POKOK-POKOK UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN
DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN ¾
Dirumuskan sebagai pengganti UU No. 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, dengan mempertimbangkan antara lain: tuntutan perkembangan keadaan, perubahan dalam kehidupan masyarakat, dan melaksanakan amar putusan Mahkamah Konstitusi.
¾
Terdiri dari 17 bab yang memuat 58 pasal.
ASAS DAN TUJUAN ¾
Pembangunan ketenagalistrikan menganut asas: 1. manfaat; 2. efisiensi berkeadilan; 3. berkelanjutan; 4. optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya energi; 5. mengandalkan pada kemampuan sendiri; 6. kaidah usaha yang sehat; 7. keamanan dan keselamatan; 8. kelestarian fungsi lingkungan; dan 9. otonomi daerah.
¾
Pembangunan ketenagalistrikan bertujuan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN PENGUASAAN ¾ Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara dan penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah berlandaskan prinsip otonomi daerah. PENGUSAHAAN ¾ Pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik oleh pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan oleh BUMN dan BUMD. ¾ Badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik.
PEMBAGIAN KEWENANGAN (1) Pemerintah: ¾ penetapan kebijakan, peraturan perundangan dan perencanaan yang bersifat nasional; ¾ penetapan perizinan usaha ketenagalistrikan, tarif dan harga jual tenaga listrik yang dilakukan oleh BUMN ketenagalistrikan dan Pemegang IUKU yang wilayah usahanya lintas provinsi; ¾ pembinaan dan pengawasan kepada Pemegang IUKU yang izinnya dikeluarkan oleh Pemerintah. Pemerintah Provinsi: ¾ penetapan kebijakan, peraturan dan perencanaan daerah; ¾ penetapan perizinan usaha ketenagalistrikan, tarif dan harga jual tenaga listrik Pemegang IUKU yang wilayah usahanya lintas kabupaten; ¾ pembinaan dan pengawasan kepada Pemegang IUKU yang izinnya dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi.
PEMBAGIAN KEWENANGAN (2) Pemerintah Kabupaten/kota: ¾ ¾
¾
penetapan kebijakan, peraturan dan perencanaan daerah; penetapan perizinan usaha ketenagalistrikan, tarif dan harga jual tenaga listrik Pemegang IUKU yang wilayah usahanya dalam kabupaten/kota; pembinaan dan pengawasan kepada Pemegang IUKU yang izinnya dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN UMUM ¾ Terdiri atas jenis usaha:
1. 2. 3. 4.
pembangkitan tenaga listrik; transmisi tenaga listrik; distribusi tenaga listrik; dan/atau penjualan tenaga listrik.
¾ Dapat dilakukan secara terintegrasi oleh satu badan
usaha dalam satu wilayah usaha. ¾ Wilayah usaha ditetapkan Pemerintah.
PELAKU USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN UMUM ¾
Dilaksanakan oleh BUMN, BUMD, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik.
¾
BUMN diberi prioritas pertama.
¾
Untuk wilayah yang belum mendapatkan pelayanan tenaga listrik, Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya memberi kesempatan kepada BUMD, badan usaha swasta, atau koperasi sebagai penyelenggara usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi.
¾
Dalam hal tidak ada BUMD, swasta, atau koperasi yang dapat menyediakan tenaga listrik di wilayah tersebut, Pemerintah wajib menugaskan BUMN untuk menyediakan tenaga listrik.
USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI ¾ Meliputi jenis usaha:
1. pembangkitan tenaga listrik; 2. pembangkitan tenaga listrik dan distribusi tenaga listrik; atau distribusi tenaga listrik; dan/atau 3. pembangkitan tenaga listrik,transmisi tenaga listrik, dan distribusi tenaga listrik. ¾ Dapat dilaksanakan oleh instansi pemerintah, pemerintah
daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, perseorangan, dan lembaga/badan usaha lainnya.
USAHA PENUNJANG TENAGA LISTRIK (1) ¾
usaha jasa penunjang tenaga listrik: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
konsultansi dalam bidang instalasi penyediaan tenaga listrik; pembangunan dan pemasangan instalasi penyediaan tenaga listrik; pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik; pengoperasian instalasi tenaga listrik; pemeliharaan instalasi tenaga listrik; penelitian dan pengembangan; pendidikan dan pelatihan; laboratorium pengujian peralatan dan pemanfaat tenaga listrik; sertifikasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik; sertifikasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan; atau usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan penyediaan tenaga listrik.
USAHA PENUNJANG TENAGA LISTRIK (2) ¾
usaha industri penunjang tenaga listrik: usaha industri peralatan tenaga listrik; dan/atau 2. usaha industri pemanfaat tenaga listrik. 1.
PERIZINAN ¾
Terdiri dari: 1. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, wajib dimiliki oleh pelaku usaha yang menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. 2. Izin Operasi, wajib untuk pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dengan kapasitas tertentu.
¾
Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik.
¾
Izin diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (1) ¾ Hak: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
melintasi sungai atau danau baik di atas maupun di bawah permukaan; melintasi laut baik di atas maupun di bawah permukaan; melintasi jalan umum dan jalan kereta api; masuk ke tempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk sementara waktu; menggunakan tanah dan melintas di atas atau di bawah tanah; melintas di atas atau di bawah bangunan yang dibangun di atas atau di bawah tanah; dan memotong dan/atau menebang tanaman yang menghalanginya.
HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (2) ¾ Kewajiban: menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku; 2. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat; 3. memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan; dan 4. mengutamakan produk dan potensi dalam negeri. 1.
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN (1) ¾ Hak 1. mendapat pelayanan yang baik; 2. mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik; 3. memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar; 4. mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik; dan 5. mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN (2) ¾ Kewajiban melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik; menjaga keamanan instalasi tenaga listrik milik konsumen; memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya; membayar tagihan pemakaian tenaga listrik; dan menaati persyaratan teknis di bidang ketenagalistrikan.
PENGGUNAAN TANAH Dilakukan dengan cara: 1. Ganti rugi Diberikan untuk tanah yang dipergunakan secara langsung oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan bangunan serta tanaman di atas tanah. 2. Kompensasi Diberikan untuk penggunaan tanah secara tidak langsung oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang mengakibatkan berkurangnya nilai ekonomis atas tanah, bangunan, dan tanaman yang dilintasi transmisi tenaga listrik dengan perhitungan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DAN SEWA JARINGAN TENAGA LISTRIK ¾ Harga jual dan sewa jaringan Antara PLN dengan swasta/koperasi ditetapkan oleh
pemerintah. Antara PIUKU terintergrasi diluar PLN dengan swasta/koperasi ditetapkan oleh pemerintah daerah. Ditetapkan berdasarkan prinsip usaha yang sehat.
TARIF TENAGA LISTRIK ¾ Tarif tenaga listrik TDL PLN ditetapkan oleh pemerintah setelah mendapat persetujuan dari DPR. TDL PIUKU terintegrasi diluar PLN, ditetapkan oleh pemerintah daerah setelah mendapat persetujuan dari DPRD. TDL ditetapkan dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan nasional, daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga listrik. TDL PLN dapat ditetapkan secara berbeda di setiap daerah.
PEMBELIAN TENAGA LISTRIK LINTAS NEGARA ¾ Pembelian tenaga listrik lintas negara, dapat dilakukan apabila: Belum terpenuhinya kebutuhan tenaga listrik setempat; Hanya sbg penunjang kebutuhan tenaga listrik setempat; Tidak merugikan kepentingan negara dan bangsa yang
terkait dengan kedaulatan, keamanan, dan pembangunan ekonomi; Untuk meningkatkan mutu dan keandalan; Tidak mengabaikan kemampuan penyediaan listrik dalam negeri; Tidak menimbulkan ketergantungan dari luar negeri.
PENJUALAN TENAGA LISTRIK LINTAS NEGARA ¾ Penjualan tenaga listrik lintas negara, dapat dilakukan apabila: Kebutuhan tenaga listrik setempat telah terpenuhi; Harga jual tenaga listrik tidak mengandung subsidi; Tidak mengganggu mutu dan keandalan.
LINGKUNGAN HIDUP DAN KETEKNIKAN ¾ Setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundangundangan di bidang lingkungan hidup. ¾ Keteknikan terdiri atas: a. keselamatan ketenagalistrikan; dan b. pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk kepentingan telekomunikasi, multimedia, dan informatika.
KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN ¾ Meliputi: 1. Pemenuhan standardisasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang wajib memenuhi ketentuan standar nasional Indonesia; 2. pengamanan instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki sertifikat laik operasi ; dan 3. pengamanan pemanfaat tenaga listrik.
PEMANFAATAN JARINGAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN TELEKOMUNIKASI, MULTIMEDIA, DAN INFORMATIKA ¾ Dilakukan sepanjang tidak mengganggu kelangsungan
penyediaan tenaga listrik. ¾ Dilakukan dengan persetujuan pemilik jaringan. ¾ Dilakukan berdasarkan izin pemanfaatan jaringan yang
diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. ¾ Ketentuan
Pemerintah.
lebih
lanjut
diatur
dengan
Peraturan
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (1) ¾ Memuat tentang kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan usaha ketenagalistrikan, antara lain : 1. penyediaan dan pemanfaatan sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik; 2. pemenuhan kecukupan pasokan tenaga listrik; 3. pemenuhan persyaratan keteknikan; 4. pemenuhan aspek perlindungan lingkungan hidup;
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (2) 5. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri; 6. penggunaan tenaga kerja asing; 7. pemenuhan tingkat mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik; 8. pemenuhan persyaratan perizinan; 9. penerapan tarif tenaga listrik; dan 10. pemenuhan mutu jasa yang diberikan oleh usaha penunjang tenaga listrik.
PENYIDIKAN Memuat tentang pengaturan kewenangan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) terhadap tindak pidana di bidang ketenagalistrikan.
SANKSI ADMINISTRATIF (1) ¾ Dapat apabila melanggar pasal-pasal tertentu berupa: 1. teguran tertulis; 2. pembekuan kegiatan sementara; dan/atau 3. pencabutan izin usaha.
¾ Sanksi administratif ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
SANKSI ADMINISTRATIF (2) ¾ Pemegang izin usaha di bidang ketenagalistrikan dapat dikenai sanksi administratif, pencabutan izin usaha, dalam hal: 1. tidak melaksanakan kewajiban dalam penyediaan tenaga listrik; 2. menerapkan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik tanpa persetujuan Pemerintah atau Pemerintah Daerah; 3. menerapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen diluar ketentuan yang ditetapkan Pemerintah atau Pemerintah;
SANKSI ADMINISTRATIF (3) 4. melakukan jual beli tenaga listrik lintas negara tanpa izin Pemerintah; 5. tidak menggunakan potensi dan produk dalam negeri yang disyaratkan; dan 6. tidak memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
KETENTUAN PIDANA (1) ¾ Perbuatan tindak pidana ketenagalistrikan, terdiri atas:
di
bidang
1. melakukan usaha ketenagalistrikan tanpa izin; 2. tidak memperhatikan keselamatan ketenagalistrikan sehingga mengakibatkan matinya seseorang atau mengganggu kelangsungan penyediaan tenaga listrik; 3. menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya (pencurian);
KETENTUAN PIDANA (2) 4. menggunakan tanah untuk instalasi tenaga listrik tanpa memenuhi kewajiban terhadap yang berhak atas tanah, bangunan, dan tanaman; 5. mengoperasikan instalasi tenaga listrik tanpa sertifikat laik operasi; 6. memproduksi, mengedarkan, atau memperjualbelikan peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang tidak sesuai dengan standar nasional Indonesia.
KETENTUAN PERALIHAN (1) Memuat tentang pengaturan peralihan dalam pelaksanaan undang-undang ini, yaitu status PT PLN (Persero), Izin di bidang usaha ketenagalistrikan yang telah diterbitkan sebelum berlakunya undang-undang ini,yaitu: 1. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) BUMN dianggap telah memiliki Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik. 2. Paling lama 2 (dua) tahun, Pemerintah telah melakukan penataan dan penetapan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik kepada BUMN.
KETENTUAN PERALIHAN (2) 3. Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum, Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Sendiri, dan Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang telah dikeluarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya. 4. Paling lama 2 (dua) tahun, pelaksanaan Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum, Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Sendiri, dan Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang telah dikeluarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 (tiga) disesuaikan dengan ketentuan UndangUndang ini.
Terima Kasih