BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan bermasyarakat saat ini yang semakin berkembang, tingkat perekonomian dalam masyarakat juga semakin beragam. Keberagaman tingkat perekonomian tersebut tercermin dalam tingkatan kelas masyarakat yang terbagi mulai dari kelas bawah, menengah, dan atas. Bagi masyarakat kelas atas, masalah pendanaan bukanlah hal yang sulit ketika berniat menjalakan usaha. Sebaliknya, masyarakat kelas bawah dan kelas menengah biasanya mengalami kesulitan dalam hal pendanaan ketika ingin memulai usaha. Salah satu solusi dalam hal pendanaan untuk memulai usaha bisnis bagi masyarakat kelas bawah dan kelas menengah adalah dengan cara melakukan pinjaman melalui lembaga perbankan. Perbankan sebagai lembaga keuangan mempunyai peran penopang perekonomian yang berguna sebagai penunjang tercapainya pembangunan nasional, melalui kegiatan-kegiatan dan jasa-jasa yang melayani kebutuhan pembiayaan bagi semua sektor perekonomian. Salah satu jasa pelayanan yang diberikan tersebut yaitu kredit, karena pada hakekatnya tugas pokok bank adalah menerima dan memberikan kredit dan sumber utama pendapatan adalah dari bunga kredit.
Dalam melaksanakan kegiatan perkreditan tersebut mengandung risiko, terutama bagi bank sebagai kreditur. Sebagai mengurangi dan memperkecil risiko dalam pelaksanaan kredit, bank membutuhkan jaminan pemberian kredit sebagai kepastian pelunasan utang debitur bila debitur cidera janji kepada bank sebagai kreditur dengan adanya jaminan pemberian kredit tersebut, maka akan memberikan jaminan perlindungan, baik bagi kemananan dan kepastian hukum kreditur bahwa kreditnya akan tetap kembali walaupun nasabah debiturnya wanprestasi, yakni dengan cara mengeksekusi objek jaminan kredit bank yang bersangkutan. Apabila jaminan berupa tanah/bangunan, pertama-tama dilakukan pemeriksaan tentang kepemilikannya, keabsahannya, kebenaran dan keaslian jaminan tersebut. Perlu dilihat jenis hak tanah, pemilik yang berhak atas tanah, dan hak atas tanah tersebut telah dibebani dengan hak tanggungan atau tidak. Debitur dalam kredit perbankan biasanya menginginkan agar kredit tersebut cepat cair, karena dapat mempercepat proses perputaran usaha maupun sebagai
solusi
kebutuhan
yang
mendesak.
Proses
pencairan
kredit
membutuhkan waktu yang tidak cepat, khususnya dengan jaminan tanah menggunakan jaminan Hak Tanggungan. Terkait hal tersebut, diperlukan peran notaris untuk mempercepat pencairan kredit dengan menerbitkan surat keterangan atau yang dikenal dengan istilah “Covernote”. Covernote adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa dokumen yang sedang dalam proses pengurusan di kantor notaris yang bersangkutan akan
tetapi
belum
selesai
pengurusannya,
sedangkan
klien
(pihak
yang
berkepentingan) membutuhkan pencairan kredit secepatnya untuk digunakan sesuai keperluan. Pada prakteknya, bank bisa mengeluarkan dana berdasarkan covernote yang dikeluarkan oleh notaris yang bersangkutan. Covernote tersebut dibuat dalam bentuk surat keterangan yang dibuat oleh notaris sendiri atas suatu tindakan hukum para pihak yang dilakukan oleh para pihak dihadapan notaris. Covernote sebenarnya bukanlah unsur atau bagian dalam proses pembuatan sertifikat hak tanggungan, maka dalam pembuatan sertipikat hak tanggungan, covernote menjadi bagian dari proses terbentuknya dua peristiwa hukum perjanjian yaitu perjanjian pinjaman kredit dan perjanjian agunan/jaminan hak tanggungan.Covernote ini sering dijadikan sebagai pengganti atas kekurangan bukti jaminan, sebagai pegangan sementara bagi bank dalam perjanjian kredit. Pencairan kredit bank biasanya dapat dilakukan dengan dasar covernote yang telah dikeluarkan oleh notaris dan pada dasarnya covernote tersebut dapat dilakukan dalam segala situasi dan kondisi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris. Ada beberapa contoh kegunaan dari surat keterangan/covernote Notaris, misalnya : 1.
Bila debitur hendak mengambil kredit di bank dan barang yang akan dijaminkan itu masih dalam proses roya fidusia sedangkan bank baru akan mencairkan kredit bila barang yang dijaminkan telah selesai di-roya fidusia terlebih dahulu, maka salah satu solusi agar kredit itu dapat dicairkan oleh
bank, yaitu notaris akan mengeluarkan covernote yang berisi keterangan bahwa surat-surat kepemilikan atas barang itu sedang dalam proses roya dan apabila telah selesai diroya maka akan diserahkan ke bank nantinya. 2.
Bila suatu Perseroan Terbatas (PT) sedang menunggu surat keputusan pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dan proses pengurusannya dilimpahkan ke kantor notaris, maka notaris akan mengeluarkan covernote yang menerangkan bahwa surat-surat tersebut sedang dalam proses di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI apabila telah selesai pengurusannya akan diserahkan kepada pihak yang berkepentingan tersebut.1
3.
Ketika Perjanjian Kredit, yang kemudian dibuatkan SKMHT dan atau APHT, karena semuanya telah ditandatangani oleh para pihak di hadapan notaris, meskipun secara administratif kenotarisan belum selesai, maka untuk untuk kepentingan bank (pemberi kredit) dan para pihak (debitur), notaris akan membuat/mengeluarkan covernote, yang menyatakan bahwa tindakan hukum para penghadap tersebut telah selesai dilakukan, jika bank telah menerima covernote seperti itu, telah cukup alasan bagi bank untuk mencairkan kredit tersebut kepada debitur. Apabila dilihat dari kewenangan notaris yang diatur dalam Pasal 15
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
1
Santia Dewi dan R.M. Fauwas Diradja, 2011, Panduan Teori & Praktik Notaris, Pustaka Yustisia, Sleman, Yogyakarta,hlm. 86-87.
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang selanjutnya akan disebut UUJNP, yaitu : Ayat (1) : Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditegaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Ayat (2) : Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), notaris berwenang pula : a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. Membuat Akta Risalah Lelang Peran dan fungsi serta kedudukan covernote dalam dunia perbankan menjadi sangat penting,tetapi fakta yuridisnya covernote tidak diatur dalam perundang-undangan. Baik dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, maupun pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atau Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pembuatan covernotedilakukan karena adanya kebutuhan dan hanya menjadi pegangan sementara untuk bank sampai dengan diserahkannya seluruh akta dan
jaminan yang telah didaftarkan melalui notaris.Notaris untuk membuat covernote terkait dengan asas kebebasan berkontrak, yang termuat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Notaris selaku pihak yang memiliki kapasitas untuk membuat covernote dengan memuat isi atas kesanggupan/janji notaris kepada pihak yang membutuhkan covernote tersebut. B.
Rumusan Masalah Penelitian Dari uraian yang telah dibahas dilatar belakang, maka penulis mengangkat permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Apa yang menjadi dasar pertimbangan bank dalam pencairan kredit berdasarkanCovernote yang telah dikeluarkan oleh Notaris?
2.
Bagaimana kekuatan pembuktian Covernote yang dikeluarkan oleh Notaris?
C.
Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penulusuran yang dilakukan penulis, ditemukan adanya penelitian terlebih dahulu yang mengkaji tentang Covernote dalam pelaksanaan jabatan Notaris/PPAT :
1. Saprudin2, dengan judul “Tanggung Jawab Notaris Dalam Menerbitkan Covernote Sebagai Syarat Efektif Penarikan Kredit Dalam Perjanjian Kredit Bank (Studi Kasus Pada PT. Bank Mandiri (PERSERO), Tbk. Kantor
Wilayah
X
Makassar)”.
Penulisan
tersebut
merumuskan
permasalahan tentang bagaimanakah kekuatan hukum covernote sebagai syarat efektif penarikan kredit dalam perjanjian kredit bank ditinjau dari hukum perikatan maupun kenotariatan dan bagaimanakah tanggung jawab Notaris yang menerbitkan covernote sebagai syarat efektif penarikan kredit dalam perjanjian kredit bank apabila terjadi kesalahan atau kelalaian Notaris menimbulkan kerugian bagi pihak bank. Adapun kesimpulan dari penulisan tersebut menyebutkan bahwa : a.
Covernote Notaris yang dijadikan sebagai syarat efektif penarikan kredit dalam perjanjian kredit bank, dari aspek hukum perikatan memiliki kekuatan hukum mengikat pihak bank serta debitur apabila syarat covernote tersebut dicantumkan dalam perjanjian kredit yang dibuat secara sah. Dari aspek hukum kenotariatan covernote tidak diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, sehingga akibat yang ditimbulkan oleh adanya covernote berlaku ketentuan hukum umum, baik secara perdata maupun pidana. Covernote Notaris tidak memiliki kekuatan hukum sebagai ambtelijk acte, sehingga tidak memiliki
2
Saprudin, 2010, Tanggung Jawab Notaris Dalam Menerbitkan Covernote Sebagai Syarat Efektif Penarikan Kredit Dalam Perjanjian Kredit Bank (Studi Kasus Pada PT. Bank Mandiri (PERSERO), Tbk. Kantor Wilayah X Makassar), UGM, Yogyakarta.
kekuatan hukum yang sempurna, melainkan hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai petunjuk arah atau dapat dipakai sebagai alat bukti tambahan dan sepenuhnya tergantung kepada penilaian hakim sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1881 ayat (2) KUHPerdata. b.
Notaris dalam hal menerbitkan covernote sebagai syarat efektif penarikan kredit apabila tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dapat menimbulkan
permasalahan
dikemudian
hari
yang
dapat
mengakibatkan kerugian bagi pihak bank yang menggunakannya. Secara hukum pihak bank yang mengalami kerugian yang diterbitkan oleh covernote Notaris, dapat menuntut pertanggungjawaban Notaris sepanjang dapat membuktikan adanya kesalahan atau kelalaian dari Notaris yang bersangkutan. Bentuk pertanggungjawaban yang dapat dituntut kepada Notaris akibat dari kegagalan covernote yang disebabkan oleh adanya kesalahan atau kelalaian Notaris, adalah pertanggungjawaban perdata berdasarkan perbuatan melawan hukum atau berdasarkan wanperstasi. Pertanggungjawaban pidana hanya dapat dituntut kepada Notaris apabila adanya tindakan hukum dari Notaris yang secara sengaja dengan penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan oleh Notaris bersama debitur bahwa covernote yang diterbitkan tersebut untuk dijadikan suatu alat melakukan, turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu kebohongan/memberikan keterangan yang tidak benar yang dapat merugikan pihak bank.
2. Yosephine Minar Juang Sintawati3, dengan judul “Arti Penting Keberadaan Covernote Dalam Mempercepat Proses Pencairan Kredit di PT. Bank Mega, Tbk. Cabang Slamet Riyadi Surakarta”. Penulisan tersebut merumuskan permasalahan tentang bagaimana keberadaan covernote didalam mempercepat proses pencairan kredit di PT. Bank Mega, Tbk. Cabang Slamet Riyadi Surakarta dan bagaimana kekuatan hukum covernote yang dikeluarkan notaris dalam mempercepat proses pencairan kredit di PT. Bank Mega, Tbk. Cabang Slamet Riyadi Surakarta ditinjau dari hukum perjanjian dan hukum kenotariatan. Adapun kesimpulan dari penulisan tersebut menyebutkan bahwa : a.
Covernoteyang dikeluarkan oleh Notaris merupakan syarat efektif dalam proses pencairan kredit oleh nasabah dan keberadaan covernote itu sendiri menjadi sangat penting manakala praktek penggunaan covernote itu sendiri adalah berdasarkan kebijakan umum bank (Best Practise) yang mengijinkan kredit dapat ditarik oleh debitur setelah diterimanya covernote dari Notaris tanpa menunggu selesainya salinan akta atau selesainya pendaftaran APHT, Hipotek dan Jaminan Fidusia. Hal ini dikarenakan apabila pencairan kredit harus menunggu diterimanya salinan akta perjanjian kredit dari Notaris atau menunggu diterimanya sertifikat hak tanggungan dari kantor pertanahan, maka
3
Yosephine Minar Juang Sintawati, 2013, Arti Penting Keberadaan Covernote Dalam Mempercepat Proses Pencairan Kredit di PT. Bank Mega, Tbk. Cabang Slamet Riyadi Surakarta, UGM, Yogyakarta.
pencairan kredit kepada debitur akan terhambat karena harus menunggu paling cepat dalam waktu 2 (dua) bulan. Jelaslah bahwa covernote Notaris sebagai syarat efektif kredit sangat penting dalam proses pencairan kredit oleh pihak bank terhadap debiturnya. Oleh karena keberadaan covernote yang sangat penting bagi pihak bank dan debiturnya, maka pihak bank biasanya menetapkan siapa saja Notaris yang menjadi rekanannya tersebut, sehingga calon debitur yang akan melakukan pengikatan agunan pasti akan disuruh memilih salah satu Notaris yang menjadi rekanan bank tersebut. Dengan dikeluarkannya covernote oleh Notaris maka tanggungjawab Notaris terhadap covernote tersebut sangatlah besar karena secara tidak langsung covernote tersebut menjadi ujung tombak dari proses percepatan pencairan kredit. b.
Covernote muncul dikarenakan kebutuhan praktik mendesak sehingga pihak-pihak tertentu memerlukan covernote. Tidak ada dasar hukum penerbitan covernotetetapi dalam praktik covernote menjadi sangat penting keberadaannya, dan oleh karenanya covernote hanya dikatakan mengikat secara moral dan muncul berdasarkan praktik dan kebutuhan, dan mengikatnya itu hanya mengikat Notaris apabila Notaris tersebut tidak menyangkali tandatangannya. Covernoteitu mengikat Notaris maka Notaris mempunyai tanggungjawab yang sangat besar terhadap covernote yang dikeluarkan. Dalam covernote itu memuat janji-janji,
sehingga apabila hal-hal yang tertulis didalam covernote tidak sesuai dengan yang diperjanjikan maka Notaris itulah yang akan menanggung akibatnya/mendapat tuntutan dari pihak bank dan debitur. Covernote bukanlah perikatan yang terlarang atau perikatan yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Covernotelebih cenderung dikatakan sebagai perikatan yang lahir dari perjanjian berdasarkan hukum kebiasaan. Meskipun covernote itu tidak mempunyai kekuatan eksekutorial, covernote tersebut justru memiliki kekuatan hukum yang mengikat Notaris itu sendiri. Dilihat dari aspek hukum perjanjian covernote memiliki kekuatan hukum bagi kedua belah pihak dan oleh karenanya harus dilaksanakan secara konsisten, apabila syarat covernote tersebut dicantumkan dalam perjanjian kredit yang dibuat secara sah. Dari aspek hukum Kenotariatan covernote tidak diatur dalam UndangUndang Jabatan Notaris, sehingga akibat yang ditimbulkan oleh adanya covernote berlaku ketentuan hukum umum baik secara perdata maupun pidana. Covernote Notaris tidak mempunyai hukum sebagai ambtelijk acte, sehingga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, melainkan hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai petunjuk kearah pembuktian atau dapat dipakai sebagai alat bukti tambahan dan sepenuhnya bergantung pada
penilaian hakim
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1881 ayat (2) KUHPerdata.
Perbedaan dari tesis tersebut di atas dengan tesis yang tengah penulis susun dimana penulis menitikberatkan kepada pertimbangan bank dalam pencairan kredit berdasarkancovernote yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris agar covernote tersebut dapat memberikan kepastian bagi para pihak yang sudah saling terikat dan dapat dijadikan pegangan yang kuat bagi para pihak yang terlibat serta bagi Notaris yang telah mengeluarkan covernote. Untuk menghindari segala kemungkinan tuntutan dikemudian hari berkaitan covernote yang telah dikeluarkan oleh Notaris serta pembuktian terhadap covernote. D.
Kegunaan Penelitian 1.
Teoritis Dalam penelitian ini diharapkan ada manfaat teoritis antara lain : a.
Dapat bermanfaat bagi pengembang Ilmu Hukum.
b.
Dapat memberikan kontribusi pemikiran yang berkaitan dengan pertimbangan bank dalam pencairan kredit berdasarkancovernoteyang dikeluarkan Notaris serta kekuatan pembuktiannya.
2.
Praktis Dalam penelitian ini diharapkan ada manfaat praktis antara lain : a. Dapat bermanfaat bagi pengguna jasa Notaris
b. Dapat memberikan masukan positif kepada Notaris sehingga dalam memberikan pelayanan jasa hukum kepada masyarakat memiliki kepastian dan kekuatan hukum. E.
Tujuan Penelitian Sehubungan dengan tujuan covernote yang dikeluarkan oleh Notaris, maka tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui dan mengkaji dasar pertimbangan bank dalam pencairan kredit berdasarkancovernote yang dikeluarkan oleh Notaris.
2.
Untuk mengetahui dan mengkaji kekuatan pembuktian covernoteNotaris yang telah dikeluarkan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit 1. Pengertian Kredit Dalam masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan bahkan dapat dikatakan populer dan merakyat, sehingga dalam bahasa sehari-hari sudah dicampur-baurkan begitu saja dengan istilah uang. Bahkan dalam dunia pendidikan dengan sistem kredit semester yang baru, istilah kredit sudah memiliki konotasi khusus tersendiri disbandingasalnya. 4 Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan dengan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Istilah kredit berasal dari bahasa latin (credere) yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit ialah kepercayaan. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (bank) dalam hubungan 4
Astiko dan Sunardi, 1996, Pengantar Management Perkreditan, Andi, Yogyakarta, hlm. 5
perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan kredit yang telah diterimanya.5 Kredit adalah pinjaman yang diberikan bank kepada nasabahnya untuk meningkatkan usaha nasabah dan dapat mencapai keuntungan yang dicita-citakan. Dalam praktek kredit bank adalah pemberian pinjaman oleh bank kepada nasabahnya untuk membiayai kegiatan usaha nasabah dalam jumlah tertentu, dengan jangka waktu yang disepakati bersama antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur, dengan ketentuan-ketentuan yang disetujui bersama yang dituangkan dalam suatu perjanjian kredit, yang berisi antara lain kesediaan debitur untuk membayar kembali kreditnya termasuk beban bunga kredit.6 Apabila ditelusuri pengertian kredit itu lebih lanjut, maka dapat ditemukan unsur-unsur yang terkandung dalam makna kredit tersebut yaitu :7 a.
kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan
5
Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2003, Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance, Balairung & CO, Yogyakarta, hlm. 14 6 Thomas Suyatno, dkk, 2003, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 14 7 Djoni S. Ghazali dan Rachmadisman, 2010, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 268
dilunasinya sesuai sesuai dengan diperjanjikan pada waktu tertentu; b.
waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian dan pelunasan kreditnya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank nasabah peminjam dana;
c.
prestasi dan kontraprestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan pemberian kredit yang dituangkan dalam perjanjian kredit antara bank dan nasabah peminjam dana, yaitu berupa uang atau tagihan yang diukur dengan uang dan bunga atau imbalan, atau bahkan tanpa imbalan bagi bank syariah;
d.
risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, diadakanlah pengikatan jaminan (agunan). Suatu pinjam-meminjam uang berdasarkan pengertian kredit
yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana tersebut di atas,
akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:8 a. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang; b. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain; c. Adanya kewajiban melunasi hutang; d. Adanya jangka waktu tertentu; e. Adanya pemberian bunga kredit. Kelima unsur yang terdapat dalam pengertian kredit sebagaimana yang disebutkan di atas harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk dapat disebut sebagai kredit di bidang perbankan. Istilah kredit banyak pula digunakan untuk kegiatan perutangan lainnya di masyarakat, meskipun begitu hendaknya untuk istilah kredit dalam kegiatan perbankan selalu dikaitkan dengan pengertian yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
8
Moh.Tjoekam, 1999, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial, Konsep, Teknik dan Kasus, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 2
2.
Pengertian Perjanjian Kredit Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assesoirnya.
Ada dan berakhirnya
perjanjian jaminan
bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur.9 Perjanjian kredit bank merupakan perjanjian baku (standard contract), dimana isi atau klasul-klausul perjanjian kredit bank tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blangko), tetapi tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu (vorn vrij). Hal-hal yang berhubungan dengan ketentuan dan persyaratan perjanjian kredit telah dibakukan terlebih dahulu oleh pihak perbankan. Calon nasabah debitur tinggal membubuhkan tandatangannya saja apabila bersedia menerima isi perjanjian kredit tersebut, dan tidak memberikan kesempatan kepada calon debitur untuk membicarakan lebih lanjut isi atau klausul-klausul yang diajukan para pihak bank. Perjanjian kredit bank yang distandarkan ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya praktis dan kolektif. Pada tahap ini, kedudukan calon debitur sangat lemah, sehingga menerima saja ketentuan dan syarat-
9
Chatamarrasjid, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, hlm.71
syarat yang disodorkan pihak perbankan, karena jika tidak demikian calon debitur tidak akan mendapatkan kredit yang dimaksud. 10 Perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:11 a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok; b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasanbatasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur; c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. 3.
Bentuk dan Dasar Hukum Perjanjian Kredit Dalam peraturan bank IndonesiaNo. 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005, tidak diisyaratkan bahwa perjanjian kredit itu dibuat dalam suatu bentuk tertentu (notariil atau dibawah tangan). Oleh karena itu menurut Peraturan Bank Indonesia perjanjian kredit tersebut merupakan sarana untuk menilai kepatuhan debitor terhadap ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam perjanjian kredit, maka setiap permohonan kredit yang disetujui bank kepada (calon) debitor wajib dituangka dalam perjanjian kredit yang dibuat secara notariil atau secara dibawah tangan. Berdasrkan uraian tersebut, perjanjian dililaht dari segi bentuknya dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 12
10
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.cit, hlm. 321 Ibid., hlm.72 12 Yosephine Minar Juang Sintawati, Op.cit, hal. 40 11
a. Perjanjian Kredit Dibawah Tangan Perjanjian kredit secara dibawah tangan merupakan perjanjian kredit yang dibuat oleh bank dan debitor dalam bentuk dibawah tangan. b. Perjanjian Kredit Notariil Perjanjian kredit notariil adalah perjanjian kredit yang dibuat oleh bank dan debitor dihadapan notaris dalam bentuk sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian kredit ini memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang berlaku, melindungi kepentingan bank dan debitor. Praktek perbankan biasanya mendasarkan perjanjian kredit ini kepada Buku Kedua (mengenai jaminan kredit bank)) dan Buku Ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Hal-hal yang berkaitan dengan jaminan kredit bank tunduk kepada ketentuan hukum jaminan sebagaimana diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang lain. Sementara itu, untuk hal lainnya yang berkaitan dengan perjanjian kredit tunduk kepada ketentuan perjanjian sebagaimana diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Kitab Undang-undang Hukum Perdata hanya menentukan pedoman umum bahwa perjanjian harus dibuat dengan kata sepakat kedua belah pihak. Kata sepakat tersebut dapat berbentuk isyarat, lisan,
dan tertulis. Dalam bentuk tertulis, perjanjian dapat dilakukan dengan akta di bawah tangan dan akta autentik. Dalam praktik bank, bentuk perjanjian kredit dapat dibuat dengan akta di bawah tangan dan akta autentik (akta notaris).13 Dalam praktik perbankan, perjanjian kredit pada umumnya dibuat secara tertulis karena perjanjian kredit secara tertulis lebih aman bagi para pihak dibandingkan dalam bentuk lisan. Dengan bentuk tertulis para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah diperjanjikan, dan ini akan merupakan bukti yang kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu kepada kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh pihak bank.14 Selain itu dasar hukum perjanjian kredit juga dapat dijumpai dalam :15 a.
Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/IN/10/66 tentang Pedoman Kebijakan di Bidang Perkreditan tanggal 3 Oktober 1966 juncto Surat
Edaran
Bank
Negara
Indonesia
Unit
I
Nomor
2/539/UPK/Pemb. Tanggal 8 Okteober 1966, Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb. Tanggal 20 Oktober 13
1966
dan
Instruksi
Presidium
Kabinet
Nomor
Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank dengan Nasabah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Ibid. 14 Djuhaendah Hasan, Hasil Penelitian Jaminan Perkreditan, Ibid, hlm. 320. 15 Ibid
10/EK/2/1967 tanggal 6 Februari 1967, yang menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dengan nasabah atau Bank Sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad kreditnya. b.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indoensia Nomor 27/7/UPPB tanggal 31 Maret 1955 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.16 Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Bank Indonesia
tersebut, maka pemberian kredit bank wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis, baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta notariil. Perjanjian kredit disini berfungsi sebagai panduan bank dalam perencanaan, pelaksanaan, perngorganisasian, dan pengawasan dalam pemberian kredit yang dilakukan oleh bank, sehingga bank tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank terjamin dengan sebaik16
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Ibid.
baiknya. Oleh karena itu, sebelum pemberian kredit bank dilakukan, bank harus sudah memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit bank yang bersangkutan telah diselesaikan dan memberikan perlindungan yang memadai bagi bank. B. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1.
Pengertian Notaris Notaris berasal dari kata “nota literaria” yaitu tanda tulisan atau
karakter
yang
dipergunakan
untuk
menuliskan
atau
menggambarkan ungkapan kalimat yang disampaikan narasumber. Tanda atau karakter yang dimaksud merupakan tanda yang dipakai dalam penulisan cepat (stenografi). Awalnya jabatan Notaris hakikatnya ialah sebagai pejabat umum (private notary) yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk melayani kebutuhan masyarakat akan alat bukti autentik yang memberikan kepastian Hukum Perdata, jadi sepanjang alat bukti autentik tetap diperlukan oleh sistem hukum negara maka jabatan Notaris akan tetap diperlukan eksistensinya di tengah masyarakat.17 Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh 17
G.H.S Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement), Erlangga, Jakarta, hlm. 41
yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu juga tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. 18 Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan notaris sebagai orang yang mendapat kuasa dari pemerintah berdasarkan penunjukkan (dulu kuasa ini diberikan oleh Departemen Kehakiman) untuk mengesahkan dan menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta dan sebagainya. 19 Notaris menurut Pasal 1 angka 1 UUJNPNotaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentikdan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undangundang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa : a. Notaris adalah pejabat umum; b. Notaris merupakan pejabat yang berwenang untuk membuat akta autentik; c. Notaris memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud undang-undang ini atau undang-undang lainnya. 18
Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia,Tafsir Tematik Terhadap Undang-undang 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, (selanjutnya disingkat Habib Adjie II), hlm. 13 19 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 618
Menurut Nusyiwaran, notaris adalah semi swasta, karena tidak bisa bertindak bebas sebagaimana seorang swasta. Ia harus menjunjung tinggi martabatnya, oleh karena itu dia diperkenankan menerima uang jasa (honorarium) untuk setiap pelayanan yang diberikannya.20 2.
Fungsi Notaris Setiap
masyarakat
membutuhkan
seseorangyang
keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindungnya di hari-hari yang akan datang. Kalau seorang advokat membela hak-hak seseorang ketika timbul suatu kesulitan, maka seorang notaris harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan itu.21 3.
Tugas dan Kewenangan Notaris Kewenangan Notaris diatur dalam Pasal 15 UUJNPyang berbunyi :
20
Nusyirwan, 2000, Membedah Profesi Notaris, Universitas Padjajaran, Bandung, hlm. 3-4 Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktik Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm. 449 21
a. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. b. Notaris berwenang pula : 1) mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 2) membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 3) membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 4) melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; 5) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; 6) membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7) membuat Akta risalah lelang. c. Selain kewenangan sebagaimana dmaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam perundang-undangan. Kewenangan notaris dalam pasal tersebut di atas dapat dibagi menjadi : a.
Kewenangan Umum Notaris Pasal 15 ayat (1) UUJNPmenegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris, yaitu membuat akta secara umum, hal ini
disebut sebagai kewenangan umum notaris dengan batasan sepanjang :22 1) Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 2) Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan
yang
diharuskan
oleh
aturan
hukum
atau
dikehendaki oleh yang bersangkutan. 3) Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan. b.
Kewenangan Khusus Notaris Pasal 15 ayat (2) UUJNP mengatur mengenai kewenangan khusus seorang Notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu.23
c.
Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian Berkaitan dengan Pasal 15 ayat (3) UUJNP, maka Notaris melakukan tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan, sehingga produk atau akta Notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan dan pihak dan atau mereka
22
Habib Adjie, Op. Cit, hlm. 78 Ibid, hlm. 81
23
yang merasa dirugikan oleh tindakan Notaris diluar wewenang tersebut, maka Notaris dapat digugat secara perdata ke Pengadilan Negeri. 24 Pasal 1 angka (1) UUJNPyang menyebutkan notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UUJNP. Kedudukan notaris sebagai Pejabat Umum, dalam arti kewenangan yang ada pada notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat lainnya, selama sepanjang kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pejabat-pejabat lain dalam membuat akta autentik dan kewenangan lainnya, maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan notaris.25 Notaris tidak hanya berwenang untuk membuat akta autentik, notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai ketentuan undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Adanya hubungan erat antara ketentuan mengenai bentuk akta dan keharusan adanya pejabat yang mempunyai tugas untuk melaksanakannya, menyebabkan adanya kewajiban bagi
24
Ibid , hlm. 82 Ibid, hlm. 40
25
penguasa, yaitu pemerintah untuk menunjuk dan mengangkat notaris. 26 Berkaitan dengan wewenang yang harus dimiliki oleh notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, notaris hanya diperkenankan untuk menjalankan jabatannya di dalam daerah yang telah ditentukan dan ditetapkan dalam Peraturan Perundangundangan Jabatan Notaris dan dalam daerah hukum tersebut notaris mempunyai wewenang. Apabila ketentuan tersebut tidak diindahkan, akta yang dibuat notaris menjadi tidak sah. 27 4.
Kewajiban Notaris Kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUJNP, meliputi : a. b. c. d. e. f.
26
Nico, Op.cit, hlm. 37 Ibid
27
Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; Membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta; Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yng dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
g.
h. i. j.
k. l.
m.
n.
Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan; Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat kepada kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (ima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; Mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar pusat wasiat pada setiap bulan akhir; Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; Membacakan Akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta Wasiat dibawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan Menerima magang calon Notaris. Kewajiban Notaris juga diatur dalam Pasal 3 Kode Etik
Notaris, yaitu : a. b. c. d.
e. f.
Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik; Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris; Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan; Beritindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris; Meningkatkan ilmu pengetahuan yang dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan; Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara;
g.
h.
i.
j.
k. l. m. n.
o.
p. q.
Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium; Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari; Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat : 1) Nama lengkap dan gelar yang sah. 2) Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris. 3) Tempat kedudukan. 4) Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali dilingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama yang dimaksud. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi, malaksanakan setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan; Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib; Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia; Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan Perkumpulan; Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam perbuatan, pembacaan dan penandatanganan akta yang dilakukan di kantornya, kecuali alasan-alasan yang sah; Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan teman sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi; Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya; Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam : 1) Undang-Undang Nomor2 Tahun 2014atas Perubahan Undang-UndangNomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
2) Penjelasan pasal 19 ayat (2) Undang-UndangNomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. 3) Isi Sumpah Jabatan Notaris. 4) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia. C. Tinjauan Tentang Covernote Istilah “Covernote” berdasarkan asal usul berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata kerja “Cover”28 yang artinya “menutup” dan kata benda “Note”29 yang artinya “nota” atau “catatan”. Secara umum kata “covernote” lazimnya diartikan sebagai nota penutupan. Apabila dikaitkan dengan kata Notaris, maka covernote Notaris dapat diartikan sebagai covernoteyang diterbitkan oleh Notaris atau “nota penutupan notaris”. Istilah covernote notaris dalam praktek kenotariatan sering juga disebut surat keterangan notaris yang lahir dan berkembang dari kebutuhan praktek kenotariatan yang lazim berlaku, karena dalam sistem hukum positif yang ada di Indonesia baik dalam UUJNPmaupun dalam ketentuan perundangan lainnya tidak ditemukan istilah atau mengenai covernote Notaris. Pengertian covernote sebagai surat keterangan yang diterbitkan oleh notaris yang isinya telah menerangkan bahwa telah ditandatanganinya akta oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris, tentang sifat akta dengan 28
Wojowasito, 1982, Kamus Umum Inggeris Indonesia, CV Pangarang, Malang, hlm. 89 Ibid, hlm. 269
29
nomor dan tanggal sesuai dengan yang ada dalam protokol notaris. Covernote dapat dijadikan bukti telah terjadinya perikatan hukum dengan debitur tanpa menunggu diterimanya salinan akta. Agar covernote dapat berfungsi sebagaimana mestinya, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain : 30 1. Surat yang bersangkutan merupakan surat yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu notaris. 2. Minuta akta telah ditandatangani dengan sempurna oleh para pihak, saksi-saksi dan Notaris. 3. Telah adanya penyerahan surat bukti kepemilikan jaminan pembiayaan dari nasabah. 4. Jangka waktu atau paling lambat kapan pendaftaran tersebut dilakukan oleh notaris atau kapan sertipikat Hak Tanggungan dan atau sertipikat Fidusia tersebut dapat diterima bank. 5. Menjamin bahwa sertipikat tersebut sah. 6. Jaminan atau pernyataan bahwa tidak ada biaya lain kecuali yang telah dibayarkan. 7. Sertipikat Hak Tanggungan dan atau sertipikat Fidusia tersebut harus diserahkan kepada bank.
30
Yosephine Minar Juang Sintawati, “Arti Penting Keberadaan covernote Dalam Mempercepat Proses Pencairan Kredit di PT. Bank Mega, Tbk Cabang Slamet Riyadi Surakarta”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2013, hlm. 24
Harus diperhatikan bahwa covernote tidak dapat menggantikan fungsi sertipikat hak tanggungan dan atau sertipikat fidusia, dengan demikian sepanjang belum ada sertipikat hak tanggungan atau sertipikat fidusia maka belum ada juga bukti adanya hak preferen. 31 Adapun ciri-ciri covernote adalah :32 1.
Dibuat di atas kertas dengan kepala surat yang menunjukkan notaris yang membuat covernote.
2.
Ditandatangani oleh notaris dan dibubuhi cap jabatan notaris yang bersangkutan, diberi tanggal dan nomor covernote. Covernote notaris yang berkaitan dengan pengikatan agunan
biasanya berisi : 33 1. Jenis dokumen pengikatan yang sudah ditandatangani, kelengkapan dokumen yang diperlukan dan tingkat kepengurusannya. 2. Kesanggupan dari notaris untuk menyerahkan asli bukti hak dan pengikatan kepada bank apabila pengurusan telah selesai dilakukan. 3. Jangka waktu pengurusan. Namun demikian, perlu diingat covernote sebagai surat keterangan dari notaris mempunyai fungsi bermacam-macam, tergantung pada kepentingan untuk apa covernote tersebut dibuat. Isi covernote tergantung
31
Tri Widiyono, 2006, Operasional Tranksaksi Produk Perbankan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 270 32 Yosephine Minar Juang Sintawati, Op.cit. hlm. 24 33 Tri Widiyono, 2009, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 92
pada permasalahan, situasi dan kondisi. Pada praktek kenotariatan covernote disebut juga sebagai surat keterangan notaris yang lahir dan berkembang dari kebutuhan praktek kenotariatan yang sering terjadi, karena dalam hukum positif yang ada di Indonesia tidak ditemukan istilah ataupun pengaturan tentang covernote seperti yang telah dikemukakan diatas.34 Berdasarkan uraian diatas, maka dalam pembuatan covernote apabila notaris tidak memenuhi unsur pengertian, syarat-syarat, dan ciri-ciri tersebut di atas, maka akan menimbulkan kekeliriuan/kesalahan bagi pihak bank yang menggunakan covernote tersebut. Dalam praktek pemberian kredit oleh bank sering terjadi permasalahan yang diakibatkan oleh covernote notaris yang tidak tepat pembuatannya dan atau tidak tepat penggunaannya oleh bank.35 Menurut Kamus Bank Sentral Republik Indonesia dalam bidang perbankan, covernote disebut sebagai nota keterangan yaitu surat keterangan yang menyatakan tentang suatu keadaan berdasarkan perjanjian tertentu : misalnya, dalam perjanjian kredit (bank konvensional), pembaiyaan (bank syariah), sertipikat tanah milik debitur dikuasai oleh notaris dalam rangka proses balik nama, apabila bank setuju dapat dibuat nota keterangan/covernote. Pada praktek perbankan untuk mempercepat 34
Dyah Ayu Rafikasari, “Covernote Sebagai Syarat Realisasi Pembiayaan Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Solo, 2014, hlm. 42 35 Yosephine Minar Juang Sintawati, Op.cit. hlm. 25
pencairan pembiayaan dengan pertimbangan bahwa apabila pencairan pembiayaan menunggu pendaftaran hak tanggungan, atau jaminan fidusia akan memakan waktu yang lama, sedangkan mengingat penggunaan dana relatif mendesak maka bank sering meminta notaris untuk mengeluarkan covernote.36
36
Dyah Ayu Rafikasari, Op.cit, hlm. 42
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian hukum dapat dilihat dari sumber data maupun tujuannya. Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan,37 sehingga integrasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif-empiris. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau menggunakan sumber data sekunder yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang kedua. Penelitian hukum empiris yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian data primer dilapangan atau terhadap masyarakat yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang pertama. B. Bahan Penelitian Berdasarkan jenis datanya, maka bahan penelitian yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder, sehingga cara penulisan
37
Burhan Bungin, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, hlm. 122
yang akan digunakan mencakup penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. 1.
Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari buku, dokumen, jurnal, makalah, artikel, perundangundangan, covernote dan bahan-bahan lain yang berkaitan dengan objek penelitian. 38 Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a.
Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum menjadi sumber utama dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam penelitian ini meliputi : 1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata; 2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 3) Kode Etik Notaris. 4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
b.
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yang berupa tulisan-
38
Handari Nawawi, 2005, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 30
tulisan para ahli yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, ataupun yang berkaitan dengan bahan hukum primer, meliputi buku, dokumen, jurnal, makalah, artikel, perundangundangan, covernote dan bahan-bahan lainnya yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini. c.
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari : 1) Kamus Bahasa Indonesia 2) Kamus Istilah Hukum
2.
Penelitian Lapangan Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data dengan turun langsung ke lokasi penelitian dengan cara wawancara dari subjek penelitian untuk mendapatkan data primer atau bahan-bahan lain dari penelitian lapangan yang mendukung penelitian ini. a.
Lokasi Penelitian Untuk memperoleh informasi dan data yang akurat, yang berkaitan dan relevan dengan permasalahan dan penyelesaian penulisan tesis ini. Lokasi penelitian yang dipilih adalah wilayah kabupaten Sleman. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah banyaknya jumlah bank di Kabupaten Sleman dibandingkan
dengan jumlah bank di Kabupaten lain di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga jumlah covernote sebagai produk notaris juga lebih banyak. Dari hal tersebut diatas, bank sebagai lembaga yang menyediakan fasilitas kredit sangat dibutuhkan dalam masyarakat untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. b.
Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah responden, yaitu orang yang mengalami sendiri fenomena atau perbuatan hukum yang menjadi objek
penelitian.
Responden
diminta
untuk
memberikan
keterangan tentang suatu fakta atau pendapat yang disampaian dalam bentuk lisan ketika menjawab wawancara. Responden dalam penelitian ini terdiri dari : 1) 4 (empat)orang Notarisdi Kabupaten Sleman, yaitu Sumendro S.H, Agung Herning Indradi Prajanto S.H, Hitaprana S.H dan Mochamad Ikhwanul Muslimin, SH. 2) 1 (satu) orang Legal Officer Bank Internasional Indonesia, 1 (satu) orang Credit Operations Manager Bank X Cabang Y39dan 1 (satu) orang bagian Divisi Perkreditan Bank Pembangunan Daerah. 3. 39
Teknik Pengambilan Sampel
Bank X Cabang Y adalah salah satu bank di Kota Yogyakarta. Dikatakan sebagai bank X cabang Y dikarenakan pihak bank tidak ingin nama perusahaan dicantumkan dalam penulisan ini. Berdasarkan surat pernyataan yang penulis telah buat dan tandatangani.
Pada proses pengambilan sampel ini peneliti menggunakan teknik purposive non-random sampling. Disebut purposive nonrandom sampling karena tidak semua populasi akan diteliti tetapi dipilih yang dianggap mewakili populasi secara keseluruhan dan sebelumnya telah diketahui. 40 Dasar pemilihan sampel pada penelitian ini adalah : a.
Bank yang memberikan fasilitas kredit dengan covernote
b.
Notaris yang berkedudukan di Kabupaten Sleman
c.
Notaris yang masih aktif dalam menjalankan jabatannya
d.
Notaris yang telah menjabat minimal 5 tahun
e.
Notaris yang menjadi rekanan bank
f.
Notaris yang membuat covernote dalam proses pemberian fasilitas kredit
C. Cara dan Alat Pengumpul Data Penelitian 1.
Penelitian Kepustakaan Dalam penelitian kepustakaan pengumpulan data dengan cara membaca, melihat berupa catatan, buku, dokumen, jurnal, makalah, artikel, perundang-undangan, covernote dan bahan-bahan lain yang berkaitan dengan objek penelitian. Alat pengumpulan data yang digunakan yakni studi dokumen. Studi dokumen merupakan langkah
40
Bohar Soharto, 1989, Menyiapkan Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah, Taristo, Bandung, hlm. 153
awal dari setiap langkah penelitian hukum, yang meliputi studi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 2.
Penelitian Lapangan Pada Penelitian lapangan, cara pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara yang dilakukan secara langsung terhadap responden untuk memperoleh keterangan atau data. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara bebas terpimpin (controlled interview) dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Teknik yang digunakan untuk wawancara adalah tidak terstruktur yaitu dengan menyusun pedoman wawancara secara garis besar.41
D. Analisis Data Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian digabungkan dengan data sekunder yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Hasil analisis tersebut dipaparkan secara deskriptif, sehingga diperoleh uraian 41
Maria S. W. Soemardjono, 2001, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan Dasar, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 31
hasil penelitian yang bersifat deskriptif-kualitatif yang nantinya akan diperoleh arti dan kesimpulan untuk menjawab permasalahan. Analisis dilakukan atas sesuatu yang telah ada, berdasarkan data yang telah masuk dan diolah sedemikian rupa dengan meneliti kembali sehingga analisis dapat diuji kebenarannya. Dalam proses analisis, semua data yang diperoleh dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada sehingga tampak adanya permasalahan. Analisis data ini dilakukan dengan secara cermat dengan berpedoman pada tujuan daripada penelitian yang dilakukan kemudian diuraikan dalam bentuk kalimat yang selanjutnya secara teratur dan sistematis dalam bentuk tesis.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Pertimbangan Bank Dalam Pencairan Kredit BerdasarkanCovernote Yang Dikeluarkan Oleh Notaris Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undangundang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Salah satu usaha bank dalam menjalankan kegiatan usahanya yaitu memberikan
kredit
dengan
memperhatikan
prinsip
kehati-hatian
serta
mempunyai keyakinan atas kemampuan debitur untuk melunasi hutangnya,42 dengan demikian maka perkreditan memiliki unsur utama kepercayaan, walaupun kredit itu sendiri bukan hanya sekedar kepercayaan. Makna kepercayaan disini mengandung arti, yaitu : pihak yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. 43 Dalam proses pencairan kredit dalam praktek di lapangan mengenal yang dinamakan covernote yang dibuat oleh notaris untuk mempercepat proses 42
Zainal Asikin, 1995, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 17 Muhammad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hlm. 217
43
pencairan kredit dikarenakan begitu banyak dan lamanya proses yang harus dilakukan sebelum pencairan kredit. Covernotelahir sebagai solusi dalam dunia perbankan untuk memberi kenyamanan bagi debitur untuk segera menerima pencairan kredit tanpa menunggu lama. Covernote adalah surat keterangan yang berisi tentang sedang dilakukannya proses hukum yang diserahkan atau dipercayakan oleh notaris, kesanggupan notaris untuk meyelesaikan proses tersebut serta menyerahkan hasilnya pada pihak yang berhak. Covernote itu sendiri mengandung konsekuensi atau mengandung beban yang harus diselesaikan, hal itu diakibatkan karena keterangan yang berisi kesanggupan untuk menyelesaikan suatu proses dan menyerahkan hasil. 44 Covernote sebagai pegangan sementara bank untuk menunggu akta pengikatan jaminan selesai diproses oleh notaris. Dalam memberikan pinjaman kredit kepada (calon) nasabah, perlunya dilakukan pengikatan terhadp objek yang dijadikan jaminan tersebut. Adapun kegunaan jaminan kredit tersebut, yaitu :45 1.
memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayarkan kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian;
2.
menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya
44
Hasil wawancara tanggal 05 Maret 2015 di Kantor Notaris-PPAT Sumendro, Kabupaten Sleman, Pukul 09.00 WIB 45 Djoni S. Ghazali dan Rachmadi Usman, Op.cit, hlm 286
dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil; 3.
memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.46 Covernote didasarkan kepada kepercayaan bank terhadap notaris, namun
tidak semua notaris dipercayai untuk membuat covernote. Setiap bank memiliki kriteria yang berbeda dalam memilih notaris yang menjadi rekanannya, diantaranya yaitu : 1.
Menurut David Priyono selaku Legal Officer PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta kriteria khusus khusus/tertentu dalam memilih notaris adalah:47
2.
a.
Harus notaris;
b.
Minimal 5 tahun menjalankan jabatan;
c.
Minimal telah bekerjasama dengan 5 bank (syarat tidak mutlak);
d.
Memiliki track record yang bagus dari Organisasi INI dan IPPAT;
e.
Minimal harus kerja sama dengan koperasi dan BPR.
Menurut Woro Agustini selaku Credit Operations Manager PT. Bank X kriteria dalam memilih notaris adalah:48
46
Bank Indonesia, Resume Jaminan Kredit dan Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan,Ibid, hlm. 286. Hasil Wawancara tanggal 18 Februari 2015 di PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta, Pukul 17.00 WIB 47
a.
Sesuai ketentuan & kebijakan internal bank;
b.
Harus menjadi anggota INI dan IPPAT terlebih dahulu minimal menjalankan jabatan 4 tahun.
3.
Menurut Harya Setiawandana selaku Divisi Perkreditan PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak memiliki kriteria khusus untuk pemilihan notaris yang dapat dipercaya untuk membuat covernote tetapi hanyalah berdasakan perjanjian kerjasama (PKS) antara bank dengan notaris dan sudah ada pendekatan secara emosional dengan notarisnya.49 Dari beberapa kriteria bank yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan
bahwa kriteria yang menjadi dasar pertimbangan bank dalam memilih notaris untuk membuat covernote adalah sebagai berikut : 1.
harus mempunyai pengalaman dalam kurun waktu minmal 4-5 tahun dalam menjalankan jabatan sebagai notaris,
2.
harus telah menjabat sebagai notaris dan PPAT secara bersamaan dan tergabung dalam organisasi Ikatan Notaris Indonesia dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta,
3.
harus mempunyai kesepahaman yang sejalan dengan ketentuan dan kebijakan bank yang didasari kesepakatan antara notaris dan bank.
48
Hasil wawancara tanggal 9 Maret 2015 di PT. Bank X Cabang Y, pukul 12.00 WIB Hasil Wawancara tanggal 1 April 2015 di PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta, pukul 15.30 WIB 49
Kriteria-kriteria yang telah disebutkan di atas sangat berat bagi notarisnotaris yang baru membuka kantor dikarenakan sulitnya membangun relasi pada bank meskipun hanya mencari pengalaman, oleh karena itu disini dibutuhkan kelihaian dari notaris untuk melakukan pendekatankepada bank agar menjadi rekanan. Di sisi lain, bank juga harus memperhatikan notaris-notaris yang masih baru menjalankan tugas/jabatannya untuk mendapat kesempatan membuat akta yang berhubungan dengan perbankan. Hal ini diharapkan agar tidak terjadi praktek monopoli, dimana yang menjadi rekanan bank hanyalah kelompokkelompok tertentu saja. Berdasarkan kriteria dari masing-masing bank tersebut di atas, notaris sebagai pejabat umum yang dipercayakan untuk membuat covernote memiliki dasar pertimbangan menggunakan covernote sebagai syarat pencairan kredit, yaitu : 1.
Menurut David Priyono selaku Legal Officer PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta mengatakan bahwa : 50 a.
Covernote
merupakan
surat
kesanggupan
dari
notaris
untuk
menyerahkan perjanjian kredit, APHT, SHT dan asli sertipikat. b.
Karena pada saat akad kredit, notaris tidak dimungkinkan dapat menyerahkan secara langsung asli perjanjian kredit dan SKMHT serta sertipikat pada saat yang bersamaan.
50
Hasil Wawancara tanggal 18 Februari 2015 di PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta, Pukul 17.00 WIB
2.
Menurut Woro Agustini selaku Credit Operations Manager PT. Bank X Cabang Y mengatakan bahwa : 51 a.
Bank menggunakan covernote sebagai dasar untuk pencairan kredit karenadidalam syarat pencairan tersebut telah dimasukkan klausul untuk pencairan, lalu dilakukan pengikatan agunan secara yuridis sempurna atau minimal covernote notaris yang menyatakan bahwa agunan sedang dalam proses pengikatan pada instansi yang berwenang.
b.
Covernote merupakan surat keterangan yang diterbitkan oleh notaris dimana notaris belum menuntaskan pekerjaannya terkait tugas dan kewenangannya untuk menerbitkan suatu akta otentik.
c.
Pembuatan covernote oleh notaris bukanlah satu-satunya syarat untuk pencairan kredit,
syarat pencairan kredit banyak dan berbeda-beda,
tergantung fasilitas kreditnya (apa yang dibutuhkan). Ketentuan persyaratan tergantung pemegang kekuasaan tertinggi di bank. Apabila ada persyaratan yang tidak terpenuhi, maka kreditnya tidak bisa dicairkan. d.
Kepercayaan bank terhadap covernote yang dibuat oleh notaris untuk mencairkan kredit didasari karena jabatan notaris/PPAT sebagai pejabat umum dianggap dipercaya karena kepastiannya, sehingga surat keterangan yang dikeluarkan oleh notaris/PPAT dianggap benar adanya. Covernote tersebut dapat terlaksana apabila dimungkinkan dan
51
Hasil wawancara tanggal 9 Maret 2015 di PT. Bank X Cabang Y, Pukul 12.00 WIB
tercantum dalam syarat kredit yang telah diputus oleh pejabat yang berwenang memutus kredit. 3.
Menurut Harya Setiawandana selaku Divisi Perkreditan PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan bahwa : 52 a.
Bank menunjuk notaris karena kepercayaan dan yang menjadi jaminannya adalah bahwa yang sedang dalam proses itu akan diserahkan kepada bank.
b.
Karena posisinya yang bisa melaksanakan pengikatan itu adalah notaris.
c.
Proses pengikatan jaminan secara sempurna (pembebanan hak tanggungan), belum bisa dilakukan dengan alasan antara lain : roya hak tanggungan, proses akta jual beli dan balik nama, perubahan status peruntukkan penggunaan tanah, pemecahan atau pengabungan sertifikat tanah, perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah.
d.
Terdapat dokumen persyaratan kredit yang belum dipenuhi dan pengurusannya diserahkan kepada notaris antara lain pengurusan IMB dan izin-izin usaha.
e.
Antara bank dan notaris sudah berkomitmen untuk menjalin hubungan kerjasama yang telah dituangkan secara tertulis dalam perjanjian Mou mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dimana dalam perjanjian tersebut notaris selauku mitra bank akan melakukan
52
Hasil wawancara tanggal 1 April 2015 di PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pukul 15.30 WIB
pengikatan terkait perjanjian kredit. Kepercayaan itu juga didasari dengan proses pembuatan covernote oleh notaris perihal yang akan dicantumkan dalam covernote telah melalui proses verifikasi dari notaris kepada pihak yang berwenang menerbitkan perihal yang membutuhkan proses, misalnya pengecekan status sertipikat tanah di Kantor Pertanahan. Pada dasarnya bank memiliki alasan tertentu mengapa mau mengeluarkan kredit sementara belum dibuatkan akta jaminan, hanya berdasarkan covernote yang dikeluarkan oleh notaris, alasannya karena notaris adalah pejabat, keterangannya harus bisa dipegang dan notaris sebagai pejabat publik yang harus open/terbuka didalam melakukan perbuatan hukum. Dasar hukumnya adalah notaris itu pejabat publik yang memiliki kewajiban memberikan pelayanan secara terbuka kepada masyarakat dengan memberikan keterangan yang benar tentang tugas yang sudah dijalankan.53 Berdasarkan
uraian
mengenai
pertimbangan
bank
menggunakan
covernote dalam pencairan kredit, notaris selaku orang yang diberikan kepercayaan oleh bank sebagai pejabat umum dalam membuat surat keterangan atau yang biasa disebut dengan covernote harus memberikan keterangan yang benar serta memuat jelas tentang perbuatan hukum yang akan dilakukan serta kesanggupan atas yang dijanjikan didalam isi covernotetersebut. Covernote
53
Hasil wawancara tanggal 24 Maret 2015 di Kantor Notaris-PPAT Mochamad Ikhwanul Muslimin, Kabupaten Sleman, Pukul 12.20 WIB
digunakan sebagai pegangan sementara oleh bank sampai proses kepengurusan terhadap akta yang dibuat oleh notaris telah selesai. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dalam melakukan pemberian kredit, bank diwajibkan untuk memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat dan prinsip kehati-hatian. Ketentuan dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan bahwa : (1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. (2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sudah dapat dipastikan bahwa bank berkeinginan agar kredit yang diberikannya tidak menjadi kredit bermasalah di kemudian hari, oleh karena itu sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap unsur 5 C’s sebagai dasar dalam pemberian kredit yang bersangkutan, yang meliputi :54 1.
Penilaian watak/kepribadian (character) Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksdukan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau
54
Djoni S. Ghazali dan Rachmadi Usman, Op.cit, hlm. 273
mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank di kemudian hari. Hal ini dapat diperoleh bank dan (calon) debitur atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian, dan perilaku calon debitur dalam kehidupan kesehariannya. 2.
Penilaian kemampuan (capacity) Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayainya akan dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya
dalam
jangka
waktu
tertentu
mampu
melunasi
atau
mengembalikan pinjamannya. 3.
Penilaian terhadap modal (capital) Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan.
4.
Penilaian terhadap agunan (collateral) Untuk
menanggung
pembayaran
kredit
macet
dikarenakan
dbeitur
wanprestasi, maka calon debitur umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepadanya. Untuk itu sudah seharsnya bank wajib meminta agunan tambahan dengan maksud jika calon debitur tidak dapat melunasi kreditnya, maka agunan
tambahan
tersebut
dapat
dicairkan guna
menutupi pelunasan
atau
pengembangan kredit atau pembiayaan yang tersisa. 5.
Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy) Bank harus menganalisis keadaan pasar didalam dan diluar negeri, baik masa lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai dapat pula diketahui. Demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam arti piutang dari pihak
yang meminjamkan terjamin dengan adanya jaminan. 55 Berkaitan dengan yang disalurkan oleh bank lembaga jaminan mempunyai arti yang lebih penting lagi, hal ini dikarenakan kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko,56 oleh karenanya, tetap pihak bank guna mengantisispasi “kerugian” yang mungkin timbul ini sangat diperlukan. Untuk itu, sebaiknya bank memanfaatkan secara optimal peranan satuan hukumnya, baik yang menyangkut perjanjian kredit maupun tentang segala aspek yang berkaitan dengan barang agunan beserta caracara pengikatannya. 57 Dalam hal mangantisipasi risiko yang akan dialami oleh pihak bank terkait barang yang menjadi agunan dalam perjanjian kredit, bank terlebih dahulu harus mengikat barang jaminan dengan pemasangan hak tanggungan agar barang jaminan tersebut dapat di eksekusi langsung untuk pelunasan utang apabila 55
Purwahid Patrik dan Kushadi, 1985, Hukum Jaminan, edivsi revisi Pusat Studi Hukum Perdata dan Pembangunan, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, hlm. 2 56 Neni Sri Imaniyanti, 2010, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia,PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 151 57 H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 205
debitur wanprestasi. Namun untuk proses pembuatan hak tanggungan diperlukan waktu yang tidak singkat, sehingga notaris membuatkan surat keterangan atau yang biasa disebut dengan covernote sebagai pengangan sementara bank atas perbuatan hukum yang sedang dilakukan oleh notaris yang bersangkutan. Barang
agunan perlu
diteliti keabsahannya,
untuk
menghindari
kemungkinan bahwa barang telah diagunkan kepada pihak lain, barang agunan tersebut dalam sengketa atau kemungkinan bahwa barang yang diagunkan milik orang lain. Selain itu, perlu di telitilebih lanjut antara lain tentang hal-hal yang menyangkut : apakah agunan tidak sedang dalam perselisihan, bagaimana mekanisme pengikatan jaminan, bagaimana prosedur pengikatan agunannya, bagaimana kepastian nilai hak tanggungan, dan sebagainya. 58 Dalam hal ini notaris sebagai pejabat umum yang dipercayakan oleh masyarakat atas akta yang dibuatnya, untuk mengikat barang jaminan yang menjadi agunan di bank diperlukannya APHT. APHT digunakan sebagai pelunasan atas utang debitur terhadap kreditur (bank) apabila debitur wanprestasi. Pembuatan APHT dibutuhkan waktu yang tidak sebentar, sehingga dibuatlah surat keterangan atau yang biasa disebut covernote yang dibuat oleh notaris sebagai pegangan sementara bank. Asal
mula
covernote
didahului
dengan
perjanjian
kredit
dan
pemasangan/pemberian jaminan lainnya (pemasangan Hak Tanggungan/personal garansi) sesuai ketentuan perbankan itu sendiri, sejak penandatanganan kredit 58
Ibid
tersebut biasanya ditentukan pencairan kreditnya pada hari itu juga. Padahal jaminan-jaminannya itu belum didaftarkan, tetapi aktanya sudah dibuat (akta Hak Tanggungan/SKMHT setelah itu APHT, atau perlu dilakukan roya terlebih dahulu/take over dari bank lain). Berhubung pencairan kredit harus langsung pada saat penandatanganan, maka bank perlu diyakinkan bahwa jaminan-jaminan yang diberikan oleh debitur itu syarat-syarat secara yuridisnya dapat dipenuhi, maka bank dapat meminta surat keterangan/covernote dari notaris.59 Penentuan isi covernote yang benar adalah memuat setidak-tidaknya 4 poin:60 1.
Siapa yang mengeluarkan harus jelas. Notaris yang bersangkutan;
2.
Adanya perbuatan hukum yang sedang dilakukan atau sedang diproses (Akta Jual Beli antara siapa dengan siapa, diikuti dengan Hak Tanggungan);
3.
Penyelesaiannya semua proses itu harus ada estimasinya (tidak tepat, ada yang cepat ada yang lama) untuk menghindari notaris apabila berkelit karena jangka waktunya tidak ditentukan waktunya. Ini adalah unsur yang paling penting dan harus ada dalam pembuatan covernote;
4.
Kesanggupan notaris untuk menyerahkan hasil proses kepada pihak yang berhak. Hal ini yang paling berat untuk dilakukan, artinya kalau hasil dari
59
Hasil wawancara tanggal 24 Februari 2015 di Kantor Notaris-PPAT Hitaprana, Kabupaten Sleman, Pukul 10.24 WIB 60 Hasil wawancara tanggal 05 Maret 2015 di Kantor Notaris-PPAT Sumendro, Kabupaten Sleman, Pukul 09.00 WIB
proses tersebut tidak diserahkan maka notaris yang bersangkutan harus siap dengan risiko hukum. Sumendro (Notaris-PPAT Kabupaten Sleman) mengatakan bahwa kewenangan notaris
yang tertuang dalam Pasal 15 UUNP
Undang-
UndangNomor 2 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atas perubahan Undangundang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidakdisebutkan mengenaipembuatan covernote dalam kewenangan notaris, namun tidak berarti notaris tidak bisa mengeluarkan covernote.61 Pembuatan covernote juga tidak tercantum dalam larangan yang termuat dalam Pasal 17 Ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu : Notaris dilarang : a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b. mennggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturutturut tanpa alasan yang sah; c. merangkap jabatan sebagai pegawai negeri; d. merangkap jabatan sebagai jabatan negara; e. merangkap jabatan sebagai advokat; f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris; h. menjadi Notaris Pengganti; atau i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. 61
Hasil wawancara tanggal 05 Maret 2015 di Kantor Notaris-PPAT Sumendro, Kabupaten Sleman, Pukul 09.00 WIB
Dalam Kode Etik notaris juga tidak mengatur tentang larangan pembuatan covernote. Pasal 4 Kode Etik menjelaskan bahwa: Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris dilarang : 1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) antor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan. 2. Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/:antor Notaris” di luar lingkungan kantor. 3. Melakukan publikasi atau promosi diri, bai sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk : a. Iklan; b. Ucapan selamat; c. Ucapan belasungkawa; d. Ucapan terima kasih; e. Kegiatan pemasaran; f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olahraga. 2. Bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang pada hakikatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.\ 3. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh orang lain. 4. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani. 5. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain. 6. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumendokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya. 7. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesana rekan Notaris. 8. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
9.
10.
11.
12. 13.
Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujua terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalmnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengn cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat ekslusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi notaris lain untuk berpartisipasi. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap : a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabata Notaris; b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; c. Isi sumpah jabatan Notaris; d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau Keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.
Dari keterangan di atas, dalam kewenangan notaris maupun larangan notaris yang termuat dalam UUJNP serta kode etik notaris, tidak satupun memuat tentang pembuatan covernote maupun ketentuan pembuatan covernote. Adanya pembuatan covernote karena faktor kebutuhan dalam kelengkapan persyaratan dalam dunia perbankan khususnya dalam proses pencairan kredit, sehingga boleh saja notaris-PPAT mengeluarkan covernote tersebut untuk kepentingan bagi
pihak yang membutuhkan. Sepanjang covernote tersebut tidak bertentangan dengan pancasila, undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Walaupun tidak ada peraturan yang mengatur, namun pembuatan covernote adalah salah satu bentuk pelayanan jasa notaris kepada masyarakatsebagai Pejabat umum seperti yang telah dikatakan oleh Hitaprana selaku notaris di Kabupaten Sleman. Sebagai Pejabat Umum, Notaris harus Independen. Dalam istilah seharihari istilah Idependen ini sering disama-artikan dengan Mandiri. Independen ini mempersoalkan kemerdekaan Pejabat Umum dari intervensi atau pengaruh pihak lain ataupun diberi tugas oleh instansi lain. Oleh karena itu dalam konsep Independen ini harus diimbangi dengan konsep Akuntabilitas. Akuntabilitas ini mempersoalkan keterbukaan (transparancy) menerima kritik dan pengawasan (controlled) dari luar serta bertanggung jawab kepada pihak luar atas hasil pekerjaannya atau pelaksanaan tugas jabatannya. 62 Dalam independensi ini ada 3 (tiga) bentuk yaitu :63 1.
Structural Independen, yaitu independen secara kelembagaan (institusional) yang dalam bagan struktur (organigram) terpisah dengan tegas dari institusi lain. Dalam hal ini meskipun notaris diangkat dan diberhentian oleh Menteri Kehakiman, secara kelembagaan tidak berarti menjadi bawahan Menteri Kehakiman atau berada dalam struktur Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
62
Habib Adjie, Op.cit, hlm. 31 Ibid,hlm. 33
63
2.
Functional Independen, yaitu independen dari fungsinya yang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya tugas, wewenang, dan jabatan notaris.
3.
Financial Independen, yaitu independen dalam bidang keuangan yang tidak pernah memperoleh anggaran dari pihak manapun juga. Sebagaimana diuraikan di atas, dalam konsep Independen berkaitan pula
dengan konsep Akuntabilitas (Accountability) atau Pertanggungjawaban, yaitu terdiri dari :64 1.
Akuntabilitas spiritual. Hal ini berkaitan dengan keyakinan secara langsungvertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersifat pribadi. Akuntabilitas seperti ini dapat dilihat dari kalimat yang tercantum dalam sumpah/janji Jabatan Notaris. Oleh karena bagaimana implementasi Akuntabilitas Spiritual ini akan tergantung pada diri-sendiri notaris yang bersangkutan. Hanya Tuhan Yang Maha Esa dan dirinya yang tahu. Akuntablitas Spiritual ini seharusnya mewarnai setiap tindakan/perbuatan kita ketika menjalankan tugas
jabatannya,
artinya
apa
yang
kita
perbuat
bukan
hanya
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat saja, tapi juga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu sangat penting nilai-nilai “Ke-Tuhan-an” menyertai setiap perilaku, tindakan dan perbuatan kita. 2.
Akuntabilitas moral kepada publik. Kehadiran notaris adalah untuk melayani kepentingan masyarakat yang membutuhkan akta-akta otentik ataupun surat-
64
Ibid
surat yang lainnya yang menjadi kewenangan notaris. Oleh karena itu masyarakat berhak mengontrol “hasil
kerja” dari notaris. Salah satu
konkretisasi dari akuntabilitas ini, misalnya masyarakat dapat menuntut notaris, jika ternyata hasil pekerjaannya merugikan anggota masyarakat. Ataupun ada tindakan-tindakan notaris yang dapat “mencederai” masyarakat yang menimbulkan kerugian banyak materi maupun immateril kepada masyarakat. 3.
Akuntabilitas hukum. Notaris bukan orang/jabatan yang “imun” (kebal) dari hukum. Jika ada perbuatan/tindakan notaris yang menurut ketentuan hukum yang berlaku dapat dikategorikan melanggar hukum (pidana, perdata, administrasi), maka mau tidak mau kita harus bertanggungjawab.
4.
Akuntabilitas profesional. Notaris dapat dikatakan profesional jika dilengkapi dengan berbagai keilmuan yang mumpuni (intelectual capital) yang dapat diterapkan dalam praktik, tapi bukan berarti “tukang”, tapi dalam hal bagaiamana mengolah nilai-nilai atau ketentuan-ketentuang yang abstrak menjadi suatu yang tertulis (akta) sesuai yang dikehendaki oleh para pihak. Oleh karena itu kita jangan lelah dan bosan untuk senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas keilmuan kita, agar kita senantiasa profesional.
5.
Akuntabilitas administratif. Sebelum kita menjalankan jabatan/tugas sebagai notaris sudah tentu kita mempunyai surat pengangkatan kita sebagai notaris, sehingga legalitas kita tidak perlu dipertanyakan lagi, tapi yang sampai saat ini masih jadi pertanyaan bagi kita sebagai notaris secara administratif dalam
pengangkatan dan penggajian karyawan. Banyak notaris yang mengangkat karyawan karena “pertemuan” ataupun “persaudaraan”. Padahal sebenarnya apapun latar belakangnya harus tetap ada pembenahan secara administratif. Kemudian yang lainnya juga yaitu mengenai “pengarsipan” akta-akta, terkadang kita menatarnya “asal-asalan”, padahal akta tersebut adalah arsip negara yang harus kita “admiistrasikan” secara seksama. Oleh karena itu sangat beralasan kita harus belajar “Manajemen Kantor Notaris” yang bahan dasarnya dari pengalaman-pengalaman notaris terdahulu yang kemudian dibukukan. 6.
Akuntabilitas keuangan. Bentuk akuntabilitas dalam bidang keuangan ini yaitu kita melaksanakan kewajiban kita untuk membayar pajak, ataupun membayar kewajiban lain kepada organisasi, seperti iuran bulanan misalnya. Kemudian juga membayar gaji karyawan kita senantiasa tidak memacu (atau lebih dari) kepada Upah Minimum Regional (UMR). Suatu saat hal tersebut harus dibebani oleh kita semua. Notaris dalam menjalankan tugas/jabatannya sudah ditentukan dalam
UUJNP serta Kode Etik Notaris, sehingga harus memahami independsi dan akuntabilitas seperti yang telah diuraikan di atas agar notaris dapat mengetahui dimana dan bagaimana menjalankan tugas/jabatannya dengan baik sebagai notaris. Mengingat isi Pasal 1 UUJNP yang telah menerangkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang menjalankan sebagian fungsi publik dari negara dan
bekerja untuk pelayanan kepentingan umum di bidang hukum perdata, walaupun notaris bukan pegawai negeri yang menerima gaji dari negara. Dalam pelaksanaan tugas/jabatan sebagai notaris yang baik, notaris juga harus memperhatikan asas-asas yang dapat diadopsi sebagai asas-asas yang harus dijadikan pedoman dalam menjalankan tugas jabatan notaris, sebagai asas-asas pelaksanaan tugas jabatan notaris yang baik, dengan substansi dan pengertian untuk kepentingan notaris, sebagai berikut :65 1.
Asas persamaan. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan kedaan sosialekonomi atau alasan lainnya.
2.
Asas kepercayaan. Jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan mereka yang menjalankan tugas jabatan notaris sebagai orang yang dapat dipercaya. Notaris sebagai jabatan kepercayaan tidak berarti apa-apa jika ternyata mereka yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, sehingga hal tersebut, antara jabatan notaris dan pejabat (yang menjalankan tugas jabatan notaris) harus sejalan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
3.
Asas kepastian hukum. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku akan memberikan
65
Ibid, hlm. 34
kepastian kepada para pihak, bahwa akta yang dibuat dihadapan atau oleh notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, akta notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak. 4.
Asas kecermatan. Notaris dalam mengambil suatu tindakan harus dipersiapkan dan didasarkan pada aturan hukum yang berlaku. Meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepada notaris dan mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak wajib dilakukan sebagai bahan dasar untuk dituangkan dalam akta.
5.
Asas pemberian alasan. Setiap akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris harus mempunyai alasan dan fakta yang mendukung untuk akta yang bersangkutan atau ada pertimbangan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak/penghadap.
6.
Larangan penyalahgunaan wewenang. Pasal 15 UUJN merupakan batas kewenangan notaris dalam menjalankan tugas jabatannya. Penyalahgunaan wewenang yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh notaris di luar dari wewenang yang telah ditentukan, maka tindakan notaris dapat disebut sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang
7.
Larangan bertindak sewenang-wenang. Notaris dalam menjalan tugas jabatannya dapat menentukan, tindakan para pihak dapat dituangkan dalam bentuk akta notaris atau tidak. Sebelum sampai pada keputusan seperti itu, notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada notaris. Dalam hal ini notaris mempunyai peranan
untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam bentuk akta atau tidak, dan keputusan yang diambil harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak. 8.
Asas proporsionalitas. Notaris dituntut untuk senantiasa mendengar dan mempertimbangkan keinginan para pihak agar tindakannya dituangkan dalam akta notaris, sehingga kepentingan para pihak terjaga secara proporsional yang kemudian dituangkan kedalam bentuk akta notaris.
9.
Asas profesionalitas. Asas ini mengutamakan keahlian (keilmuan) notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, berdasarkan UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris. Tindakan profesional notaris dalam menjalankan tugas jabatannya diwujudkan dalam melayani masyarakat dan akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris. Apabila notaris menjalankan tugas/jabatannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, kode etik yang mengatur serta memperhatikan dan mematuhi berbagai asas yang telah dijelaskan dapat mengontrol notaris dalam menjalankan tugas/jabatannya tetap dalam jalur dan porsinya sehingga menjadikan notaris yang bertanggungjawab atas kepercayaan yang telah diberikan oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat terkait akta-akta yang dibuatnya.
B.
Kekuatan Pembuktian Covernote Yang Dikeluarkan Oleh Notaris Pembuktian dalam hukum acara perdata diatur dalam Pasal 1865 KUHPerdata menyebutkan setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan hak sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris berkedudukan sebagai akta otentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUNJP. Seperti yang termuat dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undangundang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Covernotemerupakan alat bukti tertulis yang dibuat dengan tujuan sebagai pembuktian apabila notaris yang membuatnya menyangkali atas isi dari covernote yang telah dibuatnya, namun berdasarkan uraian dari isi Pasal yang termuat dalam KUHPerdata, menjelaskan bahwa covernote tidak termasuk dalam akta otentik karena tidak memenuhi unsur yang tertuang dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Pembuatan covernote memang dilakukan oleh pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat, namun bentuk dari covernote itu sendiri tidak ditentukan oleh undang-undang maupun peraturan yang lainnya.
David Priyono selaku Legal Officer PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta juga mengatakan bahwa kekuatan pembuktian covernote
tersebut
adalah
sempurna.
Karena
setiap
notaris
telah
menandatangani perjanjian kerjasama dengan bank.66 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa covernote tidak temasuk dalam akta autentik karena tidak memenuhi unsur yang dimuat dalam Pasal 1868 KUHPerdata, sehingga pembuktian covernote tidak bisa dikatakan sempurna. Pembuktian yang sempurna hanya bisa apabila akta tersebut dapat dikatakan autentik. Covernote sebagai surat keterangan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dikarenakan bukan sebagai akta otentik yang dijelaskan dalam pasal 1870 KUHperdata yaitu bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya. Kekuatan pembuktian covernote tidak seperti kekuatan pembuktian akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna. Kekuatan pembuktian covernote yaitu kekuatan bukti bebas, yaitu mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas. Bukti bebas artinya :67 1. Hakim bebas untuk menilai sesuai dengan pertimbangannya yang logis.
66
Hasil Wawancara tanggal 18 Februari 2015 di PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta, Pukul 17.00 WIB 67 H.A. Mukti Arto, 1996, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 142.
2. Hakim tidak terikat dengan alat bukti tersebut. 3. Terserah kepada keyakinan Hakim untuk menilai. 4. Hakim dapat mengesampingkan alat bukti ini dengan pertimbangan yang logis. 5. Bukti ini dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan. Harya Setiawandana selaku Divisi Perkreditan PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan bahwa covernote merupakan surat keterangan yang tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum dan biasanya sebagai pengganti atas kekurangan bukti jaminan. Covernote hanya memiliki kekuatan mengikat secara moral dengan notaris yang menerbitkan sebagai bentuk kepercayaan bank terhadap notaris. 68 Dalam hal ini bentuk atau isi dari covernote tersebut memang tidak ditentukan oleh undang-undang seperti yang sudah dijelaskan dalam Pasal 1868 KUHPerdata, namun covernote dapat dijadikan alat bukti tertulis oleh pihak yang merasa dirugikan atas pembuatan covernote tersebut atas tidak dilaksanakannya janji/kesanggupan atas perbuatan hukum tertentu yang telah dituangkan didalam isi covernote oleh notaris yang bersangkutan. Notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan atas tugas jabatannya serta telah mengucapkan sumpah jabatan, sehingga notaris harus memberikan keterangan yang benar dalam melaksanakan tugas jabatannya tersebut.
68
Hasil Wawancara tanggal 1 April 2015 di PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta, pukul 15.30 WIB
Covernote sebagai alat bukti tertulis memiliki kekuatan hukum terkait keterangan yang telah dituangkan didalamnya serta telah menyatakan kesanggupan/janjinya. Sumendro (Notaris-PPAT Kabupaten Sleman) menjelaskan meskipun covernote itu dari sisi kacamata hukum bukan akta tetapi bisa menjadi alat bukti bagi pihak yang dirugikan, dalam hal ini bank (kreditur). Apabila yang membuat covernote tersebut tidak bisa merealisasikan janjinya, maka covernote tersebut bisa dijadikan alat bukti serta bisa menuntut atau menggugat notarisnya tersebut. Pada hakekatnya covernote adalah surat pernyataan kesanggupan, jadi apabila tidak dapat dilakukan akan menimbulkan 2 celah, yaitu notaris dapat digugat secara pidana karena ada penipuan serta dituntut secara perdata karena tidak melakukan apa yang menjadi kesanggupan yang dinyatakan dalam surat keterangan tersebut. Meskipun bukan akta, tetapicovernote merupakan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat resmi, pejabat umum (notaris) dan covernote itu menggunakan kop surat resmi, tandatangan notaries serta ada cap jabatan. Dengan demikian statuscovernote bisa menjadi dasar bagi pihak yang dirugikan untuk menggugat (perdata) atau menuntut (pidana) notaris. 69 Surat sebagai alat bukti tertulis terbagi menjadi dua yaitu surat yang merupakan akta dan bukan akta. Surat yang merupakan akta ialah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan sesuatu hal atau peristiwa,
69
Hasil wawancara tanggal 05 Maret 2015 di Kantor Notaris-PPAT Sumendro, Kabupaten Sleman, Pukul 09.00 WIB
karenanya suatu akta harus selalu ditandatangani. 70 Surat yang bukan akta yaitu surat yang dibuat tidak dengan tujuan sebagai alat bukti dan belum tentu ditandatangani. 71 Apabila dilihat dari pengertian yang dikemukakan oleh Sudikno dan Subekti, menurut penulis covernote sebagai surat yang dibuat secara tertulis guna menjadi alat bukti tertulis termasuk surat yang merupakan akta. Dapat dilihat dari pengertiannya yaitu : 1.
Sudikno Mertokusumo yang dimaksud dengan akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 72
2.
Subekti yang dimaksud dengan akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. 73 Dilihat dari maksud dan tujuan pembuatannya, covernote dapat
dikatakan akta karena surat tersebut dibuat dengan tujuan sebagai alat bukti tulisan/tertulis tentang suatu peristiwa/perbuatan hukum yang dibuat dan ditandatangani oleh notaris sebagai pejabat umum yang dipercayakan untuk
70
Subekti, 1992, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 178 H.A. Mukti Arto,Op.cit, hal. 144 72 Sudikno Mertokusumo, Mertokusumo, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, (b), Edisi Ketujuh, Liberty, Yogyakarta, hlm. 149 73 R.Subekti, 2001, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 25 71
membuat itu sebagai kelengkapan atas akta-akta otentik yang belum selesai kepengurusannya di Kantor Pertanahan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya surat dapat disebut dengan akta dan memiliki kekuatan pembuktian terhadap adanya perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh para pihak yang berkpentingan, maka akta tersebut harus memenuhi persyaraan sebagai berikut :74 1. Surat itu harus ditandatangani; 2. Surat itu harus memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan; dan 3. Surat itu diperuntukkan sebagai alat bukti. Dalam Pasal 1866 KUH perdata, alat-alat bukti meliputi: 1) 2) 3) 4) 5)
Bukti tulisan; Bukti dengan saksi-saksi; Persangkaan-persangkaan; Pengakuan; Sumpah. Dari alat-alat bukti di atas, bukti tulisan itu adalah segolongan yang
sangat berharga untuk pembuktian, yaitu akta. Suatu akta ialah suatu tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan tandatangan.75 Didalam alat bukti tulisan (akta) dibedakan atas 2 golongan dimana kedua akta ini diperuntukkan guna pembuktian, yaitu : 74
Menurut Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang yang dikutip oleh Sjaiufurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, bandung, hal. 100 75 R. Subekti, 2001, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 25
1.
Akta Otentik Kekuatan bukti akta tersebut ada pada akta aslinya, disebut minuta, yang sama pula dengan salinan resmi/pertama sebagai grosse acte. Masalah kekuatan pembuktian/kekuatan bukti dari alat-alat bukti sah tersebut pada umumnya dapat dibedakan antara lain : 76 a.
Kekuatan pembuktian sempurna,
berarti sekalipun merupakan
kekuatan pembuktian sempurna tetapi masih dimungkinkan adanya bukti balasan, asalkan syaratnya harus dengan bukti yang sebaliknya yaitu senilai, artinya yang mempunyai kekuatan bukti yang sama. b.
Kekuatan bukti menentukan, berarti tidak dimungkinkan lagi adanya bukti balasan.
c.
Kekuatan bukti bebas, berarti mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas, terserah kepada kebijakan Hakim didalam menilai suatu penghargaan terhadap alat bukti tertulis tersebut. Hakim leluasa didalam memberi penghargaan atas kekuatan bukti-bukti itu serta dalam hal pengambilan kesimpulan. Kekuatan pembuktian akta otentik tersebut ada 3 (tiga) macam,
yaitu : a.
Lahiriah (Uitwendige Bewijskracht) Kemampuan lahiriah akta notaris merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik (acta
76
R. Soeparmono, 2005, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, Maju Mundur, Bandung, hlm. 120
publica probant sese ipsa). Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya ada sampai yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keotentikan akta notaris. Parameter untuk menentukan akta notaris sebagai akta otentik, yaitu tandatangan dari notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada minuta, dan salinan serta adanya awal akta (mulai dari judul) sampai dengan akhir akta. Nilai pembuktian akta notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan adanya alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik.77 b.
Formal (Formele Bewijskracht) Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang
77
Habib Adjie, 2013, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publlik, PT.Refika Aditama, Bandung, hlm. 72
tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf, dan tandatangan para pihak/penghadap, saksi dan notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksian, didengar oleh notaris (pada akta pejabat/berita acara),
dan
mencatatkan
keterangan
atau
pernyataan
para
pihak/penghadap (pada akta pihak).78 c.
Materil (Materiele Bewijskracht) Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihakpihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan notaris dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap notaris yang kemudian/keterangannya dituangkan/dimuat dalam akta harus
dinilai
telah
benar
berkata
demikian.
Jika
ternyata
pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, 78
Ibid
maka hal tersebut tanggungjawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk/diantara para pihak dan para ahli waris serta penerima hak mereka. 79 2.
Akta Dibawah Tangan Apabila suatu akta dibawah tangan isi dan tandatangan akta itu telah diakui oleh yang membuatnya, maka akta tersebut mempunyai kekuatan pembuktian seperti halnya pada akta otentik, yaitu mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Hal itu berarti mempunyai kekuatan bukti terhadap pembuat akta, ahli warisnya dan pendapat hak. Apabila tandatangan dalam akta disangkal oleh pihak yang menandatangani, maka pihak yang mengajukan akta tersebut berusaha membuktikan dan Hakim harus memeriksa kebenaran tandatangan tersebut. Akta dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian kepada pihak ke tiga. 80 Menurut Pasal 1869 KUHPerdata, suatu akta yang tidak dapat
diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangini oleh para pihak. Kekuatan suatu akta otentik yaitu :
79 80
Ibid, hlm. 73 R. Soeparmono, op.cit, hlm. 122
1.
Membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta (kekuatan pembuktian formil).
2.
Membuktikan antara para pihak yang bersangkutan, bahwa sungguhsungguh peristiwa yang disebutkan telah terjadi (kekuatan pembuktian materiil atau kekuatan pembuktian mengikat).
3.
Membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan tetapi juga terhadap pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akta kedua belah pihak sudah menghadapi pegawai umum (notaris) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Unsur-unsur yang penting suatu akta ialah kesengajaan untuk
menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu. Syarat penandatanganan terdapat dalam Pasal 1874 KUHPerdata yaitu yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum. Hitaprana (Notaris-PPAT di Kabupaten Sleman) menyatakan bahwa covernote tidak memiliki kekuatan pembuktiansecara UUJN, tetapi secara keperdataan dijadikan bukti awal. Bukti awal : harus didukung dengan buktibukti lainnya misalnya saksi-saksi. 81 Dalam konteks hukum perdata, surat atau bukti tertulis lainnya merupakan salah satu alat bukti yang sangat penting. Hal ini karena surat atau 81
Hasil wawancara tanggal 24 Februari 2015 di Kantor Notaris Hitaprana, Kabupaten Sleman, Pukul 10.24 WIB
alat bukti tertulis lainnya dalam lalu lintas keperdataan memang sengaja dibuat untuk kepentingan pembuktian. Dalam konteks hukum Islam, surat atau bukti tertulis lainnya dalam lalu lintas keperdataan merupakan hal yang dianjurkanbahkan ada yang menerjemahkan sebagai sesuatu yang diwajibkan-untuk kepentingan pembuktian sebagai bekal jika terjadi sengketa dikemudian hari. 82Pasal 1865 KUHPerdata jelas mengatakan bahwa bukti tulisan ditempatkan yang paling atas dari seluruh alat-alat bukti yang disebut dalam pasal undang-undang tersebut. Setelah ditinjau dari pengertian akta autentik dan akta di bawah tangan, covernote tidak termasuk dalam keduanya. Tidak termasuk akta autentik karena pembuatan covernote tidak ditentukan oleh undang-undang dan tidak termasuk akta dibawah tangan karena pembuatan covernote dilakukan oleh Pejabat Umum yaitu notaris. Covernotedibuat berdasarkan kebutuhan dalam dunia perbankan sebagai salah satu syarat pencairan kredit yang digunakan sebagai pegangan sementara oleh bank terhadap janji/kesanggupan notaris untuk melakukan perbuatan hukum tertentu. Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atas keterangan yang dibuat oleh notaris tersebut, maka covernote dapat dijadikan sebagai alat bukti tertulis sepanjang notaris yang bersangkutan ingkar/tidak menyanggupi atas janji yang telah dituangkan dalam covernote yang telah dibuatnya.
82
Menurut R. Subekti yang dikutip oleh Eddy O.S. Hiariej, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, hlm. 68
Berdasarkan ketentuan Pasal 1867 KUHPerdata suatu akta dibagi menjadi 2 yaitu akta autentik dan akta dibawah tangan. Suatu akta dapat dikatakan autentik apabila bentuknya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Pasal 38 UUJNP serta memenuhi unsur yang terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Sedangkan yang akta dibawah tangan merupakan akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian tanpa bantuan dari seorang pejabat, serta cara pembuatannya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat umum. Seperti yang termuat dalam Pasal 1874 KUHPerdata yang menyatakan sebagai tulisantulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lainlain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum.