BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pengertian kesejahteraan adalah kondisi dimana tercapainya keadaan sejahtera yang baik, makmur dan berkecukupan dengan terpenuhinya segala kebutuhan tiap individu baik itu kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier dengan batasan yang cukup dan wajar termasuk pula rasa aman dan damai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian sejahtera yaitu keadaan aman sentosa dan makmur serta selamat atau terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya. Sedangkan pengertian kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera; keamanan; keselamatan; ketentraman; kesenangan hidup dan kemakmuran.1 Masyarakat atau individu sebagai bagian penting dari keberadaan suatu bangsa mendambakan kehidupan yang sejahtera dan dapat mencapai kesejahteraan, namun upaya untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia sebagai negara berkembang tidak begitu saja dapat dipenuhi tanpa adanya dukungan dari pemerintah selaku penyelenggara negara. Realita kehidupan masyarakat Indonesia yang masih dekat dengan kemiskinan dan jauh dari terpenuhinya kondisi sejahtera merupakan tugas besar yang masih belum terselesaikan oleh penyelenggara negara. Jumlah penduduk miskin pada maret 2013 mencapai 28,07 juta orang atau 11,37 % dengan
1
Drs. Suharso dan Dra. Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang, Widya Karya, 2012, hlm 464
1
2
jumlah penduduk Indonesia pada sensus 2010 berjumlah 237.641.326 jiwa yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 118.320.256 jiwa atau 49,79% dan di daerah pedesaan sebanyak 119.321.070 jiwa atau 50,21%.2 Kondisi jauh dari sejahtera bukan hanya dirasakan oleh masyarakat pedesaan yang disebabkan karena pembangunan infrastruktur, tingkat laju perekonomian dan jumlah kesempatan kerja yang tidak merata namun, juga dirasakan oleh masyarakat urban perkotaan yang datang ke wilayah perkotaan tanpa bekal ketrampilan bekerja yang cukup sehingga mengakibatkan tingginya angka pengangguran dan lahirnya kemiskinan pada masyarakat kota. Indonesia merupakan salah satu negara yang dikategorikan sebagai negara berkembang, sedang menuju kepada tahap pemenuhan kesejahteraan secara utuh dengan mengoptimalkan program kesejahteraan sosial sebagai program pengentasan kemiskinan melalui berbagai kebijakan nasional. Menjelang 70 Tahun usia kemerdekaan, Pemerintah Indonesia masih terus berupaya melaksanakan kesejahteraan sosial masyarakat secara penuh sesuai dengan tujuan negara kesejahteraan yang telah disepakati oleh para pendiri negara Indonesia yang dinyatakan dalam pembukaan konstitusi bangsa ini sebagai tujuan berbangsa dan bernegara. Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merumuskan mengenai tujuan negara Indonesia yaitu “.... untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
2
Badan Pusat Statistik, Jumlah dan distribusi penduduk, http://sp2010.bps.go.id/ diakses pada tanggal 15 Mei 2014 Pukul 23.17 WIB
3
darah dan untuk memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.....”3 Atas dasar tercantumnya tujuan mensejahterakan pada pembukaan konstitusi negara sebagai dasar yuridis dan falsafah negara Indonesia maka, Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara berprinsip kesejahteraan atau welfare state dimana pemerintah memiliki tangggungjawab mensejahterkan rakyat dan tanggungjawab berperan aktif dalam pemenuhan kesejahteraan tersebut. Encyclopedia Britannica menjelaskan bahwa, welfare State diartikan sebagai konsep pemerintahan dimana negara memainkan peran kunci dalam menjaga dan memajukan kesejahteraan ekonomi dan sosial warga negaranya. 4 Welfare state diasosiasikan dengan pemenuhan kebutuhan dasar, oleh karena itu ia dianggap sebagai mekanisme pemerataan terhadap kesenjangan yang ditimbulkan oleh ekonomi pasar. Jaminan sosial, kesehatan, perumahan dan pendidikan adalah wilayah garapan utama dari kebijakan pemerintah yang menganut welfare state, serta program pengentasan kemiskinan juga dianggap sebagai aspek dari welfare state.5 Pelaksanaan kesejahteraan dapat juga dikategorikan dengan pemenuhan program dasar untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Rakyat sulit
3
Republik Indonesia, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Alinea ke-IV “Welfare State”, Encyclopedia Britannica, http://www.britannica.com/print/topic/639266 (accessed May 28, 2012), dalam Alfitri, Ideologi Welfare State dalam Dasar Negara Indonesia: Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jurnal Mahkamah Konstitusi Vol 9 Nomor 3, 2012, hlm 454 5 Neville Harris, “welfare state”, The New Oxford Companion to Law. Peter Cane and Joanne Conaghan (eds.). Oxford University Press Inc. Oxford Reference Online. Oxford University Press. University of Washington,http://www.oxfordreference.com. (accessed May 28, 2012)., dalam Alfitria, Ideologi Welfare State dalam Dasar Negara Indonesia: Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jurnal Mahkamah Konstitusi Vol 9 Nomor 3, 2012, hlm 454 4
4
menikmatinya tanpa bantuan atau campurtangan negara atau pemerintah. halhal tersebut seperti dikemukakan berikut ini :6 1. Sistem hak pendidikan Semua warga negara berhak dan wajib sekolah hingga Sekolah Menengah Atas dengan tanggungan negara. 2. Tunjangan pengangguran Negara
bertanggungjawab
membuka
lapangan
kerja.
Bila
orang
menganggur karena negara tidak mampu membuka lapangan kerja, Negara memberi tunjangan pengangguran. 3. Jaminan dana pensiun Negara menyelenggarakan dana pensiun bagi seluruh lapisan masyarakat, seperti buruh, petani dan nelayan. Dengan sistem ini, setiap orang yang sudah berusia 60 tahun dan atau berhenti bekerja, yang bersangkutan akan mendapatkan gaji pensiun seumur hidup. Tanpa campurtangan negara, adalah tidak mungkin buruh, petani dan nelayan menikmati pensiun di hari tua. 4. Jaminan dana kesehatan Biaya berobat amat mahal, dan harga obat juga sangat mahal. Rakyat miskin acapkali terpaksa meninggal karena tidak sanggup membiayai pengobatan. Keadaan ini akan tetap seperti itu, bila kesehatan hanya aspek bisnis, negara tidak
6
campurtangan.
Konsep
welfarestate,
adalah
konsep
negara
Mochtar Pakpahan, Welfare State Indonesia, http://www.muchtarpakpahan.com/, diakses pada tanggal 15 Mei 2014, Pukul 17.22 WIB
5
menyelenggarakan sistem asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat, sehingga seluruh rakyat terjamin dapat berobat rawat jalan atau rawat inap. 5. Rumah murah dan terjangkau Negara menyelenggarakan sebuah sistem sehingga semua orang dapat memiliki rumah hunian sederhana, memiliki tiga kamar bagi suami istri yang sudah memiliki anak berlainan kelamin. Pemerintah mengatur juga pajak progressif, makin besar rumahnya makin besar pajaknya. 6. Memelihara anak terlantar dan cacat Negara wajib memelihara anak-anak terlantar dan cacat, dengan menyelenggarakan pendidikan atau pelatihan pemberdayaan. Sistem ini melepaskan diri dari ketergantungan menjadi mampu mandiri membiayai diri sendiri. 7. Kebebasan beragama, beriman dan berkeyakinan Kebebasan beragama, beriman dan berkeyakinan adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir, dan menjadi dasar dari kesejahteraan pribadi dan kelompok atau masyarakat. Tanpa campurtangan negara, betapa sulitnya setiap orang merefleksikan keyakinannya karena itu, negara mutlak harus campurtangan memberikan kebebasan, dengan rambu-rambu tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. 8. Persaingan usaha yang sehat Iklim usaha yang sehat harus dijamin negara, terutama bagi petani dalam menjual produksinya dan membeli sarana produksinya. Selain petani, nelayan juga membutuhkan perlindungan dari negara.
6
9. Lingkungan hidup Negara
wajib
melestarikan
lingkungan
hidup,
untuk
menjamin
kesejahteraan yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Rumusan dasar ideologi welfare state yang tercantum dalam pembukaan konstitusi tersebut kemudian dimanifestasikan lebih lanjut dalam batang tubuh konstitusi negara Indonesia untuk dijadikan pedoman hidup berbangsa dan penyelenggaraan kenegaraan. Salah satunya pada Pasal 34 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 pasca amandemen, tercantum bahwa negara menyatakan bertanggungjawab untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.7 Hal ini secara formal yuridis menegaskan bahwa negara dalam hal ini pemerintah bertanggungjawab secara aktif guna memelihara fakir miskin dan anak terlantar untuk mencapai kesejahteraannya. dua kelompok masyarakat tersebut adalah kelompok yang paling sulit untuk dapat memenuhi kesejahteraannya sendiri dan paling rentan mengalami pelanggaran hak dan pelanggaran atas perlindungan bagi mereka. Pemenuhan hak dan perlindungan terhadap anak terlantar masuk dalam tanggungjawab pemenuhan kesejahteraan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan anak sebagai penerus estafet perjuangan pembangunan bangsa harus disiapkan masa depannya agar dapat menjadi generasi yang berkarakter, beriman dan berilmu dan memiliki potensi sebagai sumber daya manusia yang unggul demi kemajuan bangsa dan negara. Pemeliharaan anak khususnya anak terlantar telah diamanahkan untuk dilindungi langsung oleh negara. 7
Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, Bab XIV, Pasal 34 (1), Amandemen keempat
7
Anak terlantar adalah anak-anak yang termasuk kategori anak rawan atau anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus (Children in need of special protection). Dalam buku pedoman pembinaan anak terlantar yang dikeluarkan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur Tahun 2001 disebutkan bahwa yang disebut anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Seorang anak dikatakan terlantar, bukan sekedar karena ia sudah tidak lagi memiliki salah satu orangtua atau kedua orangtuanya. Tetapi, terlantar disini juga dalam pengertian ketika hak-hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar, untuk memperoleh pendidikan layak, dan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidakmengertian orangtua, ketidakmampuan atau kesengajaan.8 Berdasarkan beberapa pengertian anak terlantar, dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu bentuk kategori anak terlantar adalah anak yang hidup dijalan atau biasa disebut anak jalanan. Anak jalanan, tekyan, arek kere, anak gelandangan atau kadang juga disebut secara eufimistis sebagai anak mandiri, sesungguhnya mereka adalah anak-anak terlantar yang tersisih, marginal dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan mereka dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota ataupun jalanan yang keras dan bahkan sangat tidak bersahabat.9 Fenomena hadirnya anak jalanan sangat memprihatinkan, permasalahan ini
8 9
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Jakarta, Kencana Prenada, 2010, hlm 213-214 Ibid hlm 185
8
semakin tahun semakin memprihatinkan karena semakin meningkatnya jumlah anak terlantar atau anak jalanan. Gejala sosial anak jalanan yang merupakan akibat langsung dari krisis di berbagai bidang masih terus menjadi fenomena sosial yang belum dapat terselesaikan. Kenaikan jumlah anak jalanan yang sangat signifikan terjadi pasca krisisi ekonomi tahun 1998. Pada tahun 1997 data dari Kementerian Sosial menunjukkan jumlah anak jalanan yang ada masih sekitar 36.000 anak, sekarang menjadi sekitar 232.894 anak. Hasil Survei dan Pemetaan Sosial Anak jalanan yang dilakukan oleh Unika Atmajaya Jakarta di 12 Kota Besar di Indonesia pada tahun 1999, menyebutkan jumlahnya 39.861 anak. Dari sekitar hampir 40 ribu anak jalanan tersebut, 48% adalah anak-anak yang baru turun ke jalanan sejak tahun 1998 atau setelah terjadinya krisis. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa populasi anak jalanan di 12 kota besar tersebut sebelum krisis adalah sekitar 20 ribu anak terdiri dari 32.678 anak laki – laki dan 7.183 anak perempuan di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Mataram, Makassar, Ambon, Medan, Padang, Palembang, dan Bandar Lampung (Universitas Atmajaya dan BKSN, 1999).10 Berdasarkan survey terungkap bahwa alasan dari sebagian besar anakanak bekerja di jalan setelah terjadinya krisis adalah karena membantu pekerjaan orang tua (35%) dan menambah biaya sekolah (27%). Hal ini menunjukkan bahwa alasan ekonomi keluarga merupakan pendorong utama semakin banyaknya anak-anak bekerja di jalan setelah terjadi krisis. Pada tahun 10
Kementrian Sosial Republik Indonesia, Sekilas tentang masalah anak, http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&, diakses pada Tanggal 16 Mei 2014, Pukul 16.08 WIB
9
2002 jumlah anak jalanan mengalami peningkatan lebih dari 100 % dibandingkan angka tahun 1998. Menurut hasil Susenas yang diselenggarakan dengan kerjasama BPS dan Pusdatin Kesos pada tahun 2002 jumlah anak jalanan sebanyak 94.674 Anak.11 Data terbaru yang dirilis secara resmi oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia mengenai jumlah anak jalanan pada tahun 2007 di seluruh Indonesia mencapai 104.497 anak. Provinsi dengan jumlah anak jalanan terbanyak berturut-turut adalah Jawa Timur, yaitu sebanyak 13.136 anak, Nusa Tenggara Barat 12.307 anak, dan Nusa Tenggara Timur 11.889 anak, sedangkan 3 provinsi dengan jumlah anak jalanan paling sedikit berturut-turut adalah Kalimantan Tengah 10 anak, Gorontalo 66 anak, dan Kepulauan Riau 186 anak.12 Data tersebut adalah data yang paling baru yang dirilis resmi, dan untuk Tahun 2014 ini belum ada data terbaru yang dirilis secara resmi oleh kementrian manapun terkait dengan jumlah anak jalanan. Dalam sebuah wawancara dengan salah satu media cetak nasional pada tahun 2011 Menteri Sosial Dr. Salim Segaf Al-Jufri, M.A menyatakan bahwa saat itu jumlah anak jalanan Indonesia mencapai 230.000 anak namun, belum ada rilis resmi atas data yang mencengangkan tersebut terkait peningkatan jumlah anak jalanan Indonesia yang sangat besar.13
11
Ibid Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Data Anak Jalanan, http://www.menegpp.go.id/v2/index.php/datadaninformasi/perlindungananak# , diakses pada Tanggal 16 Mei 2014, Pukul 16.44 WIB 13 Eko Sutriyanto, Jumlah Anak Jalanan 230 ribu di Indonesia, http://www.tribunnews.com/nasional/2011/08/25/jumlah-anak-jalanan-230-ribu-diindonesia diakses pada Tanggal 16 Mei 2014, Pukul 20.44 WIB 12
10
Tabel jumlah anak jalanan menurut provinsi tahun 200714
No
Provinsi
Anak Jalanan (Jiwa)
No
Provinsi
Anak Jalanan (Jiwa)
608
17
Bali
680
2 3 4
Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau
4.525 6.330 914
18 19 20
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat
12.307 11.889 3.240
5
Jambi
1.756
21
Kalimantan Tengah
10
6
Sumatera Selatan
1.764
22
Kalimantan Selatan
3.671
7
Bengkulu
794
23
Kalimantan Timur
1.330
8
Lampung
1.096
24
Sulawesi Utara
451
9
Bangka Belitung
191
25
Sulawesi Tengah
2.652
10
Kepulauan Riau
186
26
Sulawesi Selatan
3.931
11
DKI Jakarta
4.478
27
Sulawesi Tenggara
2.254
12
Jawa Barat
6.428
28
Gorontalo
66
13
Jawa Tengah
10.025
29
Sulawesi Barat
249
14
DI Yogyakarta
1.305
30
Maluku
2.728
15
Jawa Timur
13. 136
31
Maluku Utara
2.430
16
Banten
2.942
32
Papua Barat
227
33
Papua
354
TOTAL
104.497
1
Keberadaan anak jalanan bukan hanya menjadi fenomena kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya atau Medan namun, telah menyebar hingga ke wilayah Indonesia Timur yaitu Lombok dan Kupang. Perhatian pemerintah dalam mengimplementasikan tanggungjawab terhadap pemeliharaan anak bukan saja menjadi wacana reformasi melainkan sudah sejak lama pemeintah mengambil peran dengan membentuk Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Faktanya dari data yang ada sekarang ini jumlah
14
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, loc. cit.
11
anak terlantar di jalan kian meningkat bahkan makin memprihatinkan. Bukan hanya kesejahteraan anak yang sulit dipenuhi namun perlindungan terhadap hak-hak anak juga makin terabaikan. Anak dieksploitasi secara fisik, mental bahkan seksual. Hal-hal tersebut menjadi dasar kekhawatiran pemerintah dan untuk dapat memayungi kepentingan perlindungan anak yang kian terabaikan Pemerintah pun mulai serius menangani masalah tersebut dengan meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tertanggal 25 Agustus 1990 dan mulai berlaku 5 Oktober 1990. Konvensi Hak Anak yang berisi prinsip dasar perlindungan anak dan hak-hak dasar perlindungan anak menjadi acuan Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk selanjutnya membuat kebijakan hukum lebih lanjut terkait perlindungan anak dengan mengundangkan juga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak serta berbagai macam peraturan perundang-undangan lain dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden bahkan dalam Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II (Periode 2009-2014) dikeluarkan surat kesepakatan bersama oleh 8 kementrian yaitu Kementrian Sosial, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Pendidikan Nasional, Kementrian Kesehatan, Kementrian Agama,
Kementrian
Hukum
dan
Hak
Asasi
Manusia,
Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga bersama Kepolisian Republik Indonesia tentang Peningkatan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan.
12
Hal
tersebut
disepakati
bersama
dikarenakan
adanya
program
dari
Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II bahwa Indonesia harus bebas dari anak jalanan pada tahun 2014. Berbagai
usaha
pemerintah
dalam
hal
mengimplementasikan
tanggungjawab pemeliharaan anak terlantar sebagai usaha memenuhi prinsip welfare state dengan melahirkan Undang-Undang dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya atau program kebijakan nasional sebagai pendukung dasar hukum pelaksanaan amanah konstitusi belum juga membuahkan hasil yang signifikan bahkan jumlah anak terlantar di jalan cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan pemenuhan kesejahteraan dan pelaksanaan pemeliharaan anak terlantar bukan saja menjadi tanggungjawab pemerintah pusat atau sekedar dengan adanya kebijakan nasional yang mengatur melainkan perlu adanya kerjasama baik itu pemerintah pusat dan pemerintah di tiap daerah, serta masyarakat umum yang sinergis dan berkesinambungan untuk mengimplemantasikan amanah konstitusi ditataran grass root atau tataran terdekat dengan masyarakat yaitu dengan dibentuknya kebijakan-kebijakan di daerah yang bersesuaian dengan prinsip negara kesejahteraan (welfare state) dan prinsip perlindungan anak guna mewujudkan pelaksanaan tanggungjawab negara memelihara anak terlantar. Pemerintah Daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat yang menghubungkan kebijakan nasional dengan pengimplementasian di daerah memiliki tanggungjawab mutlak untuk ikut membantu program kesejahteraan rakyat dalam hal ini program kesejahteraan anak terlantar. Sebagaimana yang
13
diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.15 Atas dasar tersebut maka Pemerintah Daerah memiliki tanggungjawab untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat di daerah yang dipimpinnya. Hal tersebut juga diatur lebih lanjut pelaksanaannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten atau Kota. Terdapat urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan urusan yang dapat dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat meliputi : Politik luar negeri; Pertahanan; Keamanan; Yustisi; Moneter; Fiskal nasional; Agama. Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan terkait dengan usaha percepatan kesejahteraan 15
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Menimbang Butir a
14
masyarakat antara lain : Pendidikan; Kesehatan; Pekerjaan umum; Perumahan; Penataan ruang; Perencanaan Pembangunan; Perhubungan; Lingkungan hidup; Pertanahan; Kependudukan dan catatan sipil; Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; Keluarga berencana dan keluarga sejahtera; Sosial; Ketenagakerjaan dan ketransmigrasian; Koperasi dan usaha kecil menengah; Penanaman modal; Kebudayaan dan pariwisata; Kepemudaan dan olahraga; Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; Otonomi daerah; pemerintahan umum; administrasi keuangan daerah; perangkat daerah; kepegawaian; dan persandian; Pemberdayaan masyarakat dan desa; Statistik; Kearsipan; Perpustakaan; Komunikasi dan informatika; Pertanian dan ketahanan pangan; Kehutanan; Energi dan sumber daya mineral; Kelautan dan perikanan; Perdagangan; Perindustrian.16 Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak masuk dalam pembagian urusan pemerintahan yang menjadi tugas bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berdasarkan susunan pemerintahan. Pelaksanaan tanggungjawab ini diejawantahkan melalui kebijakan yang dilahirkan oleh Pemerintah di tiap daerah, seperti kebijakan hukum berupa Peraturan Daerah Provinsi yang telah dilahirkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu, Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan. Peraturan Daerah ini merupakan manifestasi dari tugas bersama antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 16
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Bab II, Pasal 2 ayat (2) s/d ayat (4)
15
Fenomena keberadaan anak jalanan dibanyak wilayah Indonesia merupakan
salah
satu
permasalahan
krusial
yang menyertai
proses
pembangunan. Dinamika kehidupan anak jalanan berjalan sinkronis dengan kompleksitas permasalahan perkotaan yang berakar pada kondisi kemiskinan di daerah perkotaan (urban) dan di daerah pinggiran kota (sub-urban). Sebagian besar dari masyarakat miskin kota adalah para urbanisan yang tidak memiliki bekal pendidikan dan ketrampilan yang memadai sehingga mereka tidak mampu memasuki sektor formal dan terpaksa bekerja disektor informal. Masyarakat miskin tersebut membentuk pemukiman di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi (central business district) dan membuat komunitas dalam kelompok orang berpendapatan rendah atau kaum menengah kebawah (low income neighboorhoods). Keberadaan anak jalanan cenderung sangat identik dengan kantong kemiskinan tersebut. Anak dipandang sebagai salah satu sumber daya dalam keluarga dan harus ikut bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.17 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi wilayah menjamurnya keberadaan anak yang hidup dijalan atau anak jalanan. Hal tersebut dikarenakan Pembangunan wilayah Provinsi DIY yang semakin pesat, memaksa munculnya kantong kemiskinan di wilayah Provinsi DIY. Kota Yogyakarta yang dikenal juga sebagai kota pelajar serta kota budaya mengundang kehadiran banyak pendatang dari luar wilayah Yogyakarta.
17
Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Tim Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM, Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan, Yogyakarta, Pemerintahan Provinsi DI Yogyakarta, 2010, Bab lampiran, hlm 1
16
Pendatang menetap sebagai pelajar ataupun hanya singgah sebagai wisatawan. Hal inilah yang menyebabkan pesatnya pembangunan dan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat Yogyakarta dan melahirkan wilayah urban (Kota Yogyakarta) maupun wilayah sub-urban (Kabupaten Sleman) yang berkolerasi dengan keberadaan anak jalanan. Berkembangnya komunitas atau titik kumpul anak yang hidup di jalan di wilayah Provinsi DIY karena Yogyakarta dianggap surga oleh para anak jalanan karena keramahtamahan penduduk Yogyakarta serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menyebabkan harga makanan pokok atau kebutuhan lain menjadi tinggi pula seperti di kota lain sehingga anak jalanan lebih mudah bertahan hidup dan mencari nafkah. Anak jalanan yang ada di wilayah Yogyakarta bukan hanya berasal dari pemukiman miskin yang ada di wilayah Yogyakarta melainkan juga sengaja datang dari wilayah lain untuk mencari penghidupan atau sekedar lari dari rumah atau lingkungannya dan datang ke Yogyakarta. Perkembangan faktor penyebab munculnya anak jalanan bukan hanya masalah kemisikinan, karena dalam beberapa kasus ditemukan bahwa masalah keluarga atau ketidakharmonisan keluarga (broken home) turut menjadi pemicu munculnya anak jalanan, kekerasan yang terjadi dalam keluarga juga mendorong anak untuk lari ke jalan dan tindak kekerasan pada anak oleh keluarga biasanya kemungkinan terjadi lebih besar pada keluarga miskin dan tipe kekerasan beragam baik itu fisik maupun mental. Lebih ironis lagi ditemukan kasus bahwa munculnya anak jalanan adalah fenomena budaya. Artinya, dalam konteks ini anak jalanan muncul bukan karena faktor
17
kemiskinan atau kesulitan ekonomi semata, tetapi sudah menjadi masalah yang berakar pada persoalan mental.18 Populasi anak yang hidup di Jalan di wilayah Provinsi DIY tersebar di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Populasi paling banyak terdapat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, mengingat banyaknya pusat-pusat perekonomian dan pusat keramaian diwilayah tersebut yang menjadi magnet bagi anak jalanan mencari nafkah. Ada beberapa titik lokasi yang seringkali menjadi titik kumpul atau basecamp anak jalanan. Misalnya disebelah utara berada di perempatan MM UGM, perempatan Sagan, perempatan ringroad jalan Kaliurang, terminal Jombor. Sebelah barat terdapat di perempatan ring road Demak ijo. Di tengah kota berada di perempatan gramedia, stasiun tugu, malioboro, depan tourism information center, depan istana negara, dan depan kantor pos perempatan besar. Sebelah timur ada dibawah jembatan Janti dan pertigaan ringroad jalan solo. Melalui tempattempat tersebut identitas mereka diciptakan dan dijaga. Mengamen, mengasong, menyemir sepatu bahkan mengemis baik itu dilakukan mandiri, berkelompok atau bahkan bersama keluarga dan orangtua mereka. 19 Mereka berkisar antara umur 2 tahun hingga 18 tahun dan keberadaan mereka seringkali terlihat didampingin oleh orang yang lebih tua entah itu orangtua ataupun kerabat mereka. Meningkatnya populasi anak jalanan baik itu secara nasional maupun di wilayah Provinsi DIY itu sendiri serta semakin jauhnya anak terlantar menuju 18 19
Ibid hlm 2 Ibid hlm 29
18
pemenuhan kesejahteraan serta perlindungan yang seharusnya menjadi tanggungjawab negara dalam hal ini pemerintah menimbulkan kekhawatiran bagi Pemerintah Daerah Provinsi DIY hingga diundangkanlah Peraturan daerah Nomor 6 Tahun 2011 Tentang perlindungan anak yang hidup dijalan sebagai suatu bentuk kebijakan hukum yang memayungi pelaksanaan tanggungjawab kesejahteraan dan perlindungan bagi anak terlantar dijalan di wilayah Provinsi DIY. Tujuan dari lahirnya Peraturan Daerah tersebut selain secara umum untuk memenuhi tanggungjawab pemerintah dalam mensejahterakan dan memberi perlindungan terdapat juga tujuan khusus yaitu :20 1. Mengentaskan anak dari kehidupan dijalan; 2. Menjamin
pemenuhan
hak-hak
anak
agar
dapat
hidup,
tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; 3. Memberikan perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan, demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera; 4. Mempetakan identitas, asal-usul anak yang hidup di jalan agar mendapatkan penanganan yang preventif dan rehabilitatif; 5. Membangun persepsi yang sama dalam melakukan upaya perlindungan anak yang hidup di jalan, oleh berbagai pihak baik dari pemerintahan, masyarakat, keluarga maupun perorangan;
20
Ibid Bab Pendahuluan hlm 7
19
6. Mengupayakan fasilitas baik berupa sarana dan prasarana agar anak yang hidup di jalan mendapatkan pendampingan secara kuantitas maupun kualitas; 7. Membangun sinergis antara dinas terkait maupun dengan perguruan tinggi, serta LSM agar terbentuk jejaring yang komprehensif dalam rangka melakukan perlindungan terhadap anak yang hidup di jalan; 8. Dengan demikian maksud dan tujuan dari pembentukan Peraturan Daerah ini adalah untuk mendorong, mendukung, meningkatkan perlindungan dan pemenuhan hak anak, serta memberdayakan dan mengembangkan anak yang hidup di jalan agar kembali sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia. Peraturan daerah yang telah lahir sejak tahun 2011 ini telah melahirkan banyak program perlindungan bagi anak jalanan guna memenuhi kesejahteraan dan hak-hak anak. Dalam Peraturan Daerah tersebut diatur mengenai prinsip perlindungan hak anak yang hidup di jalan yaitu, non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup kelangsungan hidup dan perkembangan serta, penghargaan terhadap pendapat anak. Diatur juga mengenai
upaya-upaya
perlindungan
anak
yaitu,
upaya
pencegahan,
penjangkauan, pemenuhan hak dan upaya reintegrasi sosial. Kenyataan di lapangan sampai saat ini setelah 4 tahun berjalannya aturan tersebut meskipun belum ada rilis resmi dari dinas provinsi yang bersangkutan terkait jumlah anak jalanan terbaru, sejauh ini masih terlihat banyak sekali anak yang masih harus berada dijalan untuk dipekerjakan baik itu sebagai pengamen ataupun
20
pengemis secara mandiri, berkelompok atau bahkan bersama keluarga yaitu orangtua dan kerabat mereka, khususnya di wilayah Kota Yogyakarta maupun Kabupaten Sleman. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang perlindungan anak yang hidup di jalan telah diundangkan di seluruh wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta baik itu kota maupun kabupaten sejak tahun 2011. Peraturan Daerah tersebut lahir dari semangat Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melaksanakan tugas pembantuan dalam otonomi daerah untuk ikut serta melaksanakan amanah tujuan negara memberikan kesejahteraan dan memenuhi perlindungan bagi anak terlantar namun, keberadaan anak yang hidup di jalan yang bisa dilihat di jalanan, perempatan jalan, pinggir toko maupun pasar di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung meningkat pada saat ini ditahun 2014. Hal ini menjadi menarik untuk dianalisis apakah sebenarnya Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan yang lahir sebagai dasar hukum kebijakan perlindungan anak yang hidup di jalan untuk mencapai kesejahteraan anak tersebut telah sesuai dengan prinsip negara kesejahteraan (welfare state) dan prinsip perlindungan anak yang dianut oleh pemerintahan Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan latar belakang tanggungjawab negara untuk memenuhi kesejahteraan dan perlindungan anak terlantar di jalan, melalui pembentukan kebijakan hukum atau peraturan perundang-undangan yang salah satunya
21
adalah Peraturan Daerah maka, penulis tertarik untuk melakukan analisis terhadap Peraturan Daerah yang dimaksud melalui penelitian dengan judul “ANALISIS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
NOMOR
6
TAHUN
2011
TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK YANG HIDUP DI JALAN TERKAIT DENGAN PRINSIP NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE) DAN PRINSIP PERLINDUNGAN ANAK”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari paparan pada latar belakang sebelumnya dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Anak Yang Hidup Di Jalan telah sesuai dengan Prinsip Negara Kesejahteraan (welfare state)? 2. Apakah Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Anak Yang Hidup Di Jalan telah sesuai dengan Prinsip Perlindungan Anak? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui dengan menganalisis kesesuaian Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perlindungan
22
Anak yang Hidup di Jalan dengan prinsip negara kesejahteraan (welfare state); b. Mengetahui dengan menganalisis kesesuaian Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan dengan Prinsip Perlindungan anak. 2. Tujuan subjektif Guna memperoleh analisis yang akurat dan informasi yang berhubungan dengan judul penelitian ini, sebagai bahan yang dibutuhkan dalam penyusunan penulisan hukum yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Penelitian yang mengangkat tema mengenai anak jalanan maupun mengenai Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Anak Yang Hidup di Jalan sudah ada sebelumnya, tetapi sepanjang penelusuran di perpustakaan UGM, perpustakaan Fakultas Hukum UGM, dan pada dunia maya, hingga pada batas kemampuan penulis menelusuri belum ditemukan judul penelitian yang secara spesifik meneliti sesuai dengan sasaran kajian dalam penelitian penulisan ini yang berjudul “Analisis Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan terkait dengan Prinsip Negara Kesejahteraan (Welfare State) dan Prinsip Perlindungan Anak” sehingga penelitian ini dianggap belum ada yang meneliti sebelumnya
23
dan memenuhi kaedah keaslian penelitian. Adapun beberapa judul penelitian yang terkait dengan tema di atas yang pernah ada sebelumnya antara lain: 1. Penelitian untuk penulisan hukum untuk mendapatkan gelar sarjana di Universitas Gadjah Mada yang mengambil tema mengenai perlindungan anak jalanan oleh Ratna Puri Prapawati, dengan judul “Perlindungan dan Rehabilitasi anak jalanan” Tahun 2000. Tulisan tersebut memfokuskan kepada perlindungan terhadap hak asasi anak jalanan dan proses usaha rehabilitasi anak jalanan kembali kepada keluarga. Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut :21 a. Bagaimana melindungi dan merehabilitasi anak jalanan ? b. Hambatan- hambatan apa saja yang mungkin timbul dalam upaya melindungi dan merehabilitasi anak jalanan ? 2. Penelitian untuk penulisan hukum untuk mendapatkan gelar sarjana di Universitas Islam Indonesia yang mengambil tema mengenai perlindungan anak jalanan oleh Fajar Satrio Wicaksono, dengan judul “Peranan Dinas Sosial,
Tenagakerja,
dan
Transmigrasi
Kota
Yogyakarta
dalam
Perlindungan Anak Jalanan Menurut Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011” Tahun 2012. Tulisan tersebut memfokuskan kepada peran Dinas Sosial Tenagakerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta dalam upaya melindungi anak jalanan. Adapun perumusan masalahnya sebagai beikut :22
21
Ratna Puri Prapawati, 2000, Perlindungan dan Rehabilitasi Anak Jalanan, Skripsi, FH UGM
24
a. Bagaimana peranan Dinas Sosial Tenagakerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta
dalam
memberikan
serta
melaksanakan
pelayanan
pemenuhan hak-hak anak jalanan menurut Perda Nomor 6 Tahun 2011? b. Apa faktor penghambat kebijakan Dinas Sosial Tenagakerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta dalam memberikan serta melaksanakan pelayanan pemenuhan hak-hak anak jalanan menurut Perda Nomor 6 Tahun 2011? 3. Penelitian untuk penulisan hukum untuk mendapatkan gelar sarjana di Universitas Islam Indonesia yang mengambil tema perlindungan anak jalanan oleh, Tika Tyas Miranti dengan judul “Peran Pemerintah Daerah Terhadap Pemenuhan Hak-Hak Anak yang Hidup di Jalan (Studi implementasi Perda Provinsi DIY Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan)” Tahun 2012. Tulisan tersebut memfokuskan permasalahan kepada peran dari pemerintah daerah dalam melaksanakan amanah pemenuhan hak anak yang hidup di jalan yang disesuaikan dengan aturan yang ada dalam peraturan daerah nomor 6 tahun 2011. Tulisan ini meneliti pelaksanaan perda nomor 6 tahun 2011 namun dikhususkan hanya kepada penelitian sejauh mana peran pemerintah daerah melaksanakan perannya sesuai dengan perda tersebut beserta faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan hukum dari Perda nomor 6 tahun 2011 dalam proses pemenuhan hak-hak anak yang hidup di jalan.
22
Fajar Satrio Wicaksono, 2012, Peranan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta dalam Perlindungan Anak Jalanan Menurut Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011, Skripsi, FH UII
25
Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut :23 a. Bagaimana peran Pemerintah Daerah terhadap pemenuhan hak-hak anak yang hidup di jalan? b. Faktor apakah yang mempengaruhi penerapan hukum dari Perda Provinsi DIY Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan dalam proses pemenuhan hak-hak anak yang hidup di jalan? 4. Penelitian untuk penulisan tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana di Universitas
Negeri
Yogyakarta
yang
mengambil
tema
mengenai
perlindungan anak jalanan oleh, Andri Gunawan dengan judul “Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pengaturan Perlindungan Hak Anak Jalanan ” Tahun 2012. Tulisan tersebut memfokuskan kepada pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan di pemerintahan Kota Yogyakarta dalam melakukan pengaturan perlindungan anak jalanan. Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut :24 a. Bagaimana pelaksanaan kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam pengaturan perlindungan hak anak jalanan? b. Apa faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam pengaturan perlindungan hak anak jalanan di Kota Yogyakarta?
23
24
Tika Tyas Miranti, 2012, Peran Pemerintah Daerah Terhadap Pemenuhan Hak-hak Anak yang Hidup di Jalam (Studi Implementasi Perda Provinsi DIY Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan), Skripsi, FH UII Andri Gunawan, 2012, Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pengaturan Perlindungan Hak Anak Jalanan, Skripsi, FIS UNY
26
c. Apa upaya Pemerintah Kota Yogyakarta dalam mengatasi faktor penghambat pelaksanaan kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam pengaturan perlindungan hak anak jalanan di Kota Yogyakarta. 5. Penelitian untuk penulisan tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang mengambil tema mengenai pemberdayaan anak jalanan oleh Mursyid Itsnaini, dengan judul “Pemberdayaan Anak Jalanan Oleh Rumah Singgah Kawah di Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta” Tahun 2010. Tulisan tersebut memfokuskan kepada pelaksanaan pemberdayaan anak jalanan oleh rumah singgah kawah di Kelurahan Klitren Yogyakarta. Adapun perumusan masalahnya sebagai beikut :25 a. Apa peranan Rumah Singgah Kawah dalam upaya pemberdayaan anak jalanan di Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta? b. Apa bentuk-bentuk program pemberdayaan yang dilakukan Rumah Singgah Kawah dalam upaya pemberdayaan anak jalanan di Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta? Beberapa penelitian yang telah dibahas dalam keaslian penelitian ini memang memiliki tema yang sama yaitu mengenai anak jalanan atau disebut juga anak yang hidup di jalan namun, tidak satupun ditemukan penelitian yang membahas mengenai analisis prinsip negara kesejahteraan (welfare state) dan prinsip perlindungan anak yang dikaitkan dengan suatu peraturan hukum dalam
25
Mursyid Itsnaini, 2010, Pemberdayaan Anak Jalanan oleh Rumah Singgah Kawah di Kelurahan Klitren,Gondokusuman Yogyakarta,UIN Sunan Kalijaga
27
hal ini adalah Peraturan Daerah, sehingga penelitian yang dilakukan Penulis sangat berbeda dengan penelitian lain yang telah ada sebelumnya. E. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara luas dan berkesinambungan terhadap masyarakat. Manfaat-manfaat tersebut sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis a. Menambah wawasan keilmuan di bidang hukum administrasi negara khususnya yang terkait dengan analisis pelaksanaan tanggungjawab negara melalui Peraturan Daerah dalam prinsip negara kesejahteraan (welfare State); b. Menambah wawasan keilmuan di bidang hukum administrasi negara khususnya yang terkait dengan analisis kebijakan hukum berupa Peraturan Daerah terhadap prinsip perlindungan anak yang hidup di jalan; c. Penerapan ilmu yang didapat selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum UGM; d. Memperoleh analisis dan informasi yang akurat dalam rangka penyusunan penulisan hukum, sehingga dapat memberikan tambahan pengetahuan. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta agar dapat mengevaluasi pelaksanaan Peraturan
28
Daerah sesuai dengan prinsip negara kesejahteraan (welfare state) dan prinsip perlindungan anak dalam penanganan perlindungan anak yang hidup di jalan; b. Memberikan masukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pembuat peraturan ataupun perumus kebijakan hukum agar dapat mengevaluasi produk hukumnya dalam rangka melaksanakan tanggungjawab negara untuk mensejahterakan rakyat sesuai dengan prinsip negara kesejahteraan (welfare
state)
khususnya
bagi
pemenuhan
kesejahteraan
dan
perlindungan anak yang hidup di jalan melalui Peraturan Daerah; c. Memberikan masukan kepada seluruh pihak baik itu masyarakat maupun lembaga swadaya masyarakat, akademisi, pekerja sosial serta semua pihak yang terkait dengan kebijakan hukum berupa Peraturan Daerah ini dalam penanganan perlindungan anak yang hidup di jalan.