BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahasa adalah satu sistem komunikasi dengan bunyi, yaitu lewat alat ujaran dan pendengaran, antara orang-orang dari kelompok atau masyarakat tertentu dengan menggunakan simbol-simbol vokal yang mempunyai arti arbitrer dan konvensional (Pei dan Gaynor dalam Alwasilah, 1993:2). Bahasa juga merupakan sesuatu yang berwujud deretan bunyi yang memiliki sistem yang berfungsi sebagai alat untuk menghubungkan dunia seseorang dengan dunia di luar dirinya yang dapat bersifat individual ataupun kooperatif (Pateda, 1990:5). Linguistik adalah ilmu yang berhubungan dengan bahasa, baik itu merupakan pengetahuan ataupun pembelajaran tentang bahasa. Linguistik adalah penelaahan bahasa menurut ilmu pengetahuan yang memiliki tujuan utama untuk mempelajari suatu bahasa secara deskriptif dengan membahasnya berdasarkan sejarah atau ilmu perbandingan bahasa. Linguistik merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan atau merupakan suatu disiplin ilmu karena linguistik mempunyai objek untuk diteliti. Cabang linguistik tersebut meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik (Webster, 1961:316). Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni cara menerapakan satuan kebahasaan yang digunakan 1
2
dalam berkomunikasi. Pada pragmatik terdapat aturan yang mengatur tentang penggunaan bahasa dalam suatu tuturan agar terjalin komunikasi yang efektif antara penutur dan mitra tutur. Salah satu aturan dalam pragmatik yang mendukung keefektifan komunikasi yang terjalin antara penutur dan mitra tuturnya adalah prinsip kerja sama. Prinsip kerja sama dipakai dalam suatu tuturan agar penutur dan mitra tutur paham dengan maksud tuturan yang telah diucapkan. Media penerapan prinsip kerja sama sebagai alat komunikasi yang efektif dapat terlihat dari tuturan yang dapat dipahami dengan baik oleh penutur dan mitra tutur dalam suatu tuturan (Leech, 2011:8-11). Tuturan tidak hanya dapat ditemui dalam bentuk lisan, tetapi juga dapat ditemukan dalam bentuk tulisan. Beberapa tuturan yang dapat ditemukan dalam bentuk tulisan adalah tuturan yang terdapat pada cerita pendek, cerita bersambung, novel, naskah drama, dan cerita bergambar. Cerita bergambar adalah cerita yang penyajiannya selain berupa tulisan, juga terdapat gambar di dalamnya. Beberapa contoh cerita bergambar adalah cerita bergambar itu sendiri yang bercerita tentang dongeng ataupun hikayat, karikatur, kartun editorial, dan komik. Perpaduan ini terjadi karena bahasa yang digunakan dalam pertuturan bukanlah satu-satunya alat komunikasi yang dikenal oleh manusia. Terdapat alat-alat komunikasi lain seperti simbol, kode, bunyi, isyarat, dan bahkan gambar yang dapat diterjemahkan ke dalam bahasa manusia (Reichling dalam Pateda, 1990:6). Gambar yang memiliki pengertian sebagai kombinasi antara titik, garis, bidang, dan warna untuk menciptakan suatu imitasi dari suatu obyek dalam
3
wujud dua dimensi, seperti lukisan dan kartun, merupakan salah satu bentuk dari penggambaran bahasa dalam bentuk visual. Lukisan pun memiliki beberapa jenis, antara lain lukisan pemandangan alam, potret manusia, dan bentuk abstrak. Sementara itu, kartun adalah gambar dengan penampilan lucu yang menceritakan tentang suatu peristiwa. Beberapa jenis kartun yang dikenal oleh orang adalah kartun editorial, gag cartoon (mirip dengan karikatur hanya saja berisi satu gambar dan satu tulisan), dan komik (Fairrington, 2009:33). Komik adalah sekumpulan gambar yang tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Biasanya komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk, dari komik strip yang terdapat pada koran, komik berbentuk majalah, dan komik berbentuk kumpulan kisah tokoh kartun pada suatu buku tersendiri (Webster, 1961:455). Salah satu komik yang terkenal di Arab adalah komik Donal Bebek yang dikenal dengan sebutan Bat}u>t}. Komik Donal Bebek adalah salah satu komik fiksi yang menceritakan tentang tokoh kartun berupa bebek yang berpakaian kelasi berwarna biru, berdasi warna merah, tak bercelana, dan memakai topi pelaut (sailor) berwarna biru dan hitam. Donal Bebek merupakan salah satu tokoh kartun fenomenal karya Walt Disney, seorang kartunis berkebangsaan Amerika Serikat. Seiring dengan majunya zaman dan tokoh-tokoh buatan Disney menyebar ke seluruh penjuru dunia, maka tak heran bila Donal Bebek yang dikenal dengan Bat}u>t} hadir dalam bentuk komik dan berbahasa Arab.
4
Salah satu komik edisi khusus yang bercerita tentang Donal Bebek adalah komik yang berjudul Bat}u>t} az\-Z|ahabiy 2. Edisi ini diterbitkan dalam rangka menyambut peringatan emas atau tahun ke-50 Donal Bebek diciptakan. Hal ini terlihat dari pemilihan judulnya yaitu Bat}u>t} yang berarti Donal Bebek dan az\-Z|ahabiy yang berarti emas. Sedangkan angka 2 yang terdapat di paling belakang judul adalah edisi cetakan dari komik tersebut sehingga komik edisi khusus ini bukan bagian dari serial edisi khusus. Donal Bebek yang diciptakan oleh Walt Disney sebagai tokoh kartun yang banyak berbicara dengan teman-temannya sehingga banyak kalimat yang keluar dari ucapannya tersebut layak untuk diteliti dan dianalisis secara pragmatik dengan menggunakan prinsip kerja sama. Prinsip kerja sama digunakan untuk memahami lebih lanjut tuturan-tuturan yang diucapkan antartokoh pada beberapa kisah di majalah Bat}u>t} az\-Z|ahabiy 2. Prinsip kerja sama ini digunakan agar pembaca dapat memahami maksud tersembunyi yang terkadang muncul dari pertuturan.
1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka permasalahan di dalam penelitian kali ini adalah prinsip kerja sama yang terdapat pada beberapa kisah yang terdapat pada Bat}ut> } az\-Z|ahabiy 2.
1.3 Tujuan Penelitian Menilik permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian kali ini untuk mengetahui penggunaan prinsip kerja sama yang
5
terdapat pada tuturan-tuturan di beberapa kisah dalam majalah Bat}u>t} az\-
Z|ahabiy 2. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai analisis pragmatik pada kartun dan komik pernah dilakukan oleh Aini (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Wacana Karikatur Surat Kabar ar-Riya>d{ Edisi Agustus-Oktober 2011: Kajian Sosiopragmatik”. Aini mengaitkan penggunaan jenis-jenis tindak tutur yang digunakan dalam karikatur pada surat kabar ar-Riya>d{ Edisi Agustus-Oktober 2011 dalam hubungannya untuk memberi tahu dan mengajak masyarakat turut serta berpendapat tentang peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di sekitar mereka. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tuturan yang dikemas dengan gambar kartun dapat membuat pembaca lebih memahami maksud ide tuturan yang dibuat oleh kartunis. Litasari (2011), dalam skripsinya yang berjudul “Penyimpangan Prinsip Kerja Sama dan Tindak Tutur dalam Komik L’Agent 212”, menyimpulkan adanya penyimpangan prinsip kerja sama pada penggunaan maksim kualitas dan maksim pelaksanaan. Penyimpangan kedua maksim itu dilakukan untuk memberikan peringatan sekaligus sindiran oleh penutur kepada mitra tuturnya. Baiduri (2009), dalam skripsinya yang berjudul “Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesopanan dalam Komik Titeuf”, menyimpulkan bahwa pelanggaran prinsip kerja sama yang sering dilakukan adalah pelanggaran terhadap maksim relevansi. Adapun pelanggaran terhadap prinsip kesopanan yang sering dilakukan adalah pelanggaran terhadap maksim
6
kemurahan dan kesimpatian. Pelanggaran tersebut terjadi karena komik yang diambil sebagai objek penelitiannya merupakan komik yang bercerita tentang anak-anak. Anak-anak sering memberikan kontribusi percakapan yang tidak relevan karena mereka tidak mengetahui topik yang sedang mereka bicarakan, bahkan seringkali percakapan mereka melenceng dari topik yang sedang dibicarakan. Wijana (1995), dalam disertasi yang berjudul “Wacana Kartun dalam Bahasa Indonesia”, menjelaskan bahwa kartun terdiri dari dua jenis yaitu kartun nonverbal dan kartun verbal, serta hubungan jenis kartun pada prinsip kerja sama, prinsip kesopanan, dan ketaksaan dalam suatu tuturan. Kartun yang menggunakan gambar jenaka lebih mudah dipahami ketika berupa kartun verbal, karena menggunakan unsur kebahasaan berupa teks sehingga maksud dan tujuan dari kartunis tersampaikan dengan jelas serta tidak terjadi penyimpangan logika. Sejauh pengamatan peneliti, penelitian mengenai prinsip kerja sama pada beberapa kisah dalam majalah Bat}u>t} az\-Z|ahabiy 2 analisis pragmatik belum pernah diteliti. Hal inilah yang kemudian membuat peneliti kemudian berkesempatan untuk meneliti beberapa kisah dalam majalah Bat}u>t} az\-Z|ahabiy
2 dengan menggunakan prinsip kerja sama analisis pragmatik. 1.5 Landasan Teori Penelitian ini memanfaatkan teori pragmatik. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu satuan kebahasaan yang digunakan dalam berkomunikasi (Wijana dan Rohmadi,
7
2011:4). Menurut Leech (dalam Wijana dan Rohmadi, 2011:5), pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang penggunaan bahasa dalam berintegrasi dengan tatabahasa yang terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Pragmatik berbeda konteksnya dengan semantik. Ketika semantik memahami tentang penelaahan makna yang bebas konteks, maka pragmatik adalah penelaahan makna yang masih terikat konteks. Hal ini kerena penelitian menggunakan
teori
pragmatik
memiliki
aspek-aspek
yang
harus
dipertimbangkan, yaitu penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, serta tuturan sebagai produk tindak verbal. Oleh karena itu, penelitian secara pragmatik menggunakan percakapan yang mengandung kaidah-kaidah tertentu (Leech, 2011:8). Setiap percakapan selalu terdapat kaidah-kaidah yang mengatur tindakan, penggunaan, serta interpretasi tindak tutur dari setiap peserta tutur. Peserta tutur perlu berusaha agar tuturannya relevan, jelas, singkat, padat, ringkas, serta efisien agar mudah dipahami mitra tutur. Oleh sebab itu, diperlukan semacam prinsip kerja sama antara penutur dan mitra tutur (Wijana dan Rohmadi, 2009:43). Tuturan adalah kesatuan dari proses percakapan yang terjadi ketika percakapan sedang berlangsung. Adanya tuturan membuat para peserta percakapan dituntut untuk dapat memahami arti sebuah pernyataan atau pertanyaan yang dibicarakan. Selain itu, tuturan pun dapat membuat para peserta percakapan memberikan penekanan dan berperan dalam mendukung
8
ide atau gagasan dalam mencapai kesinambungan dalam sebuah proses percakapan (Cruse, 2006:51). Prinsip kerja sama merupakan prinsip yang menghendaki penutur dan mitra tutur memiliki komitmen bahwa tuturan itu benar dan relevan dengan konteks pembicaraan. Jika ada dua orang yang sedang bercakap-cakap, maka percakapan itu dapat berlangsung dengan lancar berkat adanya semacam “kesepakatan bersama”. Asumsi bahwa penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam percakapan saling bekerja sama ada untuk keberhasilan suatu referensi. Bentuk kerja sama yang sederhana umumnya tidak diasumsikan untuk berusaha membingungkan, mempermainkan, atau menyembunyikan informasi yang relevan satu sama lain (Grice, 1975:45). Adanya informasi yang terdapat pada suatu tuturan merupakan gagasan bahwa orang-orang yang terlibat dalam percakapan akan bekerja sama satu sama lain. Hal inilah yang kemudian membuat asumsi kerja sama dalam suatu tuturan dapat dinyatakan ke dalam suatu prinsip kerja sama. Prinsip kerja sama dapat dirinci ke dalam empat sub-prinsip, yang dikenal dengan maksim (Grice, 1975:45). Maksim-maksim tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Maksim kuantitas adalah maksim yang menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya (Wijana, 1996:47). Maksim ini digunakan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan pada suatu tuturan dengan jumlah informasi yang diberikan oleh penutur dibatasi
9
oleh keinginan penutur sebagai upaya untuk menghindari mengatakan suatu hal yang tidak benar (Leech, 2011:128). 2.
Maksim kualitas menurut Wijana (1996:48) adalah maksim yang mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi perserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Maksim kualitas digunakan untuk mengetahui bahwa informasi yang terdapat pada suatu tuturan mengandung suatu informasi yang benar. Syarat yang digunakan untuk mengetahui sebuah tuturan memiliki maksim kualitas adalah penutur dan mitra tutur tidak menggunakan tuturan yang diyakini salah dan tuturan yang tidak memiliki bukti yang memadai (Yule, 2006:64).
3.
Maksim relevansi adalah maksim yang mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontibusi yang relevan dengan masalah pembicaraan
(Wijana,
1996:49).
Maksim
ini
digunakan
untuk
memperoleh informasi dari suatu tuturan dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai pendukungnya. Maksim ini disebut juga sebagai maksim yang mendukung sebuah pernyataan antara penutur dan mitra tutur, apabila penutur dan mitra tutur memiliki pengetahuan latar belakang yang sama (Smith dan Wilson dalam Leech, 2011:144). 4.
Maksim pelaksanaan adalah maksim yang mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut (Wijana, 1996:50). Maksim pelaksanaan digunakan untuk mengetahui informasi dari suatu tuturan yang
10
memerlukan kecerdikan dan ketelitian dalam memahaminya. Syarat tuturan yang menggunakan maksim ini adalah sebuah tuturan yang jelas untuk menghindari ketaksaan, selain itu tuturan yang diteliti nantinya merupakan tuturan yang singkat dan teratur dalam menyampaikan dan membalikkan suatu tuturan antara penutur dan mitra tutur (Yule, 2006: 64).
1.6 Metode Penelitian Penelitian kali ini dilakukan dengan melalui tiga tahapan strategi, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Tahap pertama adalah tahap penyediaan data. Tahap ini merupakan upaya peneliti dalam menyediakan data yang secukupnya untuk suatu kepentingan analisis (Sudaryanto, 1993:5-6). Data yang disediakan pada penelitian ini merupakan hasil penelusuran peneliti terhadap data yang substansinya dipandang berkualitas valid atau sahih dan reliable atau terpercaya. Metode yang digunakan untuk menyediakan data pada penelitian ini adalah metode simak. Disebut metode simak karena penyimakan dilakukan dengan menyimak atau dengan penyimakan penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Pada praktiknya, penggunaan metode simak ditindaklanjuti dengan menggunakan teknik sadap sebagai teknik dasarnya dan teknik catat sebagai teknik lanjutannya. Penerapan metode simak adalah dengan menyimak penggunaan bahasa dalam majalah Bat}u>t} az\-Z|ahabiy 2. Adapun teknik sadap yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyadap penggunaan bahasa dalam majalah Bat}u>t} az\-Z|ahabiy 2. Teknik catat sebagai teknik lanjutan
11
dari teknik sadap adalah dengan pencatatan pada kartu data yang dilanjutkan dengan klasifikasi data. Pencatatan data dilakukan dengan membaca cerita utama pada dua bagian pertama pada majalah Bat}u>t} az\-Z|ahabiy 2. Pada tahap ini, akan didapatkan data utama yang akan dipilah lagi untuk melihat kelengkapan tuturan di dalamnya. Sampel penelitian diambil dengan melihat variasi maksim dalam tuturan. Data yang dipakai adalah data dengan variasi dua maksim atau lebih. Data dengan satu maksim tidak diambil karena sudah tercakup oleh data yang lebih lengkap. Tahap kedua adalah tahap analisis data yang akan menggunakan metode padan dan metode kontekstual. Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan, seperti adanya hubungan reaksi kebahasaan terhadap mitra tutur. Pada tahap ini, analisis data yang digunakan adalah metode padan pragmatis yang alat penentunya adalah lawan atau mitra wicara, sehingga saat didapati sebuah tuturan berupa monolog, maka tuturan tersebut tidak dapat digunakan untuk proses penelitian (Sudaryanto, 1993:13-15). Adapun metode kontekstual digunakan untuk melihat aspek kerja sama dalam tuturan yang terdapat pada majalah Bat}u>t} az\-Z|ahabiy 2. Metode analisis kontekstual adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan, memperhitungkan, dan mengaitkan konteks (Rahardi, 2000:14). Konteks adalah faktor utama dalam penginterpretasian sebuah tuturan dan ekspresi kebahasaan. Aspek-aspek yang penting dalam sebuah konteks adalah kemampuan mendahului dan mengikuti tuturan dan/ atau ekspresi kebahasaan,
12
situasi fisik yang sedang berlangsung, situasi yang lebih besar seperti status sosial dan hubungan kekuasaan, serta asumsi pengetahuan yang sama antara penutur dan mitra tutur (Cruse, 2006:35). Adapun pada tahap ketiga yaitu tahap penyajian hasil analisis data yang diusahakan memenuhi tiga prinsip penyampaian data, yaitu descriptive adequacy
(kepadanan
deskriptif),
explanatory
adequacy
(kepadanan
penjelasan), dan exhaustic adequacy (kepadanan ketuntasan). Maksud dari descriptive adequacy adalah penelitian ini dapat menjelaskan semua permasalahan yang dikemukakan. Explanatory adequacy dimaksudkan bahwa penyajian dapat mendeskripsikan semua rincian permasalahan penelitian. Adapun exhaustic adequacy dimaksudkan bahwa analisis data dapat dilakukan secara tuntas dan komperehensif, sehingga semua permasalahannya dapat dikaji dan disajikan dengan teliti (Hadi, 2003:15). Metode yang digunakan untuk tahap penyajian hasil analisis data adalah metode informal. Metode ini menyajikan hasil penelitian yang dirumuskan dengan kata-kata biasa, yaitu dengan kata-kata yang apabila dibaca serta merta dapat langsung dipahami (Kesuma, 2007:71).
1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini terbagi menjadi empat bab. Bab I akan menjelaskan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman umum transliterasi.
13
Bab II berisi tentang sinopsis cerita ‚Bat}u>t} Mukta´ibun Yauma Mi>la>dihi‛ dan ‚Haz\a> Kulluhu Bi Sababihi‛ dalam majalah Bat}u>t} az\-Z|ahabiy 2. Bab III memaparkan prinsip kerja sama yang terdapat pada tuturantuturan di kisah ‚Bat}u>t} Mukta´ibun Yauma Mi>la>dihi‛ dan ‚Haz\a> Kulluhu Bi Sababihi‛ dalam majalah Bat}u>t} az\-Z|ahabiy 2. Bab IV akan memaparkan kesimpulan hasil penelitian dari prinsip kerja sama pada kisah ‚Bat}u>t} Mukta´ibun Yauma Mi>la>dihi‛ dan ‚Haz\a> Kulluhu Bi Sababihi‛ dalam majalah Bat}u>t} az\-Z|ahabiy 2.
1.8 Pedoman Umum Transliterasi Pedoman transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi dari keputusan bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543 b/U/1987.
1. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus.
Huruf Arab
Nama
1
ﺍ
Alif
2 3 4 5
ب ت ﺙ ﺝ
Ba Ta S|a Jim
No
Huruf Latin tidak dilambangkan B T S| J
Keterangan Tidak dilambangkan Be Te Es dengan titik di atasnya Je
14
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
ﺡ ﺥ د ﺫ ﺭ ﺯ ﺱ ش ﺹ ﺽ
H{a Kha Dal Żal Ra Za Sin Syin Sad D{ad
H{ Kh D Ż R Z S Sy S} D{
Ha dengan titik di bawahnya Huruf ka dan ha De Zet dengan titik di atasnya Er Zet Es Es dan ye Es dengan titik di bawahnya De dengan titik di bawahnya
16
ﻁ
T{a
T{
Te dengan titik di bawahnya
17
ظ
Z{a
Z{
Zet dengan titik di bawahnya
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
ﻉ ﻍ ﻑ ﻕ ك ل ﻡ ن ﻭ ﻫ ﺀ ﻱ
‘ain Gain Fa Qaf Kaf Lam Mim Nun Wawu Ha Hamzah Ya
‘ G F Q K L M N W H ` Y
Koma terbalik (di atas) Ge Ef Qi Ka El Em En We Ha Apostrof condong ke kiri Ye
2. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut.
15
Tanda
Nama
Huruf Latin
Nama
ﹷ ﹻ ﹹ
fath{ah kasrah
a i
A i
d{amah
u
u
Contoh: كتب /kataba/ ذكر /żukira/ Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Tanda dan huruf ي...ﹶ و...ﹶ
Nama
Gabungan huruf ai au
Fath}ah dan ya’ Fath}ah dan wawu
Nama a dan I a dan u
Contoh:
كيف حول Vokal
panjang
yang
/kaifa/ /h}aula/
lambangnya
berupa
harakat
dan
huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harakat dan
Nama
Huruf dan tanda
Nama
Fath}ah dan alif atau ya’
ā
a dan garis di atas
ي...ﹻ
kasrah dan ya’
ī
i dan garis di atas
و...ﹸ
D{ammah dan wau
ū
u dan garis di atas
huruf ا...ﹶ
ى...َ
16
Contoh:
قال قيل يقول
3. Ta’ Marbut}a>h
/qāla/ /qīla/ /yaqūlu/
Transliterasi untuk ta’ marbut}a>h ada dua, yaitu:
Ta’ marbut}a>h yang hidup atau mendapat harakat /fath}ah/, /kasrah/, dan /d}ammah/, transliterasinya adalah /t/. Kalau pada kata yang terakhir dengan ta’ marbut}a>h diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang /al/ serta bacaan kedua kata itu terpisah maka
ta’ marbut}a>h itu ditransliterasikan dengan /ha/ (h). Contoh:
روضة األطفال
/raud}ah al-at}fāl/ /raud}atul-at}fāl/
4. Syaddah (Tasydi>d)
/Syaddah/ atau /tasydi>d/ yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, tanda /syaddah/ atau tanda /tasydid/, dalam transliterasi ini tanda /syaddah/ tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda /syaddah/ itu. Contoh:
ربّنا ّنزل
/rabbanā/ /nazzala/
17
5. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu /al/. Akan tetapi, dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. Contoh:
النساء
/an-nisā`/
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai dengan huruf aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang. Contoh:
الرجل ّ القلم
/ar-rajulu/ /al-qalamu/
6. Hamzah Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrof. Akan tetapi, itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh:
18
تأخدون شيء إِ ّن
/ta`khużūna/ /syai`un/ /inna/
7. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘l, ism, maupun h}arf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh:
الرازقُت ّ وإ ّن هللا ذلو خَت فأوفوا الكيل وادليزان
/Wa innallāha lahuwa khair arrāziqīna/ /Wa innallāha lahuwa khairurrāziqīna/ /Fa aufū al-kaila wa al-mīzāna/ /Fa aufūl-kaila wal-mīzāna/
8.
Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti yang berlaku dalam EYD, di antaranya huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang dituliskan dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh:
وما زلمد إلّ رسول
/Wa mā Muh}ammadun illā rasu>l/
19
شهر رمضان الذي أنزل فيو القرآن
/Syahru Ramad}ān al-lażī unzila fih al-
Qur’ān/ /Syahru Ramad}ānal-laz\i> unzila fihilQur’ān/ Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arab-nya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan. Contoh:
نصر من هللا وفتح قريب هلل األمر مجيعا
/Nas}run minallāhi wa fath}un qarīb/ /lillāhi al-amru jamī‘an/
/lillāhil-amru jamī‘an/