingga tentu dalam hal ini keduanya memiliki hubungan yang saling terkait dimana segala yang terjadi dalam decision making process nantinya akan mempengaruhi kebijakan luar negeri yang diputuskan. Dalam decision making process terkait kebijakan luar negeri, terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi kebijakan luar negeri yaitu faktor pengaruh internal dan eksternal. Dari sisi internal maksudnya adalah pengaruh-pengaruh yang berada pada level internal negara, misalnya adalah kapabilitas militer, pembangunan ekonomi, sistem pemerintahan, dsb. Sedangkan dari sisi eksternal maksudnya bahwa kebijakan luar negeri merupakan aktivitas yang lintas batas negara dan dipengaruhi oleh faktor diluar negara, misalnya adalah geopolitik, karakter negara lain, dsb. Menurut William D. Coplin dalam teori pembuat keputusan (Decision Making Proses)7 yang mengatakan bahwa apabila kita menganalisa kebijakan luar negeri suatu Negara, maka kita harus mempertanyakan peran dari pemimpin Negara dalam membuat kebijakan luar negeri. Dan salah besar jika menganggap bahwa para pemimpin Negara (pembuat keputusan) bertindak tanpa pertimbangan (konsiderasi). Tetapi sebaliknya tindakan politik luar negeri tersebut dianggap sebagai akibat dari tiga konsiderasi yang mempengaruhi pembuat keputusan. Yang pertama adalah kondisi politik di Negara tersebut termasuk faktor budaya yang mendasari tingkah laku manusianya. Kedua, situasi ekonomi dan militer di Negara tersebut termasuk faktor geografis yang menjadi pertimbangan untuk pertahanan dan keamanan. Ketiga, konteks internasional atau situasi di Negara yang menjadi tujuan 7
Ibid, hal. 30.
11
politik luar negeri serta pengaruh dari negara-negara lain yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Untuk lebih memperjelas mengenai proses pengambilan keputusan, berikut ini dapat digambarkan dalam skema proses pengambilan keputusan menurut William D. Coplin. Gambar 1.1. Tentang Proses Pengambilan Keputusan Luar Negeri (menurut William D. Coplin) Domestic Politic
Decision Maker
Foreign Policy Action
International Context
Economic-Military Condition Sumber : William D.Coplin, Pengantar Politik Internasional, Suatu Telaah Teoritis, CV. Sinar Baru, Bandung, 1992, hal. 30
Dari ilustrasi bagan diatas menjelaskan bahwa teori ini menjalankan ketiga variabel sehingga menghasilkan tindakan politik luar negeri suatu negara yang dapat dikategorikan dalam dua faktor yaitu faktor internal berupa politik dalam negeri dan kapabilitas ekonomi dan militer. Sedangkan faktor eksternal yaitu berupa konteks internasional.
12
Berdasarkan skema diatas, dapat dijelaskan keputusan Perancis untuk kembali bergabung dalam struktur kepemimpinan NATO di bawah Presiden Sarkozy karena sebagai aktor rasional dipengaruhi oleh tiga hal yakni politik dalam negeri, keadaan ekonomi dan militer, serta konteks internasional sangat berpengaruh terhadap pembuat keputusan dalam menentukan kepentingan nasionalnya. 1. Politik Dalam Negeri Perancis Pernyataan Komisi pertahanan parlemen Perancis yang menyatakan, strategi yang diterapkan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Afghanistan gagal. Komisi pertahanan di parlemen Perancis membentuk komite khusus untuk mengkaji operasi militer pasukan Perancis yang ditempatkan di Afghanistan menyusul tewasnya 10 militer Perancis di Kabul. Masa kerja komite ini berlangsung selama satu tahun dan bertugas memberikan informasi kepada warga Perancis. Selain itu, mengamati kondisi militer Perancis di Afghanistan juga menjadi tugas komisi ini.8 Berdasarkan laporan dari Komisi Pertahanan di Parlemen Perancis maka Sarkozy menyatakan Perancis kembali bergabung dalam struktur komando NATO. Kembali sepenuhnya ke dalam NATO merupakan sebuah langkah yang bersejarah bagi Perancis. Berdasarkan jejak pendapat, mayoritas penduduk Perancis setuju, Perancis masuk dalam jajaran komando NATO. Jajak pendapat yang dilakukan majalah Paris Match memperlihatkan bahwa 58 persen rakyat Prancis mendukung 8
Parlemen Perancis Nilai Strategi NATO di Afghanistan Gagal http://www.indonesia.irib.ir, diakses pada tanggal 25 Januari 2010. jam 20.30 WIB.
dalam
13
sedangkan 37 persen lainnya menentang penggabungan kembali Prancis dalam NATO. Sementara, jajak pendapat LH2 menunjukkan 52 persen responden mendukung dan 27 persen menentang.9 Langkah Prancis kembali kedalam struktur komando NATO menjadi resmi setelah pemungutan suara dalam DPR tanggal 17 Maret 2009 dimana parlemen Prancis menyetujui keinginan Presiden Sarkozy untuk kembali dalam struktur Komando NATO.10 2. Ekonomi dan Militer Kemampuan ekonomi dan militer. Kepentingan ekonomi Perancis kembali dalam struktur komando NATO adalah untuk mengamankan investasi Perancis di luar negeri karena investasi Perancis di luar negeri pada umumnya berada di negara-negara UE, Amerika Serikat, dan negara industri maju lainnya. Investasi di wilayah tersebut sudah berlangsung cukup lama dan bertahan hingga saat ini karena faktorfaktor ekonominya yang menunjang. Wilayah Eropa Timur menjadi salah satu pilihan investasi karena persamaan budaya, upah kerja yang relatif rendah dan pertumbuhan ekonomi di Eropa Timur. Dengan kembali masuk menjadi anggota NATO maka Perancis dapat mengamankan investasi di wilayah Eropa Timur. Dari aspek militer, dengan kembali masuk ke dalam struktur komando NATO maka pertahanan militer Perancis akan semakin kuat dan
9
“Prancis Ingin Gabung Kembali Dengan NATO” “http://www.antara.co.id, diakses pada tanggal 8 Maret 2010. 10 Perancis akan Kembali Menjadi Anggota NATO dalam http://www.voanews.com. Diakses pada tanggal 27 Januari 2010. jam 10.15 WIB.
14
dapat berpartisipasi dalam menjaga keamanan di atlantik utara. Dengan masuk dalam struktur komando NATO maka Perancis bebas menentukan partisipasinya dalam misi NATO, terutama yang berkaitan dengan pengiriman pasukan karena selama ini Perancis walaupun tidak duduk dalam struktur komando tetapi militer Perancis tetap ikut dalam misi NATO, dengan masuk dalam struktur komando NATO maka Perancis dapat melindungi militer Perancis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarkozy menyebut salah satu alasan masuk kembali dalam struktur komando NATO yaitu : "Kita mengirimkan tentara dan mereka mempertaruhkan nyawanya, tapi kita tidak duduk dalam jajaran komando yang menentukan tujuan dan strategi. Sekarang sudah tiba waktunya untuk mengubah sikap. Karena Perancis harus ikut menentukan dan tidak hanya menerima keputusan."11 Selain itu Sarkozy juga menyatakan bahwa kembali bergabung dalam struktur komando NATO, tidak akan berpengaruh pada strategi pertahanannya dalam Uni Eropa (UE). Jika Perancis kembali ke NATO, aliansi militer tersebut akan memberikan lebih banyak ruang untuk negaranegara Eropa.12 Langkah tersebut didukung dengan mereformasi angkatan bersenjata Perancis, hal ini dilakukan karena ancaman teror yang semakin meningkat maka militer Perancis akan disulap menjadi lebih ramping, cerdas, melek teknologi dan sigap. Pemerintah Perancis merilis dokumen strategi militer yang baru yaitu dengan lebih fokus pada aktivitas intelijen. 11
Perancis Laksanakan Mosi Kepercayaan, dalam http://www.dw.world.de diakses pada tanggal 20 Januari 2010. jam 22.20 WIB. 12 Ibid
15
3. Konteks Internasional. Menurut Presiden Nicolas Sarkozy, kembali bergabung dalam struktur komando NATO
merupakan keputusan baik karena Sarkozy ingin
Perancis lebih banyak punya pengaruh internasional. Ini berarti harus memangku posisi di jajaran komando dalam pakta pertahanan militer NATO. 13 Berakhirnya perang dingin telah mendorong kebijakan luar negeri Perancis untuk meningkatkan kerjasama dengan berbagai kawasan dalam upaya mewujudkan suatu tatanan dunia yang multipolar. Langkah tersebut terutama dimaksudkan untuk mencegah
hegemoni
Amerika
dalam percaturan intemasional. Prioritas perhatian Perancis sebagai negara penggerak utama dalam pembangunan Uni Eropa (UE) adalah berupaya
untuk
kerjasama
menjadikan
yang
UE
sebagai
salah
satu
kawasan
kuat sehingga dapat menjadi salah satu dari
multipolaritas tersebut. Sebagai motor UE, Perancis selalu menempatkan urusan UE
sebagai
agenda
utama politik
luar negerinya.
Dalam
hubungan dengan Amerika Serikat (AS), Perancis memperlihatkan berbagai
sikap
dan
dukungan
kepada
AS
yang
mencerminkan
keinginan untuk memperbaiki hubungan paska perbedaan pandangan kedua negara mengenai serangan pasukan AS ke Irak.
13
Ibid
16
2. Konsep Military Preparedness Military preparedness merupakan langkah untuk menunjukkan balance of power yang didasarkan pada konsep deterrence. Efektifitas deterensi kekuatan militer sebagai sarana balance of power terutama sekali bergantung pada bagaimana para pemimpin negara mampu mengintegrasikan
dan
mengendalikan
unsur-unsur
militer
dalam
mewujudkan kepentingan nasionalnya. Kapabilitas deterensi kekuatan militer juga bergantung pada bagaimana suatu negara menaksir unsurunsur yang dimilikinya serta memperkirakan tindakan berdasarkan perkiraan tersebut.14 Berdasarkan konsep Military preparedness prancis masuk dalam struktur komando NATO adalah untuk menunjukkan kesimbangan kekuatan Prancis dalam NATO yang selama ini didominasi oleh Amerika Serikat. Prancis sebagai kekuatan militer terbesar keempat di NATO tidak sepantasnya tidak mempunyai peranan dalam mengambil keputusan NATO. Di bawah Presiden Sarkozy Prancis kembali masuk dalam jajaran struktur kepemimpinan NATO untuk melindungi kepentingan militer dan ekonomi untuk mewujudkan kepentingan nasional Prancis.
14
Jack C. Plano dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional, Bandung: CV Abardin, 1990, hal. 147
17
F. Hipotesa Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas kepentingan Perancis kembali aktif dan memimpin Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) adalah untuk kepentingan politik domestik, ekonomi dan militer Perancis serta mengurangi dominasi Amerika di NATO.
G. Jangkauan Penelitian Untuk memfokuskan dan memperjelas tujuan penelitian ini maka penulis memberikan batasan penelitian ini yaitu sejak masuknya Perancis kedalam NATO tahun 2009 dan tidak menutup kemungkinan di luar tahun tersebut.
H. Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatif yaitu penelitian menggunakan pendekatan dengan ranah jangkauan yang luas. Data dihimpun dan disajikan dalam bentuk verbal dan menekankan pada konsep kontekstual. Dalam
penyusunan
atau
penulisan
skripsi
ini,
penulis
lebih
menitikberatkan pada studi kepustakaan (library research). Dengan studi kepustakaan ini penulis berharap nantinya bisa menemukan data-data dan fakta-fakta yang relevan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Data kepustakaan yang penulis gunakan berasal dari berbagai literatur, buku, surat kabar, jurnal, situs internet dan sumber-sumber lainnya yang
18
sekiranya bisa dipergunakan untuk mengupas masalah ini. Data yang diperoleh selanjutnya di analisis secara Deskriptif. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik
yang
digunakan
oleh
penulis
adalah
dengan
studi
keperpustakaan yang bersumber dari berbagai literature yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan baik itu berupa buku, junal ilmiah, surat kabar maupun majalah. Selain itu pencarian data juga dilakukan dengan melakukan searching diberbagai website di internet.15
I. Sistematika Penulisan BAB I.
Bab ini berisi Pendahuluan yaitu: Alasan pemilihan judul, Tujuan Penelitian, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Kerangka Berfikir, Hipotesa, Jangkauan Penelitian, Pengumpulan
Data,
Sistematika
Penulisan,
Kerangka
Penulisan. BAB II.
Bab ini berisi tentang negara Perancis, Sistem Pemerintahan Perancis, Politik Luar Negeri Perancis, kembalinya Perancis dalam stuktur kepemimpinan NATO.
BAB III. Bab ini akan membahas mengenai politik dalam negeri, sistem perekonomian Perancis, dan Sistem Pertahanan Perancis terkait NATO BAB IV. Bab ini akan membahas upaya Perancis mengurangi dominasi Amerika dalam NATO BAB V. 15
Kesimpulan.
Suharsono, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Bentang Budaya, 1996, hal 47.