1
Bab I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang Salah satu penerimaan pajak yang belum dimaksimalkan adalah Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 10% atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap diatas nilai sisa buku fiskalnya. Potensi PPh tersebut sebenarnya sangat besar mengingat nilai aktiva tetap yang dinilai kembali akan cenderung bertambah besar dibanding nilai sisa bukunya. Sebagai gambaran dapat dilihat pada Tabel I.1 data penerimaan PPh final yang berasal dari satu Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) tahun 2005 berikut ini :
Tabel I.1 Contoh penerimaan PPh final penilaian kembali aktiva tetap disatu kanwil DJP tahun 2005 No Nama Wajib Pajak
Nilai Aktiva Tetap Sisa Nilai Setelah Buku Penilaian Kembali Rp Rp
PPh Final (10%) Selisih Lebih Rp
Rp
1
PT. X
10.961.149.392
22.451.636.400
11.490.487.008
1.149.048.701
2
PT. Y
33.816.221.836
42.925.480.000
9.109.258.164
910.925.816
Penilaian kembali aktiva tetap berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002, diantaranya mengatur hal-hal sebagai berikut :
Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah aktiva tetap berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan, dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual;
Penilaian kembali aktiva tetap dapat dilakukan terhadap seluruh aktiva ataupun sebagian berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap pada saat penilaian dilakukan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui pemerintah. Dalam hal nilai nilai pasar atau nilai wajar aktiva ternyata kemudian tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Direktur Jenderal Pajak akan menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar yang
2
bersangkutan. Walaupun pada kenyataannya tidak ada peraturan yang jelas mengatur bagaimana menetapkan dan nilai apa yang dapat digunakan sebagai nilai pasar atau nilai wajar aktiva.
Kepala Kantor Wilayah DJP diberikan wewenang melakukan penelitian permohonan yang diajukan Wajib Pajak (WP) dengan batas waktu penyelesaian dari saat pengajuan dinyatakan lengkap sampai dengan terbitnya surat keputusan adalah 30 hari kerja, dengan ketentuan apabila melebihi waktu tersebut maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan dalam waktu satu minggu harus menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan.
Khusus terhadap Wajib Pajak sektor perkebunan/sektor P3 dalam hal ini kelapa sawit, kondisi yang ada adalah : 1. Tidak adanya data pendukung penelitian permohonan yang dimiliki internal DJP, dimana SISMIOP (Sistem Manajemen Objek Pajak) perkebunan /Sektor P3 belum ada. Data yang ada hanya sebatas yang disampaikan oleh Wajib Pajak seperti SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak) dan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan baik Tahunan maupun Masa. 2. Jarak antara kanwil DJP dengan lokasi kebun yang dilakukan penilaian kembali dimungkinkan oleh ketentuan berada pada jarak yang jauh. Sebagai ilustrasi lokasi kebun penelitian ini berada di Musi Banyuasin Sumatera Selatan sementara pengajuan permohonan karena WP terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Lima disampaikan ke Kanwil Khusus Jakarta. Atau PT. Y seperti contoh pada Tabel I.1 memiliki lokasi kebun pada suatu pulau kecil di Selatan Pulau Bintan Propinsi Riau Kepulauan, sementara pengajukan permohonan penilaian kembalinya di kanwil DJP Medan karena lokasi kantor pusat berada di Medan. Dengan demikian penelitian lapangan akan sangat sulit dilakukan mengingat terbatasnya waktu penyelesaian.
Kendala-kendala tersebut membuat penelitian permohonan penilaian kembali aktiva tetap hanya sebatas meneliti kelengkapan persyaratan permohonan dan konsistensi penyusutan aktiva tetap dari tahun-tahun sebelumnya tanpa meneliti
3
kebenaran fisik dan data spasial aktiva tetap perkebunan. Sementara data spasial aktiva tetap tersebut akan menentukan besar kecilnya PPh yang harus dibayar.
Memperhatikan kondisi yang ada maka perlu digunakan alat bantu penelitian kebenaran aktiva tetap perusahaan perkebunan. Alat bantu yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi aktiva tetap adalah menggunakan teknik penginderaan jauh. Penginderaan jauh dengan satelit memanfaatkan sensor untuk merekam daerah atau area dari udara bertujuan mengidentifikasi dan mengukur parameter objek dari radiasi elektromagnetik yang direfleksikan atau dipantulkan oleh objek tersebut. Karakteristik objek yang tidak nampak dapat diwujudkan dalam citra sehingga memungkinkan pengenalan objek (Danoedoro, 1996).
Untuk dapat dimanfaatkan citra Ikonos harus terlebih dahulu diinterpretasikan. Interpretasi yang dapat dilakukan adalah secara digital atau visual. Interpretasi tersebut ditujukan untuk mengidentifikasi dan menentukan karakteristik objek perkebunan seperti luas masing-masing kelas tanaman, penentuan umur tanaman, penentuan areal kebun yang belum diolah, areal kebun sudah diolah tapi belum dimanfaatkan, areal emplasemen, bangunan dan lain-lain.
Alat bantu lain yang dapat digunakan untuk mengisi kekosongan nilai pasar apabila ternyata hasil penilaian kembali tidak mencerminkan keadaan sebenarnya adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai Jual Objek Pajak adalah harga ratarata yang diperoleh dari transaksi jual beli objek pajak yang ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pengganti.
Tujuan penilaian kembali aktiva tetap adalah agar perusahaan dapat melakukan penghitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan (asset) yang sebenarnya. Namun demikan apabila hasil penilaian kembali tersebut dibandingkan dengan Nilai Jual Objek Pajak atas aktiva tetap yang sama maka hasilnya seperti pada tabel I.2 ;
4
Tabel I.2 Nilai aktiva tetap hasil penilaian kembali dan NJOP Bumi dan Bangunan aktiva tetap pada tahun 2005 Nama Wajib Pajak PT. Y
Nilai Aktiva Hasil Penilaian Kembali Rp 42.925.480.000
NJOP Bumi & Bangunan Rp 67.258.547.400
Selisih Rp 24.333.067.400
Berdasarkan tabel I.2 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai baru aktiva tetap masih jauh dibawah NJOP untuk tahun yang sama, walaupun seharusnya NJOP dan nilai baru hasil penilaian kembali tidak berselisih. Antara NJOP dan nilai yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai sama-sama merupakan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap menurut hasil perhitungan masing-masing.
NJOP sebagai nilai pasar hasil penetapan DJP dapat diarahkan menjadi nilai pasar untuk berbagai keperluan (single value for multipurpose) dalam hal ini juga dapat digunakan sebagai nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap dalam hal penilaian kembali aktiva tetap. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu kajian teknis tentang penggunaan NJOP sebagai nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap dalam proses penilaian kembali aktiva tetap.
I.2 Rumusan Masalah Proses penelitian permohonan kembali aktiva tetap hanya berdasarkan laporan penilaian yang disampaikan oleh WP , tanpa ada usaha penelitian kebenarannya oleh fiskus. Laporan penilaian tersebut diantaranya berisi : luas areal kebun dan umur tanaman kelapa sawit, sementara kedua komponen tersebut merupakan komponen utama dalam menentukan nilai baru aktiva tetap yang kemudian dikurangi dengan akumulasi penyusutan menjadi dasar pengenaan PPh final terutang.
Untuk itu diperlukan alat bantu yang efisien dan cepat untuk
mengidentifikasi data spasial aktiva tetap dengan menggunakan metode penginderaan jauh berupa citra satelit Ikonos. Selain itu dengan tidak adanya ketentuan formal mengenai nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap yang dapat
5
dijadikan standar menyebabkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap ditentukan sepihak oleh perusahan jasa penilai.
Dengan demikian perumusan masalahnya adalah : a. Apakah hasil interpretasi terhadap citra Ikonos dapat menjadi alat bantu dalam proses permohonan penilaian kembali aktiva tetap dengan memberikan hasil yang maksimal dalam mengidentifikasi aktiva tetap perkebunan dalam hal ini luasan masing-masing kelas areal kebun ? b. Sejauhmana ketelitian hasil penghitungan luas tersebut dibandingkan dengan luas menurut Wajib Pajak dan hasil interpretasi visual citra ? c. Apa dasar yang dapat digunakan untuk menjadikan NJOP sebagai nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap ?
I.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini melakukan kajian atas alat bantu yang dapat digunakan dalam proses penelitian permohonan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yaitu : •
Suatu kajian teknis yang dapat dijadikan dasar penggunaan NJOP sebagai nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap.
•
Kajian tingkat ketelitian identifikasi aktiva tetap perkebunan menggunakan interpretasi citra digital yaitu dengan klasifikasi multispektral dan interpretasi visual dengan cara penghitungan pohon kelapa sawit.
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan alat bantu yang dapat digunakan dalam proses penelitian penilaian kembali aktiva tetap.
I.4 Hipotesis Penelitian 1.
Luasan masing-masing kelas hasil klasifikasi multispektral langsung dapat digunakan sebagai luasan aktiva tetap yang dilakukan penilaian kembali dan tidak melewati batas toleransi beda luas menurut keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000 yaitu batas toleransi 10% (dengan asumsi peta WP merupakan luasan di SISMIOP).
6
2.
Interpretasi visual dengan cara penghitungan pohon sawit dapat digunakan dalam menentukan luas masing-masing kelas tanaman kelapa sawit.
3.
NJOP dapat digunakan sebagai nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap.
I.5 Manfaat Penelitian •
Sebagai masukan yang dapat digunakan dalam proses penelitian permohonan penilaian kembali aktiva tetap agar lebih memberikan kepastian hukum baik bagi fiskus maupun Wajib Pajak.
•
Meningkatkan potensi penerimaan PPh Final atas penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan.
•
Mendorong penggunaan NJOP sebagai standar nilai dari suatu harta berwujud (single value for multipurpose).
I.6 Pembatasan Masalah Batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Aktiva tetap sektor perkebunan kelapa sawit yang menjadi penelitian adalah tanah (luasan), aktiva tetap berupa tanaman yaitu areal kelapa sawit berikut kelas-kelasnya (luasan perkelas), dan aktiva tetap non tanaman seperti bangunan, jalan, dan emplasemen (luasan). 2. Referensi yang digunakan dalam interpretasi umur tanaman adalah peta tematik kebun Wajib Pajak. 3. Referensi untuk luas masing-masing kelas areal kelapa sawit adalah hasil digitasi peta kebun WP dan hasil interpretasi visual citra yang diperoleh dari penelitian Isman Hariyanto atas objek yang sama dengan judul tesis “Analisis Keakuratan Peta Hasil Interpretasi Citra Ikonos Dalam Mengidentifikasi Objek PBB Sektor Perkebunan”, ITB, tahun 2006 .
7
I.7 Metodologi Peneltian Penelitian dilakukan sesuai dengan diagram alir penelitian sebagai berikut :
Gambar I.1 Diagram alir penelitian
8
I.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan diuraikan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan maksud penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistimetika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka, berisi tentang penelitian terdahulu dan landasan teori yang terkait dengan penelitian.
Bab III Pelaksanaan Penelitian, berisi tahapan penelitian secara rinci, metode pengumpulan data dan metode analisis data.
Bab IV Hasil dan Pembahasan, berisi hasil dan pembahasan penelitian, meliputi hasil interpretasi citra, dan tinjauan teknis atas NJOP digunakan sebagai nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap.
Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran