BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Mineral
dan
batubara
yang
terkandung
dalam
wilayah
hukum
pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan. Sesuai dengan perkembangan nasional maupun internasional, UndangUndang
Nomor
11
Tahun
1967
tentang
Ketentuan-Ketentuan
Pokok
Pertambangan sudah tidak sesuai lagi, oleh karena itu dengan ditetapkannya Undang–Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 diharapkan dalam pengelolaan dan pengusahaan potensi mineral dan batubara dapat terwujud
1
secara mandiri, handal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan. Di dalam Undang-Undang RI nomor 04 tahun 2009 mengatur tentang Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, yang merupakan wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. Wilayah Pertambangan (WP) terdiri dari Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP, yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi, Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP, Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat, Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut WPN, yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional. Sepanjang aliran Sungai Kampar yang masuk wilayah Kecamatan Tambang dan Kecamatan Siak Hulu merupakan daerah penambangan bahan galian sirtu yang sudah berlangsung lama. Kegiatan ini sebagian besar dilakukan dengan cara kegiatan penambangan skala kecil yakni menggunakan peralatan – peralatan sederhana. Sampai saat ini kegiatan penambangan tersebut belum diwadahi oleh suatu aspek legal atau perizinan sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang- Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 ini menuntut kegiatan skala kecil ini atau lebih dikenal dengan istilah pertambangan rakyat haruslah diwadahi oleh aspek legal, yang memberikan ruang gerak kepada pemerintah daerah untuk dapat
2
mandiri melaksanakan kegiatan–kegiatan dalam rangka penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR) sesuai kewenangannya. Penentuan WPR semestinya melewati tahapan-tahapan kegiatan yang sama dengan kegiatan dalam penentuan wilayah usaha pertambangan (WUP) yang mewadahi kegiatan pertambangan skala besar seperti tahap penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan. Sebagai langkah awal, tentunya diperlukan suatu analisis sesuai dengan kriteria untuk kegiatan pertambangan rakyat sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 yang lebih dijelaskan dalam
Peraturan
Pemerintah
nomor
22
tahun
2010
tentang
Wilayah
Pertambangan. Informasi geografis dalam bentuk yang paling sederhana adalah sebuah informasi yang berkaitan dengan lokasi tata letak objek tertentu yang selanjutnya diperluas fungsinya sebagai alat bantu dalam memproses data spasial sehingga menjadi informasi. Artinya, Sistem Informasi Geografis (SIG) bukan sekedar penggunaan komputer untuk membuat peta, tapi lebih dari itu, SIG seharusnya dapat membantu dalam analisis data, khususnya spasial. Proses pembangunan SIG yang di dalamnya termasuk analisis spasial sendiri terdiri dari pengumpulan data, pemeriksaan data, penyimpanan data, pemrosesan data, dan penyajian data yang secara keseluruhannya terpaket dalam satu kesatuan data berupa informasi geografis (Cholid, 2009). Sebagai sebuah metode, analisis spasial berusaha untuk membantu perencana dalam menganalisis kondisi permasalahan berdasarkan data dari wilayah yang menjadi sasaran, dan konsep-konsep yang paling mendasari sebuah 3
analisis spasial adalah jarak, arah, dan hubungan. Kombinasi dari ketiganya mengenai suatu wilayah akan bervariasi sehingga membentuk perbedaan yang signifikan yang membedakan satu lokasi dengan yang lainnya. Dengan demikian jarak, arah, dan hubungan antara lokasi suatu objek dalam suatu wilayah dengan objek di wilayah yang lain akan memiliki perbedaan yang jelas. Dan ketiga hal tersebut merupakan hal yang selalu ada dalam sebuah analisis spasial dengan tahapan-tahapan tertentu tergantung dari sudut pandang perencana dalam memandang sebuah permasalahan analisis spasial (Cholid, 2009). Kabupaten
Kampar
sebagai
kabupaten
yang
memiliki
potensi
pertambangan mineral dan batubara terutama jenis batuan dan mineral logam yang dimanfaatkan oleh pertambangan rakyat belum adanya peruntukan ruang wilayah secara formal terutama pada lokasi penelitian. Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Kampar sebagai Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) Kabupaten Kampar yang mempunyai tugas dan fungsi dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, perlu mempunyai suatu perencanaan ruang wilayah kabupaten diperuntukkan sebagai WPR sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam merencanakan suatu wilayah ditetapkan sebagai WPR, perlu adanya analisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif sesuai dengan kriteria pertambangan rakyat sebagai langkah awal. Diharapkan analisis spasial bisa memecahkan
masalah
penetapan
WPR
pengembangan wilayah. 4
sebagai
bagian
dari
rencana
1.2.
Perumusan Masalah Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Sebaran Bahan galian sirtu yang merupakan salah satu potensi sumberdaya mineral dan batubara di Kabupaten Kampar yang telah dimanfaatkan oleh pertambangan rakyat khususnya di lokasi penelitian, belum teridentifikasi secara baik sesuai dengan kaidah geologi untuk Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
2.
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) merupakan salah satu peruntukan kawasan dalam tata ruang wilayah khususnya di tingkat Kabupaten, dalam penetapannya perlu dilakukan suatu perencanaan yang didasarkan pada
konsep
pemanfaatan
lahan
dalam
ruang
wilayah
yang
berkelanjutan. Perencanaan tersebut tentunya dipengaruhi berbagai faktor yang menjadi faktor penentu terkait dengan kesesuaian lahan untuk penggunaan wilayah sebagai pertambangan rakyat. 3.
Pemanfaatan dan pengembangan bahan galian sirtu dilokasi penelitian dilakukan dengan cara pertambangan rakyat, yang diamanatkan oleh Undang – Undang no 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai salah satu penopang perekonomian masyarakat setempat, namun perlu adanya suatu kajian yang bertujuan untuk menilai apakah wilayah penyebaran bahan galian sirtu tersebut bisa diarahkan
5
sebagai wilayah pertambangan rakyat baik secara kemampuan maupun kelayakannya yang sesuai dengan kaidah perencanaan tata guna lahan dalam pengembangan wilayah yang mengacu kepada kriteria yang berlaku. 1.3.
Keaslian Penelitian Berdasarkan studi literatur yang berkaitan dengan tema tesis ini diperoleh
beberapa literatur sebagai berikut: 1. Zulkarnain, dkk, 2007 Menulis tentang definisi pertambangan rakyat berikut perkembangan kebijakan pertambangan rakyat di Indonesia serta dinamika dan peran pertambangan rakyat di Indonesia. 2. Zulkarnain, dkk, 2008 Menulis tentang konsep pertambangan rakyat dalam kerangka pengelolaan sumber daya tambang yang berkelanjutan dari berbagai aspek seperti aspek kebijakan, aspek modalitas, aspek kelembangan , aspek teknologi dan pengelolaan lingkungan. 3. Baja, 2012 Menulis tentang pendekatan spasial dan aplikasinya dalam perencanaan tata guna lahan dalam pengembangan wilayah, dengan pemilihan parameter yang disesuaikan dengan peruntukan penggunaan lahan suatu wilayah.
6
Perencanaan wilayah pertambangan rakyat sudah dilakukan oleh beberapa daerah terutama yang terdapat kegiatan penambangan rakyat baik yang telah legal maupun ilegal, namun lebih menggunakan metode kualitatif, dan lebih banyak untuk bahan galian emas. Dalam Undang–Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dicantumkan kriteria untuk menentukan kawasan wilayah pertambangan rakyat antara lain kriteria keterdapatan bahan galian secara geologi. Penulis dalam penulisan tesis ini mencoba menerapkan konsep perencanaan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) menggunakan metode analisis spasial dengan pendekatan konsep teknologi yang mengarah kepada konsep geologi dan pengelolaan lingkungan pada lokasi penelitian dengan objek bahan galian sirtu. 1.4.
Batasan Masalah Lokasi penelitian ini adalah sepanjang aliran Sungai Kampar yang
termasuk dalam wilayah Kecamatan Tambang, dan Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar (Gambar1.1). Objek penelitian ini adalah data dan informasi baik data primer dari survei lapangan
maupun sekunder terkait dengan kondisi geologi dan kondisi
lingkungan pendukung lainnya berupa peta, tabel, narasi maupun informasi lain yang diperlukan. Data tersebut digunakan dalam penentuan wilayah yang dinilai dapat dijadikan sebagai WPR dengan melakukan analisis kesesuaian lahan dan kelayakan lahan dengan metode analisis spasial.
7
Gambar.1.1.Peta lokasi penelitian 8
1.5.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah
Kabupaten Kampar dalam hal ini Dinas ESDM
Kabupaten Kampar dalam
penetapan WPR di Kabupaten Kampar khususnya di lokasi penelitian sebagai wadah legal formal bagi pelaku usaha pertambangan rakyat yakni Izin Pertambangan
Rakyat
(IPR),
yang
memberikan
kepastian
hukum
dan
memudahkan dalam pembinaan dan pengawasan kegiatan pertambangan rakyat tersebut. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat jadi salah satu referensi untuk perencanaan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di daerah lainnya. 1.6.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Mengidentifikasi lokasi sebaran bahan galian sirtu sesuai dengan kaidah geologi untuk Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
2.
Menjabarkan faktor penentu yang menjadi parameter
dalam analisis
kesesuaian lahan dan kelayakan secara lingkungan serta arahan pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). 3.
Menilai kemampuan dan kelayakan secara lingkungan serta memberikan arahan pengembangan bahan galian sirtu dilokasi penelitian sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) berdasarkan kriteria yang dikembangkan dari Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang
9
Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan menggunakan metode analisis spasial yang dapat diterapkan sesuai kaidah perencanaan tata guna lahan dalam pengembangan wilayah.
10