1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, bekerja secara terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006). Salah satu kunci kesuksesan organisasi di era globalisasi ini adalah sejauh mana individu atau warga organisasi secara sinergis mampu berkontribusi positif, baik dalam perencanaan maupun dalam proses pengimplementasian tugas dan tanggung jawab sebagai warga organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku atau peranan yang dilakukan oleh karyawan sangat penting bagi suatu perusahaan. Organisasi membutuhkan karyawan yang akan bertindak melebihi tugas pekerjaan umum mereka, yang akan memberikan kinerja yang melampaui perkiraan (Robbins, 2006). Dalam hal ini juga tentunya karyawan harus mampu menyesuaikan dirinya dengan keadaan organisasi yang akan berubah-ubah seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat membawa
perubahan
dalam
kehidupan
manusia,
yang
kemudian
mengakibatkan tuntutan yang lebih tinggi terhadap setiap individu agar lebih meningkatkan kinerja mereka dalam organisasi perusahan. Hal ini berarti mengharuskan individu atau karyawan mengubah pola dan sistem kerjanya sesuai dengan tuntutan yang ada saat ini (Noviansyah & Zunaidah, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2
Kehidupan modern manusia yang semakin kompleks, menyebabkan manusia akan cenderung lebih mudah mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan dengan kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kurang pahamnya manusia akan keterbatasan dirinya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustrasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres (Luthans, 2006). Stres tidak akan muncul tanpa ada penyebabnya. Penyebab munculnya stres disebut sebagai stressor, yang bisa saja semata-mata bersifat jasmani, sosial, atau kejiwaan. Pikiran yang menafsirkannya sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, otak mengirimkannya melalui dua jalur. Jalur pertama dikenal sebagai jalur bawah sadar yang bertanggung jawab atas refleks-refleks fisik dan emosi dari tubuh. Sedangkan pada jalur kedua individu dibuat sadar terhadap tuntutan-tuntutan lingkungan, termasuklah lingkungan kerja. Hal inilah yang dapat menyebabkan stres kerja pada individu (Afrilia, 2009). Stres kerja menurut Handoko (2000) adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang dalam bekerja. Semakin berat stres yang dialami oleh karyawan, maka semakin terganggu kemampuannya dalam pekerjaan dan lingkungannya. Kemudian Luthans (2006) mengemukakan bahwa stres kerja merupakan respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang
Universitas Sumatera Utara
3
merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada seseorang. Stres pada pekerjaan tentunya tidak akan muncul tanpa ada penyebabnya. Menurut Robbins (2008) timbulnya stres kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu, faktor organisasi, faktor lingkungan, dan faktor individu. Organisasi berpengaruh terhadap stres kerja karyawan karena semua kegiatan atau aktivitas dalam organisasi perusahaan berhubungan dengan karyawan. Seperti tuntutan tugas, tuntutan peran, maupun tuntutan pribadi karyawan yang terkait di dalam organisasi, apabila terlalu berat atau pun tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan, serta kerja yang membutuhkan tanggung jawab yang tinggi cenderung dapat mengakibatkan stres kerja. Berbicara mengenai tuntutan tugas, tuntutan peran, maupun tuntutan pribadi (hubungan karyawan dengan karyawan lainnya) dalam suatu organisasi erat kaitannya pula dengan pemimpin organisasi itu sendiri, karena pemimpin berarti seseorang yang diikuti, seseorang yang dapat mempengaruhi dan memotivasi orang-orang dalam organisasi untuk mencapai tujuan (Jewell, 1998). Pemimpin dalam memimpin suatu organisasi memiliki gaya kepemimpinannya masing-masing. Jewell (1998) mengemukakan bahwa kepemimpinan berarti pengaruh seorang pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif. Lebih lanjut dijelaskan oleh House (dalam Dewo, 2008)
bahwa
kepemimpinan
berarti
kemampuan
individu
untuk
Universitas Sumatera Utara
4
mempengaruhi, memotivasi, dan memungkinkan orang-orang memberikan kontribusi terhadap keefektivan dan kesuksesan organisasi. Seorang pemimpin harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya (Waridin dan Bambang Guritno, 2005). Terdapat berbagai macam gaya kepemimpinan yang akan mewarnai perilaku seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Salah satunya adalah gaya kepemimpinan transformasional. Gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan dimana pemimpin mengenal perlunya perubahan organisasi, menciptakan visi, membuat komitmen pada visi tersebut, membentuk budaya perusahaan untuk mendukung perubahan-perubahan, dengan cepat melihat tanda-tanda perlunya perubahan dalam organisasi, serta mampu menciptakan kepercayaan pada karyawannya, walaupun tidak memiliki hubungan personal dengan tiap karyawannya (Tichy dan Devana, dalam Jewell, 1998). Kemudian, gaya kepemimpinan juga dikatakan Rouche (dalam Pawar & Eastman, 1997). sebagai kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi nilai-nilai, sikap, kepercayaan, dan perilaku pemimpin-pemimpin lain dengan tujuan untuk menyelesaikan misi organisasi (Suseno & Sugiyanto, 2010). Menurut
Bass
(dalam
Muchinsky,
2003)
gaya
kepemimpinan
transformasional merupakan kepemimpinan yang didasarkan pada pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan. Dalam hal ini, para pengikut akan merasa percaya, mengagumi, loyal, dan menghormati
Universitas Sumatera Utara
5
pemimpin, serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi dan berkinerja yang lebih tinggi. Bass (dalam Dewo, 2008) mengemukakan bahwa karakteristik gaya kepemimpinan transformasional yang efektif adalah yang menunjukkan perilaku karismatik yang diakui oleh tiap bawahannya, memunculkan motivasi inspirasional, memberikan stimulasi intelektual dan memperlakukan karyawan dengan memberi perhatian terhadap individu dalam organisasi. Hal-hal tersebutlah yang mendorong karyawan atau bawahan untuk lebih lagi dalam berprestasi dan bekerja. Berprestasi dan berkerja lebih tentunya berpengaruh terhadap tuntutan kerja karyawan, yang mana tuntutan kerja menurut Robbins (2008) merupakan faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang dan dapat memberi tekanan pada orang jika tuntutan tugas kecepatannya dirasakan berlebihan dan dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Selain itu, kepribadian individu yang berbeda-beda terkadang juga menyebabkan pekerjaan yang dihasilkan kurang baik karena tidak semua individu dapat menjalankan tuntutan yang berada di luar kemampuannya dan dalam hal ini individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya stres kerja (Robbins, 2008). Kemudian Bass (dalam Muchinsky, 2003) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang didasarkan pada pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan, hal ini berarti apabila hubungan yang terjalin antara atasan dan bawahan itu baik, maka tugas-tugas yang dikomunikasikan oleh atasan atau pemimpin dapat diterima dengan baik, namun ketika tugas yang disampaikan pemimpin
Universitas Sumatera Utara
6
kepada bawahan tidak jelas, maka hal ini dapat menimbulkan kebingungan pada diri karyawan yang disebut sebagai ambiguitas peran yang berarti ketidakjelasan tugas-tugas yang harus dilaksanakan seorang karyawan. Dalam hal ini ambiguitas peran merupakan salah satu aspek pada stres kerja (Michael, 2009). Berbicara mengenai ambiguitas peran juga sangat erat kaitannya dengan konflik peran yang juga merupakan salah satu aspek dari stres kerja. Konflik peran sendiri berarti keadaan ketika seseorang memiliki satu atau lebih peran yang saling bersaing, dengan kata lain, tiap peran memiliki tuntutan masingmasing, jadi ketika individu memenuhi tuntutan peran yang satu, maka akan sulit bagi individu tersebut untuk memenuhi tuntutan peran yang lainnya (Rollinson, 2005). Konflik peran dalam organisasi dapat tercipta salah satunya karena pemimpin yang terlalu banyak menuntut dan kurang peka terhadap keadaan dan kemampuan karyawan (Robbins, 2008). Namun, pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional kepada bawahannya dikenal dengan karakteristiknya yang memberikan perhatian bersifat individual (Bass, 1990). Pemberian perhatian kepada bawahan oleh pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional merupakan bentuk kepekaan pemimpin terhadap keadaan bawahan, termasuk peran-peran yang dimiliki karyawan. Sehingga, hal tersebut menunjukkan bahwa semakin peka pemimpin terhadap keadaan bawahan khususnya peran bawahan, maka semakin kecil kemungkinan terciptanya konflik peran yang merupakan salah
Universitas Sumatera Utara
7
satu aspek dari stres kerja. Maka, diperoleh sebuah informasi bahwasanya terdapat hubungan gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja seperti penelitian yang dilakukan oleh Hamdani & Handoyo (2012). Selain itu, adapun aspek stres kerja lainnya yakni beban kerja (Michael, 2009). Salah satu organisasi yang memiliki beban kerja yang cukup banyak dan erat kaitannya pula dengan waktu adalah perusahaan media massa. Media massa merupakan alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV (Cangara, 2002). Adapun jenis-jenis dari media massa itu sendiri yakni media cetak, media elektronik, dan media siber. Dewasa ini, sudah banyak bisa dijumpai perusahaan-perusahaan media massa, media elektronik dan media cetak contohnya. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, banyak perusahaan yang berlomba-lomba untuk menjadi pemenang dalam persaingan bisnis. Persaingan bisnis yang semakin kuat dan inovasi-inovasi yang terus berkembang mendorong setiap perusahaan untuk terus meningkatkan kreativitas baik dalam proses perbaikan mutu produk, peningkatan efektivitas dan efisiensi, dan lain sebagainya (Andriopoulos dalam Agustina, 2009). Tidak hanya itu, proses peningkatan kreativitas perusahaan juga dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah sumber daya manusia. Perusahaan membutuhkan karyawan-karyawan yang juga kreatif sebagai upaya peningkatan keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin kuat (Agustina, 2009).
Universitas Sumatera Utara
8
Seperti
pada
perusahaan
media
massa,
dalam
pelaksanaannya
menyampaikan berita, perusahaan media elektronik dan media cetak dapat berjalan karena adanya karyawan-karyawan yang bertugas dan disusun dalam divisi-divisi tertentu. Salah satu divisi yang sangat berperan dalam penyaluran berita-berita yakni divisi berita dan siaran pada media elektronik dan divisi redaksi pada media cetak. Karyawan-karyawan dalam divisi berita/divisi redaksi bertugas untuk memproduksi berita yang telah diperoleh dari reporter yang meliput berita di lapangan, dan karyawan di divisi siaran bertugas untuk memproduksi program serta menyiarkan baik dari perencanaan program hingga pelaksanaan. Penyelesaian tugas-tugas di divisi tersebut sangat bergantung pada waktu. Berita-berita yang telah diperoleh dari reporter harus selesai diproduksi atau dirangkum sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan agar nantinya dapat disiarkan atau diterbitkan sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan. Tugas-tugas harus diselesaikan sesuai dengan target yang telah ditetapkan, apabila target tidak tercapai, maka produser berita atau kepala redaksi dan produser siaran harus mengadakan rapat bersama karyawan-karyawan terkait, membicarakan apakah ada hambatan atau kesulitan sehingga tidak tercapainya target. “Oh iya..itu menjadi tanggung jawab pemimpin..mengecek kan..apa kita memenuhi target durasi nggak..kita kan ada ketetapan durasi disini satu jam kan..paling sedikit itu 25 aitem berita..jadi tetap ada koordinasi, karena kita itukan kerja tim namanya kan..” (Komunikasi personal 15 April, 2015)
Universitas Sumatera Utara
9
Berbicara mengenai hambatan dan kesulitan yang mungkin dialami karyawan dalam divisi-divisi tersebut, terdapat beberapa hambatan yang dialami karyawan dalam menjalankan tugas-tugasnya yakni adanya karyawan yang sulit dalam bekerja tim, karyawan yang datang terlambat sehingga mengganggu kinerja karyawan yang lain, beban kerja yang cukup banyak yang harus diselesaikan sesuai waktu yang telah ditetapkan mengharuskan pemimpin terus memotivasi karyawan agar dapat mencapai target. Namun, mayoritas karyawan berusia 41-60 tahun termasuk kategori dewasa madya dan memiliki masa kerja yang terbilang cukup lama sulit untuk menerima dorongan ataupun motivasi dari pimpinan, dengan kata lain motivasi yang diberikan pemimpin kepada karyawan tidak terlalu berpengaruh bagi mereka. “ Kalo bekerjanya udah capek..dari tahun 82..nah kalo disini itulah bisa dikatakan hambatannya ya..pegawainya udah tua-tua, di atas 40an..jadi jumlah yang usianya 40an itu 90%, jadi kalo cerita soal motivasi..motivasi itu selalu ada, tapi memotivasi usia yang tua-tua ini yang sulit..” (Komunikasi personal 15 April, 2015) Permasalahan-permasalahan atau hambatan yang pada umumnya terjadi pada karyawan-karyawan media massa tersebut ternyata dialami oleh LPP TVRI kota Medan dan Harian Waspada Medan. Kedua perusahaan media cetak ini memiliki tugas yang sama yakni menyiarkan atau menerbitkan berita, hanya saja yang satu adalah media elektronik dan satunya lagi adalah media cetak. Kedua jenis media massa tersebut memiliki karyawan yang mayoritas berada pada rentang usia dewasa madya (41-60 tahun) dengan rata-rata
Universitas Sumatera Utara
10
memiliki masa kerja sekitar 11-20 tahun bahkan terdapat pula yang sudah bekerja lebih dari 30 tahun. Tentunya dalam melaksanakan tugas-tugasnya, karyawan dipimpin oleh seorang pemimpin yang bertugas mengontrol dan mengkoordinir karyawan. Pemimpin di kantor media massa sendiri dikenal sebagai seorang pemimpin yang demokratis dan terbuka. Setiap harinya pemimpin datang ke kantor untuk mengecek apakah tugas-tugas bawahan atau karyawannya sudah terlaksana dengan baik atau belum. Pemimpin juga selalu mengadakan
rapat
sebulan
sekali
dengan
para
karyawannya
guna
mendiskusikan sudah tercapainya target atau belum serta menampung masukan dari bawahan mengenai program kerja mereka. “disini kepemimpinannya saya gak ngerti secara teori ya..tapi yang jelas sangat demokratis, terbuka..kan gitu..kita sendiri disini ada pertemuan, rapat gitu..tidak tetap tapi rutin gitu..sebulan sekali biasanya selalu ada dengan profesi-profesi yang ada tadi..” (Komunikasi personal 15 April, 2015) Selain itu, dikatakan bahwasanya pemimpin juga selalu memberikan motivasi ataupun dorongan bagi setiap bawahannya agar mereka tetap terus bersemangat dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan dapat mencapai target yang yang telah ditetapkan bahkan kalau bisa melebihi target yang sudah ditetapkan sebelumnya. “Eee..artinya mampu persentasenya yang tidak full gitu ya..kalau motivasi selalu ada..cuman ya itu tadi seperti yang saya bilang, tergantung si pegawainya juga..ya kan gitu..” (Komunikasi personal 15 April, 2015) Permasalahan yang terjadi adalah karyawan yang mayoritas berusia di atas 40 tahun, sulit untuk diberikan motivasi, ditambah lagi masa kerja mereka
Universitas Sumatera Utara
11
yang sudah cukup lama menyebabkan sulitnya mereka menerima motivasi dari atasan karena sudah biasa (monoton) dan terlalu sering dimotivasi, sehingga pada akhirnya mereka menjadi mudah bosan dan jenuh dengan pekerjaan mereka. Permasalahan-permasalahan di atas memungkinkan terciptanya stres kerja pada karyawan media massa sendiri, oleh karena itu untuk mengontrol hal-hal mengenai terorganisirnya tugas-tugas karyawan, menciptakan kesejahteraan karyawan, dan mencegah stres kerja karyawan, serta tercapainya target perusahaan, maka diperlukanlah seorang pemimpin yang mampu mengontrol dan mengkoordinir bawahannya demi mencapai tujuan ataupun target perusahaan. Berdasarkan hal di atas, peneliti melihat bahwa adanya kemungkinan gaya kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi stres kerja pada karyawan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja karyawan. B. RUMUSAN MASALAH Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja karyawan media massa Medan?”
Universitas Sumatera Utara
12
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan transformasioanl terhadap stres kerja karyawan media massa Medan. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini memiliki dua manfaat baik secara teoritis maupun praktis: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dibidang Psikologi khususnya Psikologi Industri dan Organisasi terutama yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan dan stres kerja.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemimpin Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih tentang gaya kepemimpinan transformasional yang dapat diterapkan oleh pemimpin kepada karyawan. b. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja karyawan.
Universitas Sumatera Utara
13
E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan Berisi mengenai latar belakang masalah yang hendak dibahas, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka Berisikan uraian tentang teori-teori dari masing-masing variabel, hubungan antara variabel, dan hipotesa, yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, yang meliputi landasan teori dari
gaya
kepemimpinan dan stres kerja. Bab III : Metode Penelitian Berisikan mengenai metode-metode dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel, alat ukur, validitas dan realibilitas alat ukur, metode pengolahan data, serta hasil uji coba alat ukur. Bab IV : Analisa Data dan Interpretasi Bab ini memaparkan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, hasil utama penelitian, dan menginterpretasikan data-data empirik. Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan mengenai hasil penelitian serta berisi saransaran metodologis dan saran-saran praktis.
Universitas Sumatera Utara