BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Daerah perkotaan identik dengan pusat diselenggarakannya segala kegiatan baik di bidang pemerintahan, ekonomi, maupun sosial. Hal tersebut yang menjadi daya tarik masyarakat untuk hidup di Kota. Seiring dengan meningkatnya pembangunan di perkotaan, juga diikuti semakin besarnya jumlah penduduk yang tinggal. Sehingga banyak lahan yang dialihfungsikan menjadi gedung-gedung ataupun permukiman penduduk. Keadaan tersebut menyebabkan terbatasnya lahan kosong atau serapan air di daerah perkotaan. Terbatasnya lahan resapan berakibat terhadap peningkatan aliran air di permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya genangan. Sehingga, perlu adanya infrastruktur sebagai pengganti lahan resapan agar aliran air di permukaan tidak menimbulkan genangan yaitu sarana prasarana drainase. Terkait pentingnya drainase telah tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan. Pengertian drainase tidak sebatas pada teknik pembuangan air yang berlebihan, namun lebih luas menyangkut keterkaitannya dengan aspek kehidupan yang berada di kawasan perkotaan. Menurut Suripin (2004) dalam Saragi (2007), “kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari kualitas sistem drainase yang ada. Sistem drainase yang baik dapat membebaskan kota dari genangan air.”
1
2
Pada umumnya, kota yang memiliki topografi datar akan sangat bergantung pada sistem drainase sebagai alternatif untuk mengeringkan permukaan agar tidak terjadi genangan terutama saat musim penghujan. Sistem drainase akan berjalan optimal, jika tersedia sarana dan prasarana yang memadai serta terpelihara dengan baik. Sebab jika tidak dipelihara akan menyebabkan terjadinya genangan yang akan berdampak buruk terhadap lingkungan masyarakat, seperti rusaknya bangunan drainase, sarana umum, dan menghambat mobilitas masyarakat. Terkait genangan air, masih menjadi salah satu masalah besar di berbagai kota di Indonesia. Tidak terkecuali di Kota Surakarta yang merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini memiliki letak yang sangat strategis karena menjadi jalur lalu litas utama untuk menuju kota-kota besar lainnya seperti Karanganyar, Boyolali, dan Sukoharjo. Kota Surakarta berada diantara pertemuan sungai-sungai seperti Pepe, Jenes dan Bengawan Solo. Secara geografis, Kota Surakarta merupakan dataran rendah yaitu berada pada ketinggian ±92 mdpl dengan luas wilayah 44,04 km2. Ditinjau secara historis, Surakarta sering mengalami banjir besar seperti yang dikemukakan oleh Prasetyo (2009:1) bahwa “banjir besar yang cukup berarti pada masa lalu sampai sekarang yaitu yang terjadi pada bulan Maret 1966, Maret 1968, Maret 1973, Februari 1974, Maret 1975, Januari 1982, Desember 2007, Februari 2009.” Selain itu, banjir besar juga masih terjadi pada bulan April 2015 seperti yang dituturkan oleh Sutopo selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB sebagi berikut, “Di Kota Solo banjir menggenangi ribuan rumah di
3
Kelurahan
Sumber,
Jagalan,
Jebres,
Nusukan,
Banyuanyar,
Kadipiro,
Banyuangung dan beberapa wilayah lain. Ratusan warga Kadipiro mengungsi pada kamis dini hari.” (Sumber: http://www.solopos.com/2015/04/23/banjir-sololokasi-banjir-soloraya-dan-jogja-ini-penjelasan-bnpb-597508) Sehingga dapat dikatakan, hingga saat ini Kota Surakarta masih menghadapi ancaman banjir. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu luapan sungai Bengawan Solo, topografi kota yang rendah, sistem drainase yang kurang memadai, dan terbatasnya lahan resapan. Berikut data terkait penggunaan lahan di Kota Surakarta: Tabel 1.1 Penggunaan Lahan di Kota Surakarta 2010 Penggunaan Lahan Hektar % Jumlah Permukiman
2.621
57%
Perdagangan
169
4%
Kantor
105
2%
Sekolah
238
5%
Industri
81
2%
Ruang Terbuka dan Rekreasi
75
2%
286
6%
67
1%
16
0,5%
22
0,5%
920
20%
Agrikultur dan Persawahan Makam Tempat Pembuangan Sampah Lahan Kosong Jalan
Akhir
Sumber: Diolah dari dokumen Mengenal Sistem Perkotaan: Sebuah Pengantar Tentang Kota Solo (2010)
4
Berdasarkan tabel 1.1 tersebut terlihat bahwa presentase ruang terbuka dan lahan kosong sangat terbatas, sedangkan hampir sebagian besar wilayah perkotaan merupakan permukiman masyarakat. Dapat dianalogi dengan jumlah permukiman yang cukup besar tentunya akan menghasilkan limbah air yang cukup besar pula, sedangkan lahan resapan sangat terbatas, sehingga tidak mungkin mampu menyerap aliran air yang ada. Disini membuktikan sangat pentingnya sarana prasarana drainase untuk dapat menghindari terjadinya genangan air di Kota Surakarta. Terkait saluran drainase di Kota Surakarta, pada mulanya dibangun untuk kepentingan kraton yang kemudian dikembangkan sebagai sistem drainase kota. Jaringan drainase di Surakarta dibedakan menjadi drainase alam dan drainase kota. Drainase alam pada umumnya merupakan sungai-sungai yang melintas di tengah kota seperti Kali Sumber, Kali Pepe, dan Kali Anyar, yang berfungsi sebagai penampung pengaliran drainase kota dan air hujan yang diteruskan ke laut melalui Sungai Bengawan Solo. Sedangkan, drainase kota mangalirkan air permukaan baik berupa genangan akibat air hujan maupun air buangan dari rumah tangga. Panjang drainase Kota Surakarta adalah sebagai berukut: drainase primer 35,7 km; drainase sekunder 67,5 km; dan drainase tersier 455,3 km. Drainase kota dilengkapi dengan pintu air di 30 lokasi dan pompa-pompa air pengendali banjir. Selain itu, prasarana lainnya antara lain bangunan utama yang meliputi stasiun pompa di 6 lokasi, pintu air di 30 lokasi, tanggul sebanyak 5 unit,dan dam 2 unit. (Dokumen Profil Kabupaten/Kota Surakarta)
5
Sistem drainase Kota Surakarta bersifat mengumpulkan air di tengah kota dan mengalirkannya ke sungai. Sedangkan beberapa kelurahan di bagian tengah dan timur masih belum memiliki saluran air. Hal tersebut yang menjadi salah satu penyebab daerah arteri kota sering mengalami genangan air. (Dokumen Mengenal Sistem Perkotaan: Sebuah Pengantar Tentang Kota Solo 2010) Menurut data Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Surakarta, sebanyak 65 persen drainase di Kota Solo rusak dan tidak bekerja secara baik. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Bapak Agus selaku Kepala DPU Kota Surakarta: "Enam puluh lima persen drainase yang rusak itu tersebar di seluruh penjuru Kota Solo," kata Agus. Agus mengatakan, butuh anggaran Rp. 1 miliar lebih untuk membenahi saluran air tersebut. Jumlah anggaran itu pun hanya mampu untuk tahapan perbaikan."Kalau ingin Solo bebas genangan air saluran air primer dan sekundernya ikut dibersihkan. Dan ini membutuhkan anggaran yang lebih besar lagi," tandasnya. (http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/03/10/1485 08/65-Persen-Sistem-Drainase-Kota-Solo-Rusak)
Jumlah persentase kerusakan yang cukup besar tersebut, tentunya akan mengkhawatirkan masyarakat terutama ketika musim hujan datang karena ancaman banjir bisa terjadi kapan saja. Sehingga, jika terjadi banjir pasti akan menghambat kehidupan masyarakat serta menimbulkan banyak kerugian. Berikut data terkait kawasan genangan di Kota Surakarta beserta penyebabnya:
6
Tabel 1.2 Kawasan Genangan Air dan Penyebabnya Tahun 2007 No. Daerah/ Kawasan Penyebab 1. Kadipiro, Nusukan, Sewu, dan Kapasitas saluran drainase yang tidak Banyuanyar. memadai 2. Sumber Kali Gajah Putih dalam tahap normalisasi (rehabilitasi fungsi kali) 3. Bumi Jl. Dr. Radjiman Stagnasi saluran drainase dan efek luapan kali tanggul 4. Manahan, Pertigaan Sriwedari, Jl. Saluran drainase dan inlet saluran Yosodipuro,Jl.Perintis kurang berfungsi optimal Kemerdekaan, Jl. Dr. Cipto M., dan Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) 5. Monumen Pers Stabelan, Gajahan, Kapasitas saluran tidak mampu Timuran, Jl. Urip Sumoharjo menampung volume air hujan 6. Joyosuran Ditutupnya pintu air Kali Pepe ketika hujan sehingga sungai Jenes meluap, daerah tergolong rendah 7. Pajang dan Kadipiro Belum tersedia talud yang memadai 8. Jebres Gorong-gorong di bawah rel KA kapasitasnya tidak memenuhi Sumber: Diolah dari dokumen Strategi Sanitasi Kota Surakarta 2008-2010 Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat bahwa banyaknya genangan air yang terjadi di Kota Surakarta terjadi akibat kurang memadainya saluran drainase dan inlet. Meskipun demikian, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Surakarta telah melakukan berbagai upaya seperti peningkatan kapasitas drainase serta rehabilitasi sarana dan prasarana untuk pengendalian banjir. (Dokumen Strategi Sanitasi Kota Surakarta 2008) Terkait penyelenggaraan sarana prasarana drainase Kota Surakarta, merupakan salah satu bentuk layanan pekerjaan umum yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum. Sehubungan dengan hal tersebut, maka salah satu sub dinas
7
yang ada di DPU Kota Surakarta adalah sub dinas drainase yang di dalamnya terbagi menjadi seksi pengembangan drainase serta seksi operasional dan pemeliharaan drainase. Dengan adanya pembagian tersebut, akan memfokuskan tiap-tiap seksi pada masing-masing bidang yang menjadi tanggungjawabnya. Hal ini dapat menjadi kekuatan DPU Kota Surakarta dalam menyediakan pelayanan drainase secara lebih optimal. Selain itu, dalam operasional sarana prasarana drainase, Bidang Drainase juga dibantu oleh beberapa petugas lapangan untuk mengoperasikan dan memelihara prasarana seperti pintu-pintu air, genset, dan pompa-pompa air. Sehingga sangat membantu DPU dalam optimalisasi penyediaan layanan drainase. Sedangkan, salah satu kelemahan yang dimiliki DPU Kota Surakarta dalam pengembangan sarana prasarana drainase adalah terkait terbatasnya anggaran. Hal tersebut disampaikan oleh Bapak Budi Santoso selaku Kepala Bidang Drainase DPU Kota Surakarta sebagai berikut: “Idealnya dana untuk drainase itu sekitar Rp 20 miliar di Kota Solo. Akan tetapi kita hanya mendapatkan dana sebesar Rp 4 miliar saja. Dengan dana sebesar itu kita tidak bisa berbuat banyak. Padahal ada belasan goronggorong yang sudah overload dan tersembat.” (Sumber: http://daerah.sindonews.com/read/797384/22/drainase-di-soloparah-1382517158) Adanya keterbatasan anggaran untuk pengelolaan drainase tentunya akan menghambat pengembangan sistem drainase yang ada di Kota Surakarta. Padahal hampir sebagian besar sarana prasarana drainase saat ini kondisinya cukup buruk dan perlu dilakukan pengembangan agar sistem drainase dapat berjalan dengan lancar. Hal tersebut senada dengan penuturan Kepala Bidang Drainase DPU Kota Surakarta, “Ya memang kondisinya seperti itu, gorong-gorong sentral yang ada di
8
Slamet Riyadi, Veteran, Cipto Mangunkusumo, Ahmad Yani dan beberapa gorong-gorong lain sudah memprihatinkan.” (Sumber : http://daerah.sindonews.com/read/797384/22/drainase-di-solo-parah1382517158) Rusaknya sebagian besar saluran drainase akan semakin banyak menimbulkan terjadinya genangan air, sehingga akan menghambat kehidupan masyarakat. Mengingat pentingnya masalah tersebut, maka salah satu isu strategis Kota Surakarta tahun 2015-2019 yang tertuang dalam Kajian Teknokratis RPJMD Kota Surakarta tahun 2015-2019 adalah lingkungan hidup: sehat, selamat, bermartabat. Selain itu, juga disebutkan pada dokumen RPJMD bahwa prioritas pembangunan pada tahap III (tahun 2015-2019) yaitu, “Pengembangan jumlah dan kualitas sarana prasarana lingkungan yang meliputi air minum, sanitasi dan drainase, pembuangan sampah dan instalasi pengolah air limbah dalam rangka meningkatkan lingkungan yang nyaman.” Hal tersebut merupakan salah satu bentuk
peluang
DPU
untuk
dapat
mengoptimalkan
kinerjanya
dalam
mengembangkan sarana prasarana drainase Kota Surakarta. Meskipun demikian, faktor alam masih tetap manjadi salah satu ancaman dalam proses pengembangan sarana prasarana drainase serta sebagai pemicu terjadinya banjir di Kota Surakarta. Sebab proses perbaikan ataupun perawatan sarana prasarana drainase akan terhambat saat musim penghujan datang, dan pembangunan akan sulit untuk dilakukan. Selain itu, dengan turunnya hujan akan menyebabkan terjadinya genangan air di berbagai tempat dan memungkinkan terjadinya banjir besar sewaktu-waktu, hal tersebut tentunya sulit untuk diprediksi. Berikut adalah data terkait curah hujan di Kota Surakarta
9
Tabel 1.3 Banyaknya Curah Hujan dan Hari Hujan Tahun 2013 Tahun Banyaknya Banyaknya Hari Rata-Rata Curah Curah Hujan Hujan Hujan/ Hari Hujan 2009 2.332,50 125 85,30 2010 3.408,00 194 112,60 2011 2.548,50 163 84,10 2012 3.774,60 129 107,61 2013 2.615,80 162 86,30 Sumber: Diolah dari dokumen Surakarta Dalam Angka 2014 Berdasarkan tabel 1.3 dapat dilihat bahwa Kota Surakarta memiliki curah hujan yang cukup tinggi jika dilihat dari banyaknya curah hujan serta selalu mengalami perubahan pada tiap tahunnya. Hal tersebut menjadikan ancaman banjir dapat terjadi kapan saja. Maka dari itu, masalah sarana prasarana drainase Kota Surakarta menjadi sangat penting untuk segera diatasi. Melihat beberapa faktor diatas, maka perlu adanya solusi yang tepat untuk mengatasi masalah drainase di Kota Surakarta yaitu dengan dilakukannya perencanaan terkait pengembangan sarana prasarana drainase. Sehingga sistem drainase dapat berjalan dengan lancar dan dapat mengatasi genangan. Pengembangan perlu dilakukan karena sarana prasarana yang telah tersedia belum berjalan secara optimal dan terdapat beberapa kelurahan dibagian tengan dan timur yang belum memiliki saluran air. Dalam hal ini, DPU Kota Surakarta merupakan SKPD penyedian dan penyelenggara layanan pekerjaan umum yang salah satunya adalah drainase. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini peneliti mengambil judul “Perencanaan Strategis Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta dalam Pengembangan Sarana Prasarana Drainase”.
10
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, sehingga dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu “Bagaimana perencanaan strategis Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta dalam pengembangan sarana prasarana drainase?” C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diambil, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perencanaan strategis yang tepat untuk digunakan Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta dalam pengembangan sarana prasarana drainase drainase. D. Manfaat Penelitian Manfaat Praktis: 1. Untuk memenuhi syarat guna meraih gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Suakarta. 2. Dapat menjadi rekomendasi bagi Dinas Pekerjaan Umum dalam pengembangan sarana prasarana drainase Kota Surakarta untuk mengatasi masalah genangan air. 3. Menambah ilmu, pengelaman, dan pengetahuan bagi penulis. 4. Menambah wawasan bagi pembaca. Manfaat Teoritis: 1. Sebagai pengembangan dari teori-teori administrasi negara yang telah ada, khususnya terkait perencanaan strategis. 2. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan atau acuan untuk penelitian selanjutnya.