1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan Keuangan Perusahaan disusun oleh manajemen perusahaan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar penggunanya. Dengan kata lain laporan keuangan tidak disusun secara khusus oleh perusahaan hanya untuk satu atau dua pengguna saja tetapi untuk keseluruhan pengguna laporan keuangan itu sendiri. Pihak – pihak yang berkepentingan atas laporan keuangan perusahaan diantaranya investor, kreditor, manajemen perusahaan, supplier, pelanggan, karyawan, akademi/peneliti, pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Para pengguna laporan keuangan tersebut mempunyai kepentingan yang berbeda atas laporan keuangan perusahaan. Sehingga informasi yang diperlukan juga berbeda satu sama lain. Sebagai salah satu pengguna laporan keuangan pemerintah memerlukan informasi dari laporan keuangan perusahaan salah satunya adalah untuk kepentingan perpajakan. Sebab dengan system pemungutan pajak yang kita anut sekarang yaitu system self assesment, wajib pajak (perusahaan) diberi kewenangan penuh untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajak terutang. Adapun dasar perhitungan besarnya pajak yang terutang adalah dari laba bersih sebelum pajak yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan. Dengan kata lain besar kecilnya laba perusahaan dalam laporan keuangan menetukan seberapa besar pajak yang harus dibayar.
2
Apabila dilihat dari sudut pandang wajib pajak (perusahaan), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara dan dapat dipaksakan tanpa mendapatkan balas jasa secara langsung. Oleh sebab itu perusahaan berusaha menekan seminimal mungkin pajak yang terutang agar bisa memaksimalkan laba bersih yang didapat. Dalam upaya menekan jumlah pajak yang terutang itu perusahaan berusaha membuat perencanan pajak (tax planning). Atau dalam istilah lain juga disebut sebagai manajemen pajak. Banyak cara dilakukan wajib pajak mulai dari menunda pendapatan sampai membiayakan sermua jenis pengeluaran (biaya) yang sebenarnya tidak sesuai dengan ketentuan mengenai pengakuan biaya dalam undang-undng perpajakan. Namun demikian pada intinya ada dua jenis perencanaan pajak atau manajemen pajak yaitu tax avoidance dan tax evasion. Tax avoidance adalah manipulasi penghasilan secara legal yang masih sesuai dengan undangundang perpajakan untuk memperkecil pajak yang terutang (Barr NA, 1997). Misalnya: memilih metode amortisasi dan penyusutan, memilih bentuk badan hukum dan sebagainya. Sedangkan tax evasion adalah manipulasi secara illegal atas penghasilannya untuk memperkecil jumlah pajak terutang (Barr NA, 1997). Misalnya: menyembunyikan data omzet, mengkreditkan faktur pajak fiktif dan sebagainya. Sebaliknya, apabila dilihat dari sudut pandang pemerintah selaku pemungut, pajak adalah sumber utama pembiayaan pembangunan nasional. Oleh karena itu pemerintah berusaha agar penerimaan pajak meningkat terus dari tahun ke tahun. Sebab biaya pembangunan nasional mulai Bantuan
3
Operasional Sekolah (BOS) sampai pembiayaan pertahanan dan keamanan negara semakin besar. Implikasi dari program peningkatan penerimaan pajak tersebut adalah adanya aturan-aturan yang semakin ketat mulai dari undangundang, peraturan pemerintah, keputusan menteri keuangan sampai dengan surat edaran direktur jenderal pajak kementerian keuangan yang intinya berusahaan meningkatkan penerimaan pajak. Menurut undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana di ubah terakhir dengan UndangUndang No. 28 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat. Namun demikian, meskipun pemerintah berusaha memaksimalkan pendapatan dari sector pajak dan pajak sendiri bisa dipaksakan, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang, sebab selalu dibatasi dengan undang-undang. Sebagaimana diamanatkan oleh Undang - Undang Dasar 1945 pasal 23A “Pajak dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa di atur menurut undangundang”. Akibat dari perbedaan kedua sudut pandang tersebut (sudut pandang wajib pajak dan sudut pandang pemerintahan) membawa implikasi pada persepsi masing - masing pihak ketika menyusun dan membaca sebuah laporan keuangan khususnya ketika menilai laba bersih sebuah perusahaan.
4
Pihak wajib pajak berusaha agar laporan keuangan yang disajikan untuk pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sedapat mungkin laba bersihnya kecil. Sementara pihak pemerintah dalam hal ini fiskus (pemungut pajak) cenderung melihat laporan keuangan yang disajikan oleh wajib pajak sedapat mungkin merepresentasikan keadaan yang sebenarnya dan sesuai dengan undang-undang perpajakan. sehingga diperlukan penyesuaian-penyesuaian
agar
bisa
memenuhi
ketentuan
peraturan
perpajakan yang berlaku. Penyesuaian-penyesuaian tersebut lazim disebut dengan istilah koreksi fiskal. Misalnya: dalam hal biaya wajib pajak cenderung memandang semua jenis pengeluaran adalah biaya. Sementara fiskus cenderung memandang hanya biaya yang dikeluarkan semata-mata untuk memperoleh penghasilan saja yang dapat dicatat sebagai biaya dalam laporan keuangan fiskal. Diluar itu tidak bisa diakui sebagai biaya. Oleh karena itu dengan latar belakang pertimbangan tiga hal tersebut, yaitu: Pertama, bahwa laporan keuangan yang disusun oleh manajemen perusahaan ditujukan untuk kepentingan sebagian besar penggunanya (bukan untuk kepentingan khusus salah satu penggunanya). Kedua bahwa pajak disatu sisi adalah beban bagi perusahaan yang perlu diminimalkan sehingga berdampak pada penyusunan laporan keuangan sedangkan bagi pemerintah pajak memilih peranan yang sangat vital bagi pembiayaan pembangunan nasional
sehingga
harus digali.
Ketiga,
bahwa
pemungutan pajak
menggunakan sistem self assessment dimana wajib pajak berwenang untuk
5
menghitung sendiri pajak yang terutang, maka pada penelitian ini peneliti akan melakukan analisis tentang penerapan koreksi fiscal. Adapun judul penelitian ini adalah: Penerapan Koreksi Fiskal Laporan Keuangan Komersial dan Pengaruhnya Terhadap Beban Pajak Terutang (Studi Kasus PT. Adhiusaha Kencana Lesatari di Jl. Raya Arjuna No. 23 Surabaya). PT. Adhiusaha Kencana Lestari yang beralamat di Jl. Raya Arjuna No. 23 Surabaya diambil sebagai contoh kasus dengan pertimbangan sebagai berikut: Perusahaan belum menerapkan PSAK No. 46 mengenai akutansi Pajak Penghasilan sehingga sangat dimungkinkan adanya temuan-temuan atau informasi yang terkandung dalam laporan keuangan tersebut yang tidak sesuai dengan undang-undang perpajakan yang dapat dilakukan koreksi fiskal. Dengan adanya laporan auditor independent tersebut maka laporan keuangan perusahaan dianggap memadai untuk tujuan penelitian karena telah mengungkapkan secara meteriil posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut. Untuk mempermudah mendiskripsikan ruang lingkup penulis, pembahasan dan dimensi serta analisa yang tertera didalam, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
6
- Bagaimana penerapan koreksi fiskal atas laporan keuangan Komersial dan Pengaruhnya Terhadap Beban Pajak Terutang pada PT. Adhiusaha Kencana Lestari di Jl. Raya Arjuna No. 23 Surabaya.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai sehubungan dengan penelitian adalah: - Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan koreksi fiskal atas laporan keuangan Komersial PT. Adhiusaha Kencana Lestari di Jl. Raya Arjuna No. 23 Surabaya dalam hal perhitungan pajak penghasilan badan (PPh Pasal 25 Badan)
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat antara lain: 1. Manfaat Praktis a) Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan dasar pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan khususnya yang berkaitan dengan masalah laporan keuangan dan perhitungan pajak penghasilan pasal 25 badan. b) Bagi Penulis Melatih berfikir secara ilimiah untuk menerapkan teori yang telah diperoleh di bangku kuliah kedalam dunia usaha / industri yang sebenarnya serta, untuk memahami manfaat efektifitas penerapan
7
koreksi fiskal atas laporan keuangan untuk menghitung pajak penghasilan pasal 25 badan. c) Bagi Pembaca Digunakan sebagai Dokumentasi untuk studi Banding. 1) Manfaat Teoritis a) Bagi Perguruan Tinggi Hasil penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai bahan referensi karya ilmiah dan bagi penelitian di masa yang akan datang untuk melakukan penelitian lebih lanjut, terutama informasi tentang penerapan PSAK No. 46. Tepat digunakan sebagai bahan kajian penerapan PSAK No. 46 guna pengembangan teori yang berhubungan dengan perhitungan laba fiscal. b) Bagi Pihak Lain Penelitin ini diharapkan dapat menambah informasi dan wawasan serta dapat sebagai referensi bagi peneliti lain bila mengadakan penelitian di masa yang akan datang. c) Bagi Para Ilmuwan atau Peneliti Lain Sebagai bahan refensi karya ilmiah juga sebagai penelitian di masa yang akan datang untuk melakukan penelitian lebih lanjut, terutama informasi tentang penerapan PSAK No. 46.
8
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORI 2.1.1. Dasar – Dasar Perpajakan Pajak merupakan salah satu wujud kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali potensi dalam negeri dan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan social dan ekonomi masyarakat. Pajak secara bebas dapat dikatakan suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa Pembangunan Nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Udang dan Peraturan-Peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.
2.1.2. Pengertian Pajak Pengertian pajak secara awam merupakan iuran dalam bentuk uang (bukan barang) yang dipungut oleh pemerintah (negara) dengan suatu peraturan tertentu (tarif tertentu) dan selanjutnya digunakan untuk pembiayaan kepentingan - kepentingan umum.
9
Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 28/2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. (1990: 5), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
2.1.3. Fungsi Pajak Ada dua fungsi pajak, yaitu: 1) Fungsi Budgetair (Pendanaan) Pajak Sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran
-
pengeluarannya,
dimanfaatkan sebagai instrument pengumpul
yaitu
pajak
dana guna
membiayai pengeluaran - pengeluaran pemerintah. Ditujukan dengan masuknya pajak ke dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 2) Fungsi Regulair (Mengatur) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social ekonomi, yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrument pengatur melalui kebijakan - kebijakan yang dapat mempengaruhi kehidupan social dan ekomoni masyarakat, misalnya untuk mempercepat
10
laju perumbuhan ekonomi, redistribusi
pendapatan, dan
stabilisasi ekonomi. Beberapa Contoh Pemungutan Pajak Yang Berfungsi Mengatur : a. Pemberlakuan tarif progresif ( dalam hal ini pajak berperan sebagai alat dalam redistribusi pendapatan ) b. Pemberlakuan bea masuk yang tinggi bagi barang impor dengan tujuan untuk melindungi produksi dalam negeri. c. Pemberian fasilitas tax holiday atau pembebasan pajak untuk beberapa jenis industri tertentu dengan maksud mendorong atau memotivasi para investor untuk meningkatkan investasinya. d. Pengenaan jenis pajak tertentu (PPN – BM), dengan maksud untuk menghambat gaya hidup mewah. e. Pembebasan PPh atau sisa hasil usaha ( SHU ) koperasi yang diperoleh sehubungan dengan kegiatan usaha yang semata – mata dari dan untuk anggota.
2.1.4. Pajak Penghasilan Pengertian Pajak Penghasilan ( PPh ) Menurut Waluyo (2006): “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak”.
11
Menurut ketentuan pajak, pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya pajak tersebut dimasudkan untuk tidak dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan kepastian hokum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak sebjektif yang penting.
2.1.5. Dasar Hukum Pajak Penghasilan 1. Undang – undang No. 17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU No. 7 Tahun 1984 tentang pajak penghasilan. 2. Keputusan Dirjen Pajak No. Kep. 161/PJ/2001 tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha. Tata cara pendaftaran dan penghapusan NPWP, serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
2.1.6. Subjek Pajak Penghasilan Subjek pajak penghasilan adalah istilah dalam peraturan perundang – undangan perpajakan atau perorangan (Pribadi) atau organisasi
(kelompok)
berdasarkan peraturan
perundang
–
undangan. Perpajakan yang berlaku seseorang atau suatu badan merupakan subjek pajak, tapi bukan berarti orang atau badan itu punya kewajiban pajak. Kalau dalam peraturan perundang – undangan perpajakan tertentu seseorang atau suatu badan dianggap subjek pajak dan mempunyai atau memperoleh objek pajak, maka
12
orang atau badan itu jadi punya kewajiban pajak dan disebut Wajib Pajak.
2.1.7. Yang Menjadi Subyek Pajak Penghasilan Dalam undang – undang Nomor 17 tahun 2000 mengenai perubahan atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan, subjek pajak terdiri dari tiga jenis yaitu: Orang Pribadi, badan, dan warisan. Subjek pajak juga digolongkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek Pajak Dalam Negeri Yang dimaksud dengan subjek pajak adalm negeri adalah salah satu dibawah ini : 1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia 2. Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 3. Badan yang didirikan atau bertempat kedudikan di Indonesia. 4. Warisan
yang
belum
terbagi
sebagai
satu
kesatuan,
menggantikan yang berhak. Subjek Pajak Luar Negeri Yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah salah satu dibawah ini :
13
1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 2. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 3. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 4. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2.1.8. Subjek Pajak yang Dikecualikan Berikut ini adalah dasar hokum pengecualian subjek pajak dan lampiran Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK.03/2008: 1. Pejabat – pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang – orang yang
14
diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama – sama mereka dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di Indonesia, serta neraga ybs memebrikan perlakuan timbal balik. 2. Pejabat – pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh menteri keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan / pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
2.1.9. Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak adalah selisih yang didapat dari pengahasilan dikurangi dengan biaya yang diperkanankan sebagai pengurangan penghasilan kena pajak dan ditambah dengan pengahsilan lainnya yang merupakan objek pajak. Penghasilan kena pajak juga bisa dihitung dari laba secara komersil
dikurangi
ditambah
dengan
koreksi
fiskal.
Jika
Penghasilan Kena Pajak sudah diketahui, maka dapat langsung dihitung PPh Badan Terutang pada akhir tahun pajak dengan menerapkan tarif dalam Pasal 17 UU PPh Tahun 2000 yang dilakukan secara progresif tax. Secara umum, besarnya Penghasilan Kena Pajak dan PPh Badan Terutang dapat digambarkan sebagai berikut: Laba komersil Rp. XXX
15
Koreksi Fiskal, terdiri dari: Koreksi (+) Rp. XXX Koreksi (-) Rp. (XXX) Penghasilan Kena Pajak Rp. XXX Atau Pajak Penghasilan (PPh) Terhutang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
2.1.10. Tarif Pajak Pajak penghasilan atau PPh merupakan pajak yang dikenakan terhadap laba perusahaan yang sering disebut penghasilan kena pajak (PKP) atau laba kena pajak. Dalam menentukan laba kena pajak ini sering kali terjadi perbedaan antara akutansi keuangan dengan perpajakan. Wajib pajak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan yang sesuai dengan ketentuan pasal 36 UU KUP agar mendapatkan laba kena pajak secara tepat dan benar. Wajib pajak harus memahami dengan benar perbedaanperbedaan antara perlakuan akutansi (komersial) dengan fiskus (fiscal). Secara fiscal ada pendapatan yang merupakan objek pajak, dari segi biaya / pengeluaran ada yang bisa dibiayakan dan ada yang tidak dapat dibiayakan. Selain hal itu, ada perbedaan metode pencatatan/pembukuan anatar akutansi dengan fiscal, misalnya metode pnyusutan aktiva tetap, amortisasi, penilaian persediaan dan lain sebagainya.
16
Sesuai dengan Tarif PPh pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, tarif ini berlaku mulai tahun pajak 2009 (per 1 Januari 2009) antara Lain: Tarif Progresif PPh Orang Pribadi: No. Jumlah Penghasilan
Tarif
1. s.d Rp. 50.000.000,00
5%
2. Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d Rp. 250.000.000,00
15%
3. Di atas Rp. 250.000.000,00 s.d Rp. 500.000.000,00
25%
4. Di atas Rp. 500.000.000,00
30%
Tarif Tunggal PPh WP Badan dan Badan Usaha tetap adalah: a. Tarif tunggal 28% untuk tahun pajak 2009 b. Tarif tunggal 25% untuk tahun pajak 2010 dan seterusnya. Pengurangan Tarif 50% bagi Wajib Pajak Badan Bagi sebagian Wajib Pajak mungkin belum mengetahui bahwa Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) No. 36 Tahun 2008 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2009 memberikan fasilitas berupa pengurangan tarif PPh bagi Wajib Pajak badan sebesar 50%, yang diberikan untuk penghasilan sampai dengan sebesar Rp. 4.800.000.,00 Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 31 E UU PPh No. 36 Than 2008, yang berbunyi: 1. Wajib Pajak dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp.
50.000.000,00
mendapat
fasilitas
berupa
17
pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 2. Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
2.1.11. Penghasilan dan Biaya Manurut SAK 1. Penghasilan Menurut SAK Penghasilan adalah tambahan kemampuan sesorang untuk memenuhi kebutuhan hidup ekonomisnya dalam suatu periode tertentu, sepanjang tambahan kemampuan ini berupa uang atau dapat dinilai dengan uang. Menurut PSAK No. 23, Pendapatan ialah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktifitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontrabusi penanaman modal.
2. Biaya Menurut SAK Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Zaki Baridwan dalam buku Intermediete Accounting, biaya adalah aliran keluar atau pemakaian lain aktiva atau timbulnya hutang (atau kombinasi keduanya)
18
selama satu periode yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa, atau dari pelaksanaan kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama badan usaha. Menurut SAK dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Lopran
Keuangan, pengertian beban adalan
penurunan manfaat ekonomis selama satu periode akutansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.
2.1.12. Penghasilan dan Biaya Menurut UU Perpajakan 1. Penghasilan Menurut UU Perpajakan Menurut Judisseno (2001: 52) Jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan, badan dan bentuk usaha lainya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekomoni seperti mengkomsumsi dan atau menimbun serta menambah kekayaan. Para ahli menyarankan agar definisi penghasilan yang terpakai
hendaknya
komprehensif
tidak
memandang
sumbernya, artinya dari apa atau dari mana saja sumber tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa dapat dipakai memenuhi kebutuhan, legal atau illegal, halal atau haram, termasuk hadiah, pembebasan hutang, menang undian dan lain-lain.
19
Dalam UU PPh No. 7 Tahun 1983 yang diubah dengan UU PPh No. 17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekomonis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2.1.13. Objek Pajak Penghasilan 1. Penghasilan yang termasuk Objek Pajak a.
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
b.
Hadiah dari undian, pekerjaan, kegiatan, dan penghargaan laba uasaha
c.
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
d.
Peneriman
kembali
pembayaran
pajak
yang
telah
dibebankan sebagai biaya e.
Bunga termasuk premium, diskonto, imbalan karena jaminan pengembalian hutang
f.
Royalty, Deviden dengan nama dalam benruk apapun
g.
Sewa
dan
penghasilan
penggunaan harta
lain
sehubungan
dengan
20
h.
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
i.
Keuntungan karena pembebasan hutang
j.
Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
k.
Premi Asuransi
l.
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva dan Penyusutan
m. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya terdiri dari wajib Pajak yang menjalankan usahanya atau pekerjaan n.
Tambahan kegiatan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
2. Penghasilan yang Bukan Objek Pajak a.
Harta termasuk setoran tunai yang diterima badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
b.
Bantuan, sumbangan, termasuk zakat yang dietrima oleh badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
c.
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dan oleh badan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
d.
Warisan
21
e.
Dividen atau bagian laba yang dietrima akibat penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : Dividen bersala dari cadangan laba yang ditahan ; Pemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal disetor dari Perusahaan yang memeberi Dividen
f.
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan
dengan
asuransi
kecelakaan,
kesehatan, jiwa, dwiguna, dan beasiswa. g.
Iuran yang diterima dana pension yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan.
h.
Bagian laba yang diterima anggota perseroan komanditer yang
modalnya
tidak
terbagi
atas
saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi. i.
Penghasilan yang susdah dikenakan PPh Final.
j.
Bunga obligasi yang diterima perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha.
k.
Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali jumlahnya tidak lebih dari 350 juta rupiah yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, termasuk : KUKESRA (Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera) KUT (Kredit Usaha Tani)
22
KPRSS (Kredit Pemilikan Rumah sangat Sederhana) KUK (Kredit Usaha Kecil) Kredit lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan BI dalam rangka mengembangkan usaha kecil dan koperasi (yang merupakan jumlah kumulatif dari satu atau beberapa bank kreditur).
3. Penghasilan yang Dikenakan Pajak PPh Final Berdasarkan UU PPh Pasal 4 ayat (2) terdapat beberapa jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. PPh bersifat final artinya PPh yang dipotong atau dibayarkan sebdiri dari suatu penghasilan tertentu pada saat terjadinya dan tidak lagi diperhitungkan dalam SPT TAHUNAN BADAN walaupun tetap dilaporkan dalam SPT. a.
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b.
Penghasilan berupa hadiah undian.
c.
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
23
d.
Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan atau bangunan.
e.
Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
4. Biaya Menurut UU Perpajakan Menurut pajak, tidak semua biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat diakui sebagai pengurang, meskipun biaya tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha. Hal ini disebabkan karena menurut ketentuan pajak, biaya fiscal digolongkan menjadi 2 (dua) macam, yakni biaya - biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dan biaya - biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
a) Biaya yang Dapat Dikurangkan 1.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, biaya yang berkenaan dengan pekerjaan/jasa termasuk upah, dan lain-lain atau biaya-biaya yang lazimnya disebut dengan biaya sehari-hari yang dibebankan pada tahun pengeluaran yang diperlukan.
2.
Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk
24
memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. 3.
Iuran kepada dana pensiun yang pendirianya disahkan Menteri keuangan.
4.
Kerugian karena penjualan/pengalihan harta.
5.
Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
6.
Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7.
Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
8.
Piutang tak tertagih.
9.
Pemupukan dan cadangan
10. Sumbangan yang dapat dibiayakan.
b) Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan 1.
Pembayaran dividen, pembagian laba atau pembagian sisa hasil usaha (koperasi)
2.
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
3.
Premi asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
4.
Pemberian kenikmatan
5.
Hibah, bantuan dan sumbangan
6.
Pajak Penghasilan
7.
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak-pihak tertentu.
25
8.
Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi.
9.
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan yang modalnya tidak terbagi atas saham.
10. Sanksi Pajak.
2.1.14. Koreksi Fiskal Untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akutansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dhahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiscal. Koreksi fiscal meliputi pengakuan pendapatan dan biaya yang dapat berupa koreksi positif dan koreksi negatif.
1) Koreksi Fiskal Positif Koreksi Fiskal Positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat. Koreksi Fiskal Positif diantaranya: 1. Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan mmelihara pendapatan. 2. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP
26
3. Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan menurut Wajib Pajak lebih Tinggi. 4. Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. 5. Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final.
2) Koreksi Fiskal Negatif Koreksi Fiskal Negatif adalah koreksi/ penyusuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan menurun. Koreksi Fiskal Negatif diantaranya: 1. Biaya Yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut Wajib pajak lebih rendah, selisih amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya. 2. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. 3. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final.
2.1.15. Perbedaan Koreksi Fiskal Terdapat perbedaan dalam perlakuan penetapan pendapatan dan biaya menurut Undang-undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 dengan Standar Akutansi Keuangan sebagai akibat dari
27
adanya beda tetap dan beda sementara; perlakuan akutansi terhadap perbedaan tersebut perlu dilakukan rekonsiliasi antara keuangan komersil dengan laporan keuangan fiscal; dan pengaruh perbedaan tersebut terhadap laporan keuangan yaitu pada besarnya jumlah pajak terutang dan jumlah laba usaha
1. Beda Tetap (Permanent Difference) Bagi Perusahaan: semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah laba kena pajak, dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena pajak. Bagi Ditjend Pajak: tidak semua pemasukan adalah factor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan factor penambah laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran adalah factor pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan merupakan begian dari kegiatan perusahaan (sumbangan, entertain tanpa daftar normatif. Didalam Akutansi Perpajakan perbedaan ini disebut dengan BEDA TETAP (Permanent Difference). Tabel 2.2 Perincian Beda Tetap Menurut SAK dan Menurut Fiskal Nomor Jenis Perbedaan Menurut SAK Menurut Fiskal
28
1. Penghasilan Bunga Bank Penghasilan di luar usaha Sudah dipotong PPh yang bersifat final. 2. Penghasilan Deviden Penghasilan di luar usaha masuk dalam pengecualian objek pajak 3. Biaya
Sumbangan/Hadiah
Biaya
(tercantum
dalam
laba/rugi) Tidak mengurangi penghasilan. 4. Keuntungan dari penyertaan saham di BEI Penghasilan di luar usaha Tidak menambah penghasilan 5. Penghasilan dari sumbangan/hibah Penghasilan luar biasa Tidak menambah penghasilan. 6. Tunjukan pegawai dalam bentuk natura Penghasilan (bagi Pegawai) dan Biaya (bagi pemberi kerja) tidak mengurangi penghasilan. 7. Biaya Entertainment dapat dimasukkan sebagai biaya Sebagai deductible expense jika ada daftar nominatifnya, dan sebaliknya. 8. Biaya denda dan bunga pajak pengurang penghasilan non deductible expense. 9. Hibah / Warisan dapat diperhitungkan sebagai biaya / penghasilan luar biasa non deductible expense.
2. Beda Waktu (Time Difference) Perbedaan lainnya adalah perbedaan yang diakibatkan karena bedanya saat pengakuan (waktu pengakuan) baik itu
29
terhadap
pendapatan
maupun
beban
(pendapatan/beban
tangguhan), juga akibat perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak menggunakan metode penyusutan Garis Lurus (Straight Line Method) sementara perusahaan mungkin menggunakan metode penyusutan yang lain, yang oleh karenanya mengakibatkan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan. Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut member kontribusi atas perbedaan tersebut. Dengan kata lain perbedaan metode yang digunakan antara akutansi komersial dengan ketentuan fiscal. Dalam Akutansi Perpajakan ini disebut dengan BEDA WAKTU (Time Difference). Tebel 2.3 Perincian Beda Waktu Menurut SAK dan Menurut Fiskal No Jenis Perbedaan Menurut SAK Menurut Fiskal Kerugian Piutang Depresiasi dan Amortisasi Ada dua metode pengakuan: Metode Cadangan dan Metode Langsung 1. Depresiasi dihitung dengan mempertimbangkan nilai residu 2. Umur ekomonis tergantung dari masing-masing aktiva tetap 3. Metode depresiasi dikelompokkan ke dalam tiga criteria : berdasarkan waktu, penggunaan, criteria yang lainnya
30
Metode yang diakui metode langsung (yang diakui sebagai biaya hanya yang benar-benar tidak tertagih) 4. Tidak memperhitungkan nilai residu 5. Umur ditentukan berdasarkan kelompok aktiva tetap 6. Metode depresiasi yang digunakan ada dua : Garis Lurus dan Saldo Menurun
2.1.16. Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan Keuangan adalah produk dari manajemen dalam rangka mempertanggungjawabkan penggunaan sumber daya dan sumber dana yang dipercayakan kepadanya. Secara umu laporan ini menyediakan informasi tentang posisi keuangan pada saat tertentu, kinerja dan arus kas dalam suatu periode yang ditujukan bagi pengguna laporan di luar perusahaan untuk menilai dan mengambil keputusan yang bersangkutan dengan perusahaan. Sebagai sumber informasi, laporan keuangan harus disajikan secara wajar, transparan, mudah dipahami, dan dapat dibandingkan dengan tahun sebelumnya ataupun antar perusahaan sejenis. Laporan Keuangan menjadi penting karena memeberikan input
informasiyang
bisa
dipakai
untuk
pengambilan
keputusan. Banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan, mulai dari investor atau calon investor,
31
pihak pemberi dana atau calon pemberi dana, sampai pada manajemen perusahaan itu sendiri. Laporan Keuangan diharapkan memberikan informasi mengenai profitabilitas, risiko dan waktu dari aliran kas yang dihasilkan perusahaan. Informasi tersebut akan mempengaruhi harapan pihak-pihak yang berkepentingan, dan pada giliran selanjutnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. Menurut Gill dan Chatton (2005: 3) mengemukakan bahwa: Laporan keuangan merupakan sarana utama membuat laporan informasi keuangan kepada orang-orang dalam perusahaan (manajemen dan para karyawan) dan kepada masyarakat di luar perusahaan (bank, investor, pemasok, dan sebagainya). Selanjutnya Margaretha (2004: 12) mengatakan bahwa: “Laporan
keuangan
adalah
laporan
yang
memberikan
gambaran akutansi atas operasi serta posisi keuangan perusahaan.” Mamduh hanafi (2004: 27) mengemukakan bahwa “ada tiga jenis laporan keuangan yang sering digunakan yaitu neraca, laporan laba rugi, dan laporan aliran kas”. Berikut ini akan diuraikan jenis-jenis laporan keuangan sebagai berikut :
1. NERACA Neraca
keuangan
perusahaan
mencoba
meringkaskan kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan pada waktu tertentu. Dengan demikian neraca keuangan merupakan ”SNAPSHOT’ gambaran kekayaan perusahaan
32
pada saat tertentu. Karena focus pada titik tertentu, neraca keuangan biasanya dinyatakan neraca per tanggal tertentu. Menurut Ciaran Walsah (2003, hal. 11) bahwa: Neraca merupakan “potret” dari aktiva yang digunakan oleh perusahaan dan dana yang berkaitan dengan aktiva tersebut. Neraca merupakan dokumen statis yang menghubungkan satu titik waktu dengan titik waktu lainnya. Karena itu, akan mengulang ”potret” itu pada interval yang tetap bulan, kuartal, tahun, untuk melihat bagaimana aktiva dan dana berubah seiring berlalunya waktu. Neraca dibagi ke dalam dua bagian: sisi kiri yang menyajikan asset yang dimiliki oleh perusahaan, dan sisi kanan yang menyajikan sumber dana yang dipakai untuk memperoleh asset tersebut. Untuk setiap sisi, neraca disusun atau diurutkan berdasarkan likuiditas asset tersebut. Likuiditas yang dimasudkan di sini adalah kedekatannya dengan kas. Karena itu kas ditempatkan pada baris pertama, kemudian piutang yang membutuhkan satu langkah untuk menjadi kas, ditempatkan pada baris kedua. Persediaan ditempatkan pada baris berikutnya karena untuk menjadi kas, persediaan akan berubah menjadi piutang dulu. Demikian juga dengan sisi kanan (passiva) neraca. Kewajiban diurutkan dari utang dagang sampai ekuitas. Alternatife menempatkan
penyusunan
aktiva
pada
neraca bagian
adalah atas,
dengan
kemudian
kewajiban dan ekuitas pada bagian bawah. Neraca diatas
33
menyajikan struktur semacam itu. Kemudian untuk aktiva dan kewajiban/ekuitas, item-item di susun berdasarkan item yang paling likuid, diikuti dengan item yang kurang likuid. Neraca
keuangan didasarkan pada accounting
identity yang pada dasarnya menggambarkan neraca sebagai kesamaan antara asset dengan kewajibandan ekuitas, sebagai berikut: Aktiva = kewajiban + Ekuitas Dari persamaan tersebut terlihat bahwa jumlah asset (aktiva) akan sama dengan kewajiban dan ekuitas. Ekuitas biasanya
didefinisikan
sebagai
selisih
sisa
setelah
kewajiban dikurangkan dari aktiva. Neraca disajikan berdasarkan blok-blok, yang terdiri dari tiga blok tersebar; (1) asset (aktiva), (2) utang, dan (3) ekuitas. Asset bisa didefinisikan sebagai manfaat ekonomis yang akan diterima di masa mendatang, atau akan dikuasai oleh perusahaan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian tertentu. Utang didefinisikan sebagai pengorbanan ekonomis yang mungkin timbul di masa mendatang dari kewajiban organisasi
sekarang
untuk
mentransfer
asset
atau
34
memberikan jasa ke pihak lain dimasa mendatang, sebagai akibat transaksi atau kejadian di masa lalu. Ekuitas merupakan sisa, yaitu asset dikurangi utangutangnya. Ekuitas merupakan bentuk kepemilikan modal suatu usaha dan hasil usaha berupa laba ditahan.
2. Laporan Laba Rugi Laporan
laba
rugi
meringkaskan
aktivitas
perusahaan selama periode tertentu. Karena itu laporan keuangan perusahaan ditulis sebagai laporan laba rugi untuk tahun yang berakhir 31 Desember, yang berarti laporan laba rugi menyajikan ringkasan aktivitas selama satu tahun. Laporan laba rugi sering dianggap sebagai laporan yang paling penting dalam laporan tahunan. Kegiatan laporan meliputi kegiatan rutin (operasi bisnis), dan juga kegiatan yang tidak rutin, seperti penjualan asset tertentu, penghentian lini bisnis tertentu, perubahan metode akutansi, dan sebagainya. Definisi kegiatan rutin dan non rutin akan tergantung dari jenis usaha yang dilakukan oleh perusahaan. Laporan laba rugi diharapkan bisa memberikan informasi yang berkaitan dengan tingkat keuntungan, risiko, fleksibilitas keuangan, dan kemampuan operasional perusahaan. Tingkat keuntungan mencerminkan prestasi
35
perusahaan secara keseluruhan. Risiko berkaitan dengan ketidakpastian hasil yang akan diperoleh oleh perusahaan. Fleksibilitas berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk menyesuaikan terhadap kesempatan atau kebutuhan tidak seperti yang diharapakan. Kemampuan operasional mengacu pada kemampuan perusahaan menjaga aktivitas perusahaan berdasarkan tingkat kegiatan tertentu. Laba
merupakan
ukuran
keseluruhan
prestasi
perusahaan, yang didefinisikan sebagai berikut: Laba = penjualan – Biaya Harga pokok penjualan dipisahkan dari biaya administrasi dan umum agar keduanya bisa dianalisis secara terpisah. Pendapatan sebelum bunga dan pajak merupakan pendapatan operasional yang langsung terkait dengan operasi perusahaan. Manajer keuangan bisa menfokuskan pada item ini untuk memperoleh gambaran kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan dari operasinya. Bunga merupakan item yang diakibatkan oleh keputusan pendanaan.
2.1.17. PPh Badan ditinjau dari UU No. 36 Tahun 2008 Salah satu bentuk reformasi perpajakan di Indonesia adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat dari Undang-Undang Nomor 7
36
tahun 1983 tentang pajak Penghasilan melalui proses panjang dan melibatkan stake holder termasuk pengusaha yang mencerminkan keadilan dan kesetaraan kedudukan antara fiskus dan wajib pajak. Penurunan tarif, penekanan cost of compliance, law enforcement yang lebih tegas kepada wajib pajak tidak patuh, kesataraan fiskus dn Wajib pajak merupakan poin-poin dalam tax reform UU PPh. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ini disahkan pada tanggal 23 September 2008 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009. Pokok pikiran yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan antara lain sebagai berikut (Darmin Nasution, 2009): 1. Penurunan Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Penurunan tarif PPh dimasudkan untuk menyesuaikan dengan tariff PPh negara-negara tetangga yang relatif lebih rendah sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam negeri, mengurangi beban pajak, dan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP). a. Bagi Wajib Pajak orang pribadi, tarif PPh tertinggi diturunkan dari 35% menjadi 30% dan menyederhanakan lapisan tarif dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan, namun memperluas masing-masing lapisan penghasilan kena pajak
37
(income bracket), yaitu lapisan tertinggi dari sebesar Rp. 200.000.000,00 menjadi Rp. 500.000.000,00 b. Bagi Wajib Pajak Badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15%, dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010. Yang diatur pada pasal 17 UU Nomor 36 Tahun 2008 kemudian pada pasal 31E wajib pajak badan dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff sebesar 50% dalam pasal 17 yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp.
dimasudkan
4.800.000.000. untuk
Penerapan
menyesuaikan
tarif
tunggal
dengan
prinsip
kesederhanaan dan Internasional best practice. Selain itu, bagi Wajib Pajak badan yang telah go public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh masyarakat. Insentif tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa sehingga akan meningkatkan good corporate governance dan mendorong pasar modal sebagai alternative sumber pembiayaan bagi perusahaan. c. Bagi wajib pajak UMKM yang berbentuk badan diberikan insentif pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp.
38
4.8 milliar. Pemberian insentif tersebut dimasudkan untuk mendorong berkembangnya UMKM yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia.
Pemberian
insentif juga
diharapkan
dapat
mendorong kepatuhan Wajib Pajak yang bergerak di UMKM. d. Bagi Wajib Pajak orang pribadi Pengusaha tertentu, besarnya angsuran PPh Pasal 25 diturunkan dari 2% menjadi 0,75% dari peredaran bruto. Penurunan tarif tersebut dimasudkan untuk membantu likuiditas Wajib Pajak dengan pembayaran angsuran pajak yang lebih rendah serta memberikan kepastian dan kesederhanaan penghitungan PPh. e. Bagi Wajib Pajak jasa yang semua dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan netto menjadi 2% dari peredaran bruto. Perubahan tarif tersebut dimasudkan untuk memberikan keseragaman pemotongan bruto dan sebagian didasarkan pada penghasilan netto. Dengan metode ini, penerapan perpajakan diharapkan dapat lebih sederhana dan tarif relatif lebih rendah sehingga dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. f. Bagi Wajib Pajak penerima dividen yang semula dikenal tarif PPh progresif dengan tarif tertinggi sampai dengan 35%, menjadi tarif final 10%. Penurunan tarif tersebut dimasudkan untuk mendorong perusahaan untuk membagikan dividen
39
kepada pemegang saham, mendorong tumbuhnya investasi di Indonesia dikarenakan tarif lebih rendah dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. 2. Pembebasan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bari Wajib Pajak yang telah mempunyai NPWP fiskal sejak 2009 serta penghapusan pemungutan fiskal luar negeri pada tahun 2011. Pembayaran fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak di muka bagi orang pribadi yang akan bepergian ke luar negeri. Kebijakan penghapusan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP dimasudkan untuk mendorong Wajib Pajak memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak. Diharapkan pada 2011 semua masyarakat yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP sehingga kewajiban pembayaran fiskal luar negeri layak dihapuskan. 3. Peningkatan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi sebesar 20% dan Rp. 13.200.000,00 menjadi Rp. 15.840.000,00, sedangkan untuk tanggungan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10% dari Rp. 1.200.000,00 menjadi Rp. 1.320.000,00 dengan paling banyak 3 tanggungan setiap keluarga. Hal ini dimasudkan untuk menyesuaikan PTKP dengan perkembangan ekonomi dan
40
moneter serta menyesuaikan Menteri Keuangan menjadi Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. 4. Penerapan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi Wajib pajak yang tidak memiliki NPWP. a. Pengenaan tarif 20% lebih tinggi dari tarif normal untuk Wajib Pajak non NPWP yang menerima penghasilan dipotong PPh Pasal 21. b. Pengenaan tarif 100% lebih tinggi dari tarif normal untuk Wajib Pajak non NPWP yang menerima penghasilan dipotong PPh Pasal 23. c. Pengenaan tarif 100% lebih tinggi dari tarif normal untuk Wajib Pajak non NPWP yang menerima penghasilan dipotong PPh Pasal 22. 5. Perluasan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Dimasudkan bahwa pemerintah memberikan fasilitas kepada masyarakat yang secara nyata ikut berpartisipasi dalam kepentingan sosial, dengan diperkenankannya biaya tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto. a. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional dan infrastruktur. b. Sosial sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
41
c. Sumbangan
dalam
rangka
pembinaan
olahraga
dan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia. 6. Pengecualian dari objek PPh 7. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahun tidak dikenai pajak. a. Beasiswa yang diterima atau diperoleh oleh penerima beasiswa tidak dikenai pajak. b. Bantuan
atau
santunan
yang
diterima
dari
Badan
Penyelenggara jaminan Sosial tidak dikenai pajak. Selain itu perubahan Reformasi Pajak 2008 yang terdapat dalam undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yaitu dengan mengenakan tarif berbeda pada wajib pajak perorangan dan wajib pajak badan. Diharapkan dengan tarif pajak yang baru, maka wajib pajak badan dapat lebih diuntungkan sehingga penerimaan dari wajib pajak lebih meningkat. Maka sudah selayaknya bila perpajakan harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Undang-Undang yang memberatkan dunia usaha, berdampak membuat banyaknya.Usaha tidak dapat memperoleh laba secara maksimal dan konsekuensinya akan
42
mengurangi pendapatan negara dari sector pajak. Hal ini sejalan dengan literature di bidang akutansi manajemen yang menjelaskan bahwa pajak dapat mempengaruhi capital budgeting melalui tax effect dalam penentuan aliran kas, pajak juga merupakan salah satu factor utama dalam perencanaan system kompensasi manajemen. 2.1.18
Formula Umum Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Perhitungan PPh untuk Wajib Pajak Badan dilakukan dengn cara pembukuan yaitu: dengan menghitung lba bersih wajib pajak berdasarkan catatan atau pembukuan yang diselenggarakan wajib pajak selama satu periode tertentu. Tarif PPh Badan berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2) adalah: 1. Tahun 2009 sebesar 28% 2. Tahun 2010 dan selanjutnya sebesar 25%. Syarat: 1. Pengurangan tarif sebesar 50% yaitu hanya atas Penghasilan Kena Pajak bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4,8milyar. 2. Penghasilan Kena Pajak atas bagian peredaran bruto diatas Rp. 4,8milyar sampai dengan Rp. 50milyar tetap dikenakan tarif normal 25%.
43
2.1.19
Manajemen Pajak Mohammad Zain (2005: 43) mendefinisikan bahwa: Manajemen Pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik wajib pajak penghasilan maupun pajak – pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan perundang – undangan perpajakan maupun secara komersial. Tujuan dari manajemen pajak adalah menghilangkan / menghapus pajak sama sekali, menghilangkan penghapusan pajak dalam tahun berjalan, menunda pengakuan penghasilan, mengubah penghasilan rutin berbentuk capital. 1. Langkah – Langkah Pokok Stategi Perencanaan Pajak Menurut Zain (2005: 70-71) dalam bukunya menjelaskan, langkah – langkah dalam penyusunan perencanaan pajak yang merupakan komponen system manajemen pajak adalah: a. Menetapkan sasaran atau tujuan manajemen pajak b. Situasi
sekarang
dan
identifikasi
pendukung
dan
penghematan tujuan. c. Pengembangan rencana atau perangkat tindakan untuk mencapai tujuan.
44
2. Fungsi Manajemen Pajak Menurut Gunawan yang dikutip oleh Lumbantoruan (Lumbantoruan: 1996: 485) menjelaskan penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal – hal yang tidak diatur. Rencana meminimalkan pajak dapat ditempuh misalnya, mengambil ketentuan yang sebesar – besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian dan pemotongan atau pengurangan yang dikenakan.
2.2. Penelitian Terdahulu Dalam penulisan ilmiah ini, penulis mengambil kajian dari jurnal, penulisan ilmiah dan skrispsi terdahulu yang memiliki kesamaan topik/variabel yaitu: PENELITIAN TERDAHULU Nama
Judul
Hasil Penelitian
Maretha
Analisis Penerapan Perencanaan Dimana hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
Windiarti
Pajak Penghasilan Badan pada bahwa terjadinya perbedaan laba sebelum pajak
(2010)
PT. Semen Tonasa di Kabupaten antara sebelum dan setelah dilakukan perencanaan Pangkep.
pajak. Setelah perencanaan pajak, pajak penghasilan terutang perusahaan berkurang sehingga laba setelah pajaknya meningkat.
Andini
Analisis
Perhitungan
(2011)
Pelaporan
Pajak
dan Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
Penghasilan terdapat
perbedaan
dalam
perhitungan
pajak
Badan Ditinjau dari Segi Undang penghasilan. Kerugian PPh, terutang dari Laporan - Undang No. 36 Tahun 2008 Keuangan lebih besar dari kewajiban pajak terutang pada
PT.
Nabila
Indonesia di Makasar
Timur laporan keuangan komersial.
45
PENELITIAN SEKARANG Nur
Penerapan
Koreksi
Khomariya
Laporan Keuangan Komersial menunjukkan bahwa perhitungan dan pelaporan pajak
(2013)
dan
Pengaruhnya
Fiskal Hasil yang diperoleh laporan keuangan perusahaan,
Terhadap penghasilan yang dilakukan perusahaan belum sesuai
Beban Pajak Terhutang.
dengan Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008, dimana terdapat perbedaan dalam perhitungan pajak penghasilan kekurangan PPh terutang dari pelaporan keuangan fiskal lebih besar dari kewajiban pajak tentang laporan keuangan komersial..
2.3. Kerangka Konseptual Untuk lebih jelasnya akan disajikan kerangka konseptual yang dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Skema Kerangka Konseptual Penerapan Pajak Penghasilan Badan atas Laporan Keuangan
Menurut Undang-Undang Perpajakan
Menurut Perusahaan
Koreksi Fiskal
Laporan Keuangan Fiskal Sumber : Data diolah dari PT. Adhiusaha Kencana Lestari
46
Berdasarkan kerangka konseptual diatas maka penulis mengambil hipotesis adalah sebagai berikut: “Laporan Keuangan Berpengaruh Terhadap Pajak Pengasilan Badan (PPh Badan)”
47
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Mengacu pada rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka pendekatan penelitian yang digunakan lebih bersifat Kuantitatif, berupa studi kasus yang bertujuan untuk menjelaskan penerapan Akutansi Pajak Penghasilan dalam bentuk angka – angka seperti besarnya angsuran PPH Pasal 25 dan 29 serta data lainnya yang ada hubunganya dengan masalah yang akan dibahas.
3.2 Deskripsi Populasi Dan Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi Pengertian populasi menurut Sigiyono (2006: 72) dalam bukunya “Statistika untuk penelitian” mendefinisikan bahwa: Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dari pengertian diatas, maka yang dimaksud dengan populasi dlam suatu penelitian berbentuk benda – benda, peristiwa – peristiwa yang terjadi sebagai objek atau sasaran penelitian. Dalam metode penelitian kata populasi, digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi
48
masalah sasaran penelitian, oleh karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan (universal) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh – tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, sebagainya. Sehingga objek – objek ini dapat menjadi sumber data penelitian. Dengan demikian, batasan ruang lingkup dari populasi yang akan diteliti harus didefinisikan dengan jelas dan tepat. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian tersebut tergolong dalam populasi tak terhingga karena anggota populasinya tidak dapat diperkirakan atau tidak dapat diketahui jumlahnya, dengan kata lain, batas – batasnya tidak dapat ditentukan secara kuantitatif, misalnya populasi berupa angka – angka seperti laporan keuangan perusahaan PT. Adhiusaha Kencana Lestari yang terdiri dari Laporan Keuangan Komersial yang telah dikoreksi fiskal serta jumlah PPH terutangnya.
3.2.2. Sampel Pengertian sampel menurut Sigiyono (2006:72) dalam bukunya “Metodologi Penelitian” mendefinisikan bahwa : ”Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Dari pengertian yang telah dikemukakan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
49
Dari definisi tersebut jelas bahwa sampel yang kita ambil digunakan untuk menggambarkan karakteristik suatu populasi. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sampeln dalam penelitian tersebut adalah perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara laporan keuangan komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya beban pajak terutang
3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel 3.3.1 Identifikasi Variabel Variabel adalah suatu atribut atau sifat atas nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari atau ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009: 59). Dengan menggunakan variabel, kita akan memperoleh lebih mudah memahami permasalahan. Hal ini dikarenakan kita seolah – olah sudah mendapatkan jawabannya. Biasanya bentuk soal yang menggunakan teknik ini adalah soal couting ( menghitung ) atau menentukan suatu bilangan. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang digunakan yaitu: 1. Variabel Independen Variabel Independen atau variabel bebas, pada penelitian ini adalah Penerapan Koreksi Fiskal Laporan Keuangan Komersial.
50
Menurut Sugiyono (2007: 4) dalam bukunya “Statistika untuk Penelitian” menjelaskan bahwa: Variabel Independen Bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel depnden (terikat). 2. Variabel Dependen Variabel Dependen atau variabel terikat pada penelitian ini adalah Beban Pajak Terutang (Pajak Penghasilan Badan). Menurut Sugiyono (2007: 4) dalam bukunya “Statistika untuk Penelitian” menjelaskan bahwa: ”Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.
3.3.2 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional adalah definisi yang diberikan kepada suatu variable atau kontrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasi kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur kontrak atas variabel tersebut (Nasir, 1999: 152). Sesuai dengan judul penelitian yaitu mengenai penerapan koreksi fiskal laporan keuangan komersial dan pengaruhnya terhadap beban pajak terutang, maka dalam penelitian ini operasionalisasi sesuai dengan kedua varibel tersebut adalah:
51
Operasionalisasi Variabel Penelitian Variabel
Konsep Variabel
Laporan Keuangan
Indikator
Laporan Keuangan adalah sarana utama Laporan Keuangan membuat
laporan informasi
keuangan Periode Desember
kepada orang – orang dalam perusahaan 2012 (manajemen dan para karyawan) dan kepada
masyarakat
(Bank,
Investor,
diluar
perusahaan
Pemasok,
dan
Sebagainya). Gill dan Chatton (2005: 3). Pajak Penghasilan
Pajak
Penghasilan
Badan
adalah Pajak Penghasilan
Badan
penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan (PPh Badan) wajib pajak badan diluar penghasilan Terutang
Periode
tertentu yang telah dikenakan PPh Final Desember 2012 Wirawan B Ilyas dan Rudy Suhartono (2007:123)
3.4 Jenis dan Sumber Data 1) Jenis Data Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a) Data Kualitatif Data kualitatif yaitu terdiri dari kumpulan data non angka yang sifatnya deskriptif, berupa gambaran umum PT. Adhiusaha Kencana Lestari serta struktur organisasi di dalamnya. b) Data Kuantitatif Data kuntitatif yaitu terdiri dari data berupa angka-angka seperti laporan perusahaan PT. Adhiusaha Kencana Lestari yang
52
terdiri dari laporan keuangan komersial yang telah dikoreksi fiscal, serta jumlah PPh terhutangnya.
2) Sumber Data Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. a) Data Primer Data Primer yaitu data berupa data subyek yang diperoleh secara langsung dari sumbernya yang berupa data mengenai aktivitas operasional perusahaan yang terjadi selama tahun 2011 Laporan Laba Rugi dan Laporan Neraca PT. Adhiusaha Kencana Lestari. b) Data Sekunder Data Sekunder yaitu data berupa data internal yang diperoleh dari obyek yang diteliti yaitu berupa struktur organisasi, sejarah perusahaan, dan gambaran umum tentang perusahaan distributor.
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.5.1 Lokasi Penelitian Dalam rangka mendapatkan data untuk menyusun skripsi ini, penulis mengadakan penelitian pada PT. Adhiusaha Kencana Lestari yang berlokasi di Jl. Raya Arjuna No. 23 Surabaya Jawa Timur.
3.5.2 Waktu Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis membuat rencana jadwal penelitian yang dimulai dengan tahap persiapan sampai
53
ketahap akhir yaitu pelaporan hasil penelitian. Adapun waktu penelitian dimulai pada bulan September 2012 sampai dengan februari 2013.
3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Penelitian lapangan 1. Wawancara yaitu melakukan kegiatan Tanya jawab dengan pimpinan
dan
karyawan
perusahaan
tentang
hal-hal
yang
berhubungan dengan penelitian ini. 2. Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian, guna mendapatkan data-data yang dibutuhkan. b) Studi Kepustakaan Data dan informasi yang dibutuhkan dan diperoleh dari berbagai referensi literature, jurnal-jurnal media cetak, dokumen arsip dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan masalah tersebut yang dapat digunakan sebagai landasan teori dan alat untuk melakukan analisis. c) Mengakses Website dan Situs-situs terkait Website atau situs-situs yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut.
54
3.7 Teknik Keabsahan Data 3.7.1. Uji Validitas Pengertian validitas menurut Walizer (1987) adalah ”tingkat kesesuaian antara suatu batasan konseptual yang diberikan dengan bantuan operasional yang telah dikembangkan”. Terkandung disini pengertian bahwa ketepatan validitas pada suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksud untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai varibel A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai varibel A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai validitasnya untuk mengukur variabel A’ atau B. Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek alat ukur yang dikatakan valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannnya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau yang mendekati keadaan yang sebenarnya.
3.7.2. Reliabilitas Instrumen Penelitian Uji Relibilitas adalah pengujian untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variable atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable/handle jika jawaban seseorang
55
terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan dapat memberikan hasil yang relative tidak berbeda apabila dilakukan kembali kepada subjek yang sama. 3.8
Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisa kuantitatif. Karena data kuantitatif murni (tinggi, berat, luas, umur, jumlah, penduduk, dan sebagainya) yang bertujuan untuk menjelaskan penerapan koreksi fiskal laporan keuangan komersial dan pengaruhnya terhadap besarnya beban pajak terutang. Data yang diperoleh dari perusahaan akan dianalisis sesuai dengan tujuan peneliti, yaitu: 1) Analisa Kuantitatif Analisa data kuantitaif adalah pengolahan data dengan kaidah – kaidah matematik terhadap data angka atau numeric. Contoh: 1. Laporan Keuangan komersial yang telah dikoreksi fiskal sehingga diketahui besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan. 2. Menghitung beda waktu, yang dapat berupa perbedaan temporer kena pajak yang menghasilkan kewajiban pajak
56
tangguhan dan perbedaan temporer yang boleh dikurangkan yang menghasilkan aktiva pajak tangguhan. 2) Analisa Kualitatif Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jelas bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain. Contoh: 1. Menganalisis akun – akun neraca yang menunjukkan perbedaan pengakuan penghasilan dan atau beban menurut peraturan perpajakan dengan perusahaan. 2. Membuat jurnal penyesuain yang dibutuhkan sehubungan dengan adanya pengakuan pajak penghasilan.
57
3.9 Langkah – Langkah Penelitian. Gambar: 3.1 BAGAN ARUS KEGIATAN PENELITIAN LANGKAH 1 MEMILIH MASALAH LANGKAH 2 STUDI PENDAHULUAN LANGKAH 3 MERUMUSKAN MASALAH LANGKAH 4 TUJUAN PENELITIAN LANGKAH 5 MANFAAT PENELITIAN LANGKAH 7 PENGUMPULAN DATA
DATA PRIMER
DATA SEKUNDER
LANGKAH 8 ANALISIS DATA LANGKAH 9 MENARIK KESIMPULAN DAN SARAN Sumber : Analisis Penulis
58
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA 4.1 PENYAJIAN DATA Penyajian data merupakan rencana menyeluruh dari penelitian mencakup hal – hal yang akan dilakukan peneliti mulai dari membuat hipotesis dan implikasinya secara operasional sampai pada analisa akhir data yang selanjutnya disimpulkan dan diberikan saran. Suatu design penelitian menyatakan, baik struktur masalah penelitian maupun rencana penyelidikan yang akan dipakai untuk memperoleh bukti empiris mengenai hubungan – hubungan dalam masalah. Pengumpulan
data
dilakukan
dengan
metode
observasi
dan
wawancara. Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan alat analisis kuantitatif. Hasil analisis kemudian diinterprestasikan dan langkah terakhir disimpulkan serta diberikan saran
4.1.1
Sejarah Singkat Perusahaan Latar belakang berdirinya perusahaan PT. Adhiusaha Kencana Lestari adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang merupakan distributor aluminium dengan merek YKK AP Indonesia yang beralamat di Jl. Raya Arjuna No. 23 Surabaya yang dari tahun ke tahun aktivitas penjualannya terus mengalami perkembangan. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2011 oleh PT sebagai Perseroan Terbatas
yang
telah
mendapat
Surat
Ijin
Perdagangan
59
No.503/9378A/436.6.11/2011 tertanggal 07 April 2011 dengan Akte Notaris Sumarsono, SH di Jl. Embong Sawo No. 7 Surabaya dengan No.03/MPDS/Kpts/Ct/III/2011. Perusahaan ini dipimpin oleh Bapak Henry Setiawan Selaku Direktur. Dalam menjalankan aktivitas usahanya maka perusahaan perlu melakukan perhitungan pajak penghasilan badan atas laporan keuangan yang sesuai dengan UU. Perpajakan. Oleh karena itulah perlu dilakukan penerapan koreksi fiskal hal ini bertujuan untuk meneliti pajak penghasilan terutang yang sesuai dengan UU. Perpajakan No. 36 Tahun 2008. Adapun tujuan didirikannya perusahaan tersebut diatas adalah sebagai berikut: a. Adanya
kesempatan yang baik untuk menyalurkan jasa
pemasangan aluminium untuk proyek – proyek sehingga diperoleh laba yang semaksimal mungkin. b. Tidak hanya menyalurkan jasa pemasangan aluminium tetapi juga menyediakan system penjualan secara Tradding c. Adanya kerjasama yang baik antara Badan Usaha atau Perseorangan yang ada disekitar daerah Surabaya maupun Luar Surabaya d. Tersedianya modal usaha serta lokasi yang digunakan oleh perusahaan.
60
Untuk meningkatkan aktivitas operasional suatu perusahaan, maka perusahaan perlu menyusun suatu laporan keuangan. Laporan Keuangan merupakan hasil dari proses akutansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi anatar perusahaan dengan pihak – pihak yang berkepentingan baik internal maupun eksternal. Peranan laporan keuangan dalam perusahaan dimasudkan untuk dapat menyajikan informasi keuangan terhadap pengambilan keputusan keuangan bagi suatu perusahaan, sebab dengan adanya laporan keuangan maka perusahaan dapat mengetahui keadaan dan posisi keuangan sutu perusahaan.
4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan ”Organisasi adalah sebuah kesatuan yang terdiri dari sekelompok orang yang bertindak secara bersama – sama dalam rangka mencapai tujuan bersama (Burky dan Perry, 1998)”, sedangkan struktur organisasi adalah susunan komponen – komponen (unit – unit kerja) dalam organisasi. Tujuan dari Struktur Organisasi: 1. Membagi pekerjaan yang harus dilakukan kesejumlah departemen dan pekerjaan tertentu. 2. Membagi – bagi tugas dan tanggung jawab yang berkataan dengan masing – masing pekerjaan. 3. Mengoordinasikan berbagai tugas organisasi.
61
4. Mengelompokkan berbagai tugas organisasi. 5. Mengelompokkan sejumlah pekerjaan keseluruh unit. 6. Membengun
hubungan
diantara
individu,
kelompok,
dan
departemen. 7. Menetapkan sejumlah garis wewenang formal. 8. Mengalokasikan dan menggunakan secara efektif sumber daya organisasi. Struktur organisasi PT. Adhiusaha Kencana Lestari di Surabaya secara garis besarnya disasarkan pada struktur organisasi lini atau yang terdiri dari Direktur Utama dan Wakilnya yang membawahi tiga orang kepala bagian, masing – masing : a. Bagian Keuangan b. Bagian Spv. Pengawas c. Bagian Administrasi Untuk lebih jelasnya Struktur Organisasi perusahaan PT. Adhiusaha Kencana Lestari dapat dilihat melalui bagan berikut ini:
62
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan PT. ADHI USAHA KENCANA LESTARI DIREKTUR MANAGER Hindarto Sekretaris
SPV. PENGAWAS Sales
Sales
Sales
Sales
Team Title
Pengawas
ADMINISTRASI
Drafter
Estimator
Pengawas
Pembelian
KEUANGAN
Logistik
Kasir
Sopir
Penagihan
Pengawas
Tukang
Tukang
Tukang
Tukang
Tim Tukang Sumber : Data diolah dari PT. Adhiusaha Kencana Lestari
Tukang
Tukang
Keterangan : Garis Komando Garis Koordinasi
Akuntansi
63
Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Masing-Masing Bagian Berdasarkan bagan struktur organisasi perusahaan yang telah disajikan, makad adapun wewenang dan tanggung jawab masing – masing bagian dalam perusahaan yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Direktur Utama Wewenang dan tanggung jawab Direktur Utama dapat diuraikan sebagai berikut: a. Menentukan kebijakan perusahaan terutama dalam bidang pemasaran atau penjualan. b. Memimpin dan mengkoordinir semua kegiatan perusahaan. c. Menggangkat dan memberhentikan pegawai. 2. Manager Wewenang dan tanggung jawab Manager adalah sebagai berikut: a. Membantu Direktur Utama b. Mewakili Direktur Utama untuk urusan intern dan ekstern, apabila Direktur Utama berhalangan. 3. Sekretaris Wewenang dan tanggung jawab sekretaris adalah mengontrol administrasi
secara
berkala
sedangkan
tanggung
jawab
sekretaris adalah bertanggung jawab pada seluruh administrasi
64
organisasi, bertanggung jawab pembuatan progress report dan LPJ (laporan pertanggung Jawaban) 4. Sales Wewenang dan tanggung jawab sales adalah melakukan koordinasi penjualan untuk luar dan dalam kota dan disamping itu juga menetapkan program pemasaran. 5. SPV. Pengawas Wewenang dan tanggung jawab SPV. Pengawas adalah mengawasi
laju
pelaksanaan
mengontrol
laporan
pekerjaan
pekerjaan
kontruksi
pengawas
proyek.
dan SPV.
Pengawas dibantu beberapa orang yaitu: a. Pengawas Wewenang dan tanggung jawab pengawas adalah mengawasi laju pelaksanaan pekerjaan kontruksi fisik dari segi kualitas bahan bengunan serta pelaksanaannya mengawasi ketetapan waktu dan biaya pelaksanaan pekerjaan kontruksi fisik. Bertanggung jawab atas hasil pekerjaan kepada owner atau pemilik proyek. Sehingga pekerjaan pengawas dibantu oleh tukang yang wewenang dan tanggung jawab adalah mengerjakan proyek setelah mendapatkan acc dari pengawas. b. Drafter Wewenang dan tanggung jawab drafter adalah membuat desain produk berdasarkan data teknik produk yang diberikan
65
pelanggan, merancang desain baru yang mengikuti mode dan selera konsumen terkini. 6. Administrasi Wewenang dan tanggung jawab administrasi adalah mengurus kinerja perusahaan, bertanggung jawab terhadap kepengurusan pegawai. Bagian administrasi dibantu oleh beberapa orang yaitu: a. Estimator Wewenang dan tanggung jawab estimator adalah membuat penawaran harga bagi konsumen. b. Pembelian Wewenang dan tanggung jawab pembelian adalah mengurusi segala kebutuhan material yang dibutuhkan oleh proyek. c. Logistik Wewenang dan tanggung jawab logistik adalah mempelajari spesifikasi material dan jadwal penggunaan material juga menyusun jadwal penggunaan material. Logistik dibantu oleh bagian sopir yang wewenang dan bertanggung jawab adalah pengiriman barang dan pengambilan barang. 7. Keuangan Wewenang dan tanggung jawab keuangan adalah membuat segala laporan keuangan. kepala keuangan dibantu oleh beberapa orang yaitu:
66
a. Kasir Wewenang dan tanggung jawab kasir adalah untuk mengetahui keluar masuknya uang dan membuat laporan penerimaan dan pengeluaran kas. Maka kasir dibantu oleh bagian tagihan yang wewenang dan tanggung jawabnya dalah melakukan penagihan yang telah jatuh tempo, mengatur invoice yang sudah jatuh tempo, menerima invoice yang sudah ditanda tangani. b. Akuntansi Wewenang dan tanggung jawab adalah membuat segala perhitungan akutansi dalam laporan keuangan.
4.1.3 Tujuan Perusahaan Dalam menjalankan aktivitas perusahaan tidak bisa lepas dari tujuan yang ditetapkan sebelumnya, karena tujuan perusahaan merupakan hal yang penting dan merupakan sasaran yang harus dicapai supaya pertumbuhan yang dicapai bisa terarah demi kebaikan bersama. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh PT. Adhiusaha Kencana Lestari adalah: 1. Tujuan Jangka Panjang: Mencapai keuntungan yang optimal dan mengadakan ekspansi baik ekstern maupun intern.
67
2. Tujuan Jangka Pendek: Meningkatkan produktivitas kerja karyawan, meningkatkan volume penjualan, dan menjaga kontinuitas perusahaan. VISI PERUSAHAAN Menurut Wibisono (2006: 43) ”visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita – cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai dimasa depan”. Visi juga merupakan hal yang sangat krusial bagi perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang. Adapun visi dari PT. Adhiusaha Kencana Lestari adalah: ”Menjadi perusahaan perdagangan distributor aluminium yang unggul, yang menawarkan layanan terbaik dengan harga kompetitif kepada kontraktor dan konsumen”. MISI PERUSAHAAN Menurut Wibisono (2006: 46-47) misi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alas an eksistensi organisasi, yang memuat apa yang disediakan oleh perusahaan kepada maryarakat, baik berupa produk atau jasa. Adapun misi dari PT. Adhiusaha Kencana Lestari adalah: 1. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap pekerjaan proyek dengan tepat waktu. 2. Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya dan berprestasi. 3. Memberikan layanan pekerjaan proyek yang tepat waktu juga bernilai tambah kepada seluruh konsumen.
68
4.1.4
Aktifitas Perusahaan Berdasarkan
hasil
pengamatan
penulis,
kebijakan
perpajakan yang dianut oleh PT. Adhiusaha Kencana Lestari di Surabaya selama ini adalah: 1. Dalam
aktifitasnya,
PT.
Adhiusaha
Kencana
Lestari
menggunakan tahun buku, dimana pembukuan dimulai tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember. 2. Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan ditanggung oleh PT. Adhiusaha Kencana Lstari. 3. Sasaran tax planning yang dicapai adalah untuk memperoleh laba bersih setelah pajak secara optimal.
4.2 ANALISA DATA PT. Adhiusaha Kencana Lestari di Surabaya adalah perusahaan yang bergeraj dibidang distributor aluminium, dimana dalam melaksanakan pengelolaan aktivitas usahanya maka perusahaan perlu melakukan evaluasi terhadap laporan keuangan. Dengan pentingnya laporan keuangan bagi perusahaan, untuk lebih jelasnya akan disajikan laporan keuangan komersial yang meliputi : Neraca dan Laporan Laba Rugi yang dapat dilihat melalui tabel 4.1 dan tabel 4.2 berikut ini.
69
TABEL 4.1 PT. ADHIUSAHA KENCANA LESTARI DI SURABAYA NERACA PER 31 DESEMBER TAHUN 2011 (SEBELUM TAX PLANNING) AKTIVA Aktiva lancar : Kas
Rp.
53.671.850
Bank
Rp. 371.892.250
Piutang Dagang
Rp. 1.712.345.600
Persediaan Barang
Rp. 356.789.110 +
Jumlah aktiva lancar
Rp. 2.494.698.810
Aktiva Tidak Lancar Aktiva tetap : Tanah
Rp. 1.178.910.900
Bangunan gedung
Rp. 3.506.528.900
Armada angkutan
Rp. 681.056.150
Kendaraan ,mobil kantor
Rp. 356.789.200
Inventaris kantor
Rp. 110.782.380
Akum. Penyusutan
(Rp.1.633.286.090)
Nilai Buku
Rp. 4.200.781.410
Total Aktiva
Rp. 6.695.480.220
Kewajiban dan Ekuitas Kewajiban Lancar :
70
Hutang usaha
Rp.2.557.787.210
Hutang pajak
Rp.
41.676.610 +
Jumlah kewajiban lancar
Rp. 2.599.463.820
Kewajiban jangka panjang : Hutang hipotik bank
Rp. 1.409.157.140 +
Jumlah Kewajiban Jangka Panjang
Rp. 4.008.620.960
Ekuitas : Modal Saham
Rp. 1.000.000.000
Laba ditahan
Rp.
Laba setelah pajak
Rp. 1.189.421.980 +
497.437.280
Jumlah Ekuitas
Rp. 2.686.859.260
Total Kewajiban dan Ekuitas
Rp. 6.695.480.220
Berdasarkan data neraca perusahaan yang diperoleh dari perusahaan PT. Adhiusaha Kencana Lestari disurabaya maka selanjutnya akan disajikan laporan perhitungan laba rugi periode 01 Januari s/d Desember 2011 yang dilihat pada table 4.2 berikut ini :
71
TABEL 4.2 PT. ADHIUSAHA KENCANA LESTARI DI SURABAYA LAPORAN LABA RUGI Periode yang Berakhir Pada Tanggal 1 Januari – 31 Desember 2011 Sebelum Tax Planning Hasil penjualan
Rp. 5.712.345.670
Beban pokok penjualan Persediaan awal
Rp. 112.783.950
Pembelian aluminium
Rp. 3.781.123.560 +
Tersedia untuk dijual
Rp. 3.893.907.510
Persediaan akhir
Rp. 56.789.110 –
Beban pokok penjualan
Rp. 3.537.118.400 –
Laba kotor
Rp. 2.175.227.270
Beban operasional : Biaya penjualan Gaji bagian penjualan
Rp. 121.567.900
Ongkos bagian penjualan
Rp. 21.789.150
Biaya promosi penjualan
Rp. 56.171.200 +
Jumlah biaya penjualan
Rp. 199.528.250
Biaya adm / umum : Gaji bagian adm umum
Rp. 57.892.100
Biaya listrik/telepon
Rp. 27.781.150
Beban kerugian piutang
Rp. 60.151.670
72
Beban Bunga
Rp. 71.789.280
Biaya entertainment
Rp. 76.567.100
Biaya sumbangan
Rp.
27.891.100
Beban peny. Bangunan gedung Rp. 115.708.640 Beban peny. Armada angkutan Rp.
62.337.475
Beban peny. Kendaraan mobil Rp.
63.251.725
Biaya peny. Inventaris kantor
21.250.000
Rp.
Jumlah biaya adm/umum
Rp. 584.620.240 +
Total beban operasional
Rp. 784.148.490
Laba bersih sebelum pajak
Rp. 1.391.078.780
PPh terutang
Rp. 201.656.800
Laba bersih setelah pajak
Rp. 1.189.421.980
Sedangkan perhitungan PPh terutang menurut Perusahaan dapat dihitung sebagai berikut: Penghasilan kena pajak yang Memperoleh fasilitas = Rp. 4.800.000.000 x Rp. 1.391.078.780 Rp. 5.712.345.670 = Rp. 1.168.903.027 Penghasilan Kena pajak yang Tidak memperoleh fasilitas = Rp. 1.391.078.780 – 1.168.903.027 = Rp. 222.175.753 Dengan demikian maka besarnya pajak penghasilan terutang dapat dilihat sebagai berikut: PPh yang memperoleh fasilitas = (25% x 50% x PKP) = (25% x 50% x Rp. 1.168.903.027)
73
= Rp. 146.112.878 PPh yang tidak memperoleh Fasilitas = (25% x PKP) = (25% x Rp. 222.175.753) = Rp. 55.543.938 Pajak Penghasilan Terutang
= Rp. 146.112.878 + Rp. 55.543.938 = Rp. 201.656.816
Dengan demikian maka penghasilan terutang dibulatkan menjadi Rp. 201.656.800 4.2.1. Perhitungan PPh Badan Menurut PT. Adhiusaha kencana Lestari Laporan Keuangan Fiskal adalah laporam keuangan yang disusun sesuai dengan peraturan perpajakn dan digunakan untuk keperluan perhitungan pajak. Undang – undang pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal – hal tertentu baik dalam pengakuan penghasilan maupun biaya. Salah satu upaya yang perlu dilakukan perusahaan adalah dengan melakukan koreksi fiskal yang bertujuan untuk menyajikan pelaporan keuangan komersial agar penyajiaannyan sesuai dengan undang – undang perpajakan No. 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan badan. Sebelum dilakukan perhitungan PPh pasal 25 dan 29 khususnya pada perusahaan PT. Adhiusaha Kencana Lestari, maka
74
terlebih dahulu akan disajikan laporan koreksi fiskal. Analisis koreksi fiskal adalah untuk mengetahui perbedaanwaktu dan perbedaan tetap atau menurut laba komersial dengan laba menurut fiskal. Menurut Ahmad Tjahyono (2000: 559) yang menyatakan bahwa perbedaan yang bermanfaat tetap dapat meliputi: penghasilan bunga bank, penghasilan dividen, biaya sumbangan, termasuk zakat oleh badan amil zakat yang dibentuk atau disajikan, biaya dalam bentuk natura, denda dan bunga pajak, sedangkan menurut peraturan perpajakan tidak sesuai biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dibebankan pada penjualan tertentudalam periode tertentu biaya – biaya tersebut dapat meliputi : biaya sumbangan, biaya dalam bentuk natura, denda dan bunga pajak. Sedangkan dalam perbedaan waktu yang sifatnya sementara yakni beban penyusutan, beban amortisasi, dan beban kerugian piutang (Ahmad Tjahyono, 2000: 566). Sebelum dilakukan penerapan koreksi fiskal, terlebih dahulu akan disajikan uraian item dari masing – masing pelaksanaan koreksi fiskal yaitu sebagai berikut: a. Beban penyusutan menurut akuntansi Besarnya beban penyusutan menurut akuntansi dapat dihitung dengan berbagai macam metode. Namun dalam penelitian ini, metode yang digunakan oleh perusahaan adalah metode garis lurus. Besarnya beban penyusutan tersebut adalah sebagai berikut:
75
1) Bangunan Gedung Besarnya beban penyusutan per tahun untuk bangunan gedung adalah sebagai berikut: = Rp. 3.506.528.900 – Rp. 1.192.356.100 20 tahun = Rp. 115.708.640 Jadi besarnya beban penyusutan untuk bangunan gedung per tahun adalah sebesar Rp. 115.708.640. 2) Armada Angkutan Besarnya beban penyusutan armada angkutan adalah sebagai berikut: = Rp. 681.056.150 – Rp. 182.356.350 8 tahun = Rp. 62.337.475 Jadi besarnya beban penyusutan armada angkutan per tahun adalah sebesar Rp. 62.337.475 3) Kendaraan Mobil Besarnya beban penyusutan kendaraan mobil adalah sebagai berikut: = Rp. 356.789.200 – Rp.103.782.300 4 Tahun = Rp. 63.251.725 Jadi besarnya beban penyusutan untuk kendaraan mobil per tahun sebesar Rp. 63.251.725
76
4) Inventaris Kantor Besarnya beban penyusutan inventaris kantor adalah sebagai berikut: = Rp. 110.782.300 – Rp. 25.782.300 4 Tahun = Rp. 21.250.000 Jadi besarnya beban penyusutan untuk inventaris kantor per tahun sebesar Rp. 21.250.000 Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan penyusutan aktiva tetap menurut perusahaan per 31 Desember tahun 2011, dapat dilihat pada table 4.3 yaitu sebagai berikut:
77
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Penyusutan Aktiva Tetap (Menurut Perusahaan) Tahun 2011 Je nis No.
Aktiva
Tahun
Har ga
Pe r ole han
Pe r ole han
Te tap 1
Ta na h
2
Akumulasi
M asa M anfaa
Nilai Re sidu
t
Pe nyusutan
Akumulasi B iaya Pe nyusutan
s/d 2010
Nilai B uku Pe nyusutan s/d 2011
( Rp. )
1999
1.178.910.900
Ba nguna n Ge dung
05/03/2000
3.506.528.900
3
Arm a da Angkuta n
12/05/2009
681.056.150
8
182.356.350
98.701.000
62.337.475
161.038.475
520.017.675
4
Ke nda ra a n Mobil
10/03/2009
356.789.200
4
103.782.300
106.690.510
63.2551.725
169.942.235
186.846.965
5
Inve nta ris Ka ntor
15/04/2009
110.782.350
4
25.782.350
37.187.500
21.250.000
58.437.500
52.344.850
Jum la h
1.178.910.900 20
4.655.156.600
Sumber : Data Diolah dari PT. Adhiusaha Kencana Lestari.
1.192.356.100 1.128.159.240
1.504.277.110 1.370.738.250
115.708.640 1.243.867.880 2.262.661.020
262.547.840 1.633.286.090 4.200.781.410
78
4.2.2. Perhitungan PPh Badan Menurut Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 1. Beban Penyusutan Aktiva Tetap Menurut Kelompok / Golongan. Kemudian untuk menghitung beban penyusutan jenis aktiva tetap menurut Undang – Undang Perpajakan, dapat dibagi ke dalam kelompok – kelompok dengan ketentuan sebagai berikut: a) Kelompok 1, untuk aktiva tetap yang sama manfaatnya 4 tahun dan tidak termasuk golongan bangunan, disusutkan dengan tarif 25% untuk metode garis lurus dan tarif 50% untuk saldo menurun b) Kelompok 2, untuk aktiva tetap yang masa manfaatnya 8 tahun dan tidak termasuk golongan bangunan disusutkan dengan tarif 12,5%, metode garis lurus dan metode saldo menurun sebesar 25%. c) Kelompok 3, untuk aktiva tetap yang masa manfaatnya 16 tahun dan tidak termasuk golongan bangunan disusutkan dengan tarif 6,25% untuk metode garis lurus dan metode saldo menurun sebesar 12,5%. d) Kelompok bangunan yang permanen disusutkan dengan tarif 5% dan tidak permanen 10% berdasarkan metode garis lurus. 2. Beban penyusuatan menurut Undang – Undang Perpajakan No. 36 tahun 2008
79
Besarnya beban penyusutan menurut Undang – Undang Perpajakan No. 36 tahun 2008 dapat diketahui melalui perhitungan di bawah ini: a) Bangunan Gedung Besarnya beban penyusutan bangunan gedung adalah: = Rp. 3.506.528.900 x 5% = Rp. 175.326.445 Jadi besarnya beban penyusutan bangunan gedung per tahun adalah sebesar Rp. 175.326.445 b) Armada Angkutan Besarnya beban penyusutan armada angkutan adalah: = 12,50% x Rp. 681.056.150 = Rp. 85.132.020 Jadi besarnya beban penyusutan armada angkutan per tahun adalah sebesar Rp. 85.132.020 c) Kendaraan Mobil Besarnya beban penyusutan kendaraan mobil adalah: = Rp. 356.789.200 x 25% = Rp. 89.197.300 Jadi besarnya beban penyusutan kendaraan mobil per tahun adalah sebesar Rp. 89.197.300
80
d) Inventaris Kantor Besarnya beban penyusutan inventaris kantor adalah: = Rp. 110.782.350 x 25% = Rp. 27.695.590 Jadi besarnya beban penyusutan inventaris kantor per tahun adalah sebesar Rp. 27.695.590 Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan aktiva tetap dan penyusutannya menurut Undang – Undang Perpajakan No. 36 tahun 2008, dapat dilihat pada table 4.4 sesebagai berikut: Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Penyusutan Aktiva Tetap Tahun 2011 No.
Jenis Aktiva Tetap
Tahun P erolehan
1
Tanah
2
Bangunan Gedung
3/5/2010
3
Armada Angkutan
5/12/2010
4
Kendaraan Mobil
5
Inventaris Kantor Jumlah
Harga P erolehan
Golongan
Masa
Tarif
Manfaat
P enyusutan
1.178.910.900
-
-
-
3.506.528.900
Bangunan
20
5%
681.056.150
KLP K2
8
3/10/2010
356.789.200
KLP K1
15/04/2010
110.782.350
KLP K1
4.655.156.600
Akumulasi P enyusutan s/d 2010
Aumulasi
Bieban
P enyusutan s/d
P enyusutan
-
-
-
1.178.910.900
1.709.432.835
175.326.445
1.884.759.280
1.621.769.620
12,50%
134.792.365
85.132.020
219.924.385
461.131.765
4
25%
156.095.275
89.197.300
245.292.575
111.496.625
4
25%
48.467.230
27.695.560
76.162.790
34.649.560
2.048.787.705
377.351.325
2.426.139.030
2.229.017.570
Sumber : Data diolah dari PT. Adhiusaha Kencana Lestari. Berikut ini akan disajikan perbandingan beban penyusutan menurut perusahaan dan berdasarkan Undang – Undang Perpajakan No. 36 tahun 2008 yang dapat disajikan pada table 4.5 sebagai berikut:
Nilai Buku (Rp.)
2011
81
Tebel 4.5 Perbandingan Beban Penyusutan Per 31 Desember Tahun 2011 Beban Beban Penyusutan Penyusutan No. Jenis Aktiva Tetap Menurut Munurut UU Perusahaan Perpajakan (Rp.) (Rp.) 1 Gedung 115.708.640 175.326.445 2 Armada Angkutan 62.337.475 85.132.020 3 Kendaraan Mobil 63.251.725 89.197.300 4 Inventaris Kantor 21.250.000 27.695.560 262.547.840 377.351.325
Selisih (Rp.) (+/-)
59.617.805 22.794.545 25.945.575 6.445.560 114.803.485
Sumber : Data diolah dari PT. Adhiusaha Kencana Lestari. Sebelum disajikan penerapan koreksi fiskal, maka terlebih dahulu akan disajikan data tambahan perusahaan yang berkaitan dengan penyusutan rekonsiliasi fiskal yaitu sebagai berikut: 1) Beban kerugian piutang ditemukan terdapat beban kerugian piutang
yang
dipakai
perusahaan
yakni
sebesar
Rp.
60.151.670. Karena menurut Undang – Undang Perpajakan bahwa beban kerugian piutang tidak diakui oleh pajak maka beban kerugian piutang harus dikoreksi oleh pajak. 2) Biaya sumbangan sebesar Rp. 27.891.100 digunakan untuk instansi pemerintah perayaan 17 Agustus dan lain – lain. 3) Biaya entertainment sebesar Rp. 76.567.100 bahwa merupakan elemen biaya yang boleh diperkutangkan dengan penghasilan maka biaya entertainment perlu dikoreksi.
82
4) Perbedaan beban penyusutan menurut perusahaan dengan perpajakan yakni sebesar Rp. 114.803.485 (lihat table 4.5). Untuk lebih jelasnya akan disajikan rekonsiliasi fiskal yaitu sebagai berikut: Tabel 4.6 Rekonsiliasi Fiskal Laporan Laba Rugi Tahun 2011 Pada PT. Adhiusaha Kencana Lestari (Setelah Tax Planning ) Koreksi Fiskal Uraian
Menurut
Perbedaan
Perbedaan
Akuntansi (Rp.)
Tetap
Waktu
(Rp.)
(Rp.)
Menuut Fiskal
Penjualan
5.712.345.670
-
-
5.712.345.670
Beban Pokok Penjualan
3.537.118.400
-
-
3.537.118.400
Laba Kotor
2.175.227.270
-
-
2.175.227.270
121.567.900
-
-
121.567.900
Ongkos Angkut Penjualan
21.789.150
-
-
21.789.150
Biaya Promosi Penjualan
56.171.200
-
-
56.171.200
Gaji Bagian Adm Umum
57.892.100
-
-
57.892.100
Biaya Listrik / Telepon
27.781.150
-
-
27.781.150
Baiya Kerugian Piutang
60.151.670
60.151.670
-
-
Biaya Bunga
71.789.280
-
-
71.789.280
Biaya Entertainmnt
76.567.100
76.567.100
-
-
Biaya Sumbangan
27.891.100
27.891.100
-
-
Beban Peny. Bangunan Gedung
115.708.640
-
59.617.805
175.326.445
Beban Peny. Armada Angkutan
62.337.475
-
22.794.545
85.132.020
Beban Peny. Kendaraan Mobil
63.251.725
-
25.945.575
89.197.300
Beban Peny. Inventaris Kantor
21.250.000
-
6.445.560
27.695.560
784.148.490
164.609.870
114.803.485
734.342.105
Beban Operasional Biaya Penjualan Gaji Bagian Penjualan
Jumlah Beban Operasional Laba Bersih Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Badan Laba Bersih Setelah Pajak
1.391.078.780
1.440.885.165
201.656.800
208.876.950
1.189.421.980
1.232.008.215
Sumber : Data diolah dari PT. Adhiusaha Kencana Lestari.
83
Ikhtisar perhitungan laba kena pajak, pada perusahaan PT. Adhiusaha Kencana Lestari di Surabaya, adalah sebagai berikut: Laba bersih sebelum pajak ................................ Rp. 1.391.078.780 Koreksi Fiskal Positif : Beban Kerugian Piutang ................ Rp. 60.151.670 Biaya Sumbangan .......................... Rp. 27.891.100 Biaya Entertainment ....................... Rp. 76.567.100 + Jumlah ........................................................ Rp. 164.609.870 Koreksi Fiskal Negatif : Beban Penyusutan Bangunan Gedung .. Rp. 59.617.805 Beban Penyusutan Armada Angkutan .. Rp. 22.794.545 Beban Penyusutan Kendaraan Mobil .... Rp. 25.945.575 Beban Penyusutan Inventaris kantor ..... Rp. 6.445.560
+
Jumlah koreksi fiskal negatif ..................... Rp. 114.803.485 + Jumlah koreksi fiskal ........................................ Rp. 49.806.385 + Penghasilan kena pajak ..................................... Rp. 1.440.885.165 PPh Badan terutang ........................................... Rp. 208.876.966 + Laba bersih setelah pajak .................................. Rp. 1.232.008.199 Dalam hubungannya dengan uraian tersebut diatas, laba kena pajak setelah dikoreksi fiskal terhadap laba komersial sebesar Rp. 1.440.885.165, sehingga pajak penghasilan badan terutang tahun 2011 adalah Rp. 208.876.967 hal ini dapat ditentukan perhitungan dibawah ini:
84
PKP yang memperoleh fasilitas = Rp. 4.800.000.000 x Rp. 1.440.885.165 Rp. 5.712.345.670 = Rp. 1.210.754.599 PKP yang tidak memperoleh fasilitas = Rp. 1.440.885.165 – Rp. 1.210.754.599 = Rp. 230.130.566 Perhitungan PPh: PPh yang memperoleh fasilitas = (25% x 50% x PKP) = (25% x 50% x Rp. 1.210.754.599) = Rp. 151.344.325 PPh yang tidak memperoleh fasilitas = (25% x PKP) = (25% x Rp. 230.130.566) = Rp. 57.532.642 PPh terutang = (Rp. 151.344.325 + Rp. 57.532.642) = Rp. 208.876.967 3. Perbandingan Perhitungan PPh Badan menurut PT. Adhiusaha Kencana Lestari di Surabaya dengan Ketentuan Perpajakan Berdasarkan hasil analisis mengenai rekapitulasi fiskal maka akan disajikan perhitungan PPh pasal 25 dan 29 yang dapat diuraikan sebagai berikut :
85
- Perhitungan PPh pasal 29 menurut perusahaan a. PPh pasal 29 Perhitungan PPh pasal 29 menurut perusahaan dapat dihitung senagai berikut: PPh terutang............................................. Rp. 201.656.800 Kredit pajak: - PPh pasal 22 ......... Rp. 29.392.550 - PPh pasal 23 ......... Rp. 32.123.400,50 + Jumlah kredit pajak.................................. Rp. 61.515.950,50 Jumlah Utang Pajak ................................. Rp. 140.140.850 PPh pasal 25 yang telah dibayar
Rp. 98.464.240
PPh kurang bayar (PPh pasal 29)
Rp. 41.676.610
b. PPh pasal 25 Perhitungan PPh pasal 25 menurut perusahaan dapat dihitung sebagai berikut: PPh terutang menurut SPT ...................... Rp. 201.656.800 Kredit pajak: - PPh pasal 22 ......... Rp. 29.392.550 - PPh pasal 23 ......... Rp. 32.123.400,50 + Jumlah kredit pajak.................................. Rp. 61.515.950,50 Jumlah utang pajak .................................. Rp. 140.140.850 Angsuran PPh pasal 25 perbulan = Rp. 140.140.850 : 12 Bulan
86
= Rp. 11.678.404,13 Kemudian perhitungan PPh pasal 29 dan 25 menurut fiskal dapat diuraikan sebagai berikut: a. PPh pasal 29 PPh terutang : ............................................... Rp. 208.876.950 Kredit pajak : - PPh pasal 22 ........... Rp. 29.392.550 - PPh pasal 23 ........... Rp. 32.123.400,50 + Jumlah kredit pajak .................................... Rp. 61.515.950,50 Jumlah utang pajak .................................... Rp. 147.361.000 PPh pasal 25 yang telah dibayar ................ Rp.98.464.240 PPh kurang bayar (PPh pasal 29) ............... Rp. 48.896.760 b. PPh pasal 25 PPh terutang menurut SPT ........................... Rp. 208.876.950 Kredit pajak : -
PPh pasal 22 ........... Rp. 29.392.550
-
PPh pasal 23 ........... Rp. 32.123.400,50 +
Jumlah kredit pajak ...................................... Rp. 61.515.951 Jumlah utang pajak ....................................... Rp. 147.361.000 Angsuran PPh pasal 25 perbulan = Rp. 147.361.000 : 12 Bulan = Rp. 12.280.083,29
87
Dalam hubungannya dengan uraian tersebut di atas, akan disajikan besarnya PPh kurang bayar yang dapat diuraikan sebagai berikut : a. PPh pasal 29 Besarnya PPh pasal 29 yang kurang bayar dapat dihitung sebagai berikut : PPh pasal 29 menurut fiskus ......................Rp. 48.896.760 PPh pasal 29 menurut perusahaan ..............Rp. 41.676.610 Selisih PPh pasal 29 yang masih dibayar ...Rp. 7.220.150 b. PPh pasal 25 Besarnya angsuran PPh pasal 25 yang masih harus dibayar dapat dihitung sebagai berikut : PPh pasal 25 masa menurut fiskus .............Rp. 12.280.083,29 PPh pasal 25 masa menurut perusahaan .....Rp. 11.678.404,13 Selisih PPh pasal 25 yang masih dibayar ...Rp.
601.679,16
Untuk lebih jelasnya hasil perhitungan tersebut dapat disajikan melalui tabel berikut ini :
88
Tabel 4.7 Perbandingan Perhitungan PPh Lebih ( Kurang ) Bayar Pada PT. Adhiusaha Kencana Lestari di Surabaya Tahun 2011
No.
Jenis PPh
Menurut
Menurut
Fiskus
Perusahaan
Selisih PPh yang Masih Harus Dibayar
1.
PPh Pasal 29
48.896.760,00
41.676.610,00
7.220.150,00
2.
PPh Pasal 25/Masa
12.280.083,29
11.678.404,13
601.679,17
Sumber: Data diolah dari PT. Adhiusaha Kencana Lestari
Dari tabel tersebut di atas yakni hasil perhitungan PPh pasal 29 dan pasal 25 masa yang menunjukkan bahwa PPh pasal 29 terdapat selisih PPh kurang bayar sebesar Rp. 7.220.150, sedangkan untuk PPh pasal 25/masa terdapat selisih kurang bayar sebesar Rp. 601.679,16. Untuk perbandingan PPh pasal 25 dan 29 yang kurang bayar harus disetor ke kas Negara. Dari keseluruhan hasil perhitungan PPh Pasal 25 Badan tersebut diatas, Laporan Neraca Fiskal Perusahaan Per 31 Desember 2011 adalah sebagai berikut:
89
TABEL 4.8 PT. ADHIUSAHA KENCANA LESTARI NERACA PER 31 DESEMBER 2011 Akuntansi
Koreksi
Fiskal
(Rp.)
(Rp.)
(Rp.)
AKTIVA Aktiva Lancar : Kas
53.671.850
Bank
371.895.250
371.895.250
1.712.345.600
1.712.345.600
Piutang Dagang Persediaan Barang Jumlah Aktiva Lancar
356.789.110
49.806.385
+
103.478.235
356.789.110
2.494.698.810
2.544.505.195
Tanah
1.178.910.900
1.178.910.900
Bangunan Gedung
3.506.528.900
3.506.528.900
Armada Angkutan
681.056.150
681.056.150
Kendaraan
356.789.200
356.789.200
Inventaris Kantor
110.782.380
110.782.380
+
Aktiva Tidak Lancar
Akum. Peny. Aktiva Tidak Lancar
(1.633.286.090)
+
(1.633.286.090)
+
Nilai Buku
4.200.781.410
+
4.200.781.410
+
TOTAL AKTIVA
6.695.480.220
6.745.286.605
Hutang Usaha
2.557.787.210
2.557.787.210
Hutang Pajak
41.676.610
KEWAJIBAN & EKUITAS Kewajiban Lancar
Jumlah Kewajiban Lancar
+
7.220.150
2.599.463.820
48.896.760
+
2.606.683.970
Kewajiban Jangka Panjang Hutang Hipotik Bank
1.409.157.140
+
1.409.157.140
Jumlah Kewajiban
4.008.620.960
4.015.841.110
Modal Saham
1.000.000.000
1.000.000.000
Laba Ditahan
497.437.280
497.437.280
Ekuitas
Laba Setelah Pajak
1.189.421.980
Jumlah Ekuitas
2.686.859.260
2.729.445.495
TOTAL KEWAJIBAN & EKUITAS
6.695.480.220
6.745.286.605
Sumber: Data Diolah dari PT. Adhiusaha Kencana Lestari
+
42.586.235
1.232.008.225
+
90
4.3.
Interpretasi Dalam menentukan penghasilan kena pajak yang menjadi dasar perhitungan terutang, penghasilan bruto dikurangi dengan beban-beban yang menurut ketentuan Undang-undang perpajakan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Salah satu beban yang dapat dikurangkan tersebut menurut (Pasal 6 UU No. 36 Tahun 2008)
adalah
beban
penyusutan.
Beban
penyusutan
yang
diperkenankan menurut peraturan perpajakan untuk aktiva tetap berwujud dapat dihitung dengan menggunakan dua metode, yaitu Metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun. Khusus untuk bangunan, metode yang diperkenankan hanya Metode Garis Lurus. Besarnya beban penyusutan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sangat berpengaruh pada besarnya Penghasilan Kena Pajak yang menjadi dasar perhitungan PPh terutang. Semakin besar beban
penyusutan yang dapat dikurangkan, maka jumlah
Penghasilan Kena Pajak menjadi semakin kecil. Sehingga PPh terutang yang harus ditanggung oleh perusahaan juga menjadi semakin kecil. Pada penelitian kali ini suatu metode penyusutan dikatakan efisien dalam meminimalkan beban pajak terutang apabila setelah dilakukan perhitungan dan Tax Planning terhadap kedua metode penyusutan (Metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun) dapat diketahui besarnya jumlah Penghasilan Kena Pajak dan jumlah PPh
91
terutangnya. Apabila setelah dilakukan perhitungan dan Tax Planning terhadap metode penyusutan Metode Garis Lurus jumlah PPh terutang yang harus di tanggung oleh perusahaan lebih kecil jika dibandingkan dengan Metode Saldo Menurun dan sebelum dilaksanakannya Tax Planning, maka dapat dikatakan Metode Garis Lurus yang paling tepat dan efisien untuk meminimalkan beban pajak yang terutang, demikian pula sebaliknya. Perencanaan pajak terhadap pemilihan metode penyusutan dikatakan berhasil dalam meminimalkan beban pajak yang terutang yang dapat dihemat antara kedua metode tersebut, sehingga perusahaan dapat menarik kesimpulan metode penyusutan mana yang paling efisien untuk meminimalkan beban pajak terutang. Semakin tinggi jumlah pajak yang dapat dihemat oleh salah satu metode penyusutan (Metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun), maka dapat dikatakan metode penyusutan tersebut yang paling tepat untuk meminimalkan beban pajak yang terutang
92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan mengenai penelitian dan pelaporan pajak penghasilan Badan pada perusahaan PT. Adhiusaha Kencana Lestari di Surabaya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan dari keseluruhan hasil analisis sebagai berikut : 1. Hasil analisis laporan keuangan perusahaan, menunjukkan bahwa perhitungan dari pelaporan pajak penghasilan yang dilakukan perusahaan belum sesuai dengan Undang – Undang Perpajakan No. 36 tahun 2008, dimana terdapat perbedaan dalam perhitungan pajak penghasilan. Kekurangan PPh, terutang dari laporan keuangan fiskal lebih besar dari kewajiban pajak tentang laporan keuangan komersial. 2. Pengaruh dari pelaksanaan koreksi fiskal pada perusahaan PT. Adhiusaha Kencana Lestari di Surabaya, yang menunjukkan bahwa dalam perhitungan PPh pasal 29 terdapat selisih PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp. 7.220.150, dan PPh pasal 25 masa terdapat selisih PPh yang kurang bayar sebesar Rp. 601.679,16.
5.2. Saran – Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, selanjutnya dapat diberikan saran – saran sebagai bahan masukan bagi pihak perusahaan yaitu sebagai berikut :
93
3. Disarankan kepada perusahaan PT. Adhiusaha Kencana Lestari di Surabaya agar mengikuti perhitungan aktiva tetap sesuai dengan Undang – Undang Perpajakan No. 36 tahun 2008. 4. Disarankan pula kepada perusahaan agar dalam perhitungan pajak penghasilan perlu memperhatikan Undang – Undang Perpajakan No. 36 tahun 2008 pasal 9 biaya yang tidak diakui oleh pajak. Dengan kata lain bahwa perusahaan sebaiknya melakukan sendiri koreksi fiskal atas laporan keuangan komersialnya (Self Fiscal Correction).
94
DAFTAR PUSTAKA Baridwan Zaki, Drs.1992. Intermediate Accounting, edisi tujuh, Fakultas Ekonomi.UGM, Yogyakarta
Penerbit:
Gill O, James dan Moira Chatton, 2005, Memahami Laporan Keuangan (Memanfaatkan Informasi Keuangan Untuk Mengendalikan Bisnis Anda), cetakan ketiga, Penerbit: PPm, Jakarta Hanafi, M. Mamduh, 2004, Manajemen Keuangan, edisi 2004/2005, cetakan pertama, Penerbit : BPFE, Yogyakarta Judisseno, Rimsky K, 2001. Pajak dan Strategi Bisnis, penerbit; Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Lumbantoruan Sophar, 1996. Akuntansi Pajak, Penerbit: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Margaretha Farah, 2004, Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan, Investasi dan Sumber Dana Panjang Pendek, Penerbit : Grasindo, Jakarta Sugiyono, 2006. Statistika Untuk Penelitian, Penerbit: CV. Alfabeta, Bandung Sugiyono, 2006. Metodologi Penelitian, Penerbit: Cv. Alfabeta, Bandung Waluyo, 2006, Perpajakan Indonesia, Buku Satu, edisi kesembilan, Penerbit : Salemba Empat, Jakarta Zain, Muhammda 2005, Manajemen Perpajakan, edisi pertama, Penerbit: Salemba Empat, Jakarta
95