BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timur Tengah merupakan kawasan yang mempunyai daya tarik tersediri bagi setiap orang dan setiap negara. Dunia tidak akan melepaskan pandangannya dari kawasan ini, jika dilihat dari aspek historis, kawasan ini adalah tempat diturunkannya agama-agama samawi dengan penganut terbesar seperti Islam, Yahudi, dan Nasrani. Dari aspek ekonomi, negara-negara yang berada di kawasan ini adalah penghasil minyak dan gas terbesar, yang selama ini menjadi penopang kebutuhan dunia akan energi, dan dari aspek politik dan keamanan, kawasan ini memiliki letak geografis yang sangat strategis. Dengan demikian, setiap perkembangan yang terjadi di kawasan tersebut sangat menarik perhatian bagi Dunia Internasional, dalam hubungan dengan konflik dan perdamaian dunia. Salah satu persoalan yang paling menonjol di Timur Tengah adalah masalah Israel dan Palestina, yang masih bergejolak hingga saat ini. Konflik ini mulai muncul ketika Majelis Umum PBB, mengeluarkan resolusi yang membagi wilayah Palestina menjadi tiga bagian yaitu: wilayah Arab Palestina, wilayah Israel, dan Yerussalem sebagai wilayah yang dikelolah oleh Dunia Internasional. Bangsa Palestina kemudian keberatan, dengan menolak pembagian tersebut. Hal ini dikarenakan, pembagian tersebut memberikan pada bangsa Yahudi wilayah yang lebih besar dari wilayah yang diberikan untuk bangsa Palestina. Padahal, pada kenyataannya bangsa Palestina adalah bangsa mayoritas yang mendiami wilayah tersebut, sementara bangsa Yahudi hanyalah sepertiga dari seluruh penduduk.
1
Berdasarkan resolusi 181 yang dikeluarkan oleh PBB ini, bangsa Yahudi kemudian mengambil langkah berani untuk memproklamasikan negara Israel pada tanggal 14 Mei 1948 sebagai negara merdeka, dan diakui oleh Dunia Internasional, dengan wilayah teritorial yang ditentukan oleh United Nation Partition Plan.1 Sejak berdirinya negara Israel ini, para orang Yahudi yang tesebar di seluruh dunia mulai berdatangan ke tanah Palestina. Bangsa Yahudi ini kemudian, menyusun konsep yang matang untuk menguasai seluruh wilayah Palestina. Kepercayaan bahwa, wilayah ini merupakan tanah yang dijanjikan oleh Tuhan mereka, wilayah Palestina yang kini sudah berada dalam genggaman tidak akan mungkin untuk dilepaskan.2 Dilain pihak, berdirinya negara Israel ini mengakibatkan rakyat Palestina banyak yang berdiaspora untuk membebaskan diri mereka dari penjajahan Israel, ke berbagai negara-negara tetangga.3 Israel terus berusaha untuk memperbesar wilayah kekuasaannya. Berbagai cara dihalalkan untuk mewujudkan ambisinya, mulai dari menindas penduduk Palestina sampai pada aneksasi negara-negara tetangganya. Hal tersebut dimulai sejak awal berdirinya negara ini dengan melakukan perang dengan Libanon, Yordania, Mesir, Irak, dan negara Arab lainnya, untuk memperebutkan Tepi Barat dan Jalur Gaza. Pada peperangan ini, Israel berhasil memenangkan peperangan dan merebut + 70% dari luas total wilayah mandat PBB.4
1
Paul Findley. (1993). Facing the Facts about the U.S, Israeli Relationship. Terjm. Rahmani Astuti. Lowrence Hill Books: New York. Hal. Hal.39 2 A. Agus Sriyono, at.al. (2004). Hubungan Internasional: Percikan Pemikiran Diplomat Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Hal. 113 3 M.Risa Sihbudi, M. Hamdan Basyar, & Happy Bone Zulkarnaen. (1993). Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah. PT. ERESCO: Bandung. Hal. 25 4 Sarjoni. (2010). Analisis Konflik Israel-Palestina: Sebuah Penjelajahan Dimensi Politik dan Teologis. Pada http://sarjoni.wordpress.com/2010/10/07/analisis-konflik-israel-palestina-sebuahpenjelajahan-dimensi-politik-dan-teologis/, diakses pada 16 Desember 2011.
2
Pasca Perang Dunia II, Perang Suez pada tahun 1956 antara Israel yang dibantu oleh Inggris dan Perancis dengan Mesir terjadi. Hal ini dikarenakan Inggris dan Perancis ingin tetap bertahan di Terusan Suez, Mesir. Terusan ini dianggap memiliki nilai yang sangat strategis karena menghubungkan Benua Eropa, Asia, dan Afrika bagian timur.5 Ketegangan selanjutnya terjadi pada tahun 1967, dimana peperangan antara Israel menghadapi gabungan tiga negara Arab yakni Mesir, Yordania, dan Suriah yang mendapatkan bantuan aktif dari Irak, Kuait, Arab Saudi, Sudan dan Aljasair. Perang ini dikenal dengan Perang Enam Hari Arab-Israel yang belangsung selama 132 jam 30 menit6. Pada perang ini Israel meraih semua sasaran perangnya, dan wilayah Palestina berhasil didudukinya. Pada 22 November 1967, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi 242 yang menekankan tidak dapat diterimanya perebutan wilayah melalui perang. Resolusi ini kemudian menjadi suatu prestasi diplomatik dalam konflik IsraelPalestina.7 Resolusi PBB yang dikeluarkan tersebut tidak membuat Israel melepaskan wilayah pendudukannya. Karena kegigihan Israel untuk tetap bertahan di Mesir, maka Perang Atrisi pun berlangsung antara Israel dan Mesir. Perang Atrisi dimulai secara sungguh-sungguh pada 8 Maret 1969, dengan serangan-serangan Mesir yang ditujukan pada pasukan Israel yang menduduki tanah Mesir. Perang ini kemudian berakhir dengan kemenangan pada pihak Israel pada Agustus 1970.8
5
Mustafa Abdul Rahman. (2011).Timur-Tengah Ketegangan, Perang .akan terus berlanjut KOMPAS, 10 Desember. Hal. 10. 6 Lilik Wijayawati. (2009). Latar Belakang Sejarah Konflik Palestina-Israel. pada http://id.shvoong.com/humanities/history/1947563-latar-belakang-sejarah-konflik-palestina/.Diakses pada 16 Desember 2011. 7 Paul Findley, op cit., Hal. 76 8 Ibid. Hal. 83
3
Tidak berakhir pada Perang Atrisi, Perang Ramadhan akhirnya meletus pada tanggal 6 Oktober 1973. Perang ini merupakan perang antara pasukan Israel melawan koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah, terjadi pada hari raya Yom Kipur, hari raya yang paling besar dalam tradisi orang-orang Yahudi. Tujuan dari serangan ini sama seperti Perang Atrisi, dimana negara-negara Arab menginginkan tanahnya kembali yang telah di duduki oleh Israel pada Perang 1967. Hasil dari perang ini sama dengan perang-perang sebelumnya, pasukan Israel masih berdiri diatas tanah Mesir dan Suriah. Hal ini kemudian mengundang perhatian Dunia Internasional. Hampir dengan suara bulat masyarakat dunia menyimpulkan bahwa Mesir dan Suriah berhak untuk mendapatkan kembali tanah mereka yang hilang, dan Israel telah melakukan kesalahan, karena melanggar resolusi 242 dengan menolak menyerahkan wilayah taklukannya pada 1967. Pada tanggal 22 Oktober 1973, Dewan Keamanan PBB kembali mengeluarkan resolusi 338. Resolusi ini menghendaki diadakannya negosiasi antara pihak-pihak yang bertikai yang berdasarkan Resolusi Dewan Keamaan PBB No. 242.9 Kedua resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB ini tidak menghentikan langkah Israel untuk mencaplok wilayah-wilyah yang ada disekitarnya. Invasi Libanon selanjutnya dilancarkan dengan masuknya pasukan Israel ke Libanon pada tanggal 6 Juni 1982. Hasil dari Invasi ini, menambah beberapa mil persegi pada daftar tanah Arab yang telah dicaplok Israel sejak 1948.10 Berbagai perang antara Israel dan negara-negara Arab yang ada di sekitarnya terus terjadi seperti yang telah diuraikan di atas. Ironisnya setiap peperangan selalu 9
Pierre Tristam.(n.d). Glossary: The Yom Kippur War, or Ramadan War, October 1973. Pada http://middleeast.about.com/od/glossary/g/me080415.htm, diakses pada 23 Desember 2011. 10
Paul Findley, op cit., Hal. 97
4
dimenangkan oleh pihak Israel. Sebagai akibatnya, setiap peperangan yang terjadi rakyat Palestina yang menjadi korban. Tanpa mengenal batas kemanusiaan Israel terus meneror dan membantai rakyat Palestina. Untuk membebaskan diri dari penjajahan Israel, Palestina membentuk beberapa organisasi perlawanan. Salah satu dari organisasi yang paling besar adalah Palestine Liberation Organization (PLO). Berdirinya organisasi ini diharapkan mampu menghancurkan Israel, dan diaspora Palestina bisa menduduki kembali tanah yang sudah dicaplok oleh Israel. Namun, hal ini bertolak belakang dari yang diharapkan. Rakyat Palestina terus saja mengalami kekalahan dan menjadi korban dari agresi yang dilakukan oleh Israel. Ditengah keterpurukan dan penderitaan yang dialami oleh rakyat Palestina, tidak mengurangi semangat mereka untuk bangkit melawan dan melahirkan gerakan intifadah. Gerakan ini muncul, diawali pada suatu kejadian di sore hari pada tanggal 8 Desember 1987 di Jalur Gaza. Ketika itu sebuah truk yang dikendarai oleh orang dari pemukiman Iriz meluncur ke jalan raya Mawazi, dan menabrak mobil yang dikendarai oleh orang Palestina. Dalam tabrakan tersebut, empat orang Palestina meninggal, dan sembilan orang lainnya terluka parah. Para pemuda-pemuda Palestina kemudian membawa mayat tersebut ke rumah mereka di Jabaliyah untuk di kuburkan. Setelah penguburan selesai, para pemuda, orang tua, dan wanita Palestina menyerang serdadu Israel dengan apa saja yang dapat dipakai untuk menyerang. Bentrokan ini akhirnya meluas ke seluruh Jalur Gaza dan menjalar sampai Tepi Barat.11 Melalui peristiwa ini, rakyat Palestina seakan menemukan kesempatan untuk melepaskan penderitaan mereka, yang selama 20 tahun dijajah dan tidak mampu
11
M. Risa Sihbudi, M. Hamdan Basyar, & Happy Bone Zulkarnaen, op cit., Hal. 28-29
5
melawan. Peristiwa ini juga mendatangkan simpati dunia. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh rakyat Palestina untuk manggalang persatuan dan dukungan dari negara-negara Arab. Dengan dukungan dari negara-negara Arab, PLO kemudian memproklamasikan
kemerdekaan
Palestina
di
Aljir,
Aljazair.
Setelah
PLO
memproklamirkan kemerdekaannya, negara-negara Arab menyerahkan masalah Palestina sepenuhnya kepada PLO. Lahirnya negara ini kemudian tidak menghentikan ketegangan yang ada, tetapi konflik semakin memanas dan berkecamuk. Transformasi konflik yang terjadi ini membawa mereka untuk serius berusaha menciptakan perdamaian. Oleh karena itu diperlukan sebuah solusi yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik ini. Negosiasi dianggap sebagai satu satunya jalan untuk menciptakan perdamaian, dan membangun hubungan Palestina dan Israel sebagai dua negara yang bisa hidup berdampingan secara damai. Upaya ini harus disertai dengan niat baik antara kedua negara. Dari pihak Palestina sendiri telah menyatakan bahwa, negosiasi merupakan jalan satu-satunya untuk membangun damai antara Israel dan Palestina. Hal ini sejalan dengan keinginan Amerika yang terlibat dalam diplomasi yang sangat intensif dengan Israel, menekankan bahwa satu-satunya solusi bagi kedua negara yang didukung adalah melalui perundingan. Negosiasi yang dilakukan harus mempunyai tujuan yang jelas. Kedua belah pihak akan mencari solusi bagi permasalahan yang selama ini menjadi hal yang sangat substansial dan menjadi inti dari konflik Israel dan Palestina seperti isu wilayah, pemukiman, dan tawanan. Dengan adanya kesepakatan untuk melakukan negosiasi ini, mengantarkan Israel dan Palestina memulai proses penyelesaian konflik dan mencapai perdamaian.
6
Dari latar belakang inilah, penulis tertarik untuk mengakat judul mengenai “Signifikansi Negosiasi Dalam Penyelesaian Konflik Israel-Palestina”. Berdasarkan judul ini akan dikaji lebih lanjut mengenai proses negosiasi yang telah dilakukan oleh Israel dan Palestina, dan hasil-hasil yang diperoleh dari negosiasi tersebut. B. Batasan dan Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan kajian yang lebih mendalam, maka penulis membahas mengenai konflik Israel dan Palestina, dalam batasan waktu sejak Israel mendeklarasikan kemerdekaan negaranya pada tahun 1948 hingga saat ini. Adapun objek masalah yang dibahas, maka penulis membatasi untuk meneliti mengenai negosiasi-negosiasi yang dilakukan, baik itu negosiasi bilateral, maupun negosiasi yang dilakukan melalui pihak ketiga untuk menyelesaikan konflik tersebut. Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Apa signifikansi negosiasi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina? 2. Bagaimana proses negosiasi itu dilakukan untuk menyelesaikan konflik IsraelPalestina?
7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan Penelitian adalah: 1. Untuk menjelaskan signifikansi negosiasi dalam penyelesaikan konflik IsraelPalestina 2. Untuk menjelaskan proses negosiasi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina b. Kegunaan Penelitian adalah : Melalui tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi mengenai signifikansi negosiasi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina, kepada pemerintah dan lembaga terkait penelitian ini. 2. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan analisa mengenai signifikansi negosiasi dalam penyelesaian tukar-tawanan Israel-Palestina. Serta dapat menjadi bahan bacaan bagi peneliti lain yang membahas obyek yang sama dengan tulisan ini. D. Kerangka Konsep Agar penelitian dan pembahasan dalam tulisan ini dapat tersusun secara ilmiah dan sistematis, maka dibutuhkan acuan berupa kerangka konsep yang relevan. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa konsep. Konsep pertama yang digunakan penulis adalah konsep konflik. Konflik adalah fenomena yang tidak dapat dihindari karena merupakan proses sosial yang dissosiasif, sebagaimana Hugh Miall
dalam bukunya Resolusi Damai dan Konflik Kontemporer mendefinisikan
konflik sebagai berikut: Konflik adalah aspek intrinsik dan tidak mungkin dihindari dalam proses perubahan sosial. Konflik adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai, dan keyakinan yang muncul sebagai
8
formasi baru yang ditimbulkan oleh perubahan sosial yang muncul bertentangan dengan hambatan yang diwariskan.12 Pola interaksi hubungan internasional tidak dapat dihindarkan dengan pola persaingan dan pola konflik. Sumber konflik dapat terletak pada kelangkaan sumber daya dan egosentrisme masing-masing negara. Timbulnya konflik bisa dipicu oleh sikap atau tindakan yang bernuansa saling ketidakpercayan dan pemberian reaksi yang berlebihan terhadap suatu peristiwa tertentu.13 Menurut K. J. Holsti dalam bukunya Politik Internasional Suatu Krangka Analisa, konflik dapat didefenisikan sebagai: Konflik adalah pertikaian antar negara dalam mencapai tujuan tertentu seperti perluasan atau mempertahankan wilayah territorial, keamanan, semangat, jalur kemudahan menuju daerah pemasaran, prestise, persekutuan, revolusi dunia, penggulingan pemerintahan negara yang tidak bersahabat, mengubah prosedur dalam PBB dan lain lain.14 Dari defiisi diatas, jelas bahwa konflik akan terjadi ketika ada kepentingan dan tuntutan yang harus dipenuhi, dan dalam usaha pemenuhan tuntutan itu akan bertentangan dengan kepentingan serta tujuan negara lain. Jika salah satu negara cenderung menerapkan perilaku konflik dalam mencapai sasaran maka, suhu ketegangan akan muncul dengan sendirinya sebagai sebuah ancaman hingga sampai dengan tingkatan tertentu yang menekan. Jika dua negara terlibat dalam satu konflik kepentingan, maka hanya ada dua jalan yang dapat ditempuh. Pertama, kedua negara itu melakukan penyelesaian konflik lewat diplomasi. Atau bila jalan pertama ini gagal, maka jalan kedua adalah konfrontasi 12
Hugh MIall, Oliver Ramsbotham, & Tom Woodhouse. (2000). Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Terj. Tri Budhi Satrio. PT. Rja Grafindo Persada: Jakarta. Hal. 7-8 13
T.May Rudy. (2003). Hubungan Internasional Kontemporer dan masalah-masalah Global; Isu, Konsep, Teori dan Paradigma. PT.Refika Aditama: Bandung.Hal: 2-3. 14 K.J. Holsty . (1987). Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis.Percetakan Bina Cipta Bandung: Bandung. Hal: 592.
9
militer (perang) dimana salah satu pihak dapat mencapai tujuannya setelah memenangkan perang tersebut.15 Tetapi jika kedua negara yang bertikai dapat menyelesaikan konflik tersebut melalui diplomasi, dalam hal ini kedua negara bersedia untuk bernegosiasi, maka perang pun dapat dicegah, dan akan memberikan hasil yang saling menguntungkan. Secara terminologi negosiasi dapat di defenisikan sebagai: The process where interested parties resolve dispute, agree upon courses of action, bargain for individual or collective adventage, and/or attempt to craft outcomes which serve their mutual interests(proses perundingan dua pihak yang bertikai baik sifatnya individual maupun kolektif untuk mencari solusi penyelesaian bersama yang saling menguntungkan).16 Negosiasi dilihat sebagai suatu proses perundingan untuk menyelesaikan suatu masalah atau perselisihan. Dalam bernegosiasi, seorang negosiator harus bersedia dan mau mencari pilihan terbaik secara kreatif untuk menemukan suatu solusi. Solusi yang diharapkan adalah solusi yang menguntungkan kedua pihak, sebagaimana yang dimaksud oleh Alo Liliweri dalam buku Prasangka dan Konflik: Negosiasi adalah suatu proses yang melibatkan dua atau tiga pihak untuk merundingkan beberapa pilihan pendapat yang menjadi sumber konflik, guna mencapai persetujuan bersama yang saling menguntungkan dua pihak.17 Untuk dapat menyelesaikan sebuah proses negoasiasi yang menguntungkan kedua belah pihak, maka perlu memenuhi beberapa persyaratan kondisional seperti: bersedia membagi kepentingan bersama, sepakat dalam prosedur negosiasi yang akan ditempuh, bersifat sukarela dan saling dapat dipercaya, kedua belah pihak harus mencari 15
M. Amien Rais. (1989). Politik Internasional Dewasa Ini. Usaha Nasional: Surabaya.
Hal. 13 16
Mukhsin Jamil. (2007). Mengelolah Konflik Membangun Damai: Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik. Walisongo Mediaton Centre (WMC): semarang. Hal. 89 17 Alo Liliweri. (2005). Prasangka & Konflik: Komunitas Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. LKiS Yogyakarta: Yogyakarta. Hal. 345-346.
10
berbagai alternatif yang dipertimbangkan sebagai pilihan solusi, dan jika tidak dapat mencapai kompromi yang saling menguntungkan dan kesepakatan belum tercapai, negosiasi dapat diterminalisasi sementara dengan status quo.18 E. Metode penelitian a) Tipe Penelitian Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan tipe penelitian deskriptif yang
menggambarkan signifikansi negosiasi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina. Dimulai dari penggambaran konflik Israel-Palestina, kemudian menggambarkan proses negosiasi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina. b) Jenis Data Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data teoritis yang
diperoleh dari berbagai sumber dan literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Data sekunder yang dikumpulkan ini bersifat kualitatif, yang selanjutnya akan dianalisis, dimana penulis akan menjawab permasalahan berdasarkan fakta-fakta dan data yang penulis peroleh. c) Teknik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah telaah pustaka (library research) yaitu cara pengumpulan data dengan menelaah sejumlah literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku-buku, jurnal, dokumen, artikel-artikel dalam majalah maupun surat kabar, maupun data dari situssitus internet. Bahan-bahan tersebut sebagian besar diperoleh dari beberapa buku yang tersedia di perpustakaan pusat Universitas Hasanuddin, ditambah dengan buku koleksi pribadi.
18
Mukhsin Jamil, op cit., Hal. 91-92.
11
d) Teknik Analisis Data Teknik analisis data penyusunan tulisan ini, penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif. Teknik analisis ini ditekankan pada data kualitatif yang analisisnya akan diarahkan pada data non-matematis. Dukungan data-data kuantitatif yang berkaitan dengan obyek penelitian, juga disertakan untuk memperkuatnya. e) Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penulisan deduktif dengan terlebih dahulu memberikan gambaran secara umum permasalahan yang diteliti, selanjutnya memaparkan secara khusus setiap variabelnya dan saling keterkaitan dan pengaruh antar variabel. Kemudian berdasarkan data-data yang didapat, maka dapat ditarik satu kesimpulan.
12
BAB II TELAAH PUSTAKA A. Konsep Tentang Negosiasi Dalam penyelesaian suatu konflik, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan, salah satunya adalah melalui negosiasi. Pada hakekatnya, fenomena dan fakta-fakta negosiasi secara umum dapat dilihat atau dirasakan mulai pada level terkecil yaitu Rumah Tangga, sampai pada level terbesar yaitu Dunia Internasional. Dapat pula diklarifikasikan yang meliputi individu, kelompok, lembaga, dan negara. Hal ini menunjukkan bahwa dunia nyata ini, bisa diumpamakan sebagai sebuah meja perundingan yang sangat besar, dan manusia didalamnya adalah pesertanya. Dalam kehidupan sehari-hari, dan kehidupan bernegara akan selalu diliputi dengan berbagai masalah. Oleh karena itu, pokok masalah tersebut menjadi alasan mengapa negosiasi diadakan. Adapun pokok masalah tersebut adalah: masalah tersebut penting dalam pandangan kedua belah pihak; masalah tersebut dapat menimbulkan konflik di antara kedua belah pihak; dan kedua belah pihak membutuhkan sebuah kerjasama untuk mencapainya.19 Orang yang menguasai seni bernegosiasi biasanya hidup dengan lebih mudah di muka bumi ini, dibandingkan dengan orang lain yang tidak memiliki keahlian tersebut. Hampir setiap kegiatan yang kita lakukan itu membutuhkan proses negosiasi, sehingga harus menguasai seni ini untuk selalu mendapatkan yang terbaik. Ataupun pada saat kita bernegosiasi dengan pihak lawan, hal terakhir yang ingin dicapai adalah keuntungan. Dari uaraian di atas, maka dapat dilihat bahwa negosiasi mempunyai beberapa karakterisrik sabagai berikut: (a) Pembicaraan antara kedua belah pihak yang
19
Cahyo Satria Wijaya. (2011). Jurus Maut Negosiasi. Secon Hope: Yogyakarta. Hal. 13
13
mempunyai kepentingan atau tujuan yang berbeda; (b) Proses tawar-menawar atau penyesuaian diatara kedua belah pihak tersebut; (c) Berupaya mencari kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak atas dasar kesamaan kepentingan; (d) Tanpa prasangka; segala komunikasi atau diskusi dalam rangka penyelesaian sengketa tidak dapat digunakan sebagai bukti; (e) Apabila berhasil, para pihak dapat menuangkan hasil kesepakatan itu dalam suatu perjanjian penyelesaian sengketa/perdamaian.20 Negosiasi bukanlah hal yang sulit untuk dilaksanakan, namun cara kita dalam bernegosiasi akan menjadi penentu akan sebuah hasil. Untuk memahami lanjut mengenai negosiasi, maka perlu ditelaah asal kata dan defenisi dari negosiasi tersebut. Secara harfyah, negosiasi berasal dari bahasa inggris “negtiation” yang artinya discussion in order to come to an agreement, yaitu suatu perundingan untuk mendapatkan suatu kesepakatan.21 Tetapi dalam bahasa latin, kata negosiasi berasal dari ungkapan bahasa Latin, negotiatus,
yang berarti melakukan
bisnis.22 Secara terminonologi negosiasi dapat diartikan: The process where interested parties resolve dispute, agree upon courses of action, bargain for individual or collective adventage, and/or attempt to craft outcomes which serve their mutual interests(proses perundingan dua pihak yang bertikai baik sifatnya individual maupun kolektif untuk mencari solusi penyelesaian bersama yang saling menguntungkan).23 Hubungan yang terjadi antara Israel dan Palestina, merupakan suatu bentuk ketidakharmonisan dalam hubungan internasional. Konflik yang terjadi di antara mereka selama enam puluh empat tahun ini, sudah menjadi kenyataan pahit yang harus disaksikan, dan dialami oleh seluruh masyarakat yang menghuni wilayah Palestina. 20
Ibid. Hal. 14-15 M. Mukhsin Jamil, op cit., Hal. 89. 22 Brian Frinch. (2001). 30 minutes To Negotiate a Better Deal Memenangkan Negosiasi. Terjm. Kusnandar. PT. Elex Media Kompotindo Kelompok Gramedia: Jakarta. Hal.1 23 M. Mukhsin Jamil, op cit., Hal. 89 21
14
Munculnya berbagai serangan berbalasan di antara mereka yang kemudian menelan banyak korban, terutama dalam bidang kemanusiaan, membuat kedua negara memutuskan untuk berunding
dan mencari solusi secara bersama yang bisa
menguntungkan keduanya. Pilihan Israel dan Palestina untuk melakukan negosiasi menjadi pilihan yang tepat, karena sudah memenuhi syarat tercapainya suatu negosiasi seperti yang diungkapkan oleh Fred C. Ikle Two element must be present for negotiation take place ; there must be both comment interest and issues of conflict. Whithout comment interest there’s nothing to negotiate for, whithout issues of conflict there’s nothing to negotiate about.24 Sebelum melakukan negosiasi, Israel dan Palestina mempunyai beberapa syarat. Pada negosiasi pertama yang mereka lakukan pada tahun 1991, kedua negara mengajukan beberapa syarat. Dari pihak Palestina, menginginkan Israel menarik mundur pasukannya dari daerah pendudukan sebelum negosiasi dimulai, sementara dari pihak Israel mengatakan bahwa, itu tidak perlu menjadi syarat mutlak. Meskipun demikian, mereka berdua sepakat untuk mencari alternatif yang menguntungkan kedua belah pihak dalam mewujudkan perdamian. Hal ini sejalan dengan Friedrich yang dikutip dalam Cahyo Satria Wijaya, mendefinisikan negosiasi sebagai: Negosiasi adalah suatu proses dimana sedikitnya dua orang atau lebih berusaha mencapai sesuatu. Agar hal itu tercapai, kedua pihak harus menyepakati suatu cara pemecahan. Namun itu baru permulaan, kedua pihak harus tetap bekerjasama dalam pelaksanaan dari kontrak yang telah disepakai.25
24
Fred C. Ikle. (nd). Dalam Peace Prospec Between Palestina and Israel Pasca Peace Agreed Agreement Hamas and al-Fatah at Makkah 2007. Pada: http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/viewFile/1639/470, diakses pada 22 Februari 2012.
25
Cahyo Satria Wijaya, op cit., Hal. 12-13
15
Dalam setiap proses negosiasi yang dilakukan oleh Israel dan Palestina, selalu diakhiri dengan adanya kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Ini mendakan, bahwa ada hasil kesepakatan yang diperoleh. Kesepakatan tersebut akan diimplementasikan oleh keduah belah pihak. Kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk tertulis itu, juga dapat ditinjau kembali pada proses negosiasi selanjutnya. Melakukan negosiasi tidaklah untuk mencari pihak pemenang dan pihak yang kalah, karena dalam setiap negosiasi terdapat kesempatan untuk menggunakan seluruh kemampuan sosial dan komunikasi fektif dan kreatif, yang dimiliki untuk menghasilkan sebuah hasil positif dan saling menguntungkan. Sebagaimana defenisi negosiasi dari Roger Fisher & William Ury dalam buku Getting Yes: Negotiation is a basic means of getting what you want from others. It is back and forth communication designed to reach an agreement when you and other side have some interest that are shared and other that are oppesed.26 Dalam bernegosiasi, terdapat komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki kepentingan yang sama, maupun berbeda. Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang dikutip Cahyo Satria Wijaya kata negosiasi berarti: “ proses tawar-menawar dengan jalan berunding dengan memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dengan pihak yang lain”.27 Jadi sangat jelas bahwa dalam bernegosiasi egoisme harus dihilangkan, hal serupa juga diungkapkan oleh William Zartman:
26
Roger Fisher & William Ury. (1991). Getting Yes. 2nd ed. Random House Business Books: London. hal xiiv 27 Cahyo Satria Wijaya, op cit., hal 11-12
16
Prinsip dasar dalam memulai sebuah dialog untuk mengakhiri konflik adalah memposisikan kedudukan yang sejajar bagi pihak yang berdialog. Artinya bahwa privelese atau klaim kebenaran lebih mulia dari bangsa apapun harus ditinggalkan demi terciptanya suatu kesempatan berimbang untuk mewujudkan harmoni di wilayah konflik.28 Dari prinsip dasar yang diungkapkan oleh Willian Zartman, maka negosiasi yang dilakukan antara Israel dan Palestina, hanya dapat berhasil jika keduanya meninggalkan klaim kebenaran terhadap kedudukan yang dimilikinya lebih muliah dari bangsa yang lain. Israel harus terlebih dahulu menanggalkan klaimnya sebagai bangsa pilihan yang ditunjuk oleh Tuhan untuk mendiami Palestina, begitupula sebaliknya. Untuk mencapai suatu kesuksesan dalam bernegosiasi, juga perlu adanya persamaan pandangan dalam melihat suatu solusi. Dalam upaya negosiasi yang dilakukan oleh Israel dan Palestina untuk menciptakan suatu perdamaian, pada kenyataanya belum mampu membawa perubahan. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan makna perdamaian dari kedua belah pihak. Bagi Palestina perdamaian adalah suatu aktualisasi dari terwujudnya negara merdeka Palestina yang meliputi wilayahwilayah yang masih diduduki Israel saat ini, seperti Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerussalem Timur sebagai Ibukota. Selain itu, adanya tuntutan untuk memulangkan kembali para diaspora Palestina yang saat ini tersebar ke berbagai negara akibat pendudukan Israel. Sementara Israel, melihat perdamaian sebagai suatu kelayakan untuk hidup di tanah terjanji dan memiliki labelitas sebagai “bangsa pilihan”, dan pengakuan eksistensi negara Israel dari negara-negara Arab.
28
William Zartman. (2010). Dalam Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi PLO Menerima Konsep Peta Jalan Perdamaian IsraelPalestina. Pada: http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/viewFile/1980/756. diakses pada 28 Februari 2012.
17
Melihat kompleksitas dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina, maka selain upaya negosiasi yang dilakukan oleh kedua negara yang berkonflik tersebut, juga diperlukan dukungan dari pihak internasional seperti negara-negara Arab di Timur Tengah, Amerika Serikat, dan organisasi-organisasi internasional, seperti PBB dan Uni Eropa. Elemen-elemen internasional ini mutlak diperlukan untuk menyokong terjadinya perdamaian dengan proses negosiasi melalui pihak ketiga. B. Konsep Tentang Konflik Dalam perspektif sejarah, konflik ini terjadi sejak awal kehidupan manusia itu sendiri. Keberagaman kepentingan dalam kehidupan umat manusia dapat menimbulkan suatu konflik. Konflik menjadi sebuah fenomena yang dapat terjadi tanpa mengenal waktu dan tempat. Dengan kata lain, konflik dapat terjadi kapan saja, dimanapun dan melanda komunitas manapun. Distribusi spasial atas konflik, meliputi wilayah kota megapolitan sampai daerah terpencil, masyarakat kota sampai masyarakat desa, dengan latarbelakang budaya, sosial, ekonomi, politik, etnik, maupun keberagaman yang lainnya. Dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, maka konflik dapat dibagi menjadi dua. Pertama, adalah konflik individual, yakni konflik yang terjadi antara dua orang yang tidak melibatkan kelompok masing-masing. Faktor penyebab konflik adalah masalah pribadi sehingga yang terlibat dalam konflik hanyalah orang-orang yang bersangkutan saja. Kedua, adalah konflik kelompok, yakni konflik yang terjadi antara dua kelompok atau lebih. Konflik pribadi dapat dengan mudah berubah menjadi konflik kelompok, karena adanya kecenderungan yang besar dari individu-individu yang berkonflik untuk melibatkan kelompoknya masing-masing. Disamping itu, anggotaanggota kelompok mempunyai solidaritas yang tinggi, sehingga ada kecenderungan dari
18
kelompok tersebut untuk membantu seorang anggota kelompok yang terlibat konflik, tanpa ingin mengetahui apa yang menyebabakan konflik tersebut. Kompleksitas konflikpun juga beragam, mulai dari yang sederhana sampai yang rumit, bahkan ada yang bertahun-tahun tidak dapat diselesaikan.29 Adanya berbagai macam konflik yang terjadi saat ini, maka, Miall mengklasifikasikannya menjadi dua ditinjau dari prilakunya, yaitu konflik antar negara dan konflik bukan antar negara. Konflik antar negara adalah konflik yang terjadi dan melibatkan dua negara atau lebih, sedangkan konflik bukan antar negara adalah konflik yang tidak melibatkan negara, tetapi lebih internal dan terjadi di dalam negeri, seperti konflik separatis, konflik antara masyarakat dengan pemerintah, dan lain sebagainya.30 Dalam konteks hubungan internasional, interaksi antar negara sangat beragam. Interkasi yang terjadi tersebut ada, yang bersifat mutualis jika hubungan yang terjadi bersifat saling mendatangkan manfaat bagi pihak-pihak yang berinteraksi. Sebaliknya interkasi dapat bersifat parasitis jika hanya ada satu pihak tertentu yang mendapatkan keuntungan dan pihak yang lainnya dirugikan. Dengan demikian, suatu negara tidak terlepas dengan adanya konflik yang terjadi dengan negara yang lainnya. Hubungan yang terjadi antar negara, mengandung benih-benih konflik yang tidak dapat dihindari. Adanya perbedaan kepentingan dan tujuan dari setiap negara menjadi faktor penyebab terjadinya perseteruan yang pada akhirnya menimbulkan ketegangan. Kepentingan nasional merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap negara. Tujuan yang menggambarkan masa depan dan kondisi yang ingin dicapai melalui pembuatan kebijakan luar negeri dibagi dalam tiga kategori, yaitu tujuan jangka
29
M. Muksim Jamil. (2007). Resolusi Konflik: Model dan Strategis. Walisongo Median Centre: semarang. Hal .61 30 Hugh MIall, Oliver Ramsbotham, &Tom Woodhouse. op cit., Hal. 163
19
pendek, yang sekaligus menjadi nilai inti karena eksistensi pemerintah dan bangsa harus diimbagi, diperluas sepanjang waktu, dan memerlukan pengorbanan yang maksimal. Tujuan menengah, biasanya memaksakan tuntutan pada negara lain guna memenuhi kebutuhan perbaikan ekonomi, meningkatkan prestise negara yang mencakup perluasan diri atau imperialism. Tujuan terakhir, adalah tujuan jangka panjang yang merupakan rencana, impian, harapan, dan pandangan waktu yang tidak pasti.31 Kepentingan nasional setiap negara tentunya dapat dicapai salah satunya melalui interaksi dengan negara lain, yang juga mempunyai kepentingan nasional. Hasil dari interaksi ini akan menimbulkan dua pola interaksi. Jika kepentingan negara yang berinteraksi berbenturan secara konstruktif, maka akan terjalin sebuah kerjasama. Akan tetapi yang sering terjadi adalah benturan kepentingan yang bersifat destruktif, hal inilah yang kemudian memicu terjadinya konflik antar negara. Di antara konflik internasional yang dapat diukur, persoalan wilayah menjadi sangat penting, karena hal tersebut merupakan sifat alamiah teritorial sebuah negara. Konflik atas kontrol wilayah dapat dibedakan dalam dua variasi, yaitu perselisihan teritorial mengenai garis perbatasan dan konflik atas kontrol keseluruhan wilayah termasuk perbatasan. Nilai sebuah wilayah negara hampir sama dengan kesetiaan, dan merupakan masalah kehormatan nasional, dan simbol kedaulatan dan integritas negara yang menegaskan status daerah tersebut sebagai bagian dari negara. Oleh karena itu, perselisihan batas negara cenderung menjadi persoalan yang keras dalam hubungan internasional. Setiap negara tidak akan menukar wilayahnya untuk mendapatkan uang atau imbalan apapun yang positif. Bagi negara yang wilayahnya diambil secara paksa,
31
K.J. Holsty. op cit., Hal. 176
20
tidak akan mampu melupakan meskipun satu inci dari wilayah terebut.32 Penjelasan di atas seiring dengan pengertian konflik Menurut K.J. Holsti konflik merupakan pertikaian antar negara yang mencakup tuntutan yang harus dipenuhi. Perilaku konflik merupakan akibat pertentangan antara tuntutan yang dimiliki negara “A” dengan kepentingan negara “B” atau negara lainnya. Petentangan tersebut dapat meliputi perluasan atau pertahanan wilayah terotorial.33 Dalam konteks Konflik Israel-Palestina, Konflik ini bersumber dari klaim bangsa Yahudi terhadap tanah Palestina. Berdasarkan isu-isu yang bersifat historis dan teologis, Palestina disebut sebagai tanah air yang dijanjikan kepada orang-orang Yahudi dari nenek moyang mereka. Manifestasi dari keyakinan bangsa Yahudi itu, tercermin dari penguasaan wilayah dalam bentuk aneksasi Yahudi di Palestina. Bangsa Yahudi melihat arti penting wilayah ini yang didukung oleh potensi-potensi strategis, sehingga membentuk akumulasi konflik yang besar dari aspek-aspek krusial dalam perebutan wilayah. Aksi tersebut semakin meluas karena mendapatkan penentangan bangsa Arab Palestina. Ironisnya, bangsa Palestina seakan menjadi objek kekerasan, karena tidak memberikan pengakuan terhadap eksistensi negara Israel. Dampak dari fenomena tersebut, adalah gelombang kekerasan yang menjadikan persoalan Arab-Israel kian meruncing. Keinginan Israel untuk menguasai wilayah Palestina secara keseluruhan yang kemudian ditentang oleh negara arab, ini menandakan adanya perbedaan tuntutan dari kedua belah pihak. Konflik menurut Hugh Miall, secara umum dijelaskan sebagai berikut:
32
Dewi Utaria. (2006). Konflik Internasional. Pada http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/konflik_internasional.pdf, diakses pada 05 februari 2012. 33 K.J. Holsty, op cit., Hal. 592.
21
Pengejaran tuntutan yang saling bertentangan dari kelompokkelompok yang berbeda. Ini menunjukkan rentangan waktu yang lebih luas dan kelas perjuangan yang lebih lebar dibandingkan dengan konflik bersenjata, entah itu diikuti oleh sarana perdamaian ataupun dengan menggunakan kekuatan.34 Selanjutnya definisi konflik dari T. May Rudy dalam buku Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global; Isu, Konsep, Teori dan Paradigma: Konflik bisa berupa krisis hubungan diplomatik, protes, penolakan, tuduhan, tuntutan, peringatan, ancaman, tindakan balasan(restorasi atau reprisal), serta pemboikotan produk. Timbulnya konflik bisa dipicu oleh sikap serta tindakan yang bernuansa permusuhan atau salin ketidak percayaan yang bertalian dengan kecenderungan untuk memeberikan raeksi keras dan berlebihan terhadap suatu peristiwa diantara dua atau lebih entitas sosial yang berbeda. 35 Perbedaan kepentingan dan tuntutan inilah yang memiliki posisi yang sangat vital
bagi
timbulnya
konflik.
Seperti
konflik
Israel-Palestina,
yang
pada
perkembangannya belum mampu mengartikulasikan kepentingan masing-masing pihak. Akibatnya adalah akomodasi yang lebih mengarah pada tindakan kekerasan, bahkan menyulut terjadinya perang. Hingga saat ini konflik tersebut, belum juga mencapai titik terang. Berbagai perjanjian telah dicapai dalam upaya mencapai perdamaian di wilayah tersebut. Setiap perjanjian yang sudah dilakukan, pada akhirnya akan gugur dan melahirkan kembali serangan berbalasan.
34 35
Hugh MIall, Oliver Ramsbotham, & Tom Woodhouse. op cit,. Hal. 28-29 T.May Rudy. op cit.. Hal. 3
22
BAB III GAMBARAN UMUM SIGNIFIKANSI NEGOSIASI DAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA A. Signifikansi Negosiasi A.1. Arti Penting dan Tujuan Negosiasi Pada hakekatnya, negosiasi adalah instrumen atau sarana untuk menjalin interaksi satu sama lain, baik yang bersifat internal dalam diri pribadi manusia sebagai pelaku negosiasi, maupun yang bersifat eksternal yang melibatkan berbagai pihak untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pelaksanaannya, negosiasi tidak dapat bersifat instan atau mempunyai batasan waktu. Negosiasi akan beproses sepanjang masa sampai tercapainya tugas-tugas yang harus dilaksanakan, dan hasil-hasil yang ingin dicapai baik melalui tahapan waktu ataupun mekanismenya.36 Kemampuan untuk melakukan negosiasi bisa saja dipelajari dan tidak mutlak menjadi keterampilan yang dibawa sejak lahir. Untuk menjadi seorang pelaku negosiasi yang handal, maka perlu banyak latihan. Semakin banyak masalah yang dipecahkan melalui negosiasi, maka semakin banyak pengalaman, sehingga ketika menghadapi situasi sulit pun pada saat negosiasi berlangsung dapat teratasi. Negosiasi menjadi pilihan dalam menyelesaikan sebuah konflik atau permasalahan, karena dianggap sebagai alternatif yang paling baik, dimana kedua belah pihak bertemu langsung dan mengutarakan kepentingan masing-masing. Berunding mencari solusi yang paling tepat dan saling menguntungkan. Mengesampingkan ego untuk memenuhi sedikit kepentingan orang lain. Sehingga pada akhirnya keduanya merasa menang dan kepentingannya terpenuhi. Akan berbeda jika suatu permasalahan 36
Patrice Lumumba. Disampaikan pada mata kuliah Perilaku dan Teknik Negosaisi pada hari kamis anggal 8 September 2011
23
diselesaikan melalui hukum, yang kemungkinan akhirnya akan ada yang menang dan ada yang kalah. Dalam bernegosiasi, terdapat dua jenis sifat kerjasama yang dapat terjadi. Sifat kompetitif, sebagian besar digunakan oleh para pelaku bisnis. Seperti pada negosiasi dalam hal harga, penjual akan memberikan harga tinggi di atas kemampuan pembeli, kemudian pembeli memberikan penawaran harga yang dibawah harga jual minimum, hingga pada akhirnya, terjadi kesepakatan harga yang tentunya memberikan keuntungan pada pihak penjual. Sementara itu, proses negosiasi yang bersifat kooperatif bisanya lebih banyak dipilih oleh seorang negosiator yang unggul. Dalam hal ini, kedua belah pihak duduk bersama-sama, saling memberikan konsesi, membuka kartu-kartu yang mendekati keinginan mereka dan akhirnya berusaha mencapai kesepakatan bersama yang saling memuaskan.37 Negosiasi dapat dilakukan secara bilateral, yang hanya melibatkan dua pihak saja, juga dapat dilakukan dengan melibatkan banyak pihak. Maka dalam negosiasi, dikenal istilah multiparty negotiation. Negosiasi ini lebih mengabstraksikan kegiatan koalisi dalam negosiasi. Koalisi ini memungkinkan pihak-pihak yang memiliki posisi lemah dapat mencapai kepentingannya, atau minimal bertahan. Koalisi ini terbagi ke dalam dua jenis, yakni natural coalition, yaitu koalisi yang sudah terbentuk sejak lama dan meliputi berbagai bidang (seperti koalisi antara Amerika, Australia, dan Uni Eropa. Six Party Talks, dan Kuartet Diplomatik), dan “single-issue coalition”, yaitu koalisi yang terbentuk secara spontan dalam menanggapi suatu isu. Ada pula istilah multiphase
37
Cahyo Satria Wijaya, op cit., Hal 21-22
24
negotiation, yang mengartikan bahwa negosiai itu selalu berkaitan dengan fase-fase negosiasi sebelumnya, dan akan mempengaruhi negosiasi setelahnya.38 Negosiasi bertujuan untuk mendapatkan penyelesaian masalah bersama dengan mengkopromikan perbedaan yang ada, sehingga mendapatkan penyelesaian yang saling menguntungkan (win-win solution), bukan penyelesaian yang justru saling merugikan (lose-lose solution) atau memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak yang lain (win-lose solution). Negosiasi menjadi pilihan instrumen untuk menyelesaikan suatu masalah, karena jalur ini memberikan jalan kompromi untuk saling memberikan sedikit pengorbanan, guna pencapaian solusi bersama yang saling menguntungkan menjadi tujuan utamanya.39 Negosiasi juga bertujuan untuk menyelesaikan masalah tanpa ada banyak korban yang berjatuhan, seperti pada penyelesaian konflik melalui jalur peperangan atau tindakan agresif yang lainnya. Meskipun prosesnya lebih lama daripada penyelesaian konflik yang bersifat koersif. Negosiasi akan terus beproses sampai tertunaikannya kepentingan yang diperjuangkan oleh pihak-pihak yang berkonflik. Selain itu, negosiasi dapat membangun keseimbangan antara dua kutub kepentingan yang berbeda. Tarik-menarik kepentingan terjadi secara alamiah, dan negosiator yang baik akan menempatkan kedua posisi tersebut untuk mengambil keputusan melalui kesepakatan saling menguntungkan. Kedua belah pihak diletakkan pada posisi yang setara, kemudian mengajukan masing-masing tuntutannya dan mempertemukan titik kesesuaian antara kebutuhan diri dan kepentingan orang lain.
38
Faisal Ash Shiddiq. (2011). Tipe-Tipe Negosiasi: Kooperatif dan Kompetitif. Pada http://liberwords.blogspot.com/2011/01/tipe-tipe-negosiasi-kooperatif-dan.html, diakses pada tanggal 10 September 2011 39 Mukhsin Jamil, op cit., Hal. 90
25
A.2. Proses Negosiasi Negosiasi berbeda dengan proses penjualan. Dalam proses bernegosiasi kita membutuhkan waktu yang lebih banyak, dibandingkan dengan proses penjualan terutama pada tahap tawar-menawar. Selain itu, pihak pembeli dalam penjualan tidak memerlukan ikatan tertulis atau saling mengenal lebih dalam, tetapi dalam proses negosiasi, pihak-pihak yang bernegosiasi harus mengakhiri negosiasi dengan sebuah kesepakan tertulis atau kontrak, dan sebaiknya saling mengenal satu sama lain secara mendalam. Dalam proses negosiasi, ada beberapa tahapan yang harus dilalui seperti yang digambarkan dalam bagan berikut. Bagan 1 Proses Negosiasi
Proses Negosiasi
Preparation and Planning
Clarification and Justification Deciding and Implementation
Defining of General Rules
Negotiation and Problem Solving
Sumber: Alo Liliweri. Prasangka dan Konlik. 2005. Hal 348 Pada bagan diatas, digambarkan proses negosiasi. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut: a) Persiapan, dua pihak (who) melakukan persiapan terkait dengan apa yang dirundingkan (which), misalnya isu apa yang akan dibicarakan. Selain itu masingmasing menjelaskan (why) mengapa isu tersebut harus dinegosiasikan, menetukan
26
waktu (when) perundingan, tempat (where) perundingan, dan bagaimana (how) cara merundingkannya. b) Defenisikan aturan, dua pihak memberikan defenisi terhadap berbagai aturan (rule) yang mengatur (melarang, mewajibkan, dan lain-lain) tentang isu perbedaan pendapat. c) Klarifikasi, masing-masing pihak saling memberi kesempatan untuk memberi klarifikasi atas isu perbedaan pendapat. d) Tawar-menawar untuk memecahkan masalah, dua pihak saling memberikan penawaran terhadap pilihan penyelesaian pendapat. e) Akhirilah dengan implementasi, dua pihak mengakhiri perbedaan atau konflik dengan memberikan implementasi bersama atas apa yang telah diputuskan melalui negosiasi. 40 Disamping itu, dalam proses negosiasi hal yang paling penting dan paling utama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi dan mendefinisikan pokok permasalahan. Harus dipastikan bahwa pokok permasalahan tersebut dapat diterima oleh semua pihak. Jika ada pihak yang menolak pengidentifikasian masalah tersebut, maka negosiasi akan terhambat. Perlu diketahui bahwa dalam pendifinisian pokok permasalahan haruslah secara mendalam dan keintinya dengan membawa kepentingan dari pihak masingmasing. Pemahaman yang baik mengenai kepentingan satu pihak akan memudahkan dalam pencapaian solusi yang akan memuskan setiap pihak. Ketika pokok permasalahan sudah teridentifikasi dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah mencari solusi-solusi alternatif untuk dipilih secara bersama-sama. Dalam proses pencarian solusi diharapkan tidak terjadi win-lose, artinya ada pihak yang
40
Alo Liliweri. op cit., Hal. 349
27
kalah dan ada pihak yang menang. Sedapat mungkin menemukan sebanyak-banyaknya pilihan alternatif pemecahan masalah, sehingga solusi yang diperoleh adalah win-win solution, dan ketika kedua pihak sudah mencapai kesepakatan, itu menandakan solusi sudah ditemukan. Dan setiap pihak pun akan merasa menang karena kepentingannya terpenuhi. Selain proses negosiasi yang diatas, juga terdapat model negosiasi yang dapat memberikan gambaran mengenai tahapan, serta langkah yang harus dilalui dalam negosiasi. Model ini memberikan tiga tahap yakni: pre-negosiasi, negosiasi, dan postnegosiasi seperti berikut. 1.
Pre-negosiasi Dalam tahapan pertama ini, dikenal dengan nama pre-negosiasi. Dimulai dengan
tahapan initiation, yaitu tahapan yang paling awal, dilakukan dengan mengadakan kajian feasibility study, yang terkait dengan pengumpulan informasi tentang kemungkinannya membuka dialog, dimana kedua belah pihak duduk secara bersama untuk membicarakan masalah bersama, dan mencari penyelsaian yang saling menguntungkan. Setelah itu, maka dilakukan assessment, pada tahapan ini, akan dilakukan penilaian yang lebih matang dan mendalam berdasarkan kajian feasibility study. Dengan demikian, akan diketahui kemungkinan untuk merealisasikan perundingan untuk melakukan negosiasi. Ketika sudah ada kesepakatan untuk merealisasikan negosiasi, maka kedua belah menyusun aturan permainan, agar negosiasi dapat berjalan dengan efisien. Aturan negosiasi, juga untuk menjaga proses negosiasi agar tidak menyimpang. Dalam hal ini, jika godaan emosi dan tempramen menjadi tidak terkendali, dan malah saling menyalahkan, saling mengungkit masa lalu lawan bicara, maka hal ini dapat
28
menjauhkan dari tujuan semula. Yang dilihat bukan masa depan kedua belah pihak, tetapi justru melihat masa lampau mereka, dan pada akhirnya dapat menimbulkan konflik baru. Merencanakan agenda negosiasi menjadi tahap selanjutnya, setelah aturan main disepakati bersama. Jadwal waktu pelaksanaan negosiasi, kapan, dan dimana, serta apa saja yang harus dipersiapkan, harus segera disusun. Selain itu, data-data pendukung, dokumen bukti-bukti juga perlu dikumpulkan, agar memperlancar jalannya negosiasi.41 2.
Negosiasi Proses negosiasi merupakan inti dari upaya negosiasi, dalam proses negosiasi
Ini, yang harus ditekankan pertama adalah fokus pada interest, atau kepentingan bersama, bukan pada posisi. Yang dimaksud dengan posisi adalah pendapat atau pendirian masing-masing pihak yang sifatnya hitam putih, artinya setiap pihak mengklain dirinya yang benar, dan pihak lain yang salah, dan pendirian ini tidak dapat ditawar atau diubah. Jika terjadi hal demikian, maka harus dicari kepentingan atau interestnya apa, agar dapat dipertemukan adanya substansi kepentingan yang sama. Bersikap kreatif, juga diperlukan dalam proses negosiasi. Jika kedua belah pihak tetap bertahan pada pendirian masing-masing seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka masalah tidak akan selesai. Oleh karena itu, harus berusaha mencari opsi tentang substansi kepentingan dengan kriteria objektif, artinya kriteria yang dapat diterima oleh kedua belah pihak, bukan bersifat subjektif yang hanya mementingkan salah satu pihak. Kreativitas menggali substansi kepentingan ini merupakan kunci terpenting dalam negosiasi, untuk itu diperlukan kepekaan dan keluasan wawasan dalam memandang permasalahan yang dihadapi.
41
M. Mukhsin Jamil, op cit., Hal 98-99
29
Evaluasi selanjutnya menjadi hal yang perlu dilakukan, yang menjadi tindak lanjut dari penggalian substansi kepentingan bersama, sebagai opsi dengan kriteria yang objektif. Diperlukan pertimbangan untuk memilih kepentingan mana yang dijadikan prioritas, dan lebih praktis untuk dilaksanakan. Di sini juga diperlukan keluasan pandangan untuk memilih opsi interest, yang benar-benar merupakan common interest, yaitu kepentingan yang paling menguntungkan kedua belah pihak. Semua yang menjadi kesepakatan harus dicatat sebagai dokumen. Dokumen sebagai hasil negosiasi ini sangat penting, karena kesepakatan yang tidak didokumentasikan hanya dapat diingat dalam memori masing-masing. Kemampuan memori mempunyai batasan, dan banyak kelemahannya. Dengan bergulirnya waktu dan munculnya berbagai kegiatan harian, memori dapat hilang atau dilupakan, kalaupun dapat diingat, mungkin tidak semuanya, sehingga memungkinkan adanya perubahan dan penafsiran. Hal ini justru dapat memunculkan masalah baru atau kembali ke nol, hasil negosiasi pun menjadi sia-sia. Dengan adanya kesepakatan, masing-masing pihak harus mempunyai sikap untuk selalu memegang komitmen bersama, yaitu mematuhi kesepakatan yang telah diikrarkan secara lisan maupun tulisan dalam sebuah dokumen kesepakatan. Komitmen ini merupakan sebuah janji yang harus ditepati. Tidak adanya komitmen dapat dianggap sebagai pelanggaran sebuah janji, dan dapat menimbulkan ketidakpercayaan yang justru akan lebih mempersulit dalam penyelesaian masalah. Dengan demikian, menjaga kepercayaan untuk dapat mematuhi kesepakatan, menjadi kunci dalam menindaklanjuti hasil-hasil negosiasi.42
42
Ibid. Hal. 99-101
30
3.
Post-negosiasi Setelah negosiasi berhasil dilakukan, maka tindak lanjut yang harus dilakukan
adalah ratifikasi. Kedua belah pihak harus mengesahkan hasil kesepakatan dan ditandatangani bersama. Bila diperlukan ada pihak ketiga yang diminta ikut menandatangani sebagai saksi. Peran saksi ini adalah jika muncul permasalahan baru yang terkait dengan perjanjian yang telah disepakati, saksi diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahannya. Selanjutnya, yang paling terkahir dalam proses negosiasi adalah implementasi. Dengan implementasi ini, semua masalah yang menjadi sumber konflik dianggap sudah selesai, dan secara psikologis masing-masing pihak harus ikhlas dan lega dengan selesainya permasalahan yang dihadapi bersama.43 Selanjutnya, ada beberapa persayaratan kondisional yang perlu dipenuhi agar keduanya mendapatkan apa yang diharapkan masing-masing, dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan sebagai berikut: Pertama, tidak hanya memperhatikan kepentingan diri saja, tetapi harus membagi kepentingan bersama. Kepentingan bersama ini yang akan menjadi fokus pembicaraan. Jadi jika hanya membicarakan kepentingan satu pihak saja, maka pihak yang lain akan merasa terabaikan dan kalah. Kompromi pun tidak dapat berjalan, padahal kompromi yang saling menguntungkan merupakan esensi dari sebuah negosiasi. Kedua, sepakat dalam prosedur negosiasi yang akan ditempuh. Masing-masing pihak harus memahami dan menerima prosedur yang yang akan dijalani. Dan mereka berkomitmen untuk itu.
43
Ibid. Hal. 101-102
31
Ketiga, bersifat sukarela dan saling dapat dipercaya. Negosiasi menjadi kebutuhan dan kehendak dari masing-masing pihak, bukan paksaan dari pihak ketiga. Selain itu kedua belah piihak harus saling percaya satu sama lain dan dapat saling menjaga kepercayaan. Masing-masing pihak tidak akan saling berdusta dan berhianat. Keempat, kedua belah pihak harus mencari berbagai alternatif yang dapat dipertimbangkan sebagai opsi solusi. Penentuan alternatif menjadi bentuk kompromi kesepakatan bersama dan merupakan pilihan terbaik yang dapat memuaskan kedua belah pihak. Kelima, jika tidak mencapai kompromi yang saling menguntungkan dan belum mencapai kesepakatan, negosiasi dapat diterminalisasi sementara dengan status quo. Negosiasi dapat dirundingkan dan dapat dilanjutkan pada waktu lain, dalam situasi yang memungkinkan adanya peluang untuk memulai negosiasi baru. Selama terminalisasi ini kedua belah pihak dapat menata ulang kepentingannya, dan bilamana sudah memungkinkan, dapat memulai lagi perundingannya. Pada negosiasi lanjutan ini tentunya kepentingan bersama diharapakan dapat dikompromikan. 44 Apabila persyaratan seperti diatas telah dipenuhi oleh kedua belah pihak yang hendak bernegosiasi maka, negosiasi yang dilakukannya diharapkan akan berhasil. Keberhasilan negosiasi tidak lebih dari kesepakatan. Tanpa kesepakatan tidak akan ada transaksi sosial. Selain itu, dalam proses negosiasi faktor situasional juga sangat perlu diperhatikan seperti: 45 a) Lokasi geografis, seorang negosiator harus memperhatikan faktor lokasi gegrafis sebagai tempat melakukan negosiasi. 44 45
M. Mukhsin Jamil. op cit., Hal. 91-92 Alo Liliweri. op cit., Hal.354-355
32
b) Jangkauan ruang, seorang negosiator harus memperhitungkan faktor jangkauan ruang dalam komunikasi non verbal, seperti jarak fisik baik itu antara negosiator dengan pihak – pihak yang terlibat konflik ataupun jarak fisik dari pihak yang terlibat konflik. Dalama komunikasi verbal, yang perlu diperhatikan adalah jarak fisik yang memungkinkan negosiator mengikuti norma-norma budaya dua pihak yang terlibat konflik (terlalu jauh, terlalu dekat, dan lain-lain) c) Seleksi
negosiator,
penetapan
seorang
menjadi
negosiator
selalu
memperhatikan kapasitas personal yang berkaitan dengan kredibilitas personal sebagai seorang komunikator. Seperti faktor pengetahuan terhadap masalah menjadi sumber konflik, faktor pendidikan, faktor sosial antropologis, dan lain-lain. d) Keterbatasan waktu, ini merupakan salah satu faktor penting karena dua pihak yang terlibat konflik selalu ingin menyelesaikan konflik lebih cepat. Keterlambatan melalui penundaan waktu untuk negosiasi akan berpengaruh terhadap penundaan solusi, yang juga berarti memberikan peluang bagi makin terbukanya konflik antar kedua pihak Dalam proses negosiasi, juga dibutuhkan strategi dan taktik negosiasi. Untuk melakukan suatu negosiasi yang efektif. Langkah-langkah tersebut dibagi menjadi tiga tahap sebagai berikut: 1.
Langkah Strategi Pada Tahap Awal
•
Minta lebih dari apa yang diharapkan. langkah ini diperlukan untuk memberikan ruang gerak dalam bernegosiasi. Jika
seorang negosiator memulai dengan apa yang lebih dari yang diharapkan dan akan mendapatkan MPP (Maximum Plausible Position), dengan demikian negosiasi efektif dapat saja tercapai ditahap awal. MPP adalah posisi dimana seorang negosiator dapat meminta sesuatu yang dia inginkan, dan masih dapat dipenuhi oleh pihak lawan. Akan
33
tetapi jika permintaan dari tahap lawan lebih besar dari MPP, maka seorang negosiator handal harus menunjukkan sikap fleksibel, sikap dimana seorang negosiator sepertinya masih dapat menurunkan MPP nya. Hal ini akan membuat pihak lawan merasa masih bisa melanjutkan negosiasinya, dan menciptakan kondisi pihak lawan merasa menang. •
Tidak memberi sikap setuju pada penawaran pertama. Sikap setuju seorang negosiator pada tawaran pertama, akan memicu munculnya
dua pemikiran dari pihak lawan. Pihak lawan akan merasa seharusnya masih bisa menawarkan sesuatu yang lebih baik lagi atau bisa juga berpikir ada sesuatu yang tidak beres. Hal ini akan memebentuk gambaran diri seorang negosiator kepada pihak lawan, yang nantinya akan dapat memberikan tuntutan yang jauh lebih tinggi dari yang diduga. •
Menampakkan rekasi terguncang atau terkejut. Sikap dapat menjadi strategi bahasa tubuh dalam melakukan negosiasi.
Kecenderungan visual biasanya mengalahkan kecenderungan pendengaran pada kebanyakan orang. Jadi, jika seorang negosiator tidak memperlihatkan sifat ketidaksetujuan pada tawaran pertama pihak lawan, maka pihak lawan akan merasa tangguh. •
Menghindar dari negosiasi yang konfrontatif. Sikap menentang pihak lawan pada awal negosiasi akan menimbulkan
konfrontasi. Penentangan akan selalu membuat pihak lawan untuk membuktikan dirinya benar. Untuk menjadi negosiator handal, sebaiknya menyetujui pada tawaran pertama, kemudian berusaha untuk mengubah atau membalikkannya secara perlahan-lahan.
34
•
Gunakan Vise Technique. Vise Technique adalah salah satu tehnik bagi seorang negosiator dalam
menghadapi sebuah permasalahan dalam sebuah negosiasi. Teknik tersebut berisi kalimat berikut ”maaf, anda seharusnya lebih baik daripada itu”. 46 2.
Langkah Strategis Pada Tahap Pertengahan
•
Bagaimana memperlakukan orang yang tidak punya otoritas untuk memutuskan. Biasanya pada proses negosiasi sedang berlangsung, hal yang terkadang
menimbulkan permasalahan adalah ketika kita menghadapi seseorang yang mengatakan dirinya tidak mempunyai wewenang untuk memberi putusan. Biasanya ini hanya taktik dari seorang lawan yang akan menyebabkan hambatan dalam bernegosiasi. Dalam kondisi seperti ini, jangan biarkan pihak lawan mengetahui bahwa kita mempunyai otoritas yang lebih tinggi akan sebuah keputusan. Tetapi berusaha untuk membuat lawan mengakui bahwa mereka dapat menyetujui proposal yang kita ajukan, jika proposal tersebut memenuhi semua keinginannya. •
Penurunan nilai pelayanan, Dalam bernegosiasi, kemungkinan terjadinya hal yang tidak terduga sangat
besar, seperti lawan negosiasi kita menurunkan nilai pelayanannya. Negosiasi yang efektif adalah mengetahui bahwa kesepakatan tambahan setelah negosiasi tidak dianggap sebagai layanan yang cuma-cuma, melainkan harus dibalas dengan keuntungan apa yang akan didapat apabila layanan tersebut diberikan. •
Hindari menawarkan kompromi. Jangan sampai melakukan usulan kompromi terlebih dahulu, usahakan pihak
lawan yang terlebih dahulu menawarkannya.
46
Cahyo Satria Wijaya, op cit., hal 34-42
35
•
Bagaimana menangani Impasse. Impasse adalah kondisi dimana kita benar-benar tidak menyetujui mengenai satu
isu atau pokok permasalahan, dan hal itu dapat mengancam kelanjutan negosiasi. Jika seperti ini, maka kita dapat mengatasinya dengan Set-Aside Gambit (Gambit menyingkir), dengan contoh perkataan, “mari kita kesampingkan hal itu untuk sementara waktu dan kita membicarakan hal yang lain”. •
Bagaimana menangani Stalemate. Kondisi ini merupakan situasi dimana kedua belah pihak masih berbicara,
namum nampaknya tidak akan terjadi kemajuan apapun untuk menciptakan sebuah kesepakatan. Jika hal ini terjadi, maka yang perlu dilakukan adalah mengubah dinamika negosiasi. Misalnya mengganti anggota tim negosiasi, mengubah tempat pertemuan, mengubah suasana dalam ruangan negosiasi dan lain sebagainya. •
Mengatasi Deadlock. Kondisi ini merupakan sebuah situasi, dimana kedua belah pihak tidak
memperlihatkan kemajuan dan tidak mendatangkan manfaat dari negosiasi yang dilakukan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghadirkan pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut dapat memposisikan diri sebagai mediator
yang berfungsi sebagai
pemecah masalah. Pihak ketiga ini tentunya harus bersifat netral dan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak. •
Mintalah Trade Off . Keadaan dimana seorang negosiator harus memberikan konsesi kecil terhadap
pihak lawannya dan dia pun harus meminta konsesi dari pihak lawan.47
47
Ibid. Hal. 43-48
36
3.
Langkah Strategis Pada Tahap Akhir
•
Good Guy/Bad Guy, Teknik ini sangat efektif untuk menekan pihak lawan tanpa menimbulkan
konfrontasi. Untuk menghadapi teknik ini, seorang negosiator dapat mengatasinya dengan mengindentifikasikan hal tersebut pada pihak lawan. Biasanya pihak lawan akan malu dan mundur dari posisi semula. Akan tetapi, jika seorang negosiator menggunakan teknik, berusahala untuk tidak mundur agar tujuan dapat tercapai. •
Nibbling. Salah satu gambit yang sangat menarik untuk dilakukan didalam bernegosiasi.
Melakukan nibbling tepat pada waktu diakhir sebuah negosiasi, bisa mendapatkan halhal yang sebelumnya tidak disetujui oleh pihak lawan. •
Jangan menciptakan konsesi yang terlalu besar. Konsesi akan membuat harapan pada pihak lawan. Pihak lawan akan menekan
untuk
mendapatkan
konsesi
tersebut.
Runcingkan
konsesi
itu
untuk
mengkomunikasikan bahwa pihak lawan mendapatkan kemungkinan kesepakatan terbaik. Dan jangan menyerahkan kisaran negosiasi seluruhnya hanya karena lawan menghendaki proposal terkahir. •
Menarik kembali penawaran. Salah satu gambit yang hanya dilakukan, ketika kita merasa bahwa pihak lawan
terus saja menekan kita untuk mendapatkan harga yang serendah-rendahnya. Sebaliknya kita tidak perlu menggunakan gambit ini bila pihak lawan yang bernegosiasi dengan kita telah menaruh kepercayaan besar terhadap kita. •
Positioning for easy acceptance.
37
Gambit ini lebih ditekankan, ketika kita berhadapan dengan seorang negosiator yang sudah mempelajari kiat-kiat negosiasi. Terkadang mereka meninggikan ego sebagai negosiator yang berpenglaman. Kebanggan yang mereka junjung akan kemampuan negosiasinya membuat kita merasa kesepakatan sudah dekat, akan tetapi anehnya negosiasi yang sudah berlangsung sejak awal seluruhnya bisa berantakan. Cara yang perlu kita tempuh dalam situasi seperti ini adalah dengan memposisikan lawan, agar mereka merasa nyaman dengan konsesi kecil yang dibuat tepat di saat-saat terakhir. Selain itu
selalu berikan ucapan selamat kepada lawan setelah selesai
bernegosiasi, walaupun menurut kita lawan sangat buruk.48 Langkah-langkah
strategis,
yang
diterapkan
dalam
bernegosiasi
akan
menghasilkan hasil yang sangat baik. Dengan menerapkan startegi ini dalam bernegosiasi tak menutup kemungkinan akan memunculkan suatu resiko, namun keterampilan dalam menggunakan strategi di saat yang tepat akan meminimalkan resiko tersebut. Terlepas dari proses negosiasi dan strategi negosiasi yang paling penting adalah bagaimana pada saat melakukan suatu negosiasi, seorang negosiator tidak perlu peduli dengan siapa dia berhadapan. Dan harus memasukkan diri dalam keduanya dengan membuat pihak lawan melihat, bahwa kita adalah seorang yang unik, manusia seutuhnya yang dapat melihat segalanya dari berbagai sudut pandang. Atau menjadi sesorang yang mempunyai perasaan dan kebutuhan yang sama dengan pihak lawan. Jika kedua belah pihak sudah berpandangan seperti demikian, maka hasil akhir akan mudah diperoleh.
48
Ibid. Hal. 49-52.
38
Dalam kaitannya dengan konflik Israel-Palestina, hal pertama yang harus mereka sepakati adalah apa substansi dari konflik mereka. Jika keduanya sudah mengidentikasi dan sepakat mengenai inti konflik mereka, maka keduanya menyusun aturan negosiasi, aturan yang dibuat ini kemudian menjadi landasan untuk bernegosiasi. Jika aturan sudah disepakati, kedua belah pihak dapat langsung melakukan negosiasi, dengan memfokuskan pembicaraan pada kepentingan bersama. Hasil-hasil dari pembicaraan tersebut dicatat dan menjadi dokumen, kemudian menindaklanjuti dengan meratifikasi hasil kesepakatan tersebut, dan yang terakhir adalah keduanya harus mengimplementasikan hasil kesepakatan tersebut. Negosaisi pertama yang dilakukan oleh Israel dan Palestina adalah negosiasi yang dilakukan di Oslo dan menghasilkan Kesepakatan Oslo I. Pada awalnya, Israel dan Palestina tidak pernah bersedia untuk duduk bersama menyelesaikan perselisihan mereka. Bagi keduanya, jika diadakan pertemuan langsung yang mempertemukan kedua belah pihak, maka akan dianggap memberikan pengakuan atau legitimasi terhadap keberadaan
masing-masing
pihak
lawan.
Legitimasi
tersebut
tentunya
akan
membahayakan kepentingan nasional Israel maupun Palestina di wilayah Palestina. Pada awal tahun 1990-an, pandangan dari konflik menuju perdamaian mulai dirasakan terjadi pada Israel dan Palestina. Perubahan pandangan ini didasarkan atas terjadinya perubahan eskalasi konflik dan perimbangan kekuatan di Timur Tengah pada rentang waktu 1987 hingga 1991. Kebangkitan Palestina untuk melawan penjajahan Israel pada akhir 1987 yang dikenal sebagai intifada menciptakan kekhawatiran bagi kalangan masyarakat Israel.49
49
Paul Findley, op cit., Hal. 121-122 .
39
Perubahan eskalasi politik konflik ini pun, memicu dilakukannya proses negosiasi damai yang mulai ditangani secara serius. Berbagai proses negosiasi pun dilaksanakan baik itu negosiasi yang terjadi secara langsung, maupun negosiasi melalui pihak ketiga. Negosiasi yang dilakukan tersebut, dapat dijadikan sebagai pedoman penyelesaian konflik dan dapat memperoleh hasil yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Adapun hasil negosiasi yang telah dilaksanakan oleh keduah belah pihak menghasilkan kesepakatan yang dapat dilihat pada beberapa perundingan yang terjadi hingga saat ini. B. Konflik Israel-Palestina B.1. Penyebab Konflik Israel-Palestina Konflik Israel-Palestina, merupakan konflik yang sudah sangat lama terjadi dan masih berlangsung hingga saat ini. Untuk mengetahui lebih mendalam konflik ini, maka sudah barang tentu harus menelusuri akar masalahnya yang menyebabkan konflik ini terjadi. Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyebab konflik Israel-Palestina adalah sebagai berikut: 1.
Faktor Teologis. Konflik ini berakar dari klaim bangsa Israel mengenai kepemilikannya atas
tanah Palestina. Menurut keyakinan orang Yahudi, Musa di utus oleh Tuhan untuk membawa kembali bangsa Israel ke tanah yang dijanjikan dan diberkati Tuhan (The Promise Land), setelah mereka keluar dari Kejaran Firaun. Meskipun saat itu, tanah yang dimaksud tidak diberitahukan dimana letaknya. Tetapi setelah 40 tahun Musa membawa bangsanya mengembara disekitar kawasan Gunung Sinai, akhirnya mereka sampai di tepi sungai (Yordan). Dihadapannya terbentang tanah yang indah dan subur.
40
Itulah Tanah Kana’an (Tanah Palestina) yang mereka yakini sebagai The Promise Land.50 Menjadi satu permasalahan kemudian bahwa di atas tanah tersebut sudah ada penghuni yang telah bermukin disana, bangsa Yahudi bukanlah penduduk pertama di Palestina, mereka juga tidak memerintah disana selama masa pemerintahan bangsabangsa lain, para ahli arkeologi modern secara umum sepakat bahwa bangsa Mesir dan bangsa kanaan telah mendiami Palestina sejak masa-masa kuno yang dapat dicatat sekitar 3000 SM-1700 SM, selanjutnya datang penguasa-penguasa lain seperti bangsa Hyokos, Hittie dan Filistin. Kemudian Musa mengatakan bahwa atas perintah Tuhan, maka tanah itu harus direbut. Inilah salah satu sumber awal partikaian Israel dan palestina.51 Dari penjelasan tersebut, maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa nenek moyang orang Yahudi adalah pendatang di tanah Palestina, sementara nenek moyang bangsa Arab Palestina telah terlebih dahulu mendiami wilayah terebut. Jadi Yahudi bukanlah penduduk asli Palestina. Meskipun demikian, itu tidak membuat Israel menghentikan tindakan okupasinya atas Palestina. Dari sumber yang lain disebutkan bahwa Israel berusaha mengaitkan ceritacerita tentang leluhurnya dengan merujuk pada ayat-ayat perjanjian lama, klaim teologis ini berawal pada kisah tentang bapak leluhur Israel Abraham. seperti yang terdapat dalam kitab kejadian ayat 12-15. Allah memerintahkan Abraham:” Tinggalkan negerimu, keluargamu, dan rumah ayahmu untuk pergi ke tanah yang akan kutunjukkan 50
A. monica Adriana B. (2005. ) Analisis Tentang Prospek Perdamaian Israel-Palestina Pasca Yasser Arafat. Skripsi. Jurusan ilmu hubungan internasional fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Hasanuddin. Hal. 37 51 Inggrit Fernandes.(2011). Perlindungan Hukum Internasional Terhadap Penduduk Sipil Palestina di Wilayah Pendudukan Israel di Palestina. Hal. 6. Pada ;http://Pustaka.Unpad.Ac.Id/WpContent/Uploads/2009/05/Konflik_Internasional.Pdf, diakses 7 Februari 2011.
41
kepadamu”(Kejadian 12:1), Allah menjanjikan tanah kepada Abraham dan seluruh keturunannya:” aku akan membuat engkau menjadi bangsa besar” (Kejadian 12:2). Abraham kemudian berangkat meninggalkan kampung halamannya di Ur-Kasdim di daerah Mesopotamia, atau Irak selatan yang dikenal pada saat ini.52 Dari Ur-Kasdim, Abraham bergerak ke arah utara dan sampai di kota haran atau Irak Utara yang di kenal pada saat ini, kemudian ia bergerak ke arah barat selatan memasuki wilayah kana’an. Pada waktu itu dalam kitab kejadian disebutkan: Tuhan tampak pada Abraham dan berkata ”aku akan memberikan tanah ini kepadamu dan keturunanmu” (Kej.12:7). Bagian lain pada kitab tersebut dikatakan: tuhan berkata kepada Abraham”kepada keturunanmu telah kuberikan tanah ini mulai dari sungai mesir(Sungai Nil) hingga sungai besar, Eufrat(yakni tanah orang Keni, orang Kenas, orang Kadmon, orang Het, orang Feris, orang Rafaaim, orang Amori, orang Kanaan, orang Girgasi, dan orang Yebus)”(Kej.15:18-21). Lalu bagian lainnya menyebutkan “Aku akan memberikan tanah yang sedang engkau diami ini, selruh tanah Kana’an sebagai milik abadi…”(Kej.17:8).53 Kisah itu menurut mereka dimulainya dari perintah dan janji Tuhan kepada Abraham. Tuhan memerintahkan kepada Abraham untuk pergi ke negeri yang dijanjikan. Orang-orang Isreal mendefenisikan negeri yang dijanjikan ini dengan Palestina. Dari dua sumber yang berbeda, sudah dapat disimpulkan bahwa secara teologis, Tanah Palestina adalah tanah yang dianggap suci bagi bagsa Israel, karena tanah ini merupakan tanah yang dijanjikan bagi mereka. Dan diatas tana inilah bangsa ini akan
52
Trias Kuncahyono.(2008). Jerusalem: Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir. PT. Kompas Media Nusantara: Jakarta. Hal. 40 53 Ibid. Hal. 40
42
menjadi bangsa yang besar. Inilah kemudian yang menjadi dasar yang melatarbelakangi invasi Israel atas Palestina. Dengan harapan mereka bisa menguasai tanah tersebut seutuhnya dan kemudian menjadi negara yang besar. 2.
Faktor Historis. Sejarah Israel bermula dari lahirnya gerakan Zionis pada abad ke 19 di Eropa
Timur. Zionisme adalah aspirasi penciptaan negara tersendiri untuk bangsa Yahudi. Istilah Zionisme berasal dari kata Zion, nama bukit tempat kompleks ibadah bangsa Yahudi di kota Yerussalem. Berbagai kelompok Zionis digabungkan menjadi satu organisasi besar, berkat kegiatan seorang Yahudi yang hidup di Eropa Tengah dan Barat yang menyaksikan penindasan kaum Yahudi yaitu Theodore Herzl. Ia adalah seorang jurnalis berkebangsaan Austria, yang menekankan pendirian negara Yahudi di tanah Palestina. Pada bulan Agustus 1897, Herzl menyelenggarakan kongres Zionis se-Dunia pertama di Basel, Swiss, yang diikuti oleh kurang lebih dua ratus Zionis dari enam belas negara yang mewakili Yahudi dari segala aliran, dan golongan sosial. Mereka mendirikan organisasi Zionis se-Dunia. Berdasarkan program Basel gerakan ini menyerukan kepada bangsa Yahudi agar mendirikan tanah air atau tempat tinggal sendiri untuk bangsa Yahudi di tanah Palestina.54 Gerakan ini kemudian mendapat dukungan dari negara-negara barat dan sekutunya karena adanya berbagai kepentingan di wilayah Timur-Tengah yang dianggap sebagai pusat dunia. Mereka melihat bahwa kawasan timur-tengah merupakan suatu kawasan yang sangat penting dilihat dari aspek manapun. Organisasi Zionis dunia kemudian menetapkan perjuangan melaksanakan agenda politik pemebentukan National Home, bagi bangsa Yahudi di Palestina 54
Afadlal, at al, op cit., Hal. 32
43
berdasarkan hukum publik. Harapan bangsa Yahudi untuk melakukan pembentukan negara Yahudi sudah terlihat sejak adanya migrasi Yahudi ke Palestina melalui dua gelombang yakni gelombang pertama (1882-1884) dan gelombang kedua (1885-1991). Dengan adanya gelombang migrasi ini, Organisasi Zionis berharap akan mendatangkan simpati badan internasional dan Inggris.55 Organisasi Zionis ini kemudian berusaha meningkatkan jumlah imigran dengan memobilisasi bantuan internasional. Untuk kepentingan ini mereka membentuk badan ekonomi dan badan keuangan pada tahun 1901. Chaim Weizman, yang pada saat itu telah menggantikan Theodore Herzl membentuk Perusahaan Pengembangan Tanah Palestina untuk memperluas pemukiman dan pengolahan tanah pertanian. Organisasi Zionis Dunia juga berusa untuk meningkatkan kesadaran nasionalitas yahudi, melalui langkah-langkah sistemik, berupa pengorganisasian pemukiman Yahudi ke dalam kelompok-kelompok pertanian, kerajinan tangan, dan keterampilan, disertai dengan sosialisasi tujuan membentuk National Home di Palestina.56 Ini kemudian menarik perhatian bagi masyarakat Yahudi yang ada di Eropa untuk bermigrasi ke Tanah Palestina. Pembentukan negara Yahudi tidak hanya dengan mengandalkan motivasi para imigran Zionis. Meskipun organisasi ini dapat meningkatkan jumlah imigran dengan berbagai langkah-langkah sistemik, namun organisasi ini belum dapat menarik perhatian kekuatan besar Eropa. Tanpa dukungan dari kekuatan besar Eropa, maka mustahil negara Yahudi bisa menjadi suatu kenyataan. Para pemimpin yahudi kemudian berusaha untuk mendapatkan perhatian dari kekuatan besar Eropa, dengan memasukkan elemen ideologi kelas menengah kedalam 55 56
Ibid. Hal. 34 Ibid. Hal. 35
44
ideologi Zionisme, dengan demikian ini dapat memberikan citra baru yang mendukung pembentukan koloni-koloni ekonomi kelas menengah, seperti yang dialami oleh masyarakat kelas menengah Eropa di Palestina. Bermodal pemaknaan baru ini, organisasi
Zionis
berusaha
mendapat
dukungan
pemerintah
Inggris
dengan
menggerakkan keterlibatan Yahudi dalam Perang Dunia I mendukung sekutu.57 Strategi ini kemudian berhasil. Hal ini dilihat dengan adanya perhatian pemerintah Inggris untuk membantu pembentukan negara Yahudi. Dukungan ini bermula dari kemunculan pandangan mentri luar negeri Inggris, yang memihak pembentukan National Home bagi bangsa Yahudi di Palestina. 3.
Deklarasi Balfour tahun 1917 Pada awal Perang Dunia I, kawasan Timur-Tengah termasuk Israel dan Palestina
masih berada di bawah kekuasaan Imperium Ottoman. Eksistensi Imperium Ottoman di Timur-Tengah berakhir setelah mengalami kekalahan pada Perang Dunia I. Kekalahan Ottoman tidak hanya disebabkan oleh Inggris dan Prancis, melainkan juga oleh bangsa Arab Sendiri yang berada di bawah kekuasaan Ottoman. Inggris pada saat itu berupaya menjamin kekuasaannya di negara-negara Syam dan Irak dengan cara memfungsikan tiga pendekatan yang kontradiktif. Pertama, negosiasi dengan Syarif Husain dengan mendorongnya mendeklarasikan revolusi Arab. Kedua, negosiasi dengan Perancis membahas masa depan Palestina dan negara-negara Syam. Ketiga, dukungan pendirian negara yahudi di Palestina. Atas negosiasi inilah kemudian Bangsa Arab memberontak kepada Imperium Ottoman karena janji Inggris untuk membantu terbentuknya sebuah pemerintahan Arab yang independen apabila mau melawan Ottoman. Janji Inggris kepada bangsa Arab ini tertuang dalam korespondensi antara Sir
57
Ibid. Hal. 36
45
Mac mahon (pejabat tinggi inggris di Kairo) dengan Syarif Hussain (tokoh bangsa Arab) yang kemudian dikenal dengan sebutan Hussein-Mac Mahon Correspondence.58 Akan tetapi, janji Inggris terhadap bangsa Arab untuk membantu pembentukan pemerintahan Arab yang independen tidak segera diwujudkan. Inggris bersama Perancis justru membuat perjanjian bilateral yang membagi bekas wilayah Imperium Ottoman untuk negara-negara Eropa. Perjanjian ini kemudian dikenal dengan sebutan Sykes-Picot Agreement pada bulan Mei 1916. Dalam perjanjian tersebut, Inggris mendapatkan Yordania, Irak, dan sebagian wilayah Haifah, sedangkan Prancis mendapatkan wilayah Turki, Irak bagian Utara, Suriah dan Libanon. Sementara negara-negara Eropa yang lainnya dibebaskan untuk memilih wilayah lain yang ingin dikuasainya. Dalam Sykes-Picot Agreement, wilayah Palestina belum diserahkan kepada negara manapun, dan hanya dijadikan sebagai sebuah wilayah Internasional yang dikelolah secara bersama-sama oleh negara-negara pemenang perang.59 Pada saat yang hampir bersamaan, Inggris juga berjanji untuk mendukung pendirian sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina. Dukungan tersebut tertuang dalam surat Lord Balfour kepada Lord Rothschild pada tanggal 2 November 1917. Surat ini kemudian dikenal dengan Balfour Declaration. Untuk menjaga netralitas pemerintah Inggris, pandangan Balfour menyebutkan penghormatan terhadap hak sipil dan agama masyarakat non-Yahudi di Palestina.60 Dukungan Inggris ini menjadi sangat penting dan akan menjadi landasan bagi gerakan Zionisme untuk membentuk sebuah negara Yahudi di Palestina. Kemudian setelah deklarasi ini diterimah oleh Chaim Weizman maka, mereka segera bereaksi 58
Pandangan dan keberpihakan Media Cetak (Kompas dan Media Indonesia) melihat Konflik Israel Palestina. Pada: www.lontar.ui.ac.id, diakses pada 7 Februari 2012. 59 Inggrit Fernandes, op cit., Hal.7 60 Afadlal, at all, op cit., Hal. 37
46
untuk memobilisasi para imigran. Pertumbuhan penduduk Yahudi di Palestina yang besar akan memungkinkan pembentukan negara dan pemerintahan Yahudi. Kenyataan yang menunjukkan bahwa, sampai menjelang pembentukan negara Israel, penduduk Yahudi hanya berjumlah kurang lebih separuh penduduk Arab. Rencana pembentukan negara Yahudi ini kemudian mengakibatkan penghancuran secara sistematis penduduk Arab melalui pembantaian dan pengusiran. 4.
Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Pembagian Wilayah Banyaknya imigran yang datang ke Palestina, mengakibatkan banyak orang
Palestina terdesak. Mereka terdesak hingga terjadi bentrokan antara Yahudi dan Palestina. Bentrokan yang berlarut-larut ini, dan Inggris sebagai pemegang mandat tidak dapat menyelesaikannya. Selanjutnya masalah ini ditangani oleh PBB. Pada tahun 1948, PBB membuat sebuah proposal perdamaian untuk Arab dan Yahudi di Palestina. Dengan membuat pembagian wilayah Palestina, sehingga terbentuk negara Arab dan Yahudi secara terpisah.61 Dalam pembagian tersebut, wilayah Palestina meliputi: Acre, Nazareth, Jenin, Nablus, Ramallah, Hebron, Jalur Gaza, dan kota Pelabuhan Jaffa. Wilayah Yahudi meliputi: Safad, Tiberias, Beisan, Haifah, Tulkarm, Ramleh, Sahara Nageb, dan Jaffa. Sementara Yerussalem, menjadi wilayah di bawah pengawasan internasional.62 Rencana pembagian PBB diluluskan oleh majelis Umum PBB pada 29 Novenber 1947 hanya karena tekanan kuat dari pemerintahan Trauman, Presiden Amerika Serikat terhadap sejumlah negara anggota PBB, pemungutan suara di MU-
61
Pandangan dan keberpihakan Media Cetak (Kompas dan Media Indonesia) melihat Konflik Israel Palestina, loc cit. 62 M. Risa Sihbudi, M. Hamdani Basyar, & Happy Bone Zulkarnaen, op cit., Hal. 48
47
PBB menghasilkan 33 suara setuju, 13 suara menolak, 10 suara Abstain serta 1 suara absen. Diantara negara yang tunduk kepada tekanan Amerika Serikat adalah Perancis, Ethiopia, Haiti, Liberia, Luxemburg, Paraguay, dan Philipina. Tekanan ini dapat dibuktikan dengan adanya tulisan oleh mantan Wakil Mentri Luar Negeri Amerika Serikat, Summer Welles: “melalui perintah langsung dari Gedung Putih setiap bentuk tekanan, langsung maupun tidak langsung, dibawa untuk disampaikan oleh para pejabat Amerika kepada negara-negara di luar dunia muslim yang diketahui belum menentukan sikap atau menentang pembagian itu. Para wakil perantara dikerahkan oleh Gedung Putih untuk memastikan bahwa secara mayoritas akan terus dipertahankan”.63 Bagi rakyat Palestina Resolusi PBB ini merupakan suatu kebijakan yang semakin memperburuk kondisi mereka, sehingga muncul banyak perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Palestina. Jika ditilik lebih jauh, maka bangsa Palestina memang berhak menolak rencana pembagian itu, karena pembagian tersebut memberikan kepada bangsa Yahudi lebih dari separuh Palestina, meskipun dalam kenyataannya mereka itu hanyalah sepertiga penduduk dari total penduduk Arab yabg ada di wilayah tersebut. Disamping itu, bangsa Palestina berkeras bahwa, PBB tidak mempunyai hak yang sah untuk merekomendasikan pembagian jika mayoritas penduduk Palestina menentangnya. Sekalipun demikian, dengan menolak pembagian tidak berarti bangsa Palestina menolak klaim mereka sendiri sebagai suatu bangsa yang merdeka. Hal yang mereka tentang adalah pendirian negara Yahudi di atas tanah Palestina, bukan hak orang-orang Yahudi sebagai suatu bangsa.64 Sementara bagi bagsa Yahudi resolusi ini merupakan legitimasi yang semakin memperkuat posisinya terhadap kepemilikan wilayah Palestina. Israel menganggap 63 64
Paul Findley, op cit., Hal.28 Ibid. Hal. 29
48
Resolusi Majelis Umum PBB itu memiliki kekuatan mengikat sebagai dasar berdirinya negara Israel. Hingga pada akhirnya tanggal 14 Mei 1948, kemerdekaan negara Israel diproklamasikan. Ketika PBB memutuskan Pemisahan wilayah Yerusalem sebagai sebuah kota yang terpisah, dan dikuasai oleh rezim internasional dibawah PBB, hingga Israel diterima menjadi anggota PBB ia masih menerima keputusan itu, tetapi setelah diterima menjadi anggota PBB pada tanggal 11 Mei 1949 Israel melanggar keputusan itu dengan menyatakan bahwa Jurasalem adalah jantungnya Israel, Majelis Umum PBB kembali memperingatkan Israel melalui Resolusi Nomor 127 tanggal 22 Januari 1958 isinya menyarankan Israel agar menutup zona tak bertuan di Jerusalem, namun Israel tidak mempedulikan dengan memindahkan kantor Perdana Menteri Israel ke Jerusalem dan pasal 16-17, Megatur tentang Fungsi dan Kekuatan MU PBB tanggal, 31 Desember 1949 Israel resmi memberitahu PBB bahwa ia tidak akan keluar dari Jerusalem dan menegaskannya kembali pada tanggal 11 Desember 1949, bahwa Jerusalem merupakan ibu kota negara Israel, sejak tanggal 14 Mei 1948. Kemudian Resolusi Nomor 162 tanggal 11 April 1961 yang mendesak Israel untuk mentaati keputusan-keputusan PBB. Namun Israel tetap tidak mentaatinya.65 Selain itu, Israel kemudian menganekasasi dan menduduki sebagian besar wilayah Palestina dengan menerapkan aturan kewarganegaraaan dan kependudukan menurut kepentingan Yahudi sendiri. Pada tahun 1850, Parlemen Israel, Knesset, mengeluarkan dua undang-undang yakni Low of Return dan Absentee Property Low. Atas dasar dua undang-undang inilah kemudian mengakibatkan setiap orang Yahudi
65
Inggrit Fernandes, op cit., Hal. 8-9
49
yang berada di belahan bumi manapun mempunyai hak untuk menjadi warga Israel.66 Orang-orang Yahudi diseluruh duniapun berlomba-lomba datang ke Israel untuk mendapatkan tanah yang dijanjikan. B.2. Substansi Konflik dan Akibatnya Melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi konflik Israel-Palestina yang memperjelas bahwa, substansi konflik ini adalah perebutan wilayah. Dimana terdapat dua negara memperebutkan wilayah yang sama. Masing-masing mempunyai alasan yang kuat untuk mengklaim wilyah tersebut. Bagi Israel, wilayah Palestina merupakan tanah terjanji, dan terdapat empat mitos yang melegalisasi kedatangan Israel ke Palestina yaitu : 1). Mitos bahwa Palestina adalah negeri tanpa bangsa untuk bangsa tanpa negeri. 2) Mitos demokrasi, bahwa Israel kelak merupakan satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah. 3) Mitos keamanan, bahwa Israel dipaksa mengadapi ancaman besar dari negara-negara Arab sehingga menjadi penggerak kebijakan luar negeri Israel, dan 4) Mitos holocoust bahwa Israel adalah pewaris beban moral dari korban holocoust oleh Nazi Jerman. Selain mitos tanah terjanji, mitos holocoust ini juga menjadi sandaran historis yang
menggerakkan bangsa Yahudi untuk mendapatkan
wilayah Palestina. 67 Seperti halnya bangsa Yahudi yang melihat pentingnya wilayah Palestina dari aspek teologis, demikian pula bangsa Arab memandang Palestina, yang memiliki status signifikan bagi umat Muslim. Arti penting Palestina bagi bangsa Arab mencakup :1) Wilayah yang sakral seperti yang terdapat dalam Ketab Suci Al Quran (Al-Maidah:21), yang mengemukakan bahwa, Allah SWT memerintahkan kepada umatnya untuk masuk ke tanah suci (Palestina). 2) Wilayah yang diberkati Allah SWT (Al-Isra’:1 dan Al66
67
Amich Alhumani. (2006). Bangsa Tak Kenal Balas Budi. Kompas. 9 Agustus. Hal. 8 A. monica Adriana B. op cit., Hal. 53
50
Anbiyaa’:81), yaitu sebagai kiblat pertama umat Islam. 3) Palestina merupakan daerah para nabi dan tempat diturunkannya mereka alaihim assalam. 4). Palestina merupakan tempat Isra’ Rasulullah SAW dan Allah telah memilih Masjidil Aqsha sebagai tempat Isra’ Rasulullah SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. 5) Di dalam hadits Sahih riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah dikatakan bahwa Baitul Maqdis (AlQuds / Jerussalem) merupakan bumi tempat berkumpul dan dihadapkan kembali semua manusia. 6) Negeri Syam, dimana Palestina adalah bagian darinya, merupakan tempat berdomisilinya Darul Islam yaitu disaat terjadinya fitnah dan malapetaka yang krusial.68 Berdasarkan aspek teologis diatas, maka sudah cukup jelas landasan substansial bagi Bangsa Arab Paletsina untuk mempertahankan Palestina dari klaim Yahudi. Tetapi di sisi lain, paradigma kaum Zionis yang berasal dari pijakan sejarah dan agama telah mengabaikan keberadaan bangsa Arab yang telah ada di Palestina. Pengaburan kaum Yahudi terhadap realitas keberadaan bangsa Palestina inilah, yang menyebabkan benturan idealisme hingga menimbulkan penentangan. Ideolegi bangsa Yahudi terhadap konsep tanah terjanji demikian kental sehingga mengesampingkan aspek-aspek moral dalam memperoleh tanah Palestina. Atas dasar kekuatan pandangan masing-masing terhadap wilayah Palestina maka, kedua belah pihak berjuang untuk memperoleh kepentingannya. Setelah pembagian PBB tahun 1947 yang kemudian menjadi kebenaran yang sah bagi pihak Yahudi untuk mendirikan negara Israel di Palestina. Pasukan Yahudi langsung terjun ke lapangan dengan cepat mengamankan wilaya-wilayah yang diperuntukkan bagi bangsa Yahudi yang kemudian meluaskannya ke bagian-bagian Palestina yang diperuntukkan bagi bangsa Palestina. Selain itu, sejak hari pertama berdirinya negara Israel tersebut,
68
Ibid. Hal. 47-48
51
Pemerintah Israel menggusur 500 desa Palestina dan menempatkan kaum imigran Yahudi di tanah atau di rumah yang ditinggal penghuni warga Palestina yang dipaksa berdiaspora.69 Berbagai peperangan terjadi akibat gerakan agresif Israel yang ingin menguasai seluruh wilayah Palestina. Ada dua kali perang yang dianggap mengakibatkan petaka yang sangat besar bagi bangsa Palestina yaitu perang pada tahun 1948 yang dikenal dengan Al-Naqba dan Perang Enam Hari pada tahun 1967. Sehari setelah negara ini memproklamasikan kemerdekaannya, pada tanggal 15 Mei 1948 Israel telah menaklukkan bagian-bagian penting dari wilayah Palestina diluar negaranya sendiri yang telah ditetapkan oleh PBB dan menguasai 400 mil persegi di luar perbatasanperbatasan yang ditetapkan untuknya.70 Akibat dari penaklukan itu, 726.000 atau hampir dari dua pertiga dari jumlah semula 1,2 juta orang yang terusir dan terpaksa berdiaspora. Kehilangan yang sangat besar inilah yang kemudian menjadi alasan perang tersebut dikenal sebagai nakba yang berarti bencana.71 Perang yang terjadi selanjutnya yang mengakibatkan luasnya ekspansi Israel adalah perang 1967 yang menjadi perang ketiga dalam konflik Israel-Palestina dan menjadi perang paling sukses bagi Israel. Israel berhasil meraih semua sasaran perangnya, dan yang paling penting adalah didudukinya seluruh wilayah Palestina, termasuk Yerusalem Timur dan Tepi Barat milik Yordania, Semenanjung Sinai dan jalur Gaza milik Mesir, dan Dataran Tinggi Golan milik Syria.72 Perang ini juga telah mengakibatkan terjadinya diaspora gelombang kedua.73 69
Mustafa Abdul Rahman. (2009). Permukiman Yahudi, Itu Batu sandungan. Kompas. 8 november. Hal 10 70 Paul Findley, op cit., hal. 33-34 71 Ibid. Hal. 41 72 Ibid. Hal. 67 73 Ibid. Hal. 34
52
Pada bulan November 1967, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 242 untuk penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah Arab (Tepi Barat dan Jalur Gaza) yang didudukinya dalam Perang Enam Hari, wilayah itu kemudian dikembalikan kepada Palestina dan sebagai kompensasinya negara-negara Arab akan mengakui keberadaan Israel dan hidup berdampingan secara damai. Penghentian Permusuhan semua pihak. Pengakuan akan eksistensi. Keutuhan, dan kemerdekaan politik negara-negara Timur-Tengah. Mengadakan daerah bebas militer sebagai jaminan bagi pelayaran bebas melalui perairan internasional. Penyelesaian secara adil masalah diaspora Palestina.74 Resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB tersebut tidak ditaati oleh Israel. Pengusiran penduduk Palestina sepertinya sudah menjadi agenda utama Israel, dengan angka yang begitu minoritas, orang-orang Yahudi tidak bisa yakin bahwa mereka bisa menjadi mayoritas di negeri sendiri. Oleh karena itu, mengusir orang-orang Palestina untuk keluar dari tanah mereka, dan menjadikannya berdiaspora, merupakan alternatif pemecahan bagi para pemimpin Zionis, serta tidak membiarkan mereka kembali ke tempat-tempat yang mereka tinggalkan. Orang Palestina yang terusir dari tanahnya sendiri tidak hanya tersebar di negara-negara tetangga Palestina saja, tetapi ada yang sampai ke Amerika dan Jerman. Jumlah mereka disetiap negara tidak merata. Jumlah pengungsi yang ada di Yordania selalu mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan letak Yordania yang berbatasan langsung dengan Palestina. Demikian halnya dengan Libanon dan Suriah. Sebagian besar diaspora Palestina ingin kembali ke rumah-rumah mereka, namun kepulangan mereka itu tidak realistis, sebab pemerintah Israel telah melancarkan 74
Dewi Mustofiah. (2011). Dahsatnya Lobo-Lobi Gila Internasional Israel. IRCiSoD: Yogyakarta. Hal. 30
53
suatu program sistematis untuk menhancurkan rumah-rumah mereka untuk menampung gelombang masuk imigran Yahudi dari Eropa yang diperkirakan 25.000 perbulan75. Imigran Yahudi telah berdatangan dan menduduki tempat tinggal orang Palestina yang sudah berdiaspora, dan mereka tidak bersedia untuk melepaskannya. Dari tempat persebaran para diaspora Palestina tersebut, mereka kemudian mendirikan beberapa organisasi perlawanan. Sejumlah organisasi yang didirikannya tersebut ada yang besar dengan jumlah anggota yang banyak, adapula yang hanya diikuti oleh sejumlah kecil orang. Terdapat tiga alasan utama yang menyebabkan timbulnya organisasi perlawanan ini yaitu: Pertama, adanya kejadian-kejadian yang menimpa orang Palestina dan rekasi-reaksi politik dari sebagian besar negara Arab. Kedua, adanya perasaan “kepalestinaan”, sebagai identitas kultural untuk membentuk masyarakat Palestina. Ketiga, usaha untuk mempersatukan masyarakat Palestina yang secara goegrafis dan sosial tersebar di berbagai tempat dalam satu organisasi. 76. Dari sekian banyak organisasi yang didirikan tersebut, Palestine Liberation Organization (PLO) merupakan organisasi yang terbesar. PLO muncul akibat desakan kepentingan bersama antara bangsa Arab yang menginginkan sebuah organisasi yang bisa mewakili identitas Palestina dan bisa diterima oleh semua bangsa Arab, dilain pihak, bangsa Palestina juga menginginkan suatu organisasi yang bisa mencakup semua aspirasi orang Palestina. Dengan demikian, pada tanggal 28 Mei-2 Juni 1964 diadakan kongres bangsa Palestina yang pertama di Yerussalem Timur. Kongres ini melahirkan PLO, organisasi yang diharapkan mampu memayungi semua organisasi perjuangan Palestina.77
75
Paul Findley, op cit., Hal.61 M. Riza Sihbudi, op cit., Hal. 27 77 Ibid 76
54
Markas besar PLO awalnya berada di Yerussalem, namun setelah perang tahun 1967, markas PLO pindah ke Yordania. Pada tahun 1970 terjadi peristiwa September Hitam, diamana orang-orang palestina diusir dari Yordania dengan kekerasan, sehingga markas PLO pindah ke Libanon. Pada tahun 1983, markas PLO tergusur ke Tunisia.78 PLO kemudian menjalankan kiprahnya secara militer dan diplomatis, dengan Yasser Arafat sebagai ketua Eksklusif PLO sejak tahun 1969. Sejak itu, pamor PLO naik dikalangan Arab. Sehingga pada tahun 1974, KTT Arab di Rabbat, Maroko, memutuskan PLO sebagai satu-satunya wakil sah rakyat Palestina. Status ini kemudian dikukuhkan pada tanggal 22 November 1974, oleh Majelis Umum PBB.79 Beberapa tahun setelah PLO terbentuk, pembantaian manusia kembali terjadi pada tahun 1982 ketika pasukan Israel masuk ke Libanon dan memakai persenjataan berat. Nama operasi itu adalah “Peace for Galilea” yang mengisyaratkan bahwa sasaran Israel adalah mendorong para gerilyawan Palestina mundur dari perbatasan, untuk mecegah serangan-serangan di dalam wilayah Israel. Penyerangan Israel ke Libanon ini, membantai ratusan diaspora Palestina di Sabra dan Shatila, dan menghancurkan 200.000 rumah pada kamp-kamp para diaspora Palestina. Penduduk sispil Libanon juga menjadi korban kekejaman Israel, polisi Libanon mengemukakan sekitar 19.085 terbunuh, 30.302 luka-luka, dimana sepertiga dari korban tersebut adalah anak-anak.80 Dibalik semua kejahatan dan kekerasan yang dirasakan oleh bangsa Palestina baik yang berdiaspora, maupun yang berada di kampung halaman (masyarakat Palestina yang berada di wilayah pendudukan). PLO sebagai wakil sah mereka, terus berjuang untuk menyelamatkan masyarakatnya dari kekejaman Israel. Masyarakat Palestina yang
78
Ibid. Ibid. Hal. 28 80 Paul Findley, op cit., Hal.103 79
55
berada diwilayah pendudukan terus mengalami tekanan dan perlakuan diskriminatif, baik secara ekonomis maupun politis. Perlakuan seperti itu, ditambah semangat keagamaan telah melahirkan intifadah bangsa Palestina pada tahun 1987. Setelah lebih dari dua pulu tahun dijajah oleh Israel, bangsa Palestina telah menemukan kesempatan untuk melepaskan kemarahan mereka terhadap Israel. Kondisi ini kemudian dipergunakan rakyat Palestina untuk menggalang dukungan. Bangsa Arab mendukung intifadah tersebut dengan melaksanakan KTT darurat di Aljir pada tanggal 7-9 Juni 1988. Pada KTT tersebut Raja Yordania melepaskan klaimnya atas tanah Tepi barat dan menyerahkannya kepada bangsa Palestina pada akhir Juli 1988.81 Pada tanggal 15 November 1988, dalam Kongres Dewan Nasional Palestina di Aljir, Al-Jasair, Yasser Arafat selaku pemimpin PLO mendeklarasikan kemerdekaan Negara Palestina. Wilayah yang diklaim Negara Palestina adalah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Dan mereka mengingingkan Yerussalem sebagai ibu kotanya. Proklamasi ini telah diakui oleh beberapa negara termasuk Indonesia.82 Pendeklarasian Negara Palestina tersebut, menjadi babak baru perjuangan rakyat Palestina sejak perang 1948. Palestina kini mendapat legalitas baru setelah sekian puluh tahun diperjuangkannya. Kemerdekaan yang masih de jure ini masih membutuhkan perjuangan untuk mendirikan Negara Palestina sebagai de facto. Mengingat wilayah Palestina yang disebutkan dalam proklamasi itu yang meliputi wilayah Tepi Barat Yordania dan jalur Gaza, kini masih dalam kekuasaan Israel. Dideklarasikannya
Palestina
sebagai
negara
pada
tahun
1988,
tidak
menghentikan penyerangan Israel terhadap Palestina. Israel terus melancarkan agresinya terhadap Israel. Hal ini tentunya mengundang perhatian masyarakat internasional. 81 82
Ibid. Hal. 29 Ibid. Hal. 43-44
56
Berbagai kecaman yang ditujukan kepda Israel, tidak menjadi cambuk dan menghentikan penyerangan. Tetapi Israel justru semakin berprilaku barbarian. Berbagai laporan memberitahukan bahwa Israel telah membunuh, memotong anggota badan, menyiksa, memenjarakan, dan mengusir berpuluh-puluh ribu orang Palestina dalam usaha untuk menekan pemberontakan Palestina. Dana Penyelamatan Anak-Anak (Ford Foundation) dari Swedia melaporkan pada pertengahan 1990, Israel melakukan kekerasan yang kejam dan tidak pilih-pilih serta berulang-ulang kali terhadap anak-anak Palestina. Dikatakan bahwa 159 anak-anak dengan usia rata-rata sepuluh tahun telah terbunuh, 6.500 terluka oleh tembakan, dan 35.000 hingga 48.000 lainnya dilukai. Kemudian pada tahun 1991, Pusat Informasi Hak-Hak Asasi Manusia Palestina di Jerussalem dan Chicago melaporkan bahwa 994 pembunuhan atas orangorang Palestina oleh pasukan Israel, 119.300 orang terluka, 66 deportasi, 16.000 penahanan administratif, 94.830 acre penyitaan tanah, 2074 penghancuran atau penyegelan rumah, 10.000 jam malam terus-menerus atas wilayah-wilayah dengan penduduk lebih dari 10.000 orang, dan 120.000 pencabutan pohon-pohon dari akarnya.83 Hingga penyerangan besar yang selanjutnya, terjadi ketika Israel menyerang Gaza pada akhir tahun 2008 lalu. Tragedi ini, bermula pada 27 Desenber 2008, dan berhenti ketika, pemerintah Israel secara resmi menghentikan serangan ke Jalur Gaza terhitung 18 Januari 2009. Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert pada siaran pers menyampaikan gencatan senjata karena Israel telah mencapai semua target, terutama menghancurkan basis kekuatan Hamas yang selama ini terus menembakkan roket dan mortir ke wilayah Israel. Lebih 1.5 juta orang Palestina di Gaza mengalami krisis
83
Ibid. Hal. 122-124
57
kemanusiaan akibat penyerangan Israel. Mereka kekurangan makanan, obat-obatan, air bersih dan tempat tinggal.84 Akibat konflik yang ada, juga memperlihatkan perbandingan yang sangat drastis antara korban dari pihak Palestina dan pihak Israel. Hal ini dapat kita lihat dari perbandingan korban yang dari Desember 2008 sampai januari 2009 pada diagram berikut85: Diagram 1 Jumlah korban pada invasi Israel di Jalur Gaza tahun 2008
Akumulasi dari kibat yang dihasilkan oleh konflik yang tak kunjung usai ini, tidak hanya dalam bentuk peperangan tetapi akibat yang lebih bersifat kemanusiaan diderita oleh rakyat Palestina. Perampasan hak asasi manusia dimana hak untuk hidup, hak untuk mempunyai tempat tinggal, hak untuk bekerja tidak berlaku bagi masyarakat Palestina. Setiap serangan Israel ke Palestina, bagai sang malaikat pencabut nyawa yang membabi buta dikerumunan semua orang, dan dengan cepat mencabut satu-persatu
84
Echnusa. (2009). Data Akhir Konflik Gaza : 1313 tewas. Pada http://nusantaranews.wordpress.com/2009/01/05/data-terbaru-korban-perang-gaza-512-tewas/, diakses 14 Februari 2012. 85
Ibid
58
nyawa orang tak berdosa. Tidak peduli kaya, miskin, tua, besar, kecil, laki-laki maupun perempuan, semuanya tidak luput dari ancaman maut. Hal ini tentunya memberikan trauma perang berkepanjangan didalam hidup mereka. Dampak sosial seperti ini lebih mahal dari biaya perang itu sendiri. Selain itu, tentara-tentara Israel sering melakukan penangkapan kepada penduduk-penduduk sipil tanpa adanya alasan yang jelas, jumlah tawana Palestina saat ini sudah mencapai 11.000 orang86, jumlah ini mengalami peningkatan dari data yang didapatkan pada tahun 2004, dimana jumlah tawanan Israel mencapai 7.200 orang dan 5.866 diantaranya terdaftar dalam data departemen tawanan Palestina, mereka tersebar dalam 25 penjara Israel, diantaranya terdapat beberapa wanita. Joe Sacco seorang Jurnalis yang mendapatkan penghargaan karya tulis terbaik tentang Palestina, menyebutkan bahwa 1.318 tahanan yang ada dalam penjara Israel adalah siswa dari berbagai jenjang pendidikan, 465 orang diantaranya adalah anak-anak, 196 adalah praktisi pendidikan, sedangkan jumlah tawanan yang menderita penyakit kronis 834 orang, dan tidak mendapatkan perawatan apapun di dalam penjara.87 Dari berbagai akibat yang telah dihasilkan dari konflik yang panjang antara Israel dan Palestina, dimana korban yang tidak simetris dari pihak Palestina dengan korban dari pihak Israel. Banyak rakyat Palestina yang telah menjadi korban tindakan agresif Israel. Disisi lain, kekuatan Palestina untuk bangkit dan melawan tidak sebanding dengan kekuatan yang dimiliki oleh Israel. Sehingga cara satu-satunya yang menjadi alternatif penyelesaian konflik ini adalah melalui negosiasi.
86
Chaedar, Abdullah. (2011). Pertukaran Tahanan Israel-Palestina Bukti Keampuhan Jalur Politik. Pada http://chaidarabdullah.wordpress.com/2011/10/19/pertukaran-tahanan-palestina-israel-buktikeampuhan-jalur-politik-oleh-chaidar-abdullah/, diakses pada 28 Januari 2012. 87 Inggrit Fernandes, op cit., Hal. 17.
59
BAB IV Penyelesaian Konflik dan Hasil-Hasilnya
A. Negosaisi Bilateral Israel-Palestina Sejak munculnya gerakan intifadah pada tahun 1987, masyarakat Palestina yang selama ini seakan menerima nasib penjajahan Israel, mempunyai waktu yang tepat untuk bangkit dan melawan. Gerakan intifadah ini kemudian menimbulkan kekhawatiran baik itu dari pihak Israel maupun dari pihak Palestina. Berbagai serangan berbalasan pun dilancarkan. Hingga pada akhirnya pihak-pihak yang berkonflik sudah semakin menyadari bahwa, dengan terus melakukan konflik maka masing-masing pihak akan mengalami kerugian yang sangat besar, kedua belah pihak akan saling terluka, bahkan, bukan tidak mungkin pihak lain yang justru mendapatkan keuntungan selama berlangsungnya konflik. Jika konflik dalam kondisi seperti ini, inilah saat yang paling tepat untuk melakukan proses negosiasi. Kesadaran seperti inilah kemudian membawa Israel dan Palestina maju ke meja perundingan untuk yang pertama kalinya pada tahun 1991. Negosiasi itu terus berlangsung hingga saat ini. Meskipun berbagai opini-opini pesimistik, baik itu berasal dari internal kedua belah pihak, maupun opini dunia internasional bermunculan setiap proses negosiasi itu dilakukan. Hal ini tidak menjadi penyangga atau penghambat dari upaya kedua negara tersebut untuk menciptakan perdamaian yang abadi, selaras dengan keinginan seluruh masyarakat dari ke dua belah pihak. Negosiasi bilateral antara Israel dan Palestina, talah merumuskan
banyak
kesepakatan dan perjanjian. Baik itu dari segi batas wilayah yang jelas dari kedua belah pihak, pembangunan pemukiman Israel di daerah pendudukan, nasib para diaspora
60
Palestina, pengakuan akan eksistensi Israel sebagai sebuah negara, dan sampai pada tukar-tawanan Israel-Palestina. 1. Wilayah dan Pemukiman Perebutan wilayah yang terjadi antara Israel dan Palestina yang mengingingkan seluruh wilayah Palestina secara keseluruhan, telah menjadi kenyataan yang menyita banyak perhatian Dunia Internasional. Kedua belah pihak masing-masing kukuh sebagai pihak yang paling berhak atas wilayah tersebut. Israel kemudian membangun pemukiman-pemukiman diatas tanah milik bangsa Palestina di wilayah-wilayah pendudukan dan masih berlangsung hingga saat ini. Sejak 1967 Israel menduduki Jerussalem Timur, Daratan Tinggi Golan, Jalur Gaza, dan Tepi Barat melalui tindakan kekerasan, dan pada saat yang bersamaan, Israel mendirikan pemukiman-pemukiman Yahudi disemua wilayah tersebut. Setelah konflik yang terjadi semakin memuncak, akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk menciptakan perdamaian. Negosiasi langsung pun menjadi sarana untuk menyelesaikan konflik Israel dan Palestina. Adapun negosiasi yang telah dilakukan oleh Israel dan Palestina sebagai berikut: 1. Konferensi Madrid Pada tanggal 31Oktober tahun 1991, Konfrensi Madrid dilaksanakan menjadi langkah awal penanganan konflik ini dilakukan secara serius. Proses negosiasi ini dilakukan secara terbuka, namun dalam proses tersebut terdapat beberapa perbedaan yang mengganjal, maka pembicaraan berhenti pada tanggal 3 November tanpa hasil.88 Selanjutnya Amerika Serikat mengundang peserta konfrensi untuk berunding di Washington pada tanggal 4 November. Delegasi negara-negara Arab yang terdiri dari
88
M. Riza Sihbudi, M. Hamdan Basyar, & Happy Bone Zulkarnaen . op cit., Hal. 42
61
Palestina, Yordania, Suriah, dan Libanon sudah memenuhi undangan tersebut, tetapi tidak dari pihak Israeln yang menolak perundingan tersebut, dan memindahkannya pada tanggal 9 Desember 1991. Tawaran tanggal perundingan dari Israel ini kemudian ditolak oleh pihak Palestina, karena pada saat itu bertepatan dengan peringatan 4 tahun munculnya Intifadah. Tanggal 10 Desember kemudian disepakati oleh kedua belah pihak untuk mengadakan pembicaraan, namun pertemuan tersebut pun gagal membicarakan hal-hal yang prinsipil.89 Semua pihak yang terlibat dalam negosiasi tersebut, sepakat untuk mewujudkan perdamaian di Timur Tengah, akan tetapi mereka belum sepakat bagaimana memulai membicarakan perdamaian. Pada pembicaraan tersebut, Suriah menginginkan Israel menarik pasukannya dari daerah pendudukan, sebelum adanya pembicaraan perdamaian secara menyeluruh. Delegasi Palestina ingin mandiri, terpisah dari Yordania ketika berunding dengan Israel. Delegasi ini juga menginginkan pembicaraan langsung pada masalah yang dianggap substansial, seperti pemukiman Yahudi di daerah Pendudukan atau bercokolnya pasukan Israel di sana, mengingat ini adalah inti pertikaian antara Israel dan Palestina. Pihak Israel tetap mempertahankan pendiriannya bahwa, penarikan pasukan di daerah pendudukan tidak bisa menjadi dasar prasayarat pembicaraan perdamaian, dan delegasi Palestina harus tetap bergabung dengan Yordania. Memang masalah substansial yang ingin dibicarakan oleh pihak Palestina tidak ingin dibahas oleh Israel. dalam hal ini, Israel tidak akan mau berdialog jika perundingan mengarah pada pembentukan Negara Palestina Merdeka dengan wilayah Tepi Barat, Sungai Yordan, dan Jalur Gaza. Meskipun mereka mempunyai syarat untuk melanjutkan pembicaraan
89
Ibid.
62
damai secara menyeluruh, tetapi mereka masih menginginkan adanya perundingan yang mengarah pada perdamaian abadi di Timur-Tengah. Hal yang perlu diperhatikan pada Konferensi Madrid tersebut adalah keberhasilan dalam pelaksanaan perundingan bilateral antara Israel dan Palestina, dalam artian untuk pertama kali mereka duduk bersama dan bernegosiasi secara langsung. 2. Oslo Agreement I Konferensi Madrid membuka peluang terhadap dilaksanakannya proses negosiasi selanjutnya, terlihat dengan adanya kesepakatan dari pihak Palestina dan Israel untuk kembali melakukan negosiasi langsung, dengan mengirimkan delegasi masing-masing untuk bertemu di salah satu kota kecil Norwegia. Dalam pertemuan tersebut, Palestina membawa naskah dengan konsep kewilayahan Palestina yang ingin menguasai seluruh Jalur Gaza dan Tepi Barat, sementara pihak Israel menginginkan pengakuan PLO atas eksistensi Israel sebagai sebuah negara. Proses negosiasi tersebut berjalan sebanyak dua belas sesi selama delapan bulan. Israel diwakili oleh DR. Yair Hirschfeld dan Dr. Ron Pundak. Keduanya adalah akademisi Israel, sementara dipihak Palestina diwakili oleh bendaharawan PLO yaitu, Ahmad Qurai yang kemudian dikenal dengan Abu ala’. Mereka bertiga bekerja sebagai pemain utama dalam menetapkan konseptual dari persetujuan Israel-Palestina.90 Negosiasi ini kemudian, menghasilkan Oslo Agreement yang ditandantangani di Washington D.C. Amerika Serikat pada hari senin tanggal 13 September 1993. Palestina diwakili oleh Yasser Arafat dari PLO dan Perdana Mentri Israel Yitzak Rabin sebagai 90
Selvy Violita. (2010). Kehadiran Back Channel Negotiation dalam Mewujudkan Oslo Agreement. Tesis. Pasca sarjana jurusan hubungan internasional. Fisip UI. Hal. 3. Pada http://www.american.edu/sis/faculty/upload/wanis-in-theory-back-channel-negotiation.pdf, diakses pada 28 Januari 2012.
63
perwakilan dari Israel. Pada saat itu hadir pula Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton yang bertindak sebagai saksi dalam momentum bersejarah tersebut. Walaupun penandatangan dilakukan di Amerika Serikat, tetapi kesepakatan ini dicapai melalui beberapa negosiasi yang dilakukan di Oslo dan akhirnya behasil disepakati pada akhir Agustus 1993. Dengan demikian Oslo Agreement dirasakan sebagai nama yang paling tepat untuk dokumen bersejarah tersebut. Oslo Agreement pun tercipta, dan menjadi salah satu harapan dan bukti akan kemajuan usaha damai untuk kedua belah pihak. Adapun tujuan dari perjanjian tersebut adalah menyerukan penarikan mundur pasukan Israel dari beberapa bagian dijalur Gaza dan Tepi Barat dan memastikan hak Palestina untuk membentuk pemerintahan sendiri di dua kawasan melalui pembentukan Otoritas Palestina. Adapun hasil yang disepakati pada Oslo Agreement tersebut adalah Pertama, Jalur Gaza dan Tepi Barat dibagi dalan tiga Zona, dibawah kendali Palestina, dibawa kendali Israel, dan dibawah kendali Israel dan Palestina. Kedua, kedua belah pihak menandatangani Letters of Mutual Recognition. Ketiga, Pembentukan Pemerintahan Palestina yang mandiri di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Kesepakatan ini memuat pengakuan bersama antara Israel dan PLO, serta lima tahun transisi dimana Israel akan menarik mundur pasukannya dan pembentukan Palestinian Authority (PA) sebagai pemerintahan Palestina sementara hingga negara Palestina dibentuk.91 Pada akhir periode transisi akan ada penyelesaian yang permanen didasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB no.242 dan 338. Dengan adanya kesepakatan yang tejadi pada tanggal 13 September 1993, yang diakhiri dengan jabat tangan Yitzak Rabin dan Yasser Arafat menjadi simbol penyelesaian permasalahan antara dua bangsa. Penyelesaian ini didasarkan atas
91
Ibid
64
kompromi mengenai pembagian Palestina. Pembagian ini pada dasarnya bukanlah ide baru, karena sebelumnya sudah diajukan oleh PBB pada tahun 1947, namun ditolak oleh Palestina yang pada saat itu bersikeras memiliki Palestina secara Keseluruhan. Tapi kini dengan berhasilnya negosiasi yang melahirkan Perjanjian Oslo ini, baik Israel maupun Palestina telah menerima rencana pembagian Palestina tersebut. Kedua belah pihak terlihat telah mengesampingkan perselisihan mereka mengenai siapa yang berhak atas Palestina dan beralih untuk menemukan solusi bagi permasalahan mereka. Ide pembagian Palestina kini sudah diterima oleh kedua belah pihak, yang telah sekian lama saling berperang untuk memiliki tanah Palestina secara keseluruhan sebagai bagian dari wilayahnya. 3. Kesepakatan Kairo Kesepakatan mengenai jalur Gaza dan wilayah Jericho yang kemudian dikenal dengan istilah kesepakatan Kairo, ditandatangani di kota Mesir oleh Perdana Mentri Israel Yitzak Rabin dan Yasser Arafat, dengan Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Arab Saudi sebagai saksinya pada tanggal 4 Mei 1994. Perjanjian tersebut diimplementasikan secara efektif, dengan mengendalikan sebagian besar Jalur Gaza dan enam puluh lima kilo meter persegi daerah Jericho dan sekitarnya yang dikendalikan untuk otoritas Palestina. Sementara Israel, mengendalikan perbatasan dari pemukiman Yahudi di Gaza.92 4. Oslo Agreement II Dalam implementasi Perjanjian Oslo I, dihadang oleh berbagai macam hambatan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pemahaman konsep terhadap hal-hal yang diatur dalam kesepakatan tersebut. Pada akhirnya banyak pasal-pasal yang tidak 92
Proses Perdamaian Israel Palestina. http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1hi/203613026/bab2.pdf, diakses pada 20 Februari 2012
Pada
65
diimplementasikan dengan baik. Mandegnya pelaksanakan perjanjiian Oslo I ini kemudian melahirkan perjanjian-perjanjian baru seperti Perjanjian Oslo II. Pada proses negosiasi ini, delegasi Israel kembali bertemu dengan delegasi Palestina di tiga tempat yang berbeda yaitu Taba, Sinai, dan Mesir. Namun penandatanganan perjanjian dilakukan di Washington pada tanggal 28 September 1995. Kesepakatan ini betujuan untuk menegaskan kembali kesepakatan-kesepakatan yang telah diatur dalam Oslo Accord. Proses negosiasi ini pun kembali menghasilkan persetujuan seperti penarikan pasukan Israel dari daerah pendudukan, mengakui pembentukan pemerintahan otoritas interim Palestina, dan pembagian wilayah Tepi Barat menjadi tiga zona. Area A dibawah kendali Palestina, Area B dibawah kendali Israel dan Area C yang berbatasan dengan Yordania dimana Israel bersikeras harus berada dibawah kontrol militer.93 Khusus untuk wilayah Tepi Barat, Israel mempunyai Klarifikasi tanah yang dibagi menjadi tiga berdasarkan kepemilikan. Pertama, tanah pribadi milik orang Arab. Kedua, tanah Pribadi milik orang Yahudi. Ketiga adalah tanah negara. Tanah yang langsung dibawah kontrol negara ini diklarifikasikan lagi menjadi enam: (a) Tanah ditinggalkan, jenis ini meliputi tanah atau harta lainnya yang ditinggalkan oleh penduduk setelah perang 1967. Tanah ini sekarang dikuasi oleh oleh Pemerintah Israel. sekitar 107.500 acre tanah di Tepi Barat dikategorikan ini. (b) Tanah negara terdaftar. Tanah ini terdaftar atas nama Raja Yordania atau komisi tinggi Inggris. Di seluruh Israel, tanah jenis ini ada sekitar 175.000 acre dan 1/8 diantaranya terletak di Tepi Barat. (c) Tanah untuk kepentingan umum. Sekitar 25.000 acre tanah dengan status ini. (d) Daerah khusus militer. (e) tanah Sitaan untuk militer. Tanah ini semua milik penduduk Arab yang kemudian diambil alih oleh militer. (f) Tanah tak bertuan. Jenis ini
93
Ibid.
66
adalah tanah yang tidak bisa diidentifikasi siapa pemiliknya. Tanah ini menjadi milik negara dan dapat digunakan oleh pemukiman baru.94 Diatas tanah negara inilah kemudian Israel membangun pemukiman Yahudi. Kebijaksanaan pemukiman dianggap sebagai bagian dari perwujudan Israel Raya. Daerah yang berstatus tanah negara pun segera ditumbuhi pemukiman. Rencana menyeluruh pemukiman Yahudi di Tepi Barat telah diformulakan oleh Departemen Pemukiman
Organisasi
Zionis
yang bekerjasama dengan
Pemerintah
Israel.
perencanaan tersebut terdiri dari dua target. Pertama, target jangka pendek (1982-1987) akan dimukimkan sekitar 100.000 ribu Yahudi. Kedua, target jangka panjang (sekitar tahun 2010) akan dimukimkan sekitar setengah juta Yahudi. Tujuan akhir dari rencana pemukiman selama tiga puluh tahun terhitung sejak tahun 1982-2012 adalah persebaran penduduk Yahudi bisa terlaksana secepat mungkin. Jika hal itu terjadi maka, klaim Paletina terhadap Tepi Barat dapat dimentahkan. Namun pemerintah Israel mengalihkan alasan tersebut dengan mengatakan bahwa pembangunan pemukiman di Tepi Barat akibat adanya “Demand”. Menurutnya banyak orang Yahudi yang ingin tinggal di wilayah itu.95 5. Perjanjian Hebron Negosiasi yang melibatkan Israel dan Palestina ini berlangsung selama 10 hari, dari tanggal 7 sampai 17 Januari 1997. Inti dari negosiasi tersebut adalah pemindahan pasukan Israel di Hebron. Negosiasi kali ini dapat dikatakan cukup berhasil karena dalam sepuluh hari setelah disepakatinya perjanjian tersebut, tentara Israel mundur dari 80 persen kawasan Hebron. Pada tanggal 7 Maret 1997, Israel mulai menarik
94 95
M. Riza Sihbudi, M. Hamdan Basyar, & Happy Bone Zulkarnaen, op cit., Hal. 51 Ibid. Hal. 54
67
pasukannya dari pelosok Tepi Barat. Dan delapan bulan setelah tahap pertama, Israel mulai memasuki panarikan mundur tahap kedua.96 6. Memorandum Wye River Kesepakatan Oslo II tersendat setelah Yitzak Rabin terbunuh. Keberadaan Oslo Accord kemudian semakin tidak dianggap ketika Benjamin Netanyahu yang menggantikan pemerintahan Simon Peres, cenderung tidak menerima hasil kesepakatan tersebut dan menunda implementasi yang telah ditentukan sebelumnya. Sikap Netanyahu ini menimbulkan desakan dari berbagai pihak, hingga pada akhirnya ia bersedia untuk melanjutkan kembali hasil kesepakatan Oslo. Implementasi Oslo ini diteruskan melalui kesepakatan Wye River pada tanggal 23 Oktober 1998. Proses negosiasi ini kembali melibatkan pemain utama antara Israel dan PLO. Tujuan yang ingin dicapai dari negosiasi tersebut adalah penerapan kesepakatan sementara yang disepakati pada Perjanjian Oslo II tahun 1995. Tetapi, para pemain ini menghadapi situsi yang dilematis. Presiden Palestina Yasser Arafat harus menyelamatkan citranya di mata Hamas dan sempalan Fatah, lewat persetujuan damai yang yang dapat membuktikan bahwa Kesepkatan Oslo belum habis riwayatnya. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pun ingin memperbaiki citranya di mata masyarakat Internasional yang selama ini menuduhnya sebagai penghambat utama proses perdamaian.97 Masalah yang lainnya adalah, proses penyelesaian konflik Israel-Palestina seakan berlomba dengan waktu. Yasser Afarat telah berkali-kali mengancam akan mendeklarasikan negara Palestina pada 4 Mei 1999, bila tidak setapak pun proses
96
Perlu Napas yang Panjang: Diplomasi tetap jadi salah satu solusi konflik Israel-Palestina. (2010). Kompas. 7 Juni hal.1 97 Proses Perdamaian Israel-Palestina, loc cit.
68
negosiasi berjalan maju. Benjamin Netanyahu sebaliknya mengancam akan menganeksasi kembali Jalur Gaza dan kota-kota Tepi Barat. Sudah dapat diprediksi apa yang akan terjadi jika ancaman dari kedua pihak itu terjadi. Oleh karena itu, Memorandum Wye River ini merupakan proses perundingan Israel-Palestina yang paling kritis, sejak Konfrensi Madrid pada tahun 1991 dengan hanya menggunakan dua pilihan: berhasil atau pertumpahan darah. Namun celakanya, memorandum ini tidak dilandasi oleh adanya kemauan politik yang kuat sehingga fondasinya rapuh. Inilah yang membuat pelaksanaan memorandum tersebut, yang semula dijadwalkan hanya empat atau lima hari tertunda menjadi lebih dari sepekan. Bahkan delegasi dari Israel pada tanggal 21 Oktober mengancam akan mengundurkan diri jika tuntutan keamanannya tidak dipenuhi oleh pihak Palestina.98 Adapun hasil dari perundingan ini hanya menyelesaikan seperangkat agenda yang tidak dirampungkan selama bertahun-tahun. Mulai dari masalah jalan aman Jalur Gaza-Tepi Barat, bandara udara dan pelabuhan di Jalur Gaza, pembangunan kawasan industri dekat Jalur Gaza, pembebasan tawanan Palestina di penjara Israel, penarikan pasukan Israel tahap kedua dan tahap ketiga dari Tepi Barat, serta penjelasan jadwal waktu dari mana serta ke mana pasukan Israel harus mundur dari Tepi Barat. Namun kemudian, meletusnya intifadah Al-Aqsa pada September 2000 dan adanya serangan dari Israel, maka perjanjian ini tidak terwujud.99 Dari beberapa proses negosiasi yang telah dilakukan oleh Israel dan Palestina di atas, terlihat bahwa inti masalah dari konflik ini belum mendapatkan hasil yang signifikan. Perjanjian yang telah disepakati selalu macet dengan tidak adanya komitmen
98
Ibid Perlu Napas yang Panjang: Diplomasi tetap jadi salah satu solusi konflik Israel-Palestina., loc
99
cit .
69
yang kuat dari kedua belah pihak. Ditambah lagi dengan adanya sikap keras kepala Israel yang tidak mau berhenti malakukan pembangunan pemukiman. Pada tahun 2009, pembangunan pemukiman mencapai angka tujuh persen. Sementara pada akhir tahun 2011 kembali meningkat menjadi 4,5 % dari tahun sebelumnya. Jumlah pemukim di Yerusalem Timur pada tahun 2010 yakni 200 ribu orang, 18 ribu Dataran Tinggi Golan, dan 311 ribu di Tepi Barat. Kini jumlah pemukiman Israel di Tepi Barat mencapai 342.414 bangunan100. Pembangunan pemukinan Israel di wilayah Tepi Barat tersebut, telah melanggar Perjanjian Oslo II. Kesepakatan interim tahun 1995 antara Israel dan Palestina berisi pembagian wilayah Tepi Barat. Saat ini, Israel membuat pemukiman baru sekitar 62 persen di Area C. Dilain pihak, terdapat 5,8 persen pemukiman populasi Palestina di Area C Tepi Barat. Area itu menjadi vital untuk masa depan negara Palestina. Pasalnya, daerah tersebut milik Palestina berdasarkan batas wilayah sebelum Perang Timur Tengah 1967 dan dicaplok Israel. Selain itu, area C terdiri dari sumberdaya alam yang penting untuk pertumbuhan ekonomi negara Palestina.101 Pada tahun 2010, Israel sempat memoratoriumkan pembangunannya selama sepuluh bulan. Hal ini kemudian membawa Israel dan Palestina kembali ke meja perundingan di Washington pada bulan September 2010 untuk membahas mengenai masa depan pemukiman Yahudi di Yerussalem. Pembicaraan langsung antara Israel dan Palestina itu pada akhirnya macet ditengah jalan. Hal ini diakibatkan oleh sikap Israel
100
Lingga Permesti. (2012). Pemukiman Israel Makin Banyak, Sekjen PBB: Hentikan!. Pada:http://ilf.umm.ac.id/en/internasional-umm-343-pemukiman-israel-makin-banyak-sekjen-pbbhentikan.html, diakses pada 7 Februari 2012. 101
Lingga Permesti. (2012). Uni Eropa: Israel Sengaja Bangun Pemukiman untuk Halangi Palestina Berdiri. Pada http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/12/01/13/lxpy2cuni-eropa-israel-sengaja-bangun-pemukiman-untuk-halangi-palestina-berdiri, diakses 7 Februari 2012.
70
yang menolak untuk memperbaharui pembekuan pemukiman parsial yang akan berakhir di akhir tahun 2010. Sementara Palestina menyatakan tidak akan mengadakan pembicaraan dengan Israel, jika masih terus melakukan pembangunan diatas tanah mereka. Masalah pemukiman ini kemudian menjadi penyangga proses perdamaian. Selama ini Israel selalu menolak pembicaraan pemukiman Yahudi sebagai prasyarat perundingan, sementara pihak Palestina menghendaki sebaliknya. Pemukiman Yahudi di daerah pendudukan harus dihentikan sebelum memulai pembicaraan mengenai status daerah tersebut. Juru bicara delegasi Palestina Hanan Ashrawi mengatakan selama pemukiman berlangsung itu berarti Israel menggali kuburan bagi proses perdamaian. Dan Land for Peace akan sulit dilaksanakan bila Israel tetap bersikukuh membangun pemukiman Yahudi. 2. Tukar-Tawanan Salah satu akibat dari adanya konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina adalah penangkapan terhadap penduduk sipil, baik itu dengan alasan yang jelas seperti penangkapan orang-orang yang dianggap musuh politik bagi Israel ataupun yang melakukan aksi kekerasan, dan penangkapan yang dilakukan tanpa alasan yang jelas. Sampai saat ini jumlah orang Palestina yang ditawanan Israel sudah berjumlah 11.000. Angka yang terus meningkat ini, seiring dengan maraknya aksi-aksi penyerangan yang terjadi diantara mereka. Persoalan tawanan ini kemudian salah satu isu yang cukup penting dalam konflik Israel-Palestina. Tertangkapnya seorang tentara Israel, menjadi salah satu kunci untuk membebaskan para tawanan Palestina yang sudah ditawan oleh Israel. Gilad Shalit yang saat ditangkap pada 25 Juni 2006 oleh gabungan kelompok-kelompok militan
71
Palestina yang membuat terowongan di perbatasan Gaza-Israel. Mereka kemudian menyerbu pos militer Israel yang menewaskan dua tentara Israel. Sersan Shalit ketika itu, baru berumur 19 tahun dan berpangkat kopral mengalami luka, dalam serangan yang terjadi di Sholam tersebut. Dia kemudian diculik oleh sayap militer Hamas dan ditahan di lokasi rahasia. Setelah penangkapan tersebut, Israel menuntut pembebasan tanpa syarat tetapi ditolak oleh pihak Palestina. Israel adalah negara yang menganggap dirinya dikelilingi oleh negara-negara musuh, oleh karena itu wajib militer menjadi salah satu peraturan untuk melindungi negara ini. Para orang tua kemudian mengirimkan anak-anaknya untuk menjalani dinas dan pada akhirnya akan menjadi tentara cadangan. Dengan alasan tersebut, penangkapan Shalit ini dianggap sebagai persoalan bersama rakyat Israel. Penagkapan ini juga menjadi isu yang penuh dengan emosi di Israel, orang tua dan keluarga dari Shalit terus mengkampanyekan kebebasannya. Pada tahun 2009, Hamas mengeluarkan video Shalit untuk memberikan bukti bahwa ia masih hidup. Dalam video itu pula, Shalit meminta pemerintah Israel untuk melakukan apa saja untuk membebaskan dirinya. Pemerintah Israel kemudian menggunakan segala cara, mulai dari intelejen, militer, penyebaran agen mata-mata, maupun iming-iming hadiah uang untuk mendapatkan informasi tentang tempat Shalit di penjara. Israel juga telah menyebarkan alat deteksi dan penyadapan di sepanjang perbatasan Israel-Jalur Gaza. Namun pencarian dalam jangka waktu lama tak kunjung mendapatkan hasil. Israel akhirnya bersedia untuk berunding dengan Palestina. Pembicaraan bilateral antara Israel dan Palestina pun dilaksanakan, dan berlangsung selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan, upaya pertukaran tawana ini selalu menemui jalan buntu, akibat
72
besar jumlah tawanan yang diminta oleh pihak Palestina, serta permintaan Palestina untuk membebaskan beberapa tahanan penting seperti pemimpin Fatah Marwan Barghouti dan Ahmed Saadat, serta pemimpin Hamas Abdullah Barghouti. Masalah tawanan sudah menjadi isu yang cukup lama mengiringi proses perdamaian Israel dan Palestina. Dalam beberapa perundingan pernah terjadi, Palestina menjadikan pembebasan tawanan menjadi isu penting dalam melangsungkan syarat proses negosiasi. Hal tersebut salah satunya terjadi pada tahun 2005 , ketika Mahmud Abbas dan Ariel Sharon menyelenggarakan pertemuan puncak di Sharm el-Sheikh, Mesir, pada tanggal 8 Februari 2005, setelah sebelumnya melakukan kontak secara pribadi. Hasil dari pertemuan itu, salah satunya adalah pembebasan 500 tawanan Palestina dua minggu setelah dilaksanakannya pertemuan puncak di Sharm el- Sheik tersebut, kemudian pada bulan Juni, Israel kembali melepaskan 398 tahanan untuk memenuhi perjanjian dengan Mahmoud Abbas pada pertemuan puncak di bulan Februari.102 Negosaisi pembebasan tawanan Palestina yang terjadi baru-baru ini berbeda dengan yang terjadi pada tahun 2005 tersebut. Pada tahun 2005 hanya pembebasan tawanan, tetapi kali ini adalah tukar-tawanan. Pihak Palestina mempunyai posisi tawar yang
tinggi
dengan
adanya
Shalit
di
tangan
Palestina,
sehingga
mereka
mempergunakannya dengan meminta pembebasan tahanan dengan jumlah yang lebih besar.
102
Addameer Prisoner Support. (2009). Reaching the ‘No-Peace’ Agreement: The Role of Palestinian Prisoner Releases in Permanent Status Negotiation. Pada: http://www.addameer.org/files/Reports/addameer-report-reaching-the-no-peace-agreement.pdf, dikases pada 21 Februari 2012.
73
Berbagai kesepakatan yang yang telah dihasilkan dari proses negosaisi yang langsung dilkukan oleh Israel-Palestina sudah menunjukkan suatu hal yang fantastis. Hal ini tidak terlepas dari adanya itikad kedua pihak untuk menciptakan perdamaian antara Israel dan Palestina. Kendati demikian, negosiasi yang telah dilakukan belum mendapatkan penyelesaian akhir dari isu-isu krusial yang menjadi kunci utama perdamaian. Permasalahan mengenai batas wilayah antara Israel dan Palestina, sudah melahirkan beberapa perjanjian tetapi tidak juga ada yang memberikan kepastian jelas, bahkan sampai sekarang wilayah Palestina semakin sempit jika dilihat dari pembagian wilayah yang dilakukan PBB pada tahun 1948. Hal ini kemudian, melahirkan kembali proses negosiasi yang selanjutnya dengan pembahasan yang sama, atau sekedar melanjutkan negosiasi yang sempat terputus sebelumnya Masalah pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah Palestina juga selalu menemui jalan buntu. Israel selalu menolak untuk membicarakan mengenai hal yang satu ini. Meskipun satu dunia mengetahui bahwa pembangunan pemukiman itu menjadi rintangan terbesar dalam mencapai perdamaian, tetapi Israel tetap melanjutkan pembangunan. Pemecahan masalah pemukiman ini, sepertinya akan sulit dicapai jika Israel selalu menerapkan prinsip bahwa, hak orang-orang Yahudi untuk bermukim diseluruh Eretz Israel akan didukung sepanjang waktu berlangsungnya perundinganperundingan. Melihat fakta yang ada bahwa tidak semua proses negosiasi yang dilakukan oleh Israel dan Palestina berhasil.
Jika memulai pembicaraan mengenai isu-isu sensitif
seperti batas wilayah dan pemukiman ataupun masalah krusial yang lainnya selalu menemui jalan buntu. Kemacetan ini diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti adanya pandangan yang berbeda mengenai isu tersebut, ataupun tidak konsistennya pihak kedua
74
belah pihak untuk melaksanakan kesepakatan yang ada. Hal ini tentunya membutuhkan bantuan dan dukungan dari pihak ketiga yang mempunyai kredibilitas untuk menyelesaikan masalah ini. Kehadiran pihak ketiga diharapkan mampu menjadi penegah dan mencari jalan keluar dari kemacetan negosiasi dalam menciptakan perdamaian di Israel dan Palestina. Jika perdamaian ini terwujud maka, tidak hanya dirasakan oleh keduanya tetapi akan berdampak pada perdamian kawasan TimurTengah secara keseluruhan. B. Negosaisi Melalui Pihak Ketiga Negosiasi bilateral yang telah diwujudkan oleh Israel dan Palestina, memberikan peluang berbagai negara-negara lain, baik itu para negara tetangga yang berada dikawasan Timur-Tengah maupun negara yang berada di luar kawasan tersebut, ataupun organisasi-organisasi internasional yang memiliki kepentingan langsung dalam konflik Israel-Palestina. Bercermin pada proses negosiasi bilateral yang telah dilakukan, dan mengalami berbagai kebuntuan. Kemacetan yang terjadi tidak hanya berlangsung pada saat negosiasi sedang berlangsung, tetapi pada tahapan implementasi, menjadi tahapan yang paling sulit. Terkadang hasil dari kesepakatan tidak terimplementasikan dengan baik, dan sesuai dengan tuntutan kedua belah pihak. Oleh karena itu, peran pihak ketiga sangat mutlak diperlukan. Dalam perjalanan proses negosiasi yang terjadi, ada beberapa negosiasi yang terjadi melalui pihak ketiga seperti berikut: 1. Perundingan Camp David II Naiknya Ehud Barak dari partai buruh menggantikan Netanyahu pada bulan Mei 1999 memberikan harapan baru bagi perdamaian Israel-Palestina. Pada bulan juni 2000 Amerika Serikat yang pada saat itu masih dibawah pemerintahan Bill Clinton
75
mendorong kembali proses negosiasi keduanya melalui pertemuan di Camp David. Bill Clinton mengutus Madeleine Albright ke Timur Tengah untuk menemui Perdana Menteri Ehud Barak dan Presiden Palestina guna menyelesaikan masalah-masalah yang belum terselesaikan. Kesepakatan akhir Israel-Palestina yang dihasilkan melalui perundingan rahasia di Israel selama Sembilan putaran, kemudian pada putaran kesepuluh dipindahkan ke Swedia untuk menghindar dari suhu politik domestik. Tujuan dari diadakannya perundingan ini adalah untuk memecahkan status final konflik Israel-Palestina. Adapun Isi draft sementara dari dokumen Stockholm secara garis besar sebagai berikut: a.
Menyangkut Kota Yerusslem Yerussalem tetap tidak terbagi lagi dan menjadi ibukota Israel. Namun, akan
dibentuk lembaga walikota di Yerussalem Barat dan Timur. Lembaga walikota di Yerussalem Timur memiliki hak otonomi sektor sipil seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur kota akan dikuasai oleh Palestina. Bendera Palestina akan dikibarkan di atas mesjid Al-Aqsa. Status tempat-tempat suci kristiani di Yerussalem Timur akan dirundingkan lagi antara Israel dan Palestina. b.
Menyangkut diaspora Palestina Diaspora Palestina tahun 1948, dimana Israel pada prinsipnya setuju untuk
menampung 100.000 diaspora dalam jangka waktu sepuluh tahun, khususnya yang berada di Libanon Selatan. Diaspora Palestina itu akan dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, diaspora yang bisa kembali ke Israel dan Palestina. Kedua, diaspora yang akan ditempatkan secara abadi di Libanon dan menjadi warga Libanon. Ketiga, diaspora yang kan ditempatkan diluar Lebanon dan negara Arab lainnya.
76
Diaspora Palestina tahun 1967. Diaspora ini dibagi menjadi tiga ketegori juga. Pertama, mereka yang berdiaspora sebelum 1967 tidak dapat lagi kembali ke wilayah Palestina. Kedua, mereka yang berdiaspora antara bulan Juni dan September 1967 bisa kembali lagi ke Palestina. Jumlah mereka yang diperkirakan 300 ribu orang akan dipulangkan lagi ke Palestina secara bertahap selama sepuluh tahun. Ketiga, mereka yang bediaspora setelah bulan September 1967, tidak bisa kembali lagi. Konferensi internasional akan digelar untuk membahas pendanaan dan ganti rugi bagi Palestina yang akan ditempatkan di luar negara Arab. c.
Tentang negara Palestina. Israel bersedia mengakui negara Palestina sebagai negara yang merdeka sebagai
bagian dari kesepakatan final kedua belah pihak. Wilayah Palestina yang akan disetujui Israel tersebut hanya akan menguasai wilayah: (a) 68 persen wilayah Tepi Barat yang terbagi dalam tiga kantung dan 90 persen wilayah Jalur Gaza. (b) 14 persen wilayah Tepi Barat akan disewakan pada Israel selama 99 tahun. (c) 20 persen wilayah tepi barat akan dianeksasi oleh Israel.103 Dalam perundingan yang berlangsung selama tiga belas hari yang dimulai dari tanggal 11 sampai 24 Juli 2000 tersebut, kedua belah pihak belum menemukan titik temu terhadap beberapa isu terkait seperti isu diaspora Palestina dan mengenai keberadaan Yerussalem yang dianggap sangat krusial. Setiap kesepakatan yang dibangun sebelumnya, belum pernah dibahas secara terperinci mengenai isu-isu sentral konflik Israel-Palestina seperti batas final, status Yerussalem, dan diaspora Palestina.
103
The Israeli Camp David II Proposal for Final http://www.mideastweb.org/campdavid2.htm, diakses 22 Februari 2012
Settelement.
Pada:
77
Ketiga masalah ini kemudian menjadi sangat sulit untuk dipecahkan, dan masih dalam proses pencarian format yang sesuai bagi proses perdamaian Israel-Palestina. 2. Proposal Peta Jalan Damai (Road Map Peace) Tim negosiasi internasional untuk perdamaian Israel-Palestina yang dikenal dengan nama tim Kwartet, telah mengupayakan perdamaian Israel dan Palestina dengan membuat proposal jalan damai pada tahun 2002. Tim ini terdiri dari Uni Eropa, PBB, Amerika Serikat dan Rusia. Proposal jalan damai yang dibuatnya mengisyaratkan bahwa, keinginan Israel dan Palestina untuk mendirikan dua negara hanya dapat dicapai jika, Israel keluar dari wilayah yang dianeksasinya, dan menghentikan semua proyek pemukiman Yahudi di wilayah Palestina. Selain itu, penghentian kekerasan merupakan hal mutlak untuk menciptakan kemajuan dalam proses rekonsiliasi antara kedua pihak.104 Tim kuartet ini akan berperan aktif dalam memfasilitasi implementasi dari rencana tersebut. Penyelesaian melalui negosiasi diharapkan dapat mendapatkan satu pencapaian yaitu terbentuknya negara Palestina yang independen, demokratis, dan bisa hidup berdampingan dengan Israel secara damai. Penyelesaian tersebut juga merujuk pada hasil-hasil yang telah diperoleh sebelumnya, dan mengakhiri okupasi Israel sejak perang tahun 1967 untuk keluar dari wilayah yang dianeksasi hingga sekarang. Terdapat tiga phase yang termaktub dalam proses perdamaian yaitu: Phase I, merupakan langkah awal bagi usaha menuju pencapaian resolusi konflik yang signifikan terhadap hasil perdamaian, yang berfokus pada diakhirinya aksiaksi kekerasan dan tindakan terorisme, menormalisasi kehidupan rakyat Palestiana, dan
104
Road Map for Peace. Pada http://www.palestinefacts.org/pf_current_roadmap.php, diakses pada tanggal 20 Februari 2012
78
membangun institusi-institusi Palestina yang memang berulangkali dilanda perang dan dalam keadaan tidak stabil. Phase II, masa transisi yang mengarah kepada pembentukan negara Palestina yang independen dengan batas-batas yang jelas serta pemulihan kedaulatan sebagai sebuah negara. Didalamnya juga disebutkan bahwa kuartet Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, dan PBB akan memfasilitasi perundingan-perundingan maupun konfrensikonfrensi internasional. Phase III, pada tahun 2005 diharapkan konflik berkepanjangan antara IsraelPalestina akan segera diakhiri dan persetujuan status permanen. Tujuan strategis dari Phase ketiga ini adalah konsolidasi reformasi dan proses stabilitas terhadap institusiinstitusi Palestina dan affective Palestinian security performance. 105 Konsep ini kemudian diterima bersyarat oleh kedua belah pihak. Israel memberikan syarat bahwa, Palestina harus menghentikan terlebih dahulu tindakan kekerasan yang sering kali berupa bom hara-kiri oleh kelompok garis keras. Dilain pihak, Palestina menuntut penarikan mundur serdadu Israel dari wilayah Palestina dan pembongkaran pemukiman Yahudi. 3. Memorandum Sharm el-Sheikh Untuk menindak lanjuti proposal Peta Jalan Damai yang diusulkan oleh tim Kwartet ini, maka Pihak Israel dan Palestina kembali bertemu di Sharm el-Sheik Mesir. Pertemuan kali ini juga dihadiri oleh Presiden Husni Mubarak dan Raja Abdullan II dari Yordania. Kehadiran keduanya dalam pertemuan tersebut untuk memberikan dukungan pada perdamaian Israel-Palestina yang ingin dicapai.
105
A Performance Based Roadmap to A Permanent Two State Solution to the Israel-Palestinian Conflict. Pada http://news.bbc.co.uk/2/hi/2989783.stm, diakses pada tanggal 20 februari 2012.
79
Dalam pertemuan yang berlangsung selama beberapa fase, dan dimediasi oleh Mesir. Pihak Israel mengisyaratkan kepada Palestina untuk bisa meredam kelompokkelompok militan diantaranya Hamas dan Jihad Islam. Kedua kelompok ini dipandang oleh Israel sebagai kelompok, selayaknya teroris yang bertanggungjawab terhadap serangkaian kekerasan, salah satu diantaranya adalah bom bunuh diri. Kemudian dari pihak Palestina, meminta kepada Israel untuk menjamin tidak adanya penguasaan penduduk Israel di semua wilayah di Jalur Gaza dan pengembalian beberapa wilayah di Tepi Barat.106 Hasil dari pertemuan puncak Sharm el-Sheik ini pada awalnya dipandang sebagai langkah awal menuju perdamaian yang sesungguhnya. Hal ini terlihat dari adanya kesediaan kedua pihak untuk merealisasikan agenda-agenda yang disepakati. Dari pihak Palestina, itikad baik sudah diperlihatkan dengan kesediannya untuk menemui pihak Hamas dan Jihad Islam yang melahirkan kesepakatan untuk menghentikan aksi-aksi kekerasan. Kesepakatan ini didasarkan pada penghormatan terhadap genjatan senjata yang telah dicapai oleh Israel dan Palestina. Sementara dari pihak Israel, juga menunjukkan sinyal positif dengan kesediannya menarik diri dari seluruh wilayah di Jalur Gaza dan penyerahan lima kota di Tepi Barat kepada Palestina. Keterlibatan Mesir dan Yordania dalam proses negosiasi tersebut, memberikan dukungan secara langsung kepada Israel dan Palestina untuk sesegera mungkin mengakhiri konflik dan menciptakan perdamaian. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa konflik yang terjadi diantara Israel dan Palestina akibatnya tidak hanya dirasakan oleh kedua negara, tetapi juga berdampak pada negara yang ada di sekitarnya. Sehingga
106
Addameer Prisoner Support. Reaching the ‘No-Peace’ Agreement: The Role of Palestinian Prisoner Releases in Permanent Status Negotiation. loc cit.
80
perwujudan perdamaian Israel-Palestina tidak hanya menjadi mimpi bagi keduanya tetapi juga, menjadi kunci perdamaian Timur-Tengah. 4. Pertemuan Washington Masalah pemukiman telah dinegosiasikan secara langsung oleh kedua belah pihak, tetapi fakta dilapangan memperlihatkan bahwa Israel masih terus membangun pemukiman Yahudi di wilayah Palestina. Hingga pada tahun 2010, terlihat upaya pihak ketiga dalam hal ini Amerika Serikat, berinisiatif untuk melakukan pembicaraan langsung dengan Israel dan Palestina untuk melakukan pembicaraan khusus mengenai Pemukiman Yahudi. Presiden Amerika Serikat mengundang Israel dan Palestina untuk melakukan pembicaraan tatap muka kembali. Pembicaraan ini dapat berlangsung setelah Benjamin Netanyahu dan Mahmoud Abbas bertemu secara terpisah dengan Barack Obama. Dalam pertemuan tidak langsung itu, dari pihak Netanyahu mendesak obama untuk segera melanjutkan proses negosiasi dengan pihak Palestina, sebelumnya ia juga mengatakan bahwa, akan memperpanjang moratorium pembagunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat yang akan berkahir pada bulan September 2010. Sedangkan dari pihak Palestina, setelah menerima undangan dari Amerika, ia juga megatakan akan mundur dari perundingan bila Israel kembali melanjutkan pembangunan perumahan di atas tanah dimana Palestina akan mendirikan negara merdeka. Kesediaan kedua negara ini untuk kembali bertemu setelah dua puluh bulan dilakukan negosiasi tidak langsung, dan hanya memakai perantara Amerika Serikat, disambut gembira oleh dunia internasional. Gedung Putih menyatakan, pihaknya sangat berharap peluncuran kembali perundingan langsung ini dapat menyelesaikan semua masalah status akhir Palestina dalam setahun, hal serupa juga diharapkan oleh Husni
81
Mubarak dan Raja Abdullah II . Di London, Menteri Luar Negeri Britania, William Den Haag menyebut ini adalah langkah berani menuju perdamaian di kawasan Timur Tengah. Sementara tim Kuartet diplomatik menyerukan Israel untuk mengakhiri pendudukannya, yang dimulai pada tahun 1967. Pada tanggal 3 September 2010, pemimpin Israel dan Palestina melakukan perundingan damai tahap pertama di Washington D.C. Mereka menyepakati perundingan damai antara kedua belah pihak akan terus dilanjutkan untuk mencari hasil yang sama-sama menguntungkan bagi keduanya. Presiden Abbas dan Perdana Menteri Netanyahu juga berkomitmen untuk melakukan apa yang diperlukan untuk mencapai hasil yang tepat. Pada pertemuan pertamanya itu, Mahmoud Abbas meminta agar Israel segera mengakhiri blokade jalur Gaza dan semua aktivitas pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah Palestina. Dalam proses perundingan yang sedang berlangsung tersebut, pihak Israel tidak dapat dibujuk untuk segera meghentikan pembangunan pemukiman di wilayah pendudukan. Palestina kemudian langsung mengundurkan diri dari perundingan setelah Israel mengumumkan tender pembangunan pemukiman pasca moratorium. Dengan demikian, perundingan kali ini yang sangat diharapkan oleh banyak pihak sebagai perundingan terkahir kembali mengalami jalan buntu.107 Amerika Serikat yang sudah menceburkan diri sebagai pelaku perdamaian Timur-Tengah pun terus mengupayakan perdamaian antara Israel-Palestina. Setelah negosiasi langsung mengalami deadlock, negosiasi tidak langsung pun kembali dilakukan. Amerika kemudian mengirimkan utusannya untuk bertemu dengan Mahmoud Abbas dan Benjamin Netanyahu secara terpisah. Dalam pertemuan 107
Renne R.A. Kaliwarang .(2010). Perundingan Israel-Plaestina Masih Buntu. Pada http://forum.vivanews.com/politik/28864-perundingani-israel-palestina-masih buntu.html, diakses pada 21 Februari 2012.
82
George Mitchell dengan pihak Israel, Netanyahu mengatakan bahwa, ia berusaha untuk meneruskan perundingan langsung dengan Palestina. Ia juga mengatakan bahwa Israel mengemban misi perdamaian, namun Netanyahu menolak tawaran insentif Amerika yang dirancang untuk membuat Israel memperpanjang moratorium pembangunan permukiman. Sehari setelah mengunjungi Israel, George Mitchell pun bertemu dengan pihak Palestina. Para pejabat Palestina mengatakan bahwa Presiden Mahmoud Abbas tidak akan mengadakan pembicaraan langsung dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sampai masalah perluasan permukiman Israel di Tepi Barat diselesaikan. Namun, Palestina akan mengadakan pembicaraan terpisah dengan para penengah. Hingga para pemimpin Israel dan Palestina mengakhiri negosiasi tidak langsung dengan utusan Amerika tersebut, tak satu pun terobosan berarti mengenai isu kunci pembangunan pemukiman Israel di capai. Berbagai cara sudah diupayakan oleh Amerika dan tim kuartet untuk membawa Israel dan Palestina kembali ke menja perundingan. Amerika Serikat bahkan menawarkan bantuan militer senilai US$ 3 miliar kepada Israel sebagai imbalan dihentikannya sementara pembangunan permukiman Yahudi di daerah-daerah yang sebenarnya diperuntukkan bagi negara Palestina. Namun tawaran ini ditolak oleh Netanyahu.108 Ditengah kebuntuan proses penyelesaian mengenai pemberhentian pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan, Dunia Internasional dikejutkan dengan adanya kesepakatan tukar-tawanan Israel-Palestina. Setelah upaya negosiasi bilateral yang dilakukan mengalami kebuntuan, maka negosiasi pun kembali dilakukan selama 108
Daoud Kuttab. (2011). Cara Berpikir http://sahabatalaqsha.com/nws/?p=7151. Diakses pada 6 Maret 2012.
Palestina.
Pada:
83
berbulan-bulan dengan melibatkan Jerman dan Mesir sebagai mediator, dan setelah melalui proses negosiasi yang cukup panjang dan rumit, akhirnya disepakati sebuah perjanjian pertukaran tawanan diantara kedua belah pihak. Dalam kesepakatan itu Palestina akan membebaskan Sersan Gilad Shalit dan Israel akan membebaskan 1.027 tahanan Palestina, termasuk 27 tahanan wanita yang ditahan di penjara Israel.109 Berdasarkan perjanjian tersebut, 1.027 tahanan tersebut akan dibebaskan melalui dua tahap. Pada tahap pertama, ketika Ghalid diserahkan ke tahanan Mesir, lalu diserahkan kepada Israe,l pada waktu yang bersamaan sebanyak 477 tawanan Palestina disebar keberbagai tempat, setelah dibebaskan ke sarana tahanan di Gurun Negev. Sekitar 100 orang akan dikirim ke Tepi Barat, 40 orang akan di bawa ke Yordania, Turqi, Qatar, dan Suria, selebihnya akan dibebaskan di Gaza. Sementara untuk tahap kedua sebanyak 550 orang tahanan akan dibebaskan dalam jangka waktu dua bulan.110 Kesepakatan yang dicapai antara Israel dengan Pelestina tersebut merupakan kesepakan yang saling menguntungkan. Bagi Palestina, melalui kesepakatan ini tidak ada lagi wanita palestina yang di tahan di penjara Israel, sementara bagi pihak Israel, kesepakatan ini adalah ujian kepemimpinan untuk memutuskan hal yang sulit, dan pada akhirnya mendapat dukungan dari parlemen Israel. Kesepakatan tersebut merupakan langkah awal dalam upaya mendorong kestabilan serta keamanan regional. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Sekertaris Jendral PBB Ban Ki-Moon, yang telah lama menyerukan diakhirinya penagkapan Gilad Shalit dan juga pembebasan tahanan
109
Israel dan Hamas Sepakati Pertukaran Tahanan. Pada: http://www.bbc.co.uk/Israel dan Hamas Sepakati Pertukaran Tahanan /dunia /2012/ 01/ 111011 _ prisonerexchange. shtml, diakses pada 29 Februari 2012. 110 Mahkama Agung Israel Dukung Pertukaran Tahanan dengan Palestina. (2011). Pada http://www.voanews.com/indonesian/news/Mahkamah-Agung-Israel-Setujui-Pertukaran-TawananPerang-dengan-Palestina-132040713.html, diakses tanggal 4 November 2011
84
Palestina. Dia pun memuji capaian ini dan menganggapnya sebagai terobosan penting kemanusiaan. Kesepakatan ini kemudian diharapkan oleh banyak pihak sebagai modal perdamaian. Kuartet Timur-Tengah sebagai pelaku perdamaian juga menyambut pertukaran tawanan tersebut sebagi langkah penting dalam proses perdamaian IsraelPalestina. Mereka kemudian mengadakan pertemuan untuk memulai persiapan dan mengembangkan agenda bagi pelaksanaan perundingan lanjutan antara kedua negara tersebut. Mereka juga mengajukan agar kedua negara mengajukan usulan menyeluruh dalam waktu tiga bulan mengenai wilayah dan keamanan, membuat kemajuan mendasar dalam waktu enam bulan, dan mencapai kesepakatan menyeluruh paling lambat pada akhir 2012.111 Desakan dari tim kuatet ini, akhirnya direalisasikan setelah Raja Yordania juga ikut memprakarsai perundingan ini. Setelah sempat terhenti lebih dari satu tahun, Palestina dan Israel akhirnya setuju untuk melakukan pertemuan penjajakan dan kembali membicarakan kesepakatan damai di Amman, Yordania. Putaran pertama dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 2012. Pihak Palestina diwakili oleh Saeb Erekat, sementara Israel akan diwakili oleh Yitzhak Molcho. Dalam pertemuan ini juga turut dihadiri oleh seluruh anggota tim kuartet. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk membahas mengenai perbatasan yang jelas antara dua negara, dan masalah keamanan. Dalam pertemuan tersebut, Israel memaparkan tekatnya untuk mengejar kegiatan pemukiman dan menolak solusi dua negara berdasarkan batas-batas 1967. Sementara dari pihak Palestina menginginkan Israel menghentikan pembangunan 111
Chaedar Abdullah. (2011). Pertukaran Tahanan Israel-Palestina Bukti Keampuhan Jalur Politik. Pada http://chaidarabdullah.wordpress.com/2011/10/19/pertukaran-tahanan-palestina-israel-buktikeampuhan-jalur-politik-oleh-chaidar-abdullah/, diakses pada 28 Januari 2012.
85
pemukiman, menerima solusi dua negara berdasarkan perbatasan 1967, dan membebaskan seluruh tahanan Palestina.112 Selama pertemuan
penjajakan
itu
berlangsung,
dukungan
dari
pihak
internasional untuk menyukseskan negosiasi ini terus diluncurkan. Pada tanggal 15 Januari 2012, ketikan Sekjen PBB menghadiri acara Konferensi Internasional Reformasi dan Transisi menuju Demokrasi di Beirut, Libanon, dalam pidatonya meminta Israel untuk mundur dari wilayah pendudukannya di Palestina. Ia melihat bahwa pendudukan Israel di wilayah Palestina menghambat berdirinya negara Palestina yang independen. Seruan Ban Ki-Moon untuk menggusur semua pemukiman Yahudi yang ada di semua wilayah pendudukan, karena pemukiman yang lama dan pemukiman yang baru adalah pemukiman illegal dan melanggar Perjanjian Internasional.113 Pada dasarnya kecaman mengenai pembangunan pemukiman Yahudi diwilayah Palestina sudah dilakukan sejka dulu. Hal ini dapat dilihat dengan dikeluarkannya dua resolusi PBB. Resolusi 452 yang dikeluarkan pada 20 Juli 1979 yang menyerukan kepada Israel agar berhenti membangun pemukiman-pemukiman di wilayah-wilayah pendudukan. resolusi kedua adalah resolusi 465 yang dikeluarkan pada 1 Maret 1980, yang meyesalkan pemukiman-pemukiman Israel, dan meminta kepada semua negara anggota untuk tidak membantu program pemukiman Israel.114 Namun Israel tidak mengindahkannya. Fakta yang berbicara dilapangan bahwa, sampai hari ini proyek pembangunan itu masih tetap berlangsung.
112
Fajar Nugraha. (2012). Palestina Salahkan Israel Atas Kegagalan Perundingan. Pada: http://international.okezone.com/read/2012/01/31/412/566723/palestina-salahkan-israel-atas-kegagalanperundingan, diakses pada 29 Februari 2012. 113 Aisyah. (2012). Sekjen PBB Minta Israel Mundur dari Wilayah Pendudukannya. Pada http://m.dakwatuna.com/2012/01/18129/sekjen-pbb-minta-israel-mundur-dari-wilayah pendudukannyadi-palestina/, diakses pada 29 Februari 2012 114 Paul Findley, op cit., Hal. 276
86
Dukungan yang lain, datang dari Uni Eropa yang mendesak Israel untuk membebaskan 123 warga Palestina yang ditahan sejak sebelum kesepakatan Oslo di tandatangani. Desakan Uni Eropa ini mendapat persetujuan dari tim kuartet, karena sebelum mengeluarkan pernyataan, mereka melakukan pertemuan. Tekanan ini sebagai langkah diplomatis untuk membujuk Palestina agar melanjutkan negosiasi damai dengan Israel.115 Kendati seluruh pihak menginginkan status final konflik Israel-Paelstina dapat diselesaikan pada negosiasi kali ini, tetapi faktanya memperlihatkan bahwa, pada putaran keenam, negosiasi
kembali berakhir tanpa menghasilkan terobosan baru.
Meskipun demikian, pertemuan ini merupakan upaya untuk mempertemukan kedua belah pihak secara langsung dan mencairkan proyek perdamaian yang sempat beku dalam kurun waktu enam belas bulan. Setelah negosiasi ini macet, pihak Palestina bertemu dan berkonsultasi dengan para mitra negara-negara Arab untuk menentukan langkah yang akan ditempuh selanjutnya. Sementara itu, Israel menerima undangan dari Presiden Amerika Serikat untuk bertemu di Gedung Putih. Dengan
adanya masukan dari pihak-pihak yang
ditemui oleh Israel dan Palestina, diharapkan keduanya mendapat petunjuk untuk kembali membicarakan masalah-masalah substansial tersebut. Yordania sebagai tuan rumah pada pertemuan penjajakan tersebut, juga terus berusaha, dengan melakukan pertemuan dengan pihak internasional untuk memulihkan proses negosiasi Israel dan Palestina.
115
Lingga Permestip. (2012). UE Terus Desak Israel Bebaskan Warga Palestina. Pada: http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/12/01/19/ly1xp9-ue-terus-desak-israelbebaskan-warga-palestina, diakses pada 29 Februari 2012.
87
Dengan adanya dukungan yang besar dari pihak ketiga untuk mewujudkan perdamaian Israel dan Palestina, maka seyogyanya perdamaian tersebut tidak lagi menjadi mimpi tetapi segera terwujud. Untuk itu, diperlukan komitmen yang besar dari kedua belah pihak yang bertikai untuk berani menetukan sikap dan berkompromi satu sama lain. Palestina yang mengaharapkan Israel mengakui batas wilayah seperti sebelum perang 1967 dan menghentikan seluruh proyek pemukiman Yahudi di wilayah Palestina. Sementara dipihak lain, Israel menginginkan pengakuan sebagai negara merdeka dari Palestina dan negara-negara Arab lainnya. Jika tuntutan kedua negara ini terpenuhi maka, solusi dua negara yang sudah dicetuskan pada kesepakatan Oslo 22 tahun yang lalu dapat terwujud. Israel dan Palestina dapat berdiri berdampingan secara damai.
88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dikemukakan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Konflik Israel dan Palestina disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: faktor
teologis, historis, Deklarasi Balfour, dan Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsabangsa mengenai pembangian wilayah. Batasan wilayah yang jelas dan pembangunan pemukiman Yahudi di atas tanah Palestina menjadi hal substansial dan merupakan inti konflik Israel-Palestina. Akibat dari konflik ini lebih banyak menelan korban dari pihak Palestina. 2.
Penyelesaian dari konflik ini dapat dilakukan dengan menciptakan perdamaian
melalui negosiasi. Negosiasi yang dilakukan berupa negosiasi bilateral dan negosiasi melalui pihak ketiga telah menghasilkan berbagai perjanjian perdamaian. Beberapa negosiasi
yang
langsung
berhasil,
dimana
kedua
belah
pihak
langsung
mengimplementasikan hasil kesepakatan seperti penarikan tentara Israel di daerah pendudukan di Hebron, dan masalah tukar-tawanan. Ada pula negosiasi yang tidak langsung mencapai kesepakatan, sehingga diteminalisasi sementara dengan status quo, seperti negosiasi yang membahas mengenai wilayah, dan pemberhentian pembangunan pemukiman Israel.
89
B. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan diatas dengan melihat realitas tentang signifikansi negosiasi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina, maka penulis membuat beberapa catatan untuk dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat peluang perdamaian IsraelPalestina yang akan datang. 1. Perlu adanya realisasi dari apa yang telah disepakati dari pihak Israel maupun Palestina sebagai komitmen untuk menciptakan perdamaian. Israel harus menghentikan pembangunan pemukiman di wilayah Palestina, dan mengakui batas wilayah seperti sebelum terjadinya perang 1967. 2. Masih perlu perjuangan negosiasi lebih lanjut, dimanana negosiasi itu tidak mengenal kata akhir, sebelum tertunaikannya tujuan yang diperjuangkan kedua pihak.
90
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Afadlal, at al. (2004). Minoritas Muslim Israel Dimensi Sosial dan Politik. Grafika Indah: Jakarta Cohen, Herb. (2003). You Can Negotiate Anything. Bantam Books: New York Finch, Brian. (2001). 30 Minute to Negotiate A Better Deal. Terjm. Kusnandar. PT.Elex Media Komputindo: Jakarta Findley, Paul. (1993). Facing the Facts about the U.S, Israeli Relationship. Terjm.Rahmani Astuti. Lowrence Hill Books: New York Fisher, Roger & Ury, William. (1991). Getting Yes. 2nd ed. Random House Business Books: London Jamil, Mukhsin. (2007). Mengelolah Konflik Membangun Damai: Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik. Walisongo Mediaton Centre (WMC): Semarang. Haryono, Endi & Ilkodar, B Saptopo. (2005). Menulis Skripsi: Panduan untuk Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional. Pustaka Pelajar: Yogyakarta Holsty. K. J. (1987). Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis.Percetakan Bina Cipta Bandung: Bandung. Kuncahyono.Trias. (2008). Jerusalem: Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir. PT. Kompas Media Nusantara: Jakarta. Lewicki, Roy J., Saunders, David M., & Minton, Jhon W. (1997). Essential Of Negotiation. Irwin McGraw Hill: Boston Liliweri, Alo. (2005). Prasangka & Konflik: Komunitas Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. LKiS Yogyakarta: Yogyakarta. Mas’od, Mohtar. (1990). Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. IP3ES : Jakarta. Mustofiah, Dewi. (2011). Dahsatnya Lobi-Lobi Gila Internasional Israe. IRCiSoD: Yogyakarta Rais, M. Amien. (1989). Politik Internasional Dewasa Ini. Usaha Nasional: Surabaya. Rudy, T. May. (2003). Hubungan Internasional Kontemporer dan masalah-masalah Global; Isu, Konsep, Teori dan Paradigma. PT.Refika Aditama: Bandung
91
Sihbudi, M.Risa, M. Hamdan Basyar, & Happy Bone Zulkarnaen. 1993. Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah. PT. ERESCO: Bandung Sriyono, A. Agus, at.al. (2004). Hubungan Internasional: Percikan Pemikiran Diplomat Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama: Bandung. Sulaeman. Dina Y. (2008). Ahmadinejad on Palestine. Pustaka IIMaN: Depok Susan, Novri. (2010). Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Kencana Prenada Media Group: Jakarta Wijaya, Cahyo Satrio.2011. Jurus Maut Negosiasi. Second Hope: Yogyakarta B. Artikel Fernandes, Inggrit. (2011). Perlindungan Hukum Internasional Terhadap Penduduk Sipil Palestina di Wilayah Pendudukan Israel di Palestina. Pada http://Pustaka.Unpad.Ac.Id/WpContent/Uploads/2009/05/Konflik_Intern asional.Pdf, diakses 7 Februari 2011. C. Karya Ilmiah B. A. Monica Adriana (2005). Analisis Tentang Prospek Perdamaian Israel-Palestina Pasca Yasser Arafat. Skripsi. Jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Fakultas Ilmu Sosial Politik. Universitas Hasanuddin. Violita, Selvy. (2010). Kehadiran Back Channel Negotiation dalam Mewujudkan Oslo Agreement. Tesis. Pasca sarjana jurusan hubungan internasional. Fakultas Ilmu Sosial Politik. Universitas Indonesia. pada http://www.american.edu/sis/faculty/upload/wanis-in-theory-backchannel-negotiation.pdf, diakses pada 28 Januari 2012. D. Koran Abdul Rahman, Mustafa. (2011).Timur-Tengah Ketegangan, Perang .akan terus berlanjut KOMPAS, 10 Desember. Hal.10 Abdul Rahman, Mustafa. (2009). Permukiman Yahudi, Itu Batu Sandungan. KOMPAS. 8 November. Hal 10 Alhumani, Amich. 2006. Bangsa Tak Kenal Balas Budi. KOMPAS. 9 Agustus. Hal. 8
Perlu Napas yang Panjang; Diplomasi Tetap Jadi salah Satu Solusi Konflik IsraelPalestina. (2010). KOMPAS. 7 Juni. Hal. 1 Solusi Dua Negara. (2011). KOMPAS. 5 Oktober. Hal. 9
92
E. Internet Abdullah, Chaedar. (2011). Pertukaran Tahanan Israel-Palestina Bukti Keampuhan JalurPolitik.Pada:http://chaidarabdullah.wordpress.com/2011/10/19/per tukaran-tahanan-palestina-israel-bukti-keampuhan-jalur-politik-olehchaidar-abdullah/, diakses pada 28 Januari 2012 Addameer Prisoner Support. (2009). Reaching the ‘No-Peace’ Agreement: The Role of Palestinian Prisoner Releases in Permanent Status Negotiation. Pada: http://www.addameer.org/files/Reports/addameer-report-reaching-theno-peace-agreement.pdf, dikases pada 21 Februari 2012. Aisyah. (2012). Sekjen PBB Minta Israel Mundur dari Wilayah Pendudukannya. Pada http://m.dakwatuna.com/2012/01/18129/sekjen-pbb-minta-israelmundur-dari-wilayah pendudukannya-di-palestina/, diakses pada 29 Februari 2012. Anwariansyah. (2009). Sejarah Konflik Palestina-Israel dari masa ke masa. Pada http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?ID=12457, diakses [ada 16 Desember 2011. A Performance Based Roadmap to A Permanent Two State Solution to the IsraelPalestinian Conflict. Pada http://news.bbc.co.uk/2/hi/2989783.stm, diakses pada tanggal 20 februari 2012. Ash Shiddiq, Faisal. (2011). Tipe-Tipe Negosiasi: Kooperatif dan Kompetitif. Pada http://liberwords.blogspot.com/2011/01/tipe-tipe-negosiasi-kooperatifdan.html, diakses pada tanggal 10 September 2011 Echnusa.
(2009). Data Akhir Konflik Gaza : 1313 tewas. Pada http://nusantaranews.wordpress.com/2009/01/05/data-terbaru-korbanperang-gaza-512-tewas/, diakses 14 Februari 2012.
Ikle, Fred C. (nd). Dalam Peace Prospec Between Palestina and Israel Pasca Peace Agreed Agreement Hamas and al-Fatah at Makkah 2007. Pada: http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/viewFile/1639/470, diakses pada 22 Februari 2012. Kaliwarang, Renne R.A. (2010). Perundingan Israel-Plaestina Masih Buntu. Pada http://forum.vivanews.com/politik/28864-perundingani-israel-palestinamasih buntu.html, diakses pada 21 Februari 2012. Kebijakan Amerika Serikat Dalam Proses Perdamaian Israel-Palestina pada Masa Pemerintahan George W. Bush. Pada http://news.bbc.co.uk/2/hi/2989783.stm, diakses pada 21 Februari 2012.
93
Kuttab,
Daoud. (2011). Cara Berpikir Palestina. Pada: http://sahabatalaqsha.com/nws/?p=7151. Diakses pada 6 Maret 2012
Mahkama Agung Israel Dukung Pertukaran Tahanan dengan Palestina. Pada http://www.voanews.com/indonesian/news/Mahkamah-Agung-IsraelSetujui-Pertukaran-Tawanan-Perang-dengan-Palestina-132040713.html, diakses tanggal 4 November 2011. Nugraha, Fajar. (2012). Palestina Salahkan Israel Atas Kegagalan Perundingan. Pada: http://international.okezone.com/read/2012/01/31/412/566723/palestina -salahkan-israel-atas-kegagalan-perundingan, diakses pada 29 Februari 2012. Permesti, Lingga. (2012). Pemukiman Israel Makin Banyak, Sekjen PBB: Hentikan!. Pada:http://ilf.umm.ac.id/en/internasional-umm-343-pemukiman-israelmakin-banyak-sekjen-pbb-hentikan.html, diakses pada 7 Februari 2012. Permesti, Lingga. (2012). UE Terus Desak Israel Bebaskan Warga Palestina. Pada: http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestinaisrael/12/01/19/ly1xp9-ue-terus-desak-israel-bebaskan-warga-palestina, diakses pada 29 Februari 2012. Permesti, Lingga. (2012). Uni Eropa: Israel Sengaja Bangun Pemukiman untuk Halangi PalestinaBerdiri.Padahttp://www.republika.co.id/berita/internasional/pa lestinaisrael/12/01/13/lxpy2c-uni-eropa-israel-sengaja-bangun pemukiman-untuk-halangi-palestina-berdiri, diakses 7 Februari 2012. Peace Prospec Between Palestina and Israel Pasca Peace Agreed Agreement Hamas and al-Fatah at Makkah 2007. Pada: http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/viewFile/1639/470, diakses pada 22 Februari 2012. Proses
Perdamaian Israel Palestina. Pada http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1hi/203613026/bab2.pdf, diakses pada 20 Februari 2012
Road Map for Peace. Pada http://www.palestinefacts.org/pf_current_roadmap.php, diakses pada tanggal 20 Februari 2012 Sarjoni. (2010). Analisis Konflik Israel-Palestina: Sebuah Penjelajahan Dimensi Politik dan Teologis. Pada http://sarjoni.wordpress.com/2010/10/07/analisiskonflik-israel-palestina-sebuah-penjelajahan-dimensi-politik-danteologis/, diakses pada 16 Desember 2011. The
Israeli
Camp David II Proposal for Final Settelement. Pada: http://www.mideastweb.org/campdavid2.htm, diakses 22 Februari 2012
94
Tristam, Pierre. (n.d). Glossary: The Yom Kippur War, or Ramadan War, October 1973. Pada http://middleeast.about.com/od/glossary/g/me080415.htm, diakses pada 23 Desember 2011. Utaria, Dewi. (2006). Konflik internasional. Pada http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/konflik_internasional.pdf, diakses pada 05 februari 2012. Wijayawati, Lilik. (2009). Latar Belakang Sejarah Konflik Palestina-Israel. pada http://id.shvoong.com/humanities/history/1947563-latar-belakangsejarah-konflik-palestina/. Diakses pada 16 Desember 2011. William Zartman. (2010). Dalam Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi PLO Menerima Konsep Peta Jalan Perdamaian Israel- Palestina. Pada: http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/viewFile/1980/756. diakses pada 28 Februari 2012. F. Sumber Lain Lumumba, Patrice. Disampaikan pada mata kuliah Perilaku dan Teknik Negosaisi pada :hari kamis anggal 8 September 2011
95
Lampiran I: United Nation Partition Plan Map
Sumber:http://en.wikipedia.org/wiki/File:UN_Partition_Plan_For_Palestine_1947.svg
96
Lampiran II: Pycot Agreement Map
Sumber:http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/f/f9/MPK1426_Sykes_Picot_ Agreement_Map_signed_8_May_1916.jpg
97
Lampiran III: Deklarasi Balfour
Deklarasi Balfour Foreign Office November 2nd, 1917
Dear Lord Rothschild, I have much pleasure in conveying to you, on behalf of His Majesty's Government, the following declaration of sympathy with Jewish Zionist aspirations which has been submitted to, and approved by, the Cabinet. "His Majesty's Government view with favour the establishment in Palestine of a national home for the Jewish people, and will use their best endeavours to facilitate the achievement of this object, it being clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine, or the rights and political status enjoyed by Jews in any othercountry." I should be grateful if you would bring this declaration to the knowledge of the Zionist Federation.
Yours sincerely, Arthur James Balfour
98
Lampiran IV : DOKUMEN-DOKUMEN PERRJANJIAN ISRAEL-PALESTINA A. OSLO AGREEMENT I 1. LETTER FROM YASSER ARAFAT TO PRIME MINISTER RABIN September 9, 1993 Mr. Prime Minister, The signing of the declaration of principles make a new era in the history of the Middle East. In firm conviction thereof, I would like to confirm the following PLO commitments: The PLO recognizes the right of the State of Israel to exist in peace and security. The PLO accepts United Nations Security Council Resolutions 242 and 338 The PLO commits it self to the Middle East peace process, and to a peaceful resolution of the conflict between the two sides and declares that all outstanding issues relating to permanent status will be resolved through negotiations The PLO considers that signing of the Declaration of principle constitutes a historic event, inaugurating a new epoch of peaceful coesxistence, free from violence and all other acts which endanger peace and stability. Accordingly, the PLO renounces the use of terrorism and other acts violence and will assume responsibility over all PLO elements and personnel in order to assure their compliance, prevent violations and discipline violators In view of the promise of a new era and the signing of the Declaration of the principle and based on Palestinian acceptance of Security Council Resolutions 242 and 338, the
99
PLO affirms that those articles of the Palestinian Covenant which deny Israel’s right to exist, and provisions of the covenant which are inconsistent with the commitments of this letter are now inoperative and no longer valid. Consequently, the PLO undertakes to summit to the Palestinian National Security Council for formal approval the necessary changes in regard to the Palestinian Covenant. Sincerely, Yasser Arafat Chairman The Palestine Liberations Organization
Yitzak Rabin Prime Minister of Israel
2. LETTER FROM PRIME MINISTER RABIN TO YASSER ARAFAT September 9, 1993 Mr. Chairman, In response to your letter of September 9, 1993, I wish to confirm to you tahat , in light of the PLO commitments included in your letter, the Government nof Israel has decided to recognize the PLO as the representative of the Palestinian people and commence negotiations with the PLO within the Middle East peace process. Yitzak Rabin Prime Minister of Israel Yasser Arafat\Chairman The Palestinian Liberation Organization B. BAGIAN II DARI KESEPAKATAN WYE RIVER In the provisions on security arrangements of the Interim Agreement, the Palestinian side agreed to take all measures necessary in order to prevent acts of terrorism, crime and hostilities directed against the Israeli side, against individuals falling under the 100
Israeli side's authority and against their property, just as the Israeli side agreed to take all measures necessary in order to prevent acts of terrorism, crime and hostilities directed against the Palestinian side, against individuals falling under the Palestinian side's authority and against their property. The two sides also agreed to take legal measures against offenders within their jurisdiction and to prevent incitement against each other by any organizations, groups or individuals within their jurisdiction. Both sides recognize that it is in their vital interests to combat terrorism and fight violence in accordance with Annex I of the Interim Agreement and the Note for the Record. They also recognize that the struggle against terror and violence must be comprehensive in that it deals with terrorists, the terror support structure, and the environment conducive to the support of terror. It must be continuous and constant over a long-term, in that there can be no pauses in the work against terrorists and their structure. It must be cooperative in that no effort can be fully effective without IsraeliPalestinian cooperation and the continuous exchange of information, concepts, and actions. C. ISI PERJANJIAN CAMP DAVID II Palestinian Statehood and Conditions A Palestinian state would be established in most of the West Bank and all of the Gaza strip, with these conditions: 1. The state would not have an army with heavy weapons, 2. The state would not make alliances with other countries without Israeli approval and would not allow introduction of foreign forces west of the River Jordan. 3. Israel would be allowed deploy troops in the Jordan Valley if Israel were to be threatened by
101
invasion from the east. 4. Israeli aircraft could overfly Palestinian airspace. 5. Israeli would install early warning stations in the mountains overlooking the Jordan valley and other areas. 6. Palestinians would control border crossings with Jordan and Egypt along with Israeli security observation. 7. The Israelis would retain management over water sources in the West Bank while approving a limited quota to the Palestinians. 8. Israel would lease areas in the Jordan Valley or maintain temporary sovereignty over them for up to 25 years.
102