1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Teh hitam merupakan salah satu komoditas yang dikenal masyarakat sejak tahun 1860. Teh hitam menjadi salah satu komoditas perkebunan yang menghasilkan devisa non migas yang besar disamping karet, kelapa sawit, dan kopi. Agribisnis teh hitam di Indonesia setiap tahunnya mampu menghasilkan devisa ekspor sebesar US$ 110.000.000 dan menyumbangkan Rp. 1,2 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB). Indonesia merupakan negara eksportir teh terbesar kelima di dunia yang setiap tahunnya mengekspor sekitar 98.500 ton (Suprihartini, 2005). PT. Pagilaran merupakan salah satu industri pengolahan teh hitam yang ada di Indonesia. Produk yang dihasilkan berupa teh hitam dengan berbagai jenis dan kualitas. Produk teh hitam ini diekspor ke berbagai negara konsumen di dunia. Pada umumnya, negara pengimpor menginginkan produk dengan kualitas tinggi yang diimbangi dengan ketersediaan produk tersebut. Jika kualitas tidak memenuhi standar yang diinginkan, maka produk dapat ditolak oleh konsumen, demikian pula jika perusahaan tidak dapat menyediakan produk sesuai permintaan, maka perusahaan akan dapat kehilangan peluang pasar yang sebenarnya bisa diperoleh (opportunity lost) sehingga akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang produksi, tentunya PT. Pagilaran selalu dituntut
2
untuk memenangkan persaingan dalam mendapatkan pasar bagi produk yang dihasilkan, apabila pasar telah didapat, persoalan selanjutnya adalah bagaimana suatu perusahaan mampu memenuhi tingkat permintaan produk oleh konsumen, apabila gagal, maka perusahaan akan berpotensi kehilangan pasar yang sudah didapatkan sebelumnya (Heizer dan Render, 2005). Menurut Yusuf (2009), pengolahan teh hitam harus dilakukan dengan baik untuk menjaga jumlah produk yang dihasilkan agar selalu sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Pengolahan teh hitam pada dasarnya merupakan suatu rangkaian proses fisik, mekanis dan biokimia yang berkesinambungan. Apabila terjadi kesalahan dalam proses pengolahan dapat menurunkan jumlah produk yang dihasilkan. Karena itu, metode pengolahan teh hitam sangat menentukan jumlah produksi. Kasus yang terjadi di PT. Pagilaran adalah seringkali pabrik tidak mampu memenuhi permintaan produk teh oleh konsumen sehingga harus memesan ke perusahaan teh lain, padahal data produksi dan permintaan bulanan teh selama bulan Januari 2013 – September 2014 di PT. Pagilaran menunjukkan bahwa jumlah produksi dan permintaan masih berada di bawah kapasitas produksi PT. Pagilaran seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 berikut :
3
Tabel 1.1. Produksi Teh Kering PT. Pagilaran Tahun 2013
Tahun
Bulan
Pucuk Basah (normal + rusak) (kg)
Jumlah Produksi (kg)
Permintaan (kg)
Status Pemenuhan
Januari
1123972
200700
198200
Kelebihan 2500 kg (1 %)
Februari
992261
169940
185640
Kurang 15700 kg (8%)
Maret
1048502
161890
185000
Kurang 23110 kg (12%)
April
975190
151160
175650
Kurang 24490 (14%)
Mei
1061131
165190
189750
Kurang 24560 (13%)
Juni
1148324
204770
195540
Kelebihan 9230 kg (4 %)
Juli
1077760
190950
190600
Kelebihan 350 kg (0.2 %)
945111
158320
176890
Kurang 18570 kg (10%)
1232119
222960
219820
Kelebihan 3140 kg (2 %)
934019
153513
172860
Kurang 19347 (11%)
November
1061634
189768
189810
Kurang 42 kg (0.001)%
Desember
1063517
198873
196740
Kelebihan 2133 kg (1 %)
Total
12663540
2168034
2276500
Kurang 108466 kg (5 %)
Rata-rata
1055295
180670
189708
2013
Agustus September Oktober
Kurang 9038 kg (5 %)
Tabel 1.2. Produksi Teh Kering PT. Pagilaran Tahun 2014 Tahun
2014
Bulan
Pucuk Basah (normal + rusak) (kg)
Jumlah Produksi (kg)
Permintaan (kg)
Status Pemenuhan
Januari
1000028
159450
176530
Kurang 17080 kg (10%)
Februari
949380
149110
174500
Kurang 25390 kg (15%)
Maret
1054705
153790
186550
Kurang 32760 kg (18%)
April
1057890
159810
187520
Kurang 27710 (15%)
Mei
1069233
165890
190200
Kurang 24310 (13%)
Juni
1158114
201170
198300
Kelebihan 2870 kg (1 %)
Juli
1052213
193040
185000
Kelebihan 8040 kg (4 %)
Agustus
960365
166040
177250
Kurang 11210 (6%)
1118457
199050
196460
Kelebihan 2590 kg (1 %)
Total
9420385
1547350
1672310
Kurang 124960 kg (8 %)
Rata-rata
1046709
171928
185812
Kurang 13884 kg (8 %)
September
4
Data yang disajikan pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 di atas menunjukkan bahwa produksi teh hitam di PT. Pagilaran tidak mampu memenuhi permintaan konsumen karena belum mampu mencapai kapasitas produksi yang ditetapkan yaitu sebesar 250000 kg per bulannya. Menurut Saraswati (2014), dalam penelitiannya terkait dengan pemetikan pucuk teh di PT. Pagilaran diperoleh rata-rata persentase analisis pucuk yang dilakukan tiap mandor. Dari penerimaan pucuk diambil 100 gram pucuk teh dari tiap-tiap mandor setelah itu dipisahkan berdasarkan jenis pucuk yaitu pucuk peko dan pucuk burung. Pucuk peko (p) merupakan pucuk pertumbuhan tunas yang terhenti selama 2-3 bulan (dormansi) danterletak di atas bidang petik. Pucuk burung (b) adalah pucuk yang sedang mengalami masa aktif dan tumbuh yang terletak di ujung ranting dan masih menggulung. Kemudian setelah itu dipisahkan berdasarkan rumus petikannya yaitu p+2 (pucuk peko ditambah 2 daun teh), p+3 (pucuk peko ditambah 3 daun teh), b+1m (pucuk burung ditambah 1 daun muda), b+2m (pucuk burung ditambah 2 daun muda), b+3m (pucuk burung ditambah 3 daun muda) dan lembaran daun muda yang kemudian dijumlahkan sebagai pucuk halus. Sedangkan b+2t (pucuk burung ditambah 2 daun tua), b+3t (pucuk burung ditambah 3 daun tua), b+4t (pucuk burung ditambah 4 dauntua) dan lembaran tua yang dikelompokan sebagai pucuk kasar. Hasil dari pengelompokan tersebut di hitung persentasi pucuk halus dan pucuk kasar. Dari hasil yang didapat, kegiatan pemetikan telah berjalan dengan baik dan harus dipertahankan seperti ditunjukkan pada Tabel 1.3 berikut :
5
Tabel 1.3. Hasil Rata-Rata Analisis Pucuk Halus dan Kasar Tahun 2014 (per 100 gram pucuk)
Afdeling
Jumlah (gram)
Analisis Halus (gran) p+2
p+3
b+1m
b+2m
b+3m
lm
Kayulandak
7.3
9
2
20
16
5
Pagilaran
6.8
8
2
20
16
Ansongsili
7.3
8
2
20
15
Analisis Kasar (gram)
Jumlah (gram)
Jumlah Besar (gram)
b+2t
b+3t
b+4t
lt
59.3
3.8
5.6
3.3
28
40.7
100
5
57.8
3.9
6.6
3.7
28
42.2
100
6
58.3
4.5
6.8
3.4
23
41.7
100
Total
175.4
Total
124.6
Rata-rata
58.47
Rata-rata
41.53
Sumber : Saraswati, D. 2014. Analisis Produktivitas Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) Di PT. Pagilaran, Batang, Jawa Tengah. Bogor : IPB. Dari Tabel 1.3 di atas, analisis halus yang dihasilkan dari jumlah pucuk p+2, p+3, b+1m, b+2m,b+3m dan lm (lembaran muda) antara 57,8 – 59,3 gram dengan rata-rata sebesar 58,47 gram. Sedangkan untuk analisis kasar yang merupakan jumlah pucuk b+2t, b+3t, b+4t dan lt (lembaran tua) berjumlah antara 40,7 – 42,2 gram dengan rata-rata sebesar 41,53 gram. Untuk melihat tingkat kerusakan pucuk dapat dilihat pada Tabel 1.4 dan Tabel 1.5 berikut : Tabel 1.4. Rata-Rata Tingkat Hasil Petikan Pucuk Teh di PT. Pagilaran Tahun 2014 (per 100 gram pucuk) Afdeling Kayulandak Pagilaran Andongsili Rata-rata
Hasil Petikan (gram) Pucuk Batang 94.58 5.42 95.83 4.17 95.94 4.06 95.45 4.55
Jumlah (gram) 100 100 100 100
6
Tabel 1.5. Rata-Rata Tingkat Kerusakan Pucuk Teh di PT. Pagilaran terhadap Jumlah Petikan Pucuk Tahun 2014 Afdeling Kayulandak Pagilaran Andongsili Rata-rata
Jumlah pucuk 94.58 95.83 95.94 95.45
Kondisi Pucuk Rusak Rusak Normal Berat Ringan 3.02 3.12 88.44 2.74 3.05 90.04 2.94 3.04 89.96 2.9 3.07 89.48
Dari hasil Tabel 1.3, Tabel 1.4 dan Tabel 1.5 di atas, kualitas pucuk yang dipetik telah memenuhi syarat karena rata-rata pucuk halus yang dihasilkan lebih dari dari 50%, yaitu 58,47 % (58,47 gram gram per 100 gram pucuk) dengan persentase pucuk rusak (rusak berat dan rusak ringan) masih tergolong rendah yaitu antara 6,67 % (5.97 gram pucuk rusak per 89,48 gram pucuk). Menurut Kertawijaya (2007), kondisi ideal standar rasio penyusutan bobot kering dan basah teh hitam adalah 1 : 5, dengan kata lain untuk menghasilkan 1 kg teh kering diperlukan 5 kg pucuk teh basah. Untuk melihat apakah di PT. Pagilaran sudah memenuhi rasio perbandingan tersebut, maka dilakukan perbahitungan dngan cara membandingkan jumlah produksi teh kering dengan jumlah bahan baku (pucuk basah) yang masuk di PT. Pagilaran. Hasil perbandingan dapat dilihat pada Tabel 1.6 dan Tabel 1.7 berikut :
7
Tabel 1.6. Rasio Jumlah Produksi Teh Kering Terhadap Jumlah Pucuk Basah di PT. Pagilaran Tahun 2013 Tahun
Bulan
Pucuk Basah (normal+rusak) (kg)
Jumlah Produksi (kg)
Rasio (Jumlah produksi : Pucuk basah)
Januari
1123972
200700
1:6
Februari
992261
169940
1:6
Maret
1048502
161890
1:6
April
975190
151160
1:6
Mei
1061131
165190
1:6
Juni
1148324
204770
1:5
Juli
1077760
190950
1:6
945111
158320
1:6
1232119
222960
1:6
934019
153513
1:6
November
1061634
189768
1:6
Desember
1063517
198873
Total
12663540
2168034
1:6 1:6
Rata-rata
1055295
180670
1:6
2013
Agustus September Oktober
Tabel 1.7. Rasio Jumlah Produksi Teh Kering Terhadap Jumlah Pucuk Basah di PT. Pagilaran Tahun 2014 Tahun
Bulan
Pucuk Basah (normal+rusak) (kg)
Jumlah Produksi (kg)
Rasio (Jumlah produksi : Pucuk basah)
Januari
1000028
159450
Februari
949380
149110
Maret
1054705
153790
April
1057890
159810
Mei
1069233
165890
Juni
1158114
201170
Juli
1052213
193040
960365
166040
1118457
199050
TOTAL
9389496
1547350
1:5 1:6
RATA-RATA
1043277
171928
1:6
2014
Agustus September
1:6 1:6 1:7 1:7 1:6 1:6 1:6 1:6
8
Dari Tabel 1.6 dan Tabel 1.7 di atas, dapat dilihat ternyata kondisi yang terjadi di PT. Pagilaran selama ini rasio jumlah produksi teh kering terhadap jumlah produksi pucuk basah yang dihasilkan belum sesuai dengan teori yang dikemukakan, karena selama ini kondisi yang terjadi di PT. Pagilaran rasionya lebih rendah, yaitu rata-rata 1 : 6. Apabila menggunakan rasio 1 : 5 seperti pada teori, maka seharusnya PT. Pagilaran mampu memenuhi jumlah permintaan konsumen seperti ditunjukkan pada Tabel 1.8 dan Tabel 1.9 berikut :
Tabel 1.8. Produksi Teoritis Teh Kering PT. Pagilaran tahun 2013 (menggunakan teori rasio 1 : 5) Tahun
Bulan Januari Februari Maret April Mei
2013
Juni Juli Agustus September Oktober November
Desember Total Rata-rata
Pucuk Basah (Normal+Rusak) (kg)
1123972 992261 1048502 975190 1061131 1148324 1077760 945111 1232119 934019 1061634 1063517 12663540 1055295
Jumlah Produksi Teoritis 224794
Permintaan (kg)
Keterangan
198200 Cukup
198452
185640 Cukup
209700
185000 Cukup
195038
175650 Cukup
212226
189750 Cukup
229665
195540 Cukup
215552
190600 Cukup
189022
176890 Cukup
246424
219820 Cukup
186804
172860 Cukup
212327
189810 Cukup
212703 2532708 211059
196740 Cukup 2276500 Cukup 189708 Cukup
9
Tabel 1.9. Produksi Teoritis Teh Kering PT. Pagilaran tahun 2014 (menggunakan teori rasio 1 : 5) Pucuk Basah Jumlah Permintaan Keterangan Tahun Bulan (Normal+Rusak) Produksi (kg) (kg) Teoritis Januari 1000028 200006 176530 Cukup Februari 949380 189876 174500 Cukup Maret 1054705 210941 186550 Cukup April 1057890 211578 187520 Cukup 2014 Mei 1069233 213847 190200 Cukup Juni 1158114 231623 198300 Cukup Juli 1052213 210443 185000 Cukup Agustus 960365 192073 177250 Cukup September 1118457 223691 196460 Cukup Total 9420385 1884078 1672310 Cukup Rata-rata 1046709 209342 185812 Cukup
Dari hasil Tabel 1.8 dan Tabel 1.9 di atas dapat dilihat bahwa secara teoritis jika mengacu pada rasio 1 : 5, PT. Pagilaran seharusnya mampu memenuhi permintaan konsumen terhadap jumlah produksi teh kering. Namun, kondisi yang ada di PT. Pagilaran sebenarnya masih belum ideal, karena dalam jumlah produksi teoritis teh kering tersebut, baik pucuk basah kondisi normal maupun rusak masih dihitung dalam produksi. Hal ini mengacu pada kondisi di PT. Pagilaran dimana tidak ada langkah pemisahan antara pucuk basah dengan kondisi normal dan rusak yang akan diolah meskipun sudah dilakukan analisis terhadap tingkat kerusakan pucuk basah yang masuk. Menurut Herald (2012), secara ideal pucuk teh basah yang dapat diolah dalam proses produksi untuk menjadi produk bubuk teh kering hanya pucuk basah dalam kondisi normal tanpa kerusakan sehingga proses produksi di PT.
10
Pagilaran seharusnya menggunakan bahan baku pucuk teh dengan kondisi normal dan pucuk teh dengan kondisi rusak, baik ringan maupun berat tidak diikutsertakan dalam proses produksi. Mengacu pada kondisi tersebut, maka dilakukan penyesuaian terhadap jumlah produksi teoritis terhadap pucuk teh kering yang akan dihasilkan dengan melihat rata-rata persentase pucuk kondisi normal di PT. Pagilaran yang ditunjukkan dalam Tabel 1.5. Kemudian, dihitung hasilnya menggunakan persamaan berikut :
Produksi Teh Kering =
Jumlah Produksi Pucuk Basah
x Persentase Pucuk Normal...... (i)
5
Dari persamaan (i) di atas, maka idealnya jumlah produksi teh kering di PT. Pagilaran hanya menggunakan pucuk basah dengan kondisi normal. Pucuk basah dengan dengan kondisi normal dapat diasumsikan jumlahnya dengan mengalikan jumlah produksi pucuk basah yang dihasilkan dengan persentase pucuk normal yang diperoleh pada Tabel 1.5 sebesar 89,48 %. Dari hasil perhitungan tersebut, kemudian dilihat apakah jika pucuk basah yang dihitung untuk diproduksi hanya yang kondisinya normal masih dapat memenuhi permintaan konsumen. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1.10 dan Tabel 1.11 berikut :
11
Tabel 1.10. Produksi Teoritis Teh Kering di PT. Pagilaran Tahun 2013 (Pucuk basah yang dihitung hanya pucuk basah kondisi normal)
Tahun
Bulan Januari
2013
Pucuk Basah (normal) (kg) 1005730
Jumlah Permintaan Produksi Keterangan (kg) Teoritis 201146 198200 Cukup
Februari
887875
177575
185640 Kurang 8065 kg (4%)
Maret
938200
187640
185000 Cukup
April
872600
176520
175650 Cukup
Mei
949500
189900
189750 Cukup
Juni
1027520
205504
195540 Cukup
Juli
964380
192876
190600 Cukup
Agustus
845685
169137
176890 Kurang 7753 kg (4%)
1102500
220500
219820 Cukup
Oktober
835760
167152
172860 Kurang 5708 kg (3%)
November
949950
189990
189810 Cukup
Desember
951635 11331336 944278
198327 2276667 189722
196740 Cukup 2276500 Cukup 189708 Cukup
September
Total Rata-rata
Tabel 1.11. Produksi Teoritis Teh Kering di PT. Pagilaran Tahun 2014 (Pucuk basah yang dihitung hanya pucuk basah kondisi normal) Tahun
Bulan
Pucuk Basah (normal) (kg)
Jumlah Produksi Teoritis
Permintaan (kg)
Keterangan
Januari
894825
178965
176530 Cukup
Februari
849505
169901
174500 Kurang 4599 kg (3%)
Maret
943750
188750
186550 Cukup
April
946600
189320
187520 Cukup
Mei
956750
191350
190200 Cukup
Juni
1036280
207256
198300 Cukup
Juli
941520
188304
185000 Cukup
Agustus
859335
171867
177250 Kurang 5383 kg (3%)
200159
196460 Cukup
Total
1000795 8429360
1685872
1672310 Cukup
Rata-rata
702447
140489
139359 Cukup
2014
September
12
Dari Tabel 1.0 dan 1.11 di atas dapat dilihat bahwa jika mengacu pada rasio teoritis 1 : 5 dan pucuk basah yang dihitung hanya pucuk basah dengan kondisi normal, secara keseluruhan jumlah produks teh kering di PT. Pagilaran masih mampu memenuhi jumlah permintaan konsumen meskipun pada beberapa bulan tertentu masih terdapat kekurangan, namun jumlahnya hanya sedikit jika dibandingkan dengan keseluruhan jumlah produksi yang dihasilkan. Hal ini semakin memperkuat indikasi bahwa permasalahan utama tidak terpenuhinya permintaan konsumen terhadap jumlah produksi teh kering di PT. Pagilaran terdapat pada proses produksinya. Menurut Soebagyo (2007), indikator utama yang mempengaruhi jumlah produksi teh kering adalah kadar air akhir dari teh kering yang dihasilkan. Dengan melihat nilai kadar air bubuk teh di setiap proses yang berjalan, maka dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai kadar air akhir dari bubuk teh yang dihasilkan setelah proses produksi yang akan mempengaruhi berat akhir dari teh kering yang dihasilkan. Dengan membandingkan nilai kadar air bubuk teh kering yang dihasilkan dan parameter proses produksi dengan standar yang ditetapkan oleh PT. Pagilaran dari setiap proses ini, akan mempermudah dalam mengevaluasi apakah proses produksi yang berjalan di PT. Pagilaran selama ini sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Untuk itulah penelitian ini dilakukan agar dapat diketahui apakah selama ini apakah proses produksi yang berjalan sudah sesuai dengan parameter standar yang telah ditetapkan oleh PT. Pagilaran kemudian melakukan evaluasi apakah terjadi suatu penyimpangan
13
sehingga diharapkan setelah dilakukan evaluasi, proses produksi dapat berjalan lebih baik, kapasitas produksi dapat tercapai sehingga permintaan konsumen selalu dapat terpenuhi tanpa harus melakukan pemesanan ke pihak lain.
B. Rumusan Masalah PT. Pagilaran seringkali tidak mampu memenuhi permintaan konsumen terhadap produk teh hitam di PT. Pagilaran. Produksi teh hitam yang berada di bawah kapasitas produksi tersebut sangat dipengaruhi oleh pengelolaan bahan baku dan proses pengolahan yang berjalan selama ini. Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa pengelolaan bahan baku di PT. Pagilaran sudah berjalan dengan baik dan hanya pada periode tertentu terjadi kekurangan sehingga kemungkinan permasalahan utama ada pada proses pengolahannya. Dari kondisi tersebut perlu dilakukan suatu analisis terhadap proses produksi teh hitam di PT. Pagilaran untuk mengidentifikasi setiap tahapan proses produksi teh hitam dan melakukan evaluasi apakah proses pengolahan yang dilakukan sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan PT. Pagilaran sehingga hasilnya diharapkan mampu menjadi masukan untuk mengoptimalkan proses produksi di PT. Pagilaran.
14
C. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain : 1. Analisis hanya dilakukan selama kurun waktu penelitian, yaitu bulan Desember 2014. 2. Stasiun kerja pengepakan tidak dilakukan pengamatan karena jumlah output teh hitam dihitung setelah proses sortasi kering selesai sehingga dapat diasumsikan stasiun kerja pengepakan tidak mempengaruhi jumlah produksi.
D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah : 1. Melakukan analisis terhadap faktor-faktor dan penyebab permasalahan yang menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan konsumen. 2. Mengevaluasi apakah proses produksi yang berjalan sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh PT. Pagilaran.
E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah hasilnya dapat dijadikan sebagai usulan perbaikan proses produksi di PT. Pagilaran.