BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi actual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua diantaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon. Kejadian ini merupakan isu global yang mempengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia, sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi Terorisme sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah mempersatukan dunia melawan Terorisme Internasional. Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali I, tanggal 12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil terbesar di dunia, yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang.Menyadari sedemikian besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bom Bali I, merupakan kewajiban pemerintah untuk secepatnya mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum. Untuk melakukan pengusutan, diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme.
Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas Tindak Pidana Terorisme, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 1
Tindakan terorisme pada belakang ini, lebih sering dilakukan dengan cara tindakan peledakan bom yang banyak menelan korban dibanding terorisme melalui cara teror psikis, sekalipun kedua tindakan terorisme merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan menelan korban. Dalam menghadapi ancaman maupun perang melawan terorisme, pemerintah perlu meningkatkan kewaspadaan dengan mengorganisir seluruh kekuatan untuk lebih efektif dan efisien, dan melakukan peningkatan setiap saat serta secara maksimal. Bukan hanya dalam menghadapi ancaman terorisme saja pemerintah harus lebih meningkatkan kewaspadaan, tetapi juga pada penanggulangan dan perlindungan, teutama terhadap korban tindakan terorisme pemerintah berkewajiban untuk memberikan penanggulangan dn perlindungan terorganisir dan secara maksimal, baik kesejahteraan, keamanan
1
http://www.scribd.com/doc/4683235/terorisme-,diakses tgl 03 februari 2010,jam 10.35 WIB
Universitas Sumatera Utara
maupun secara hukum, karena dengan membantu dan merehabilitasi para korban, memperkecil
rasa
takut
(traumatis)
masyarakat
disamping
meningkatkan
kewaspadaan dan partisipasi masyarakat dalam melawan terorisme semakin meningkat.
Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban manusia serta merupakan sebuah ancaman serius terhadap kemanusiaan dan peradaban manusia serta merupakan sebuah ancaman serius terhadap keutuhan dan kedaulatan suatu Negara. Terorisme pada saat sekarang bukan saja merupakan sesuatu kejahatan local atau nasional, tetapi sudah merupakan suatu kejahatan transnasional bahkan internasional. Terorisme yang sudah menjadi suatu kejahatan yang bersifat internasional, banyak menimbulkan ancaman atau bahaya terhadap keamanan, perdamaian dan sangat merugikan kesejahteraan masyarakat dan bangsa.
Tindakan terorisme merupakan suatu tindakan yang terencana, terorganisir dan berlaku dimana saja dan kepada siapa saja. Tindakan teror bisa dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai kehendak yang melakukan, yakni teror yang berakibat fisik dan/atau non fisik (psikis). Tindakan teror fisik biasanya berakibat pada fisik (badan) seseorang bahkan sampai pada kematian, seperti pemukulan/pengeroyokan, pembunuhan, peledakan bom dan lainnya. Non fisik (psikis) bisa dilakukan dengan penyebaran isu, ancaman, penyendaraan, menakut-nakuti dan sebagainya. Akibat dari tindakan teror, kondisi korban teror mengakibatkan orang atau kelompok orang menjadi merasa tidak aman dan dalam kondisi rasa takut (traumatis). Selain berakibat pada orang atau kelompok orang, bahkan dapat berdampak/berakibat luas
Universitas Sumatera Utara
pada kehidupan ekonomi, politik dan kedaulatan suatu Negara. Tindakan terorisme yang sulit terdeteksi dan berdampak sangat besar itu, harus mendapat solusi pencegahan dan penanggulangannya serius baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
2
Terorisme yang bersifat internasional merupakan kejahatan yang
terorganisasi, sehingga pemerintah dan bangsa Indonesia wajib meningkatkan kewaspadaan dan bekerja sama memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia tidak semata-mata merupakan masalah hukum dan penegakan hukum melainkan juga merupakan masalah sosial, budaya, ekonomi yang berkaitan erat dengan masalah ketahanan bangsa sehingga kebijakan dan langkah pencegahan dan pemberantasannyapun ditujukan untuk memelihara keseimbangan dalam kewajiban melindungi kedaulatan negara, hak asasi korban dan saksi, serta hak asasi tersangka/terdakwa. 3Aksi terorisme dapat dilakukan oleh individu, sekelompok orang atau Negara sebagai alternatif dari pernyataan perang secara terbuka. Negara yang mendukung kekerasan terhadap penduduk sipil menggunakn istilah positif untuk kombatan mereka, misalnya antara lain paramiliter, pejuang kebebasan atau patriot. Kekerasan yang dilakukan oleh kombatan Negara, bagaimanapun lebih diterima dari pada yang dilakukan oleh ” teroris ” yang mana tidak mematuhi hukum perang dan karenanya tidak dapat dibenarkan melakukan kekerasan. Negara yang terlibat dalam peperangan juga sering melakukan kekerasan terhadap penduduk sipil dan tidak diberi label sebagai teroris. Lalu kemudian muncul istilah State Terorism, namun
2
Mudzakkir,2008,Pengkajian Hukum tentang Perlindungan Hukum bagi korban Terorisme, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI,Jakarta, hlm. 6-7 . 3 http://www.TERORISME/TERORISME/perpu 1_02.htm,diakses tgl 09 Februari 2010,jam 19.45WIB
Universitas Sumatera Utara
mayoritas membedakan antara kekerasan yang dilakukan oleh negara dengan terorisme, hanyalah sebatas bahwa aksi terorisme dilakukan secara acak, tidak mengenal kompromi, korban bisa saja militer atau sipil, pria, wanita, tua, muda bahkan anak-anak, kaya miskin, siapapun dapat diserang. Kebanyakan dari definisi terorisme yang ada menjelaskan empat macam kriteria, antara lain target, tujuan, motivasi dan legitmasi dari aksi terorisme tersebut. Maka
dikatakan secara
sederhana bahwa aksi-aksi terorisme dilatarbelakangi oleh motif-motif tertentu seperti motif perang suci, motif ekonomi, motif balas dendam dan motif-motif berdasarkan aliaran kepercayaan tertentu. Patut disadari bahwa terorisme bukan suatu ideologi atau nilai-nilai tertentu dalam ajaran agama. Ia sekedar strategi, instrumen atau alat untuk mencapai tujuan . Oleh karena itu tidak ada terorisme untuk terorisme, kecuali mungkin karena motif-motif kegilaan. 4 Indonesia tergolong negara yang sering menjadi sasaran aksi terorisme. Dapat dilihat, sudah beberapa kali terjadi aksi terorisme yang menewaskan puluhan atau bahkan ratusan nyawa. Pada saat ini, sasaran teroris yang terakhir kali adalah Hotel Ritz Carlton dan JW Marriott. Besar kemungkinan akan ada aksi-aksi berikutnya di masa yang akan datang. Uniknya, pihak yang melancarkan aksi teror ini tidak pernah secara eksplisit menyatakan motif di balik aksi mereka. Hal inilah yang menjadikan pekerjaan pemerintah relatif lebih sulit, sebab untuk menekan potensi terorisme, mau tak mau langkah pertama adalah menemukan alasan di balik aksi tersebut. Setiap aksi terorisme disertai oleh alasan yang kuat, sebab aksi ini disertai dengan pengorbanan materi dan nyawa. Jadi, mustahil bila aksi ini hanya iseng-iseng dari 4
http://www.TERORISME/UPAYA PENCEGAHAN AKSI TERORISME MELALUI PENDEKATAN HUKUM « Politik, Sosial, Budaya Dan Gerakan Mahasiswa.htm,diakses tgl 03 februari 2010,jam 10.35WIB
Universitas Sumatera Utara
kelompok tertentu.Terdapat dua alasan utama yang mendasari munculnya aksi terorisme. Pertama, dorongan ideologi. Maka berwujud pada kebencian terhadap pihak yang menindas kelompok mereka, serta pihak-pihak yang menghalangi usaha mereka untuk mencapai tujuan. Adapun arti ideologi dalam kehidupan mereka, sehingga nyawapun rela dikorbankan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Parahnya, gerakan ini bukan hanya berskala nasional, tapi sudah berskala internasional. Misalnya, kebencian Usama Bin Laden, yang mengaku mewakili umat
Islam,
terhadap
Amerika
Serikat
(AS)
mendorongnya
untuk
mengumandangkan perang bagi apapun dan siapapun yang berbau AS. Perang ini dilancarkan
ke
seluruh
dunia
jaringan yang tersebar di sejumlah negara.Bila
demikian
melalui halnya,
jaringanmaka
tugas
pemerintah adalah memperketat keamanan, terutama yang menyangkut sasaran aksi terorisme ini. Selain dorongan ideologi, aksi terorisme dapat pula terjadi karena alasan ekonomi. Tekanan ekonomi yang dialami oleh teroris, terutama bagi orang yang melakukan bom bunuh diri, bisa menjadi latar belakang dipilihnya jalan untuk mengakhiri hidup.Mengetahui bahwa modus operandi dari aksi-aksi terorisme adalah bom bunuh diri. Orang-orang yang melakukan aksi bom bunuh diri, terlebih dahulu didoktrin dengan ajaran-ajaran yang membenarkan aksi tersebut. Peranan orang yang melakukan bom bunuh diri ini sangatlah penting, sebab merekalah yang berkorban paling besar. Bila jaringan ini tidak bisa merekrut orang-orang yang bersedia melakukan aksi tersebut, niscaya eksistensinya akan lenyap. Namun, alasan ekonomi ini tidak selalu berbentuk tekanan yang dialami oleh pelaku, terutama yang melakukan bunuh diri, melainkan dapat pula berupa kesedihan
Universitas Sumatera Utara
terhadap masihnya banyak orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ini dianggap sebagai kegagalan pemerintah, yang menganut sistem ekonomi, yang tampaknya tidak membuat rakyat sejahtera. Latar belakang tersebut merupakan salah satu alasan gerakan teroris berbalik melawan pihak-pihak yang menyebabkan ketertindasan rakyat. Diakui, tidak bisa meredam potensi yang pertama, tapi kita tetap bisa meredam potensi yang kedua. Caranya adalah dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Ini memang menjadi tugas berat pemerintah, untuk mengangkat 32,5 juta rakyat Indonesia yag hidup di bawah garis kemiskinan menuju kehidupan yang layak. Apabila tetap diakui, terorisme belum tentu selesai bila urusan ekonomi sudah terpenuhi, tapi paling tidak salah satu potensinya sudah diminimalkan. 5 Terorisme sebagai suatu fenomena kehidupan, nampaknya tidak dapat begitu saja ditanggulangi dengan kebijakan penal. Hal ini karena, terorisme terkait dengan kepercayaan/ideology, latar belakang pemahaman politik dan pemaknaan atas ketidakadilan sosio-ekonomik baik local maupun internasional. Oleh karena itu, perlu sebuah pendekatan kebijakan criminal yang integral dalam arti baik penal maupun nonpenal sekaligus. Oleh karena itu, tertangkapnya para teroris tersebut maka telah terungkap fakta yang jelas dimana terorisme local telah mempunyai hubungan erat dengan jaringan terorisme global. Timbul kesadaran dan keyakinan kita bahwa perang melawan teroris mengharuskan kita untuk melakukan sinergi upaya secara komprehensif dengan pendekatan multiagency, multi internasional dan multi nasional. Untuk itu perlu ditetapkan suatu
5
http://randikurniawan.blogspot.com/2009/08/meminimalisasi-potensi terorisme.html,diakses tgl 03 februari 2010,jam 10.35 WIB
Universitas Sumatera Utara
strategi nasional dalam rangka perang melawan terorisme. 6Tujuan skripsi ini bermaksud untuk melakukan penelitian dan menyelesaikan tugas akhir pada Fakultas
Hukum
PEMERINTAH
Universitas
Sumatera
MEMINIMALISIR
Utara
AKSI
dengan
judul
TERORISME
“UPAYA MELALUI
PENDEKATAN HUKUM DAN SOSIO-KULTURAL DI INDONESIA’’.
B. PERMASALAHAN Sesuai dengan uraian Latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan yang akan dikemukakan adalah:
1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia. 2. Bagaimana Kebijakan Kriminal terhadap Tindak Pidana Terorisme di Indonesia. 3. Bagaimana Penerapan Hukum dalam Tindak Pidana Terorisme studi putusan No. 2280/Pid. B/2004/PN-Mdn.
C. TUJUAN dan MANFAAT PENULISAN Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara singkat adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan terorisme menurut berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia ; 2. Untuk mengetahui kebijakan penegak hukum dalam pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 6
Moch. Faisal Salam, 2005, Motivasi Tindakan Terorisme, Mandar Maju, Bandung, hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui penerapan hukum dalam tindak pidana terorisme.
Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk:
1. Manfaat secara teroritis
Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat memberikan informasi, kontribusi pemikiran dan menambah khasanah dalam bidang ilmu pengetahuan ilmu hukum pidana. Pada umumnya dan tentang tindak pidana terorisme khususnya. Sehingga diharapkan skripsi ini dapat memperkaya pembendaharaan dan koleksi karya ilmiah yang dengan hal tersebut.
2. Manfaat secara praktis
Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk:
a. Memberikan kontribusi dalam sosialisasi tentang tindak pidana terorisme kepada masyarakat yang diharapkan dapat meningkat kesadaran akan perannya dalam mencegah dan memberantas tindak pidana terorisme di Indonesia. b. Memberikan kontribusi pemikiran bagi aparat penegak hukum untuk dapat meningkatkan profesionalisme dan melakukan terobosan serta inovasiinovasi dalam upaya penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana terorisme.
Universitas Sumatera Utara
c. Untuk membantu memberikan pemahaman tentang efektifitas berbagai perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana terorisme agar aparat penegak hukum dan lembaga yang berwenang dapat meningkatkan upaya penerapan undang-undang tersebut lebih efektif.
D. KEASLIAN PENULISAN Topik permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya sengaja dipilih dan ditulis, oleh karena ketertarikan penulis akan para pelaku terorisme yang menjalani hukumannya didalam Lembaga Pemasyarakatan, namun terorisme tersebut juga merupakan kekerasan terorganisasi yang menempatan kekerasan sebagai kesadaran. Tentu saja hal ini banyak menimbulkan banyak pertanyaan khususnya bagi penulis sendiri dan untuk itu penulis membahas masalah ini dan berusaha untuk menjawab segala pertanyaan dan disusun dalam bentuk skripsi.
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di kepustakaan Universitas Sumatera Utara, memang banyak judul skripsi yang mengangkat masalah mengenai Terorisme namun belum ada yang membahas kebijakan kriminal dalam mencegah aksi terorisme dalam menindak pelaku terorisme di Indonesia. Dengan demikian tentu saja pembahasannya juga berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa skripsi ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi substansi.
E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Pengertian Terorisme
Universitas Sumatera Utara
Hingga saat ini, defenisi terorisme masih menjadi perdebatan meskipun sudah ada ahli yang merumuskan dan dirumuskan didalam peraturan perundangundangan. Amerika Serikat sendiri yang pertama kali mendeklarasikan”Perang melawan teroris” belum memberikan defenisi yang yang gamblang dan jelas sehingga semua orang bisa memahami makna sesungguhnya tanpa dilanda keraguan, tidak merasa didiskriminasikan serta dimarjinalkan. Kejelasan defenisi ini diperlukan agar tidak terjadi salah tangkap dan berakibat merugikan kepentingan banyak pihak, disamping demi kepentingan atau target meresponsi hak asasi manusia (HAM) yang seharusnya wajib dihormati oleh semua orang beradab.
Kata “teroris”(pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin’terrere’ yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata ‘teror’ juga bisa menimbulkan kengerian. Tentu saja, kengerian dihati dan pikiran korbannya. Akan tetapi, hingga kini tidak ada defenisi terorisme yang bisa diterima secara universal. Pada dasarnya, istilah “terorisme” merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat sensitive karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa.
Untuk memahami makna terorisme lebih jauh dan mendalam, kiranya perlu dikaji terlebih dahulu terorisme yang dikemukakan baik oleh beberapa lembaga maupun beberapa pakar ahli, yaitu :
a. Terorisme Act 2000, UK., Terorisme mengandung arti sebagai penggunaan atau ancaman tindakan, dengan cirri-ciri :
Universitas Sumatera Utara
1. Aksi yang melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang , kerugian berat terhadap harta benda, membahayakan kehidupan seseorang, bukan kehidupan orang yang melakukan tindakan, menciptakan resiko serius bagi kesehatan atau keselamatan publik atau bagi tertentu yang didesain secara serius untuk campur tangan atau menggangu system elektronik; 2. Penggunaan atau ancaman didesain untuk mempengaruhi pemerintah atau untuk mengintimidasi publik atau bagian tertentu dari publik; 3. Penggunaan atau ancaman dibuat dengan tujuan politik, agama, atau ideology; 4. Penggunaan atau ancaman yang masuk dalam subseksi yang melibatkan senjata api dan bahan peledak. b. Menurut Konvensi PBB, Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada Negara dengan maksud menciptakan bentuk teror tehadap orang-orang tertntu atau kelompok orang atau masyarakat luas. c. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Terorisme adalah penggunaan kekerasan atau ancaman untuk menurunkan semangat, menakut-nakuti dan menakutkan terutama untuk tujuan politik. d. Dalam UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bahwa terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan Negara dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa tacit terhadap orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral, peradaban,
Universitas Sumatera Utara
rahasia
Negara,
kebudayaan,
pendidikan,
perekonomian,
teknologi,
perindustrian, fasilitas umum, atau fasilitas internasional. 7
Sedangkan berbagai pendapat dan pandangan mengenai pengertian yang berkaitan dengn terorisme diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya terorisme adalah kekerasan terorganisir, menempatkan kekerasan sebagai kesadaran, metode berpikir sekaligus alat pencapaian tujuan. Dari berbagai pengertian diatas, menurut pendapat para ahli bahwasanya kegiatan terorisme tidak akan pernah dibenarkan karena ciri utamanya, yaitu :
1. Aksi yang digunakan menggunakan cara kekerasan dan ancaman untuk menciptakan ketakutan publik; 2. Ditujukan kepada Negara, masyarakat atau individu atau kelompok masyarakat tertentu; 3. Memerintah anggota-anggotanya dengan cara teror juga; 4. Melakukan kekerasan dengan maksud untuk mendapat dukungan dengan cara yang sistematis dan terorganisir.
Sedangkan terdapat perbedaannya yaitu mengenai tujuan daripada gerakan terorisme bahwasanya ada yang mengecualikan selain dari tindakan pidana politik, tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motif politik, dan juga seperti yang ada dalam perpu terorisme yang telah berubah menjadi undang-undang. Dari berbagai pengertian tersebut semua memasukkan apa yang disebut dengan unsure kekerasan. 7
Abdul Wahid, dkk, 2004, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM, dan Hukum, Penerbit PT. Rafika Aditama, Bandung, hlm. 29-30.
Universitas Sumatera Utara
Teror sendiri memiliki defenisi umum dan hal itu sesuai dengan cirri utama diatas bahwasanya terorisme sebagai kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan untuk menciptakan rasa takut dikalangan sasaran, biasanya pemerintahan, kelompok etnis, partai politik dan sebagainya.
2. Karakteristik Terorisme
Menurut Loudewijk F. Paulus, karakteristik terorisme ditinjau dari 4(empat) macam pengelompokan yaitu terdiri dari :
a. Karakteristik organisasi yang meliputi : organisasi, rekrtmen,pendanaan dan hubungan internasional; b. Karakteristik Operasi yang meliputi : perencanaan, waktu, taktik dan kolusi; c. Karakteristik perilaku yang meliputi : motivasi, dedikasi, disiplin, keinginan membunuh dan keinginan menyerah hidup-hidup; d. Karakteristik sumber daya yang meliputi : latihan/kemampuan, pengalaman perorangan di bidang teknologi, persenjataan, perlengkapan dan transportasi.
Motif terorisme, teroris terinspirasi oleh motif yang berbeda. Motif terorisme dapat diklarifikasikan menjadi 3(tiga) katagori yaitu :
1. Rasional; 2. Psikologi; 3. Budaya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Terrorism Act 2000 UK, bahwasanya terorisme mengandung arti sebagai penggunaan atau ancaman tindakan dengan cirri-ciri yaitu:
a. Aksi yang melibatkan kekeasan serius terhadap seseorang, kerugian berat terhadap harta benda, membahayakan kehidupan seseorang, bukan kehidupan orang yang melakukan tindakan, menciptakan resiko serius bagi kesehatan atau keselamatan publiktertentu bagi publik atau didesain secara serius untuk campur tangan atau menggangu system elektronik; b. Penggunaan atau ancaman didesain untuk mempengaruhi pemerintah atau untuk mengintimidasi publik atau bagian tertentu dari publik; c. Penggunaan atau ancaman dibuat dengan tujuan politik, agama atau ideology; d. Penggunaan atau ancaman yang masuk dalam subseksi yang melibatkan senjata api dan bahan peledak.
Menurut Wilkinson Tipologi terorisme ada beberapa macam antara lain:
a. Terorisme Epifenomenal ( teror dari bawah ) dengan cirri-ciri tak rencana rapi, terjadi dalam kontek perjuangan yang sengit; b. Terorisme Revolusioner ( teror dari bawah ) yang bertujuan revolusi atau perubahan radikal atas system yang ada dengan konspirasi, elemen para militer; c. Terorisme Sybrevolusioner ( teror dari bawah ) yang bermotifkan politis, menekan pemerintah untuk mengubah kebijakan atau hukum, perang politis dengan kelompok rival, menyingkirkan pejabat tertentu yang mempunyai ciriciri dilakukan oleh kelompok kecil, bisa juga individu, sulit diprediksi, kadang sulit dibedakan apakah psikopatologis atau criminal;
Universitas Sumatera Utara
d. Terorisme Represif ( teror dari atas/terorisme Negara ) yang bermotifkan menindas individu atau kelompok yang tak dikehendaki oleh penindas dengan cara likuidasi dengan cirri-ciri berkembang menjadi teror massa, ada aparat teror, polisi rahasia, teknik penganiayaan, peyebaran rasa kecurigaan dikalangan rakyat, wahana untuk paranoia pemimpin.
Menurut pendapat James H. Wolfe menyebutkan beberapa karakteristik terorisme sebagai berikut:
a. Terorisme dapat didasarkan pada motivasi yang bersifat politis maupun nonpolitis; b. Sasaran yang menjadi objek aksi terorisme bisa sasaran sipil (supermarket, mall, sekolah, tempat ibadah, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya) maupun sasaran non-sipil (fasilitas militer, kamp militer) c. Aksi terorisme dapat ditujukan untuk mengintimidasi atau mempengaruhi kebijakan pemerintah Negara; d. Aksi terorisme dilakukan melalui tindakan yang tidak menghormati hukum internasional atau etika internasional. 8
Kalau melihat ciri-ciri terorisme yang terdapat undang-undang pemberantasan tindak pidana terorisme pasal 6 adalah bahwa suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja menggunakan kekeerasan atau ancaman kekeerasan menimbul suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersiifat masssal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya 8
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
3. Bentuk-Bentuk Terorisme
Ada beberapa bentuk terorisme yang dikenal, yang perlu kita bahas dari bentuk itu antara lain teror criminal dan teror politik. Kalau mengenai teror criminal biasanya hanya untuk kepentingan pribadi atau memperkaya diri sendiri. Teroris criminal bisa menggunakan cara pemerasan dan intimidasi. Mereka menggunakan kata-kata yang dapat menimbulkan ketakutan atau teror psikis. Lain halnya dengan teror politik bahwasanya teror politik tidak memilih-milih korban. Teroris politik selalu siap melakukan pembunuhan terhadap orang-orang sipil: laki-laki, perempuan, dewasa atau anak-anak dengan tanpa mempertimbangkan penilaian politik atau moral, teror politik adalah suatu fenomena social yang penting. Sedangkan terorisme politik memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Merupakan intimidasi koersif; b. Memakai pembunuhan dan destruktif secara sistematis sebagai sarana untuk tujuan tertentu; c. Korban bukan tujuan, melainkan sarana untuk menciptakan perang urat syaraf, yakni “bunuh satu orang untuk menakuti seribu orang”; d. Target aksi teror dipilih, bekerja secara rahasia, namun tujuannya adalah publisitas;
Universitas Sumatera Utara
e. Pesan aksi itu cukup jelas, meski pelaku tidak selalu menyatakan diri secara personal; f. Para pelaku kebanyakan dimotivasi oleh idealism yang cukup keras, misalnya “berjuang demi agama dan kemanusiaan”, maka hard-core kelompok teror adalah fanatikus yang siap mati (Juliet Lodge, 1988:49).
Kalau dilihat dari sejarahnya maka, tipologi terorisme terdiri dari beberapa bentuk yaitu:
1. Terdiri atas pembunuhan politik terhadap pejabat pemerintah itu terjadi sebelum perang dunia II; 2. Terorisme dimulai di Al-jazair ditahun limapuluhan, dilakukan oleh FLN yang mempopulerkan “serangan yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil yang tidak berdosa; 3. Terorisme muncul pada tahun enampuluhan dan terkenal dengan istilah “terorisme media”, berupa serangan acak atau random terhadap siapa saja dengan tujuan publisitas.
Mengenai tipologi terorisme, terdapat sejumlah versi penjelasan, di antaranya tipologi yang dirumuskan oleh “National Advisory Committee” (komisi kejahatan nasional Amerika) dalam The Report of the Task Force of the on Disorders and Terrorism, yang mengemukakan sebagai berikut, ada beberapa bentuk terorisme yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Terorisme Politik yaitu perilaku kekerasan criminal yang dirancang guna menumbuhkan rasa ketakutan di kalangan masyarakat demi kepentingan politik; 2. Terorisme nonpolitis yakni mencoba menumbuhkan rasa ketakutan dengan cara kekerasan, demi kepentingan pribadi, misalnya kejahatan terorganisasi; 3. Quasi terorisme, digambarkan dengan “dilakukan secara incidental”, namun tidak memiliki muatan ideology tertentu, lebih untuk tujuan pembayaran contohnya dalam kasus pembajakan pesawat udara atau penyanderaan dimana para pelaku lebih tertarik kepada uang tebusan daripada motivasi politik; 4. Terorisme politik terbatas, diartikan sebagai teroris, yang memiliki motif politik dan ideology, namun lebih ditujukan dalam mengendalikan keadaan (Negara). Contohnya adalah perbuatan teroris yang bersifat pembunuhan balas dendam (vadetta-type executions); 5. Terorisme Negara atau pemerintahan yakni suatu Negara atau pemerintahan, yang mendasarkan kekuasaannya dengan ketakutan dan penindasan dalam mengendalikan masyarakatnya. 9
Terorisme yang dilakukan oleh Negara merupakan salah satu bentuk kejahatan yang tergolong sangat istimewa. Sebab Negara adalah suatu organisasi besar yang dipilari oleh kekuatan rakyat, namun disisi lain punya kewajiban mengatur, melindungi, dan menyejahterakan kehidupan rakyat secara material maupun non material. Tatkala Negara itu, melalui pejabat pemerintahannya terlibat dalam
9
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
tindakan criminal secara vertical, horizontal, regional, nasional maupun internasional, maka otomatis rakyatlah yang dikorbankan. 10
4. Motif dilakukannya Terorisme
Tindak pidana terorisme merupakan tindak pidana yang unik, karena motif dan factor penyebab dilakukannya tindak pidana ini sangat berbeda dengan motif-motif dari tindak pidana lain. Tidak jarang, tindak pidana terorisme dilakukan berdasarkan motif-motif tertentu yang patut dihormati.
A.C. Manullang menyatakan bahwa pemicu terorisme antara lain adalah pertentangan agama, ideology dan etnis serta makin melebar jurang pemisah antara kaya-miskin. Salah satu pemicu dilakukannya terorisme adalah kemiskinan dan kelaparan. Rasa takut akan kelaparan dan kemiskinan yang ekstrim akan mudah menyulut terjadinya aksi-aksi kekerasan dan konflik, yang juga merupakan lahar subur bagi gerakan terorisme.Terorisme dan gerakan-gerakan radikal juga terjadi pada Negara-negara maju dan kaya. Ketidakpuasan atau sikap berbeda akibat kecemburuan social yang terus hadir dan berkembang antara kelompok yang dominan dan kelompok minoritas dan terpinggirkan (dinegara maju), serta mengalami marginalisasi secara kontinyu dalam jangka panjang akibat kebijakan pemerintah pusat, terlebih lagi karena kebijakan multilateral yang membuat kelompok marginal tersebut tidak dapat lagi mentoleransi keadaan tersebut melalui jalur-jalur formal dan legal, memotivasi mereka secara lebih kuat lagi untuk mengambil jalur alternative melalui aksi kekerasan. 10
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Di samping itu, dengan mengingat latar belakang factor dan motif yang mendorong dilakukannya tindak pidana terorisme, yang notabene berbeda dengan pelaku-pelaku
kejahatan
konvensional,
maka
kebijakan
legislasi
perlu
memperhatikan covering both side antara sisi pelaku dan korban dalam perumusan kebijakan kriminalnya. Penanggulangan terorisme akan lebih baik, apabila sebelum langkah penal ditempuh, diupayakan dahulu langkah-langkah alternative nonpenal lainnya. Andaikan saja langkah penal memang harus ditempuh, artinya diadakan kriminalisasi terhadap perbuatan terorisme sebagaimana tertuang dalam undangundang terorisme, haruslah senantiasa diadakan pertimbangan dan kajian yang lebih masak, dan komprehensif. Terorisme lebih sering dilakukan karena adanya motifmotif yang patut dihormati. Tidak jarang terorisme terkait dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motif politik atau tindak pidana dengan tujuan politik (meskipun latarbelakang ini tidak diakui oleh undang-undang terorisme). 11
F. METODE PENELITIAN 1. Sifat dan bentuk penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normative. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normative yang mempergunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan terorisme dan berbagai literature yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Penulis bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan 11
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
persoalan ini dalam perspektif hukum pidana khususnya yang terkait dengan kebijakan
kriminal dalam mencegah aksi terorisme dalam menindak pelaku
terorisme di Indonesia.
2. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari:
a. Bahan hukum primer yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yakni berupa KUHP, Undangundang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan ini. b. Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme, seperti majalah-majalah, karya tulis ilmiah tentang kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan persoalan diatas. c. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia, bibliografi dan lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research) yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku,
Universitas Sumatera Utara
majalah-majalah, surat kabar, internet, peraturan perundang-undangan dan bahanbahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisa Data
Data sekunder yang telah diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjujtnya dianalisa secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan di bahas.
G. SISTEMATIKA PENULISAN Dalam penulisan skripsi ini akan dibagi menjadi 5 (lima) BAB yaitu: BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai halhal yang berkaitan degan latarbelakang, perumusan masalah, keaslian penulisan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan mengenai pengertian terorisme, karakteristik terorisme, bentuk-bentuk terorisme dan motif dilakukannya terorisme dan dakhiri dengan metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA TERORISME DI INDONESIA
Bab ini akan membahas mengenai sejarah pengaturan tindak pidana terorisme di Indonesia dan tinjauan yuridis terhadap pengaturan tindak pidana terorisme di Indonesia yaitu tindak pidana terorisme, pertanggungjawaban tindak pidana dan sanksi pidana.
Universitas Sumatera Utara
BAB III. KEBIJAKAN KRIMINAL DALAM TINDAK PIDANA TERORISME DI INDONESIA Bab ini akan membahas mengenai kebijakan hukum pidana (penal policy) dan kebijakan non penal (non penal policy). BAB IV. PENERAPAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA TERORISME STUDI PUTUSAN NO. 2280/Pid. B/2004/PN-Mdn. Bab ini akan membahas mengenai putusan no. 2280/Pid. B/2004/PN-Mdn yaitu kronologis, dakwaan, fakta hukum dan analisa kasus. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan penyimpulan dari seluruh babbab yang terdapat dalam penulisan skripsi ini sebagai jawaban dari permasalahan dan kemudian dibuat saran-saran yang merupakan sumbangan pemikiran penulis terhadap permasalahan yang telah yang dikemukakan dalam skripsi ini.
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA TERORISME DI INDONESIA A. Sejarah Pengaturan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia Terorisme sesungguhnya bukanlah fenomena baru karena terorisme telah ada sejak abad ke- 19 dalam peraturan politik internasional. Terorisme pada awalnya bersifat kecil dan local dengan sasaran terpilih dan berada dalam kerangka low
Universitas Sumatera Utara