BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Inulin merupakan polisakarida yang dapat ditemukan pada berbagai spesies tanaman seperti Liliaceae, Amaryllidaceae, Gramineae, dan Compositae (Braz de Oliveira et al., 2011). Umumnya inulin pada tanaman disimpan dalam umbi atau akar, namun juga bisa didapatkan melalui sintesis dari senyawa sederhana seperti sukrosa (Kelly, 2008). Saat ini, industri pangan telah menggunakan inulin pada berbagai aplikasi, sehingga industri tersebut menetapkan spesifikasi khusus yang akan digunakan dalam proses produksi (Yang et al., 2011 dalam Apolináiro et al, 2014). Hal ini memicu banyaknya penelitian dan publikasi tentang produksi inulin serta fungsinya bagi tubuh (Roberfroid, 2005). Inulin dapat diekstrak dari tanaman antara lain umbi Jerusalem artichoke (Saengthongpinit dan Saijaantakul, 2005; Paseephol et al., 2007), Cynara scolymus (Ronkart et al., 2007), akar Morinda officinalis (Yang et al., 2011), Cichorium intybus (Toneli et al., 2008), dan akar Vernonia kotschyana (Austarheim et al., 2012). Menurut Apolináiro et al. (2014), salah satu faktor yang mepengaruhi renedmen inulin adalah rasio antara solid dan liquid saat ekstraksi. Hal ini telah dipelajari oleh Abozed et al., 2009, Saenthongpinit, 2005, Lingyun et al., 2007, Paseephol et al., 2006, dan Ku et al., 2003 pada ekstraksi inulin dari umbi jerusalem artichoke. Menurut Schneeman (2015) inulin memiliki sifat larut dalam air, tidak dapat dicerna, dan umumnya memiliki viskositas yang sangat rendah.
1
Ditinjau dari segi kesehatan manusia, inulin resisten terhadap enzim pencernaan karena polimer fruktosa penyusunnya terhubung oleh ikatan β1-2 dan memiliki unit glukosa tunggal sebagai terminal yang dihubungkan oleh ikatan 1-2 (Winchencot et al., 2011). Selain itu, inulin memiliki kemampuan untuk menyokong pertumbuhan bakteri probiotik yang ada dalam saluran pencernan. Sifat inulin yang resisten terhadap pencernaan oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal, menyebabkan polimer ini masuk dalam usus besar untuk selanjutnya difermentasi oleh bakteri (Kelly, 2008). Beberapa penelitan menyebutkan bahwa inulin berfungsi sebagai bifidogenic agents, merangsang sistem imun tubuh, menurunkan jumlah bakteri patogen di dalam usus, menghilangkan konstipasi, menurunkan resiko osteoporosis dengan cara meningkatkan absorpsi mineral (terutama kalsium), menurunkan resiko artherosklerosis dengan cara menurunkan sintesis trigliserida dan asam lemak dalam liver sehingga level dalam darah menurun (Kaur, 2002). Gembili merupakan umbi lokal yang memiliki nama latin Dioscorea esculenta dan masuk dalam Genus Dioscorea. Menurut penelitian yang dilakukan Winarti et al. (2011), kandungan inulin pada gembili adalah sebesar 14,77% (db). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka gembili memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pada ekstraksi inulin. Akan tetapi, meskipun Indonesia merupakan daerah tropis yang cocok sebagai lingkungan tumbuh gembili, namun disisi lain umbi ini memiliki waktu panen yang relatif lama sekitar tujuh hingga sembilan bulan (Pudjianto, 2014). Selain itu umbi yang disimpan dalam keadaan segar hanya memiliki masa simpan yang relatif pendek yaitu sekitar 10 hingga 14 hari dalam suhu ruang (Safingi, 2013). Permasalahan yang timbul tersebut dapat
2
diatasi dengan memberikan perlakuan pendahuluan pada gembili segar, salah satu perlakuan tersebut adalah mengolah gembili segar menjadi chip terlebih dahulu sebelum diproses lebih lanjut. Selain memperpanjang masa simpan, pengolahan umbi segar menjadi chip tergolong sederhana. Hanya sedikit studi yang mempelajari ekstraksi inulin dari bahan dasar chip ataupun tepung, antara lain dari chip dan tepung umbi Jerusalem artichoke (Yamazaki et. al., 1989 dalam Saengthongpinit, 2005; Bekers et al. 2008), dan Cichorium intybus L yang dikeringkan (Park, 2007). Sementara, sejauh referensi yang didapatkan belum ada studi mengenai ekstraksi inulin dari chip umbi gembili, sehingga perlu dilakukan studi khusus tentang hal tersebut. Rasio chip dan air sebagai faktor yang diduga mempengaruhi rendemen, sifat fisik, dan fisiko-kimia dari inulin yang dihasilkan. Guna melakukan konfirmasi terhadap inulin yang diekstrak dari chip gembili, maka dilakukan uji dengan meninjau kemampuannya untuk dapat dihidrolisis oleh enzim inulinase.
1.2.Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh rasio chip gembili dan air terhadap karakteristik dari inulin yang dihasilkan? 2. Berapa rasio chip gembili dan air yang menghasilkan inulin dengan karakteristik terpilih? 3. Bagaimana kemampuan inulin dari ekstrak chip gembili dalam meningkatkan sel bakteri Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum in vitro?
3
4. Apakah inulin ekstrak chip gembili resisten terhadap asam dan enzim pencernaan? 5. Apakah inulin ekstrak chip gembili dapat dihidrolisis oleh enzim inulinase?
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mendapatkan teknik ekstraksi inulin dari chip gembili, mengetahui karakteristik, dan aktivitas prebiotiknya. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengaruh rasio chip gembili dan air terhadap karakteristik dari inulin yang dihasilkan. 2. Mendapatkan rasio chip gembili dan air yang menghasilkan inulin dengan karakteristik terpilih guna dilakukan analisa potensi prebiotik, tingkat resistensi terhadap asam dan enzim pencernaan, serta derajat hidrolisis oleh enzim inulinase. 3. Mengevaluasi aktivitas prebiotik inulin ekstrak chip gembili. 4. Mengetahui tingkat resistensi inulin ekstrak chip gembili dari rasio terhadap asam dan enzim pencernaan. 5. Mengetahui derajat hidrolisis inulin ekstrak chip gembili yang dihidrolisis oleh enzim inulinase.
1.4.Manfaat Penelitian 1. Meningkatkan nilai guna dari umbi gembili.
4
2. Menghasilkan kondisi optimum ektraksi inulin dari ekstrak chip gembili, sehingga dapat digunakan sebagai acuan informasi dalam pengembangan produksi inulin skala besar. 3. Memberikan informasi mengenai sifat inulin yang diekstrak dari chip umbi gembili.
5