BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Bus Rapid Transit (BRT) merupakan sebuah sistem transportasi publik dengan menggunakan bus yang mengintegrasikan perbaikan modal dan operasional untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih cepat dan lebih berkualitas dibandingkan jalur bus standar pada umumnya (Carey, 2002). Definisi yang lebih detil dikembangkan dalam proyek Transit Cooperative Research Program (TCRP) A-23, yakni BRT merupakan sebuah mode transit cepat yang fleksibel menggunakan ban karet yang mengkombinasikan stasiun (halte), kendaraan, pelayanan, jalur khusus, dan elemen dari Intelligent Transportation System (ITS) ke dalam suatu sistem yang terintegrasi dengan identitas yang kuat (Levinson, 2002). Tujuan dari sistem transportasi BRT adalah untuk mencapai kualitas layanan seperti pada transportasi dengan kereta api sementara masih dapat menikmati penghematan biaya dan fleksibilitas pada BRT (Kristijo, 2011). Sistem transportasi menggunakan BRT masih tergolong baru, dan mulai berkembang dengan pesat di beberapa kota besar dan negara berkembang di dunia. Tabel 1.1 di bawah ini menunjukkan implementasi BRT pada negara berkembang yang dikutip dari Menckhoff (2006) dalam Kristijo (2011). Tabel 1.1. Impementasi BRT pada Negara Berkembang No
Kota
Tahun Berdiri
Populasi
Panjang jalur
(juta jiwa)
(km)
1
Curitiba (Brazil)
1974
3,2
65
2
Goiania (Brazil)
1976
1,3
35
3
Quito (Ecuador)
1995
1,6
33
4
Bogota (Colombia)
2000
6.7
85
5
Leon (Mexico)
2003
4,1
26
6
Mexico City
2005
8,8
20
1
2
Tabel 1.1. Impementasi BRT pada Negara Berkembang (Lanjutan) No
Kota
Tahun Berdiri
Populasi
Panjang jalur
(juta jiwa)
(km)
7
Jakarta (Indonesia)
2004
9,5
46
8
Beijing (China)
2005
22,0
16
9
Hangzhou (China)
2006
6,8
10
Tabel
1.1
tersebut
menunjukkan
bahwa
Indonesia
mulai
mengimplementasikan sistem BRT pada tahun 2004 di kota Jakarta yang disebut dengan TransJakarta. Pada tahun 2008, sistem BRT mulai diimplentasikan di kota Yogyakarta dengan nama Trans Jogja. Kegiatan operasional bus Trans Jogja dikelola oleh PT Jogja Tugu Trans. Pembangunan Trans Jogja dirasa penting dan mendesak karena sistem transportasi Yogyakarta dan sekitarnya sebelumnya dinilai tidak efisien (Wijayanto, 2012). Mode transportasi umum yang ada di Yogyakarta sebelumnya hanya mengandalkan pada bus umum berukuran sedang (KOPATA, ASPADA, dll) dan kendaraan angkutan kota (angkot) yang memiliki kondisi fisik kendaraan dan pelayanan yang buruk (Wijayanto, 2012). Selain itu load factor bus umum yang hanya mencapai 27% (Dishub Provinsi DIY, 2008) juga menjadi permasalahan tersendiri bagi transportasi umum di kota Yogyakarta. Hal tersebut diakibatkan oleh banyaknya jumlah bus umum yang ada dan beroperasi setiap harinya, hingga mencapai lebih dari 500 kendaraan per hari (Wijayanto,2012). Berdasarkan faktafakta tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan Trans Jogja sangat penting sebagai alternatif mode transportasi umum unggulan di Yogyakarta untuk mengatasi permasalahan kemacetan dan kondisi yang tidak nyaman pada kendaraan transportasi publik. PT Jogja Tugu Trans selaku penyedia jasa layanan Trans Jogja menghadapi beberapa tantangan untuk dapat memenuhi ekspektasi kepuasan penumpang dalam hal kualitas, kenyamanan, dan keamanan, diantaranya adalah beban kerja yang sangat tinggi bagi armada bus, keterbatasan sumber daya dan umur bus yang sudah tua. Umur bus yang semakin bertambah tentu akan meningkatkan
3
kemungkinan terjadinya kerusakan pada komponen bus tersebut. Oleh karena itu diperlukan sistem manajemen perawatan yang baik bagi armada bus Trans Jogja agar dapat beroperasi dengan lancar. Kegiatan perawatan di PT Jogja Tugu Trans mengalami beberapa kendala, karena beberapa hal, antara lain adalah sistem pencatatan laporan kerusakan yang tidak lengkap dan data laporan kerusakan tertulis belum tentu benar. Kendala tersebut mengakibatkan kesulitan dalam meramalkan persediaan spare part dan memprediksi waktu antar kerusakan komponennya, sehingga kerusakan komponen bus terjadi secara tidak pasti. Ketidakpastian kerusakan bus mengakibatkan waktu antar kerusakan komponen bus bervariasi antara satu bus dengan yang lainnya, sehingga sulit untuk dilakukan prediksi dengan metode matematis yang biasanya berbentuk probabilistik. Permasalahan ketidakpastian tersebut dapat diatasi dengan menggunakan expert judgement untuk memprediksi waktu antar kerusakan bus, dalam hal ini expert adalah mekanik yang setiap hari menangani bus Trans Jogja. Penggunaan pendapat dari mekanik juga mempunyai kekurangan, yakni sangat bersifat subjektif sehingga antar mekanik yang satu dengan yang lain mempunyai pendapat yang berbeda. Sampai saat ini, penggunaan Delphi method pada proses expert elicitation untuk memprediksi waktu antar kerusakan suatu komponen masih jarang dilakukan, karena pada umumnya untuk penelitian dengan domain reliability hanya menggunakan sedikit expert antara 1-5 expert (Zuaskiani, 2006). Oleh karena itu, dalam penelitiaan ini akan dilakukan perancangan expert elicitation dengan Delphi method serta mengidentifikasi kelemahan metode tersebut. Output dari expert elicitation tersebut akan digunakan untuk mengidentifikasi parameterparameter apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemilihan expert.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana memprediksi waktu antar kerusakan komponen
4
kritis bus dengan expert judgment dan mengidentifikasi parameter-parameter apa saja yang diperlukan dalam pemilihan expert.
1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Asumsi dan batasan masalah yang akan dilakukan pada penelitian ini yakni sebagai berikut. 1.
Penelitian dilakukan terhadap bus Trans Jogja milik PT Jogja Tugu Trans (tidak termasuk fasilitas lain seperti halte).
2.
Penelitian ini difokuskan pada bus Trans Jogja dengan merk Hyundai.
3.
Objek yang diteliti adalah komponen bus Trans Jogja yang mengalami kerusakan paling banyak (komponen kritis) berdasarkan laporan operasional harian PT Jogja Tugu Trans.
4.
Permasalahan pada komponen yang muncul pada laporan operasional harian dianggap sebagai jenis kegagalan atau kerusakan.
5.
Data yang diambil merupakan data operasional harian PT Jogja Tugu Trans tahun 2012 dan 2013.
6.
Downtime setiap terjadi kerusakan komponen dianggap selama satu hari penuh dikarenakan tidak lengkapnya pencatatan downtime kerusakan.
7.
Pada perhitungan downtime dan waktu antar kerusakan komponen bus, satu hari dianggap 16 jam sesuai lama waktu operasi Trans Jogja setiap harinya dikarenakan tidak lengkapnya pencatatan downtime kerusakan.
8.
Perbaikan kerusakan komponen bus dianggap hanya pada malam hari dikarenakan tidak ada pencatatan waktu perbaikan.
9.
Expert yang digunakan dalam penelitian ini adalah mekanik yang setiap hari menangani bus Trans Jogja, baik mekanik shift maupun non shift.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Mengetahui prediksi waktu antar kerusakan komponen kritis bus dengan menggunakan expert judgment.
5
2.
Mengetahui perbandingan MTBF dari data historis dengan hasil expert elicitation.
3.
Mengetahui parameter-parameter apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemilihan expert.
1.5. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah pengetahuan baru dalam memprediksi waktu antar kerusakan apabila data historis tidak lengkap dan kerusakan terjadi secara tidak pasti, yakni dengan menggunakan expert judgement. Kriteria pemilihan expert yang menjadi output dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pada penelitian selanjutnya untuk mendapatkan hasil expert elicitation yang akurat.