BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Desa Sengi yang terletak di lereng Gunung Merapi memiliki banyak potensi
sumber daya alam. Kesuburan tanah dan ketersediaan debit air yang melimpah dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari maupun sumber pendapatan. Tanah yang subur tidak terlepas dari efek abu vulkanik dari Gunung Merapi yang secara berkala turun akibat letusan gunung tersebut. Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Gunung Merapi mengalami letusan pertama pada tahun 1006. Rata-rata Merapi meletus dalam siklus pendek antara 2-5 tahun dan siklus menengah setiap 5-7 tahun. Memasuki abad ke16, siklus terpanjang Gunung Merapi adalah 71 tahun dengan jeda letusan antara tahun 1587-1658. Tercatat letusan besar Gunung Merapi terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, 1930, 2006, dan 2010.1 Efek dari turunnya abu vulkanik membuat tanah di sekitar lereng Gunung Merapi subur dan cocok dimanfaatkan sebagailahan pertanian dan perkebunan. Ketersediaan debit air yang melimpah disebabkan karena adanya 2 buah sungai yang mengapit daerah Desa Sengi yaitu Sungai Pabelan dan Sungai Tlising dimana kedua sungai tersebut berhulu dari Gunung Merapi.
1
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/185464-sejarah-letusan-merapi diakses tanggal 17 Maret 2015
14
Kualitas tanah yang baik di Desa Sengi memberikan berkah kepada masyarakat, sebagian besar dari mereka memanfaat kesuburan tanah dengan bercocok tanam baik dalam skala kecil yang dikonsumsi sendiri maupun dalam skala besar yang diperjualbelikan di pasaran. Banyak pula masyarakat yang memanfaatkan tanaman liar yang tumbuh subur di daerah mereka sebagai makanan ternak. Selain itu, seluruh masyarakat Desa Sengi juga memanfaatkan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti konsumsi, mandi, mencuci, mengairi sawah ataukebun, dan memelihara ikan. Masyarakat secara mandiri membuat jaringan aliran air dan mendistribusikannya ke masing-masing rumah atau sawah dengan menggunakan pipa paralon. Dengan kondisi lingkungan demikian masyarakat sangat tergantung dengan kondisi alam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kondisi dan kelestarian lingkungan hidup bagi kehidupan masyarakat di Desa Sengi. Di Desa Sengi terdapat 8 Dusun yang terbagi menjadi 35 Rukun Tetangga (RT) dengan total 1.426 Kepala Keluarga (KK). Berikut ini merupakan data jumlah penduduk dan jenis pekerjaan masyarakat Desa Sengi berdasarkan data demografi yang dimiliki oleh perangkat desa:
15
Tabel 1 Data Demografi Desa Sengi Tahun 2011 No 1.
2.
Jenis Data Jumlah Penduduk (berdasarkan jenis kelamin) a. Laki-laki b. Perempuan Jumlah Pekerjaan Menurut Lapangan Usaha 1. Pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas, dan air 5. Bangunan 6. Perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel 7. Angkutan, pergudangan, dan komunikasi 8. Keuangan, asuransi, usaha sewa bangunan tanah, dan jasa perusahaan 9. Jasa kemasyarakatan 10. Rumah usaha 11. Lainnya Sumber : Arsip Demografi Desa Sengi Tahun 2012
Satuan (jiwa) 2.117 2.218 4.335 1.823 3 187 76 6 2 8 223
Pada tahun 2011, tercatat jumlah penduduk di Sengi sebanyak 4.335 jiwa dengan rincian 995 jiwa berusia 0-14 tahun, 2.889 jiwa berusia 15-64 tahun dimana mereka termasuk pada rentang usia produktif, dan 451 jiwa berusia diatas 65 tahun.Dari jumlah penduduk tersebut, tercatat sebanyak 1.823 jiwa bekerja pada bidang pertanian dan perkebunan. Hal ini menunjukkan betapa eratnya kondisi alam di lereng Gunung Merapi dengan kelangsungan hidup sehari-hari masyarakat Desa Sengi terlebih pada kegiatan perekononomian.
16
Selain kesuburan tanah dan ketersediaan debit air yang melimpah, terdapat pula kekayaan alam di lereng Gunung berupa pasir dan batu yang tersedia sebagai akibat dari aktivitas Gunung Merapi2.Ketersediaan material pasir dan batu yang melimpah di sekitar lereng Barat Merapi menjadi magnet kuat bagi penambang pasir untuk berbondong-bondong mengambil komoditas tersebut dari sungai-sungai di sekitar aliran material termasuk Sungai Pabelan dan Sungai Tlising yang mengapit Desa Sengi. Namun Ikhsan3, Kepala Desa Sengi periode 2012-2017, menjelaskan manfaat ekonomis tidak dirasakan oleh masyarakat Desa Sengi karena lokasi penambangan pasir dan batu tidak terdapat tepat di Desa Sengi melainkan di Desa Tlogolele yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Boyolali. Jalan di Desa Sengi hanya dimanfaatkan oleh penambang sebagai akses transportasi kendaraan berat pengangkut material golongan C (seperti truk dan backhoe) sebab jalan di desa tersebut menjadi salah satu akses utama menuju lokasi penambangan pasir dan batu. Lebih lanjut Ikhsan menjelaskan bahwa di Desa Sengi tidak terdapat satu pun warga yang bekerja dan mencari nafkah sebagai penambang pasir. Perilaku turun menurun sebagian besar masyarakat yang mencari nafkah pada bidang pertanian dan perkebunan menjadi alasan utama sikap tersebut. Masyarakat masih menjadikan pertanian dan perkebunan sebagai sumber penghidupan dan harus tetap dilestarikan sebagai bentuk tanggung jawab mereka sebab telah diberikan tanah yang subur dan 2
Menurut PP Nomor 27 Tahun 1980 Tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian, kedua komoditas tersebut termasuk dalam bahan galian golongan C yang artinya bukan merupakan bahan galian strategis (golongan A) maupun bahan galian vital (golongan B). Dijelaskan pula dalam UU Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan pada pasal 9 bahwa bahan galian golongan C diserahkan pengaturannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat I (setingkat provinsi). 3 Hasil wawancara pra-penelitian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015
17
air yang melimpah. Selain alasantersebut, sikap untuk tidak beralih mata pencaharian ke bidang penambangan pasir dan batu juga merupakan salah satu aksi nyata yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sengi sebagai bentuk komitmen dalam menolak aktivitas penambangan pasir dan batu serta penggunaan jalan desa sebagai akses transportasi kendaraan berat pengangkut material golongan C. Aksi penolakan warga terhadap aktivitas penambangan telah cukup lama terjadi di Desa Sengi. Darmadi4, salah satu tokoh Desa Sengi, menceritakan bahwa pada mulanya warga hanya mengeluhkan jalan desa yang rusak akibat tingginya aktivitas pengangkutan material pasir dan batu. Pada tahun 2002 warga melalui perwakilan tokoh masyarakat di masing-masing RW meminta aparat desa (Kepala Desa yang menjabat saat itu adalah Hartadi) untuk mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang untuk segera memperbaiki jalan desa. Namun masyarakat kurang puas dengan tanggapan Pemda Kabupaten Magelang yang kurang responsif, sehingga melalui inisiatif beberapa tokoh masyarakat terbentuklah tim advokasi untuk memperjuangkan penolakan masyarakat akan kebijakan penambangan pasir dan batu yang dirasa merugikan masyarakat Desa Sengi. Tim advokasi berperan sebagai jembatan antara masyarakat dengan pemerintah daerah dengan melakukan audiensi. Namun audiensi yang diharapkan mampu mengurangi dampak buruk kerusakan jalan karena aktivitas penambangan tidak banyak membuahkan hasil. Pada tahun 2003 penolakan semakin besar setelah masyarakat di beberapa wilayah Desa Sengi mengeluhkan berkurangnya debit air yang mengaliri rumah dan 4
Hasil wawancara pra-penelitian dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015
18
sawah mereka. Yanso (Kepala Desa Sengi saat itu) mengemukakan bahwa Kecamatan Dukun bagian selatan sudah hancur akibat penambangan pasir, sedangkan bagian utara masih asli. Agar penambangan pasir tidak bertambah lebar ke bagian utara, maka terdapat empat desa yang merancang pengajuan pembuatan peraturan desa (Perdes) mengenai penolakan penambangan pasir Merapi. Empat desa tersebut adalah Desa Sengi, Desa Paten, Desa Sewukan, dan Desa Krinjing. Landasan disusunnya Perdes adalah penambangan pasir dapat merusak linkungan karena objek yang ditambang bukan saja pasir yang berada di aliran sungai, namun juga bukit yang difungsikan sebagai tanggul bila terjadi banjir lahar.5 Melalui pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan oleh tokoh dan perwakilan masyarakat, masyarakat Desa Sengi sepakat bahwa aktivitas penambangan pasir dan batu yang selama ini berjalan tidak hanya membuat jalan desa menjadi rusak namun juga mengancam kelestarian lingkungan hidup di kawasan Desa Sengi. Melalui kesadaran tersebut, perangkat desa bersama masyarakat secara bermusyawarah menyusun Perdes yang berisi mengenai larangan kendaraan golongan C melewati jalan Desa Sengi. Selanjutnya perangkat Desa mengajukan rancangan Perdes tersebut ke tingkat Kecamatan maupun Kabupaten dengan harapan dapat dikonsultasikan dan disahkan secara legal. Namun usaha untuk melakukan legalitas terhadap Perdes tersebut tidak kunjung mendapat tanggapan dari pihak Pemerintah Kabupaten Magelang, sehingga masyarakat sepakat bahwa peraturan tersebut tetap diberlakukan sebagai Kesepakatan Masyarakat Desa Sengi. 5
http://www.suaramerdeka.com/harian/0404/21/ked1.htm diakses tanggal 17 Maret 2015.
19
Ikhsan menceritakan meskipun Kesepakatan Masyarakat tersebut telah diinformasikan ke masyarakat danpenambang pasir dan batu, namun tidak jarang terdapat beberapa kendaraan golongan C yang mencoba melintas jalan Desa Sengi menuju lokasi penambangan. Apabila hal itu terjadi, masyarakat secara bersama-sama melakukan pemberhentian terhadap kendaraan dan pembongkaran muatan secara paksa. Pada peristiwa-peristiwa tersebut, sebenarnya masyarakat bukan berhadapan dengan pengemudi kendaraan melainkan dengan oknum preman dan investor yang memiliki perbedaan kepentingandengan adanya sumber daya alam berupa material pasir dan batu. Hal tersebut menjadi hambatan nyata bagi masyarakat Desa Sengi dalam mengusahakan kelestarian lingkungan hidup di desanya. Pada kurun waktu tahun 2006-2007 setelah Gunung Merapi kembali meletus, material berupa pasir dan batu kembali memenuhi beberapa sungai di sekitar lereng Barat Gunung Merapi. Hal ini membuat semakin banyak kendaraan golongan C yang mengambil material pasir dan batu melewati jalan Desa Sengi tanpa menghiraukan kesepakatan masyarakat yang telah berlaku.Menanggapi reaksi masyarakat yang kembali terganggu dengan aktivitas penambangan, beberapa perwakilan masyarakat melakukan pertemuan secara mandiri tanpa didampingi oleh perangkat Desa Sengi. Mereka bekerja sama untuk melakukan sosialisasi dan edukasi mengenaidampak buruk dari aktivitas penambangan. Selain itu masyarakat Desa Sengi melakukan aksi demonstrasi menuju kantor Bupati Kabupaten Magelanguntuk menyampaikan secara langsung perlawanan mereka terhadap aktivitas penambangan.
20
Heru6 selaku koordinator aksi pada tahun 2007 menuturkan bahwa aksi demonstrasi dilakukan sebagai bentuk nyata advokasi masyarakat Desa Sengidalam menolak aktivitas penambangan. Aksi tersebut diikuti oleh seluruh masyarakat Desa Sengi
dari
berbagai
elemen
seperti
petani,
pedagang,
maupun
pegawai
swasta.Meskipun masyarakat tidak berhasil melakukan aksi hingga Kantor Bupati dan tidak dapat bertemu secara langsung dengan Bapak Ir. Singgih Sanyoto (Bupati Kabupaten Magelang periode 2003-2007), namun aksi tersebut membuahkan hasil berupa
dikeluarkannya
Surat
Rekomendasi
Sekretariat
Daerah
nomor
551/1282/31/2007 perihal Larangan Kegiatan Penambangan di Desa Sengi Kecamatan Dukunyang menguatkan legalitas dariKesepakakatan Masyarakat Desa Sengi. Surat rekomendasi tersebutberisi pelarangan aktivitas penambangan dan pelarangan penggunaan jalan Desa Sengi oleh kendaraan golongan C.Pasca disahkannya kembali Kesepakatan Masyarakat tersebut, jalan di Desa Sengi telah ditutup secara penuh bagi segala jenis kendaraan golongan C pengangkut material serta dipasang rambu-rambu larangan di jalan masuk utama. Berbagai kelompok yang ada di tengah masyarakat berpartisipasi secara aktif untuk menjaga lingkungan alam di Desa Sengi. Secara rutin para tokoh masyarakat melakukan pertemuan guna memantau kebijakan-kebijakan publik yang diterapkan di Desa Sengi serta mengusahakan edukasi yang berkelanjutan kepada masyarakat agar semakin sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Edukasi dilakukan dengan pendekatan-pendekatan humanis melalui kelompok-kelompok atau organisasi 6
Hasil wawancara pra-penelitian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015
21
masyarakat yang banyak berhubungang secara langsung dengan masyarakat di Desa Sengi. Beberapa kelompok tersebut antara lain Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup (MPLH), Kelompok Wanita Tani (KWT) Merapi Asri, Pemuda Desa Sengi, dan kelompok seniman Sanggar Gadung Melati pimpinan Ismanto. Melalui pendekatan yang baik, masyarakat Desa Sengi secara umum semakin sadar bahwa alam Merapi yang telah menyediakan kebutuhan dalam kehidupan mereka harus selalu dijaga dan dilestarikan demi kelangsungan hidup anak-cucu mereka. Hal ini terlihat dari komitmen yang kuat dari masyarakat Desa Sengi untuk tidak bekerja di bidang penambangan pasir dan batu serta kini jalan di Desa Sengi yang sekaligus merupakan jalur evakuasi pengungsian saat terjadi bencana alam menjadi satu-satunya jalan utama di Kecamatan Dukun yang tidak boleh dilintasi oleh kendaraan golongan C. Berdasarkan latar belakang kasus yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam terkait bentuk-bentuk partisipasi aktif kelompok masyarakat dalam melakukan advokasi demi melestarikan lingkungan hidup. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:Bagaimana bentuk partisipasi yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam melakukan proses advokasi untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup?dan Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh masyarakat dalam melakukan aksi advokasi dan menjaga kelestarian lingkungan hidup?
22
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui partisipasi yang dilakukan oleh kelompokmasyarakat di Desa Sengi dalam melakukan advokasi kebijakan publik untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. 1.4
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain: 1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan dalam menyelesaikan permasalahan publik seperti yang telah dilakukan oleh masyarakat Desa Sengi.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi oleh Pemerintah Kabupaten Magelang dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam proses merumuskan kebijakan publik khususnya terkait kebijakan penambangan pasir agar tidak merugikan masyarakat lokal dan merusak lingkungan hidup.
23