BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata menjadi fokus sentral pembangunan ekonomi di Indonesia di bawah pemerintahan presiden Joko Widodo. Pemerintah Indonesia telah menentukan pedoman pencapaian pembangunan Indonesia yang dituangkan dalam “Nawacita”. Nawacita adalah 9 program kerja dalam kabinet pemerintahan yang mencakup visi dan misi Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam memimpin Indonesia. Khusus untuk pedoman dibidang pariwisata terdapat dalam nawacita butir enam yang berbunyi “Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional salah satunya meningkatkan daya saing sektor pariwisata yang belum tergarap dengan baik tetapi memiliki peluang besar untuk meningkatkan akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional”. Sebagai mana dikutip dari KPU, hal ini konsisten dengan visi dan misi kampanye presiden Jokowi dan Jusuf Kalla1. Dengan meningkatkan daya saing pariwisata diharapkan penerimaan devisa dari pariwisata dapat meningkatkan dan menciptakan percepatan pertumbuhan ekonomi. Pengembangan sektor pariwisata direspon positif oleh menteri pariwisata Arief Yahya, pada pidatonya dalam world tourism day Arief Yahya mengatakan bahwa terdapat peluang terciptanya multiplier effect dari sektor pariwisata seperti, dengan pembangunan kepariwisataan maka akan menciptakan, pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan usaha, penyerapan tenaga kerja serta dapat menghapus kemiskinan utamanya masyarakat di sekitar destinasi pariwisata. Selain itu menurutnya kebijakan yang ditetapkan pemerintah sangat tepat karena selain pariwisata memiliki potensi yang belum dikelola secara optimal, peningkatan daya saing pariwisata untuk pertumbuhan perekonomian sesuai dengan “Sustainable Development Goals” (SDG’s) dari PBB, yang terdiri dari tiga dasar pembangunan yang harus seimbang yaitu ekonomi, masyarakat dan lingkungan. Dari ketiga dasar SDG’s tersebut, kepariwisataan adalah sektor yang dapat mencakup seluruhnya. Sektor pariwisata telah menjadi penyumbang yang signifikan dalam perhitungan pendapatan nasional Indonesia. Dalam kaitannya sebagai salah satu komponen pembentuk PDB 1
visi misi, dan program aksi Jokowi Jusuf Kalla 2014, www.kpu.go.id halaman 9
Indonesia, kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB dapat diukur dari dampak yang dihasilkan oleh sektor pariwisata, baik yang bersifat langsung maupun yang secara tidak langsung melalui sektor ekonomi kreatif. Berdasarkan data dari kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif memberikan kontribusi yang signifikan bagi PDB Indonesia dan kontribusi tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Grafik 1.1 berikut menunjukkan peningkatan kontribusi PDB pariwisata dari tahun 2010 - 2014. Grafik 1.1 Peningkatan PDB Pariwisata
Sumber: Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Berdasarkan grafik di atas dalam kurun waktu lima tahun terakhir besarnya PDB pariwisata terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 pariwisata menyumbang sebesar 261,06 trilliun rupiah (4,06 persen dari PDB nasional) dan meningkat menjadi 296,97 trilliun rupiah (4,00 persen dari PDB nasional) di tahun 2011, di tahun 2012 meningkat menjadi 326,24 trilliun rupiah (3,90 persen dari PDB nasional), pada tahun 2013 meningkat menjadi 365,02 trilliun rupiah (3,88 persen dari PDB nasional) dan pada tahun 2014 sumbangan PDB pariwisata mencapai 391,49 trilliun rupiah (4,01 persen dari PDB nasional).
Selain sebagai penyumbang yang signifikan terhadap PDB Indonesia, ekspor komoditas pariwisata juga menjadi sumber andalan penerimaan devisa Indonesia yang dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat. Peningkatan peran devisa pariwsata ini tidak terlepas dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indoensia. Grafik 1.2 di bawah ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah wisatawan mancanegara juga diikuti oleh peningkatan penerimaaan devisa dari wisatawan. Berikut merupakan Grafik 1.2 yang menunjukkan tren positif peningkatan devisa pariwisata serta tren positif jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia di tahun 2000-2014.
10000000 9000000 8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0
12000 10000 8000 6000 4000
Devisa (jutaUSD)
Jumlah wisatawan
Grafik 1.2 Jumlah Wisatawan Asing dan Devisa yang Dihasilkan
2000 0 200020012002200320042005200620072008200920102011201220132014 Tahun Jumlah Wisatawan
Devisa (juta USD)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), data diolah. Jumlah wisatawan mancanegara yang sebesar 5 juta orang pada tahun 2000, telah meningkat menjadi 9,4 juta orang di tahun 2014, atau meningkat sebesar 88 persen. Di lain pihak, penerimaan devisa yang sebesar 5.748 juta USD pada tahun 2000 telah meningkat menjadi 11.166 juta USD di tahun 2014, atau meningkat sebesar 94 persen. Peningkatan devisa tersebut melebihi peningkatan jumlah wisatawan, yang berarti telah terjadi peningkatan rerata pengeluaran wisatawan per kunjungan. Selama empat tahun terakhir 2011-2014, komoditas ekspor pariwisata telah mampu masuk ke dalam jajaran lima komoditas ekspor terpenting Indonesia. Dalam Tabel 1.1 di bawah ini dapat
dilihat bahwa peran komoditas pariwisata telah mampu meningkat dari posisi ke lima di tahun 2011-2012, menjadi posisi ke empat di tahun 2013-2014. Tabel 1.1 Ranking Ekspor Barang Penghasil Devisa Terbesar, Tahun 2011-2014 Rank
2011
2012
Jenis Komoditas
Nilai (juta USD)
Jenis Komoditas
Nilai (juta USD)
1
Minyak & gas bumi
41.477,10
Minyak & gas bumi
36.977,00
2
Batu bara
27.221,80
Batu bara
26.166,30
3
Minyak kelapa sawit
17.261,30
Minyak kelapa sawit
18.845,00
4
Karet olahan
14.258,20
Karet olahan
10.394,50
5
Pariwisata
8.554,39
Pariwisata
9.120,85
Rank
2013
2014
Jenis Komoditas
Nilai (juta USD)
Jenis Komoditas
Nilai (juta USD)
1
Minyak & gas bumi
32.633,20
Minyak & gas bumi
30.318,80
2
Batu bara
24.501,40
Batu bara
20.819,30
3
Minyak kelapa sawit
15.839,10
Minyak kelapa sawit
17.464,90
4
Pariwisata
10.054,15
Pariwisata
11.166,13
5
Karet olahan
9.316,60
Pakaian jadi
7.450,90
Sumber: Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Pendapatan devisa ekspor pariwista Indonesia dalam empat tahun terakhir 2011-2014 jumlahnya terus mengalami penigkatan. Pada tahun 2011 sebesar 8.544,39 juta USD, meningkat menjadi 9.120,85 juta USD pada tahun 2012, serta di tahun 2013 meningkat menjadi 10.054,15 juta USD, dan pada tahun 2014 menjadi sebesar 11.166,13 juta USD. Pendapatan devisa yang cukup besar dari sektor pariwisata, membuat pemerintah melihat sektor pariwisata sebagai sebuah peluang yang mampu memperbaiki kondisi keseimbangan neraca perdagangan Indonesia. Berdasarkan Data negara asal wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia dari BPS (Badan Pusat Statistik), ternyata jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia yang terbesar adalah wisatawan dari sesama negara ASEAN. Dalam tabel 1.2 di bawah ini terlihat bahwa rerata jumlah kunjungan wisatawan dari sesama negara ASEAN meliputi 39,86 persen dari total kunjungan wisatawan mancanegara. Posisi kedua dan selanjutnya di tempati oleh jumlah
wisatawan berturut-turut dari ASIA non ASEAN, EROPA, OCEANIA, AMERIKA, dan TIMUR TENGAH. Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Indonesia Berdasarkan Kawasan Tahun 2011-2014 2011 NATIONALITY
2012
2013
2014
VISITOR
SHARE (%)
VISITOR
SHARE (%)
VISITOR
SHARE (%)
VISITOR
SHARE (%)
TOTAL ASEAN
3.131.818
40,94
3.246.002
40,35
3.490.162
39,65
3.635.610
38,53
TOTAL ASIA (Excl. ASEAN)
2.112.679
26,26
1.926.157
25,18
2.396.554
27,23
2.609.473
27,66
TOTAL MIDDLE EAST
144.386
1,79
163.497
2,14
187.439
2,13
216.313
2,29
TOTAL EUROPE
1.174.079
14,59
1.110.871
14,52
1.285.097
14,60
1.337.552
14,18
TOTAL AMERICA
312.525
3,88
293.306
3,83
343.573
3,90
361.220
3,83
TOTAL OCEANIA
1.017.485
12,65
992.431
12,97
1.056.697
12,01
1.229.967
13,04
TOTAL AFRICA
37.306
0,46
31.651
0,41
42.607
0,48
45.276
0,48
GRAND TOTAL
8.044.462
100
7.649.731
100
8.802.129
100
9.435.411
100
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), data diolah. Pada tahun 2011 kunjungan wisatawan ASEAN ke Indonesia mencapai sebesar 3.131.818 atau 40,94 persen dari total wisatawan mancanegara ke Indonesia. Pada tahun 2012 jumlahnya meningkat menjadi sebesar 3.246.002 kunjungan atau 40,35 persen, di tahun 2013 meningkat menjadi sebesar 3.490.162 atau 39,65 persen, dan di tahun 2014 meningkat menjadi 3.635.610 kunjungan atau 38,53 persen. Grafik 1.3 menunjukkan jumlah wisatawan mancanegara dari kawasan ASEAN yang datang ke Indonesia berdasarkan kebangsaannya dalam lima tahun terakhir dari tahun 2010-2014. Adapun tiga negara ASEAN dengan jumlah kunjungan wisatawan terbesar ke Indonesia berturut-turut adalah Singapura, Malaysia, dan Filipina. Pada tahun 2014 kunjungan wisatawan Singapura ke Indonesia sebesar 1.559.044 wisatawan, jumlah kunjungan wisatawan Malaysia sebesar 1.418.256 wisatawan, dan jumlah kunjungan wisatawan Filipina sebesar 248.182 wisatawan. Sedangkan jumlah wisatawan dari negara ASEAN lainnya seperti Bruinei, Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja masih relatif kecil.
Grafik 1.3 Jumlah Wisatawan Yang Datang ke Indonesia Menurut Kebangsaan, 2010-2014 1800000 1600000 1400000 1200000
1000000 800000 600000 400000 200000 0
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), data diolah. Dari data di atas dapat dilihat bahwa kunjungan wisatawan dari negara ASEAN yang terbesar adalah dari Singapura, Malaysia, dan Filipina. Namun demikian, ternyata Indonesia tidak hanya mengekspor komoditas pariwisata ke ketiga negara tersebut, Indonesia juga mengimpor komoditas pariwisata dari ketiga negara tersebut. Tabel 1.3 di bawah menunjukkan jumlah impor komoditas wisata Indonesia ke Singapura, Malaysia, dan Fillipina tahun 2010-2014.
Tabel 1.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan Indonesia ke Singapura, Malaysia dan Fillipina 1995-2014
Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Singapura 1.050.064,00 1.063.269,00 1.171.542,00 929.718,00 1.210.024,00 1.313.316,00 1.364.380,00 1.393.020,00 1.341.747,00 1.765.326,00 1.813.569,00 1.922.217,00 1.962.055,00 1.765.404,00 1.745.057,00 2.305.149,00 2.592.222,00 2.837.537,00 3.088.859,00 3.025.178,00
Jumlah Wisatawan Indonesia ke Malaysia 233.996,00 230.340,00 227.339,00 157.391,00 307.373,00 545.051,00 777.449,00 769.128,00 621.651,00 789.925,00 962.957,00 1.217.024,00 1.804.535,00 2.428.605,00 2.405.360,00 2.506.509,00 2.134.381,00 2.382.606,00 2.548.021,00 2.827.533,00
Fillipina 12.723,00 19.280,00 20.924,00 15.106,00 16.466,00 16.272,00 16.307,00 15.352,00 17.051,00 19.801,00 20.055,00 22.646,00 25.535,00 27.830,00 29.188,00 31.997,00 34.542,00 36.627,00 45.582,00 46.757,00
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), data diolah. Tabel 1.3 di atas menunjukkan jumlah impor komoditas pariwisata Indonesia ke negara Singapura, Malaysia, dan Filipina. Data jumlah impor komoditas pariwisata Indonesia ke Singapura di tahun 1995 sebesar 1.050.064 orang, pada tahun 2014 jumlahnya meningkat menjadi sebesar 3.025.178 orang, jumlah tersebut merupakkan yang terbesar dibandingkan dengan jumlah impor pariwisata Indonesia ke Malaysia dan Fillipina. Besarnya impor pariwisata Indonesia ke Malaysia di tahun 1995 sebesar 233.996 orang, di tahun 2014 jumlahnya sebesar 2.827.533 orang, dan besarnya impor pariwisata Indonesia ke Filipina di tahun 1995 sebesar 12.723,00 dan di tahun 2014 sebesar 46.757,00. Keseriusan pemerintah Indonesia menjadikan pariwisata sebagai andalan pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya di bawah pemerintahan presiden Joko Widodo, ternyata harus
berhadapan dengan permasalahan ekonomi yang berpotensi menghambat upaya peningkatan peran pariwisata sebagai andalan pembangunan ekonomi Indonesia, yaitu kemerosotan kurs Rupiah. Nilai tukar Rupiah dalam lima tahun terakhir 2010-2015 mengalami kemerosotan yang cukup parah, yaitu terdepresiasi Dollar US sebesar sekitar 50 persen dalam kurun waktu Lima tahun tersebut. Berdasarkan LPI (Laporan Perekonomian Indonesia) tahun 2014 yang bersumber dari Bank Indonesia, pada tahun 2014 secara rata-rata Rupiah terdepresiasi 12 persen ke level Rp11.812 per dolar AS, dari sebelumnya berada pada level Rp10.445 per dollar AS pada tahun 2013, pada tahun 2015 secara rata-rata Rupiah terdepresiasi 14 persen ke level Rp13.299 per dollar AS, Grafik 1.4 di bawah menunjukkan data nilai tukar Rupiah rata-rata pertahun terhadap dollar AS. Grafik 1.4 Nilai Tukar Nominal Mata Uang Rupiah Terhadap Dollar Amerika 2010-2015 (RP/US$) 13299
14000 11878
12000 10000
10451 9084
8779
2010
2011
9380
8000 6000 4000 2000 0 2009
2012
2013
2014
2015
2016
TAHUN
Sumber: CEIC Macrodashboard, Bank Indonesia, diolah (2015) Mengingat peran kurs mata uang sangat penting dalam perdagangan luar negeri suatu negara, kemerosotan nilai tukar Rupiah pastilah berpengaruh terhadap neraca perdagangan komoditas pariwisata Indonesia, utamanya dalam hubungan dengan tiga negara rekan dagang utama Indonesia, yaitu
Singapura, Malaysia, dan Filipina. Untuk mengetahui pengaruh
kemerosotan nilai tukar Rupiah pada neraca perdagangan pariwisata antara Indonesia dengan Singapura, Malaysia, dan Filipina maka penelitian skripsi ini dilakukan.
Banyak penelitian telah dilakukan tentang pengaruh kurs mata uang terhadap neraca perdagangan komoditas. Pada umumnya penelitian yang dilakukan menggunakan alat analisis pengaruh kurs mata uang sebagai variabel independen terhadap ekspor atau impor komoditas sebagai variabel dependen. Penelitian skripsi ini mencoba untuk menggunakan alat analisis yang lain yaitu “alat analisis Marshall – Lerner condition terhadap perdagangan bilateral pariwsata indonesia dengan tiga negara rekan dagang pariwisata utama yaitu singapura, Malaysia dan filipina”. Penerapan alat analysis Marshall-Lerner condition memerlukan tiga tahap penelitian yaitu satu penelitian terhadap fungsi permintaan ekspor dua fungsi permintaan impor Indonesia akan permintaan komoditas pariwisata Indonesia dari Singapura, Malaysia dan Filipina, tiga penjumlahan angka elastisitas harga dari fungsi permintaan ekspor dan fungsi permintaan impor untuk mengetahui dampak depresiasi rupiah terhadap neraca perdagangan bilateral komoditas pariwisata antara Indonesia dengan Singapura, Malaysia dan Filipina. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian skripsi ini mengambil judul “Penerapan Analisis Marshall-Lerner Condition Dalam Perdagangan Pariwisata Indonesia, 1995-2014; Pendekatan Model Cointegration”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang masalah, untuk merumuskan masalah dalam penelitian skripsi ini perlu adanya pengetahuan dalam penggunaan alat analisis Marshall-Lerner condition, yang terdiri dari tiga tahap penelitian oleh karenanya masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut. Dalam fungsi permintaan ekspor. 1. Bagaimana pengaruh harga pariwisata Indonesia terhadap jumlah kunjungan wisatawan Singapura, Malaysia dan Filipina ke Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh pendapatan nasional negara Singapura, Malaysia dan Filipina terhadap jumlah kunjungan wisatawannya ke Indonesia? Dalam fungsi permintaan impor. 1. Bagaimana pengaruh harga pariwisata negara Singapura, Malaysia dan Filipina terhadap jumlah kunjungan wisatawan Indonesia ke ketiga negara tersebut? 2. Bagaimana pengaruh pendapatan nasional Indonesia terhadap jumlah kunjungan wisatawan Indonesia ke negara Singapura, Malaysia dan filipina?
Analisis Marshall-Lerner condition 1. Apakah penerapan Marshall-Lerner condition menunjukkan peningkatan atau penurunan neraca perdagangan pariwsisata Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, yaitu sebagai berikut: Dalam fungsi permintaan ekspor. 1. Untuk mengetahui pengaruh harga pariwisata Indonesia terhadap jumlah kunjungan wisatawan Singapura, Malaysia dan Filipina ke Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan nasional negara Singapura, Malaysia dan Filipina terhadap jumlah kunjungan wisatawannya ke Indonesia. Dalam fungsi permintaan impor. 1. Untuk mengetahui pengaruh harga pariwisata negara Singapura, Malaysia dan Filipina terhadap jumlah kunjungan wisatawan Indonesia ke ketiga negara tersebut. 2. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan nasional Indonesia terhadap jumlah kunjungan wisatawan Indonesia ke negara Singapura, Malaysia dan Filipina. Analisis Marshall-Lerner condition 1. Untuk Mengetahui apakah hasil perhitungan Marshall-Lerner condition menunjukkan peningkatan atau penurunan neraca perdagangan pariwisata Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai syarat kelulusan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi kalangan akademisi, dapat menambah literature penelitian di bidang perdagangan bilateral komoditas pariwisata di kawasan ASEAN khususnya menggunakan penerapan teori Marshall-Lerner. 3. Pemerintah dapat menjadi dasar kebijakan peningkatan pariwisata, khusunya dikawasan ASEAN.
1.5 Metodologi Penelitian 1.5.1 Model Penelitian Karena dalam penelitian ini terdapat tiga tahapan dalam meneliti, maka digunakan tiga model penelitian yang terdiri dari model fungsi permintaan ekspor komoditas pariwisata Indonesia oleh Singapura, Malaysia dan Filipina, fungsi permintaan impor komoditas pariwisata Indonesia oleh Singapura, Malaysia dan Filipina, dan model analisis Marshall-Lerner Condition. Model Ekonomi fungsi permintaan ekspor komoditas pariwisata Indonesia oleh wisatawan dari Singapura, Malaysia dan Filipina. Dalam penelitian ini ada tiga fungsi permintaan ekspor yang diteliti. Masing-masing merupakan fungsi permintaan ekspor bilateral komoditas pariwisata Indonesia ke Singapura, Malaysia, dan Filipina. Model fungsi permintaan ekspor untuk tiap hubungan ekspor bilateral komoditas pariwisata Indonesia tersebut adalah sebagai berikut. Y = f (X1, X2, ε) Dimana: -
Y adalah jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dari tiap negara rekan dagnag. Data diambil dari Badan Pusat Statistic (BPS) dan database CEIC.
-
X1 adalah harga pariwisata Indonesia. Data berupa rasio IHK Indonesia berbanding dengan IHK tiap negara rekan dagang bilateral pariwisata Indonesia. Data diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan database CEIC.
-
X2 adalah pendapatan nasional negara rekan dagang bilateral pariwisata Indonesia. Data berupa rasio gross domestic products rill perkapita (GDP rill perkapita) tiap negara rekan dagang bilateral pariwisata Indonesia berbanding dengan rerata GDP rill perkapita ASEAN tanpa negara asal wisatawan. Data diambil dari World Bank dan database CEIC.
-
εt adalah variable error
Model ekonomi untuk fungsi permintaan impor komoditas pariwisata Singapura, Malaysia dan Filipina oleh wisatawan Indonesia.
Dalam penelitian ini ada tiga fungsi permintaan impor yang diteliti. Masing-masing merupakan fungsi permintaan impor bilateral komoditas pariwisata Singapura, Malaysia, dan Filipina oleh wisatawan Indonesia. Model fungsi permintaan impor untuk tiap hubungan bilateral komoditas pariwisata Indonesia tersebut adalah sebagai berikut. Y = f (X1, X2, ε) Dimana: -
Y adalah jumlah kunjungan wisatawan Indonesia ke tiap negara rekan dagang. Data diambil dari Badan Pusat Statistic (BPS) dan database CEIC.
-
X1 adalah harga pariwisata negara rekan dagang bilateral pariwisata Indonesia. Data berupa rasio IHK tiap negara rekan dagang bilateral pariwisata Indonesia berbanding dengan IHK negara Indonesia. Data diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan database CEIC.
-
X2 adalah pendapatan nasional Indonesia, data berupa rasio gross domestic products rill perkapita (GDP rill perkapita) negara Indonesia berbanding dengan rerata GDP rill perkapita ASEAN tanpa Indonesia. Data diambil dari World Bank dan database CEIC.
-
εt adalah variable error.
Dalam penelitian fungsi permintaan ekspor dan fungsi permintaan impor tersebut di atas karena merupakan penelitian data time series perlu diwaspadai bahwa penelitian data time series berpotensi diperlukannya variable dummy. Oleh karenanya dalam pelaksanaan analisis data penelitian ini akan menggunakkan variable dummy dimana diperlukan. Ketepatan penggunaan variable dummy diukur dari signifikansi pengaruh variable dummy tersebut terhadap variable dependent. Model Analisis Marshall-Lerner Condition Analisis model Marshall-Lerner Condition akan diterapakan dalam tiap hubungan perdagang bilateral komoditas pariwisata antara Indonesia dengan tiga rekan dagangnya yaitu Singapura, Malaysia dan Filipina, dengan cara menjumlahkan angka absolut elastisitas harga baik yang
diperoleh dari fungsi permintaan ekspor maupun yang diperoleh dari fungsi permintaan impor, model analisis Marshall-Lerner Condition dapat dituliskan sebagai berikut.
[|η | + |η*| > 1] Dimana:
|η |adalah
angka absolut elastisitas harga pada fungsi permintaan ekspor komoditas
pariwisata Indonesia ke negara tujuan ekspor.
|η*|adalah
angka absolut elastisitas harga dari fungsi permintaan impor komoditas
pariwisata oleh Indonesia dari negara rekan dagang. Jika hasil penjumlahan lebih besar dari satu, maka depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US akan memperbaiki neraca perdagangan komoditas pariwisata Indonesia sebaliknya, jika hasil penjumlahan kurang dari satu maka depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US akan memperburuk neraca perdagangan komoditas pariwisata Indonesia. 1.5.2 Hipotesis Penelitian Sebagai pedoman pelaksanaan penelitian disusun hipotesis sebagai berikut. 1. Fungsi permintaan ekspor pariwisata Indonesia.
Diduga bahwa variabel harga pariwisata Indonesia berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap jumlah kunjungan wisatawan dari negara rekan dagang ke Indonesia.
Diduga bahwa variabel pendapatan nasional negara rekan dagang berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawannya ke Indonesia. Jika pengaruhnya positif berarti komoditas pariwisata Indonesia merupakan komoditas superior; jika pengaruhnya negatif berarti komoditas pariwisata Indonesia merupakan komoditas inferior bagi wisatawan dari negara rekan dagang.
2. Fungsi permintaan impor pariwisata Indonesia.
Diduga bahwa variabel harga pariwisata negara rekan dagang berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap jumlah kunjungan wisatawan Indonesia ke negara tersebut.
Diduga bahwa variabel pendapatan nasional Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawannya ke negara rekan dagang, jika pengaruhnya positif berarti komoditas pariwisata di negara rekan dagang merupakan komoditas superior, jika pengaruhnya negatif berarti komoditas pariwisata di negara rekan dagang merupakan komoditas inferior bagi wisatawan Indonesia.
3. Penelitian ini tidak memiliki dugaan terhadap hasil penghitungan Marshall-Lerner condition, hasil perhitungan Marshall-Lerner Condition akan menjadi temuan penelitian. 1.5.3 Alat Analisis Data Alat analisis yang digunakan untuk penelitian terhadap fungsi permintaan ekspor komoditas pariwisata Indonesia ke tiap negara rekan dagang, dan untuk penelitian terhadap fungsi permintaan impor komoditas pariwisata oleh Indonesia dari tiap negara rekan dagang terdiri dari: 1. Uji Mackinon, White, Davidson (MWD), untuk mengetahui model terbaik yang digunakan dalam penelitian ini apakah menggunakan model linier atau non-linier. 2. Regresi model kointegrasi untuk mengetahui pengaruh variable harga pariwisata dan pendaptan nasional negara asal wisatawan terhadap jumlah kunjungan wisatawan, baik dalam fungsi permintaan ekspor komoditas pariwisata Indonesia ke negara rekan dagang maupun dalam fungsi permintaan impor komoditas pariwisata negara rekan dagang oleh wisatawan Indonesia. 3. Penghitungan Marshall-Lerner condition untuk mengetahui akibat dari depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US pada neraca perdagangan bilateral komoditas pariwisata Indonesia.
1.5.4 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Alat analisis yang digunakan adalah uji MWD, regresi model Kointegrasi dan penghitungan Marshall-Lerner condition. 2. Negara rekan dagang yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah Singapura, Malaysia, dan Filipina. 3. Tahun penelitian meliputi 1995 sampai dengan 2014
1.6 Keaslian penelitian Penelitian dengan menerapkan model Marshall-Lerner condition untuk mengetahui akibat dari depresiasi nilai tukar mata uang suatu negara terhadap kondisi neraca perdagangan negara tersebut telah banyak dilakukan, dan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Bagi beberapa negara, hasil penghitungan Marshall-Lerner condition menunjukkan bahwa depresisasi nilai tukar suatu negara berdampak memperbaiki kondisi neraca perdagangannya. Sedangkan pada negara lain hasil penghitungan Marshall-Lerner condition menunjukkan bahwa depresisasi nilai tukar suatu negara tidak berdampak memperbaiki kondisi neraca perdagangan negara tersebut. Tabel 1.4 merupakan ringkasan dari penelitian-penelitian yang menggunakan alat analisis Marshall-Lerner Condition.
Tabel 1.4 Penelitian Sebelumnya Nama dan Tahun Penelitian
Judul Penelitian
Data dan Metodelogi
Temuan Penelitian
Ritesh Pandey (2013)
Trade Elasticities and the Marshal Lerner Condition for India
Periode: 1993-2011, Metode: Multivariate cointegration approach & (VECM)
Marshall-Lerner condition untuk negara India menunjukkan jumlah elastisitas permintaan ekspor dan impor lebih besar dari satu, depresiasi nilai tukar menyebabkan perbaikan neraca perdagangan
Mohsen BahmaniOskooee dan Amr Samir Sadek Hosny (2014)
Price and income elasticities: evidence from commodity trade between the U.S. and Egypt
Data : 1994 Q1 2007 Q4, Metode : (ECM) Error Correction Model
Marshall-Lerner condition menunjukkan jumlah elastisitas permintaan ekspor dan impor lebih besar dari satu untuk Egypt, 28 komoditas indutri dari 36 komoditas industri yang diteliti untuk perdagangan bilateral antara Egypt dan US.
Hakan TÜRKAY (2014)
The validity of Marshall-Lerner condition in Turkey: A cointegration approach
Periode: 1980-2012, Metode: Johansen Cointegration Test dan (ECM) Error Correction Model
Marshall-Lerner condition dalam jangka pendek menunjukkan jumlah elastisitas permintaan ekspor dan impor kurang dari satu , tetapi menunjukkan jumlah elastisitas permintaan ekspor dan impor lebih besar dari satu dalam jangka panjang, yaitu depresiasi nilai tukar dapat memperbaiki neraca perdagangan Turkey dalam jangka panjang.
Mohsen BahmaniOskooee dan Jungho Baek (2015)
The MarshallLerner condition at commodity level: Evidence from Korean-U.S. trade
Periode: 1991 Q12012 Q4, metode: (ECM) Error Correction Model
Marshall-Lerner condition menunjukkan jumlah elastisitas permintaan ekspor dan impor lebih besar dari satu hanya untuk 4 dari 10 komoditas perdagangan bilaterlal US dan Korea.
Onafowora Olugbenga (2003)
Exchange rate and trade balance in east asia: is there a J−curve?
Periode: 1980 Q12001 Q4, metode: (VECM)
Marshall-Lerner condition menunjukkan jumlah elastisitas permintaan ekspor dan impor lebih besar dari satu dalam jangka panjang, atau membaiknya keseimbangan neraca perdagangan terjadi 3 sampai 4 periode setelah terjadi real depresiasi.
Periode : 1980 Q12005 Q4, metode : (ECM) Error Correction Model
Dalam jangka panjang devaluasi nilai tukar mata uang Pakistan menyebabkan membaikknya neraca perdagangan pakistan dengan 5 negara yaitu Jerman, Hong Kong, Italia, Belanda dan Spanyol, dalam jangka pendek devaluasi nilai tukar mata uang Pakistan tidak memperbaiki neraca perdagangan dengan seluruh negara mitra dagang.
Zehra Aftab dan Sajawal Khan (2008)
Bilateral J-Curves between Pakistan and Her Trading Partners
1.7 Sistematika Penulisan Bab I: Pendahuluan Pendahuluan menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodelogi penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. Bab II: Landasan Teori dan Metodelogi Penelitian Berisi tentang tinjauan pustaka berisi hasil penelitian terdahulu, tinjauan teori yaitu menjelaskan teori-teori yang relevan, tinjauan teori menjelaskan jenis data yang digunakan dan model yang digunakan dalam penelitian serta alat analisis yang digunakan dan tinjauaan teori pendukung hipotesis Bab III: Gambaran Umum Sektor Pariwisata Indonesia Menjelaskan tentang Pengaruh Wisatawan ASEAN Terhadap Perekonomian Indonesia dan Pengaruh Fluktuasi Kurs Dalam Pariwisata Indonesia. Bab IV: Analisis Data dan Pembahasan Menjelaskan hasil dari analisis data yang merupakan temuan dari penelitian. Yang kemudian temuan penelitian tersebut digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Bab V: Kesimpulan dan Implikasi Merupakan kesimpulan dari seluruh temuan dalam penelitian serta saran yang peneliti usulkan bagi Indonesia.