Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Perbankan merupakan industri yang memiliki banyak risiko. Selain melibatkan dana masyarakat, bank harus memutarkan dana tersebut berupa: pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga dan berbagai bentuk investasi lainnya. Salah satu bentuk lembaga ekonomi yang dapat menjadi mediator kebutuhan dana masyarakat adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang berbentuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BPRS awal mulanya didirikan untuk membantu masyarakat perdesaan dalam mengembangkan bisnisnya dan terhindar dari rentenir yang memberikan bunga kredit sangat tinggi. BPRS mulai diminati oleh masyarakat sejak terjadinya krisis global tahun 1998 yang menyebabkan banyak perbankan konvensional yang dilikuidasi gara-gara kegagalan sistem bunganya, sedangkan perbankan syariah seperti Baitul Mal wat Tamwil (BMT) dapat bertahan dalam kondisi krisis karena manejeman yang bagus dan kinerja yang semakin meningkat (Isnanian, 2013). Semenjak terjadinya krisis global tersebut, mulai bermunculan bankbank yang berasaskan syariah. Contohnya bank konvensional seperti BRI, BNI dan Mandiri yang sekarang membuka pelayanan perbankan berbasis syariah dengan menggunakan sistem dual-banking yaitu terselenggaranya dua sistem perbankan (konvensional dan syariah) secara berdampingan yang
1
pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga yang terjadi adalah bank syariah tidak berdiri sendiri (mandiri) dan masih menginduk kepada bank konvensional. Perbankan konvensional serta lembaga keuangan mikro seperti BMT dan koperasi menjadi saingan berat untuk BPRS karena mereka juga memberikan pelayanan terhadap masyarakat kecil menenggah serta pelaku usaha mikro kecil menenggah (UMKM). Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut sebaiknya bprs melakukan moderisasi supaya bank umum mau bekerjasama dalam penyaluran kredit UMKM sesuai dengan Peraturan BI Nomor 14 Tahun 2012 yang menyatakan sebesar 20% portofolio bank umum harus disalurkan kepada pembiayaan UMKM. Penyaluran pembiayaan UMKM bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung atau lewat kerjasama dengan BPR. Untuk mengahadapi permasalahan persaingan dengan sesama BPRS ataupun dengan bank konvensional, maka BPRS harus mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi informasinya (Suyanto, 2013). Salah satu caranya adalah mengikuti berbagai pelatihan yang dapat menunjang karirnya sehingga karyawan tersebut dapat membantu mengembangkan BPRS. Dengan mengikuti berbagai pelatihan, karyawan diharapkan dapat mengimplementasikan ilmu yang diperoleh pada pelatihan tersebut untuk mengembangkan kinerja perusahaan sesuai dengan devisinya masingmasing.
2
Pembiayaan berpengaruh besar terhadap kondisi keuangan suatu bank. Di satu sisi pembiayaan merupakan sumber pendapatan. Di sisi lain, pembiayaan juga dapat menimbulkan kerugian yang signifikan yang terjadi jika pihak debitur tidak mampu melunasi kredit (default). Risiko pembiayaan merupakan risiko terbesar yang dihadapi oleh perbankan dibandingkan dengan risiko-risiko lain, sehingga setiap bank perlu menerapkan kebijakan yang tepat dalam hal mengelola pembiayaan untuk meminimalkan risiko, menghindari kerugian yang mungkin terjadi dan selanjutnya meningkatkan keuntungan bagi bank (Hartono, 2001). Bisnis perbankan juga rentan terhadap berbagai macam risiko jika manajemen tidak bisa mengelolanya dengan baik. Salah satu contoh risiko yang dihadapi oleh perbankan yaitu risiko kredit. Risiko kredit yaitu risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Pengelolaan risiko merupakan faktor yang sangat penting bagi bank. Untuk meminimalisir terjadinya risiko kredit maka sebaiknya perbankan mempunyai sistem pengendalian internal yang bagus dalam penyaluran kredit kepada nasabah (Suryanto, 2013). Pengendalian internal tersebut bisa menyeleksi calon kreditur yang akan meminjam dana pada bank tersebut dari berbagai aspek untuk menganalisis apakah calon nasabah tersebut kira-kira dapat mengembalikan dana pinjaman atau tidak dan untuk mengetahui apakah data-data yang diberikan oleh nasabah benar-benar valid atau tidak. Hal seperti ini jangan diabaikan karena nantinya akan mengakibatkan kerugian bagi perbankan yaitu terjadinya pembiayaan
3
bermasalah yang diakibatkan oleh kelonggaran-kelonggaran terhadap pengendalian internal bank. Untuk mengantisipasi adanya kredit bermasalah yang semakin meningkat. Sebagai wujud kehati-hatian dan upaya mendapatkan keyakinan terhadap nasabah dalam memberikan modal kredit, seharusnya BPRS tidak hanya melakukan analisis dengan menggunakan azas “the five of credit” tetapi juga menuntut adanya jaminan pokok atau tambahan. Dalam hubungan ini, peranan hak tangguhan sebagai salah satu bentuk jaminan untuk pelunasan atau penyelesaian kredit nasabah debitur yang bersangkutan. Contohnya
melalui
hak
tangguhan
atas
tanah,
akan
memberikan
perlindungan dan kepastian hukum bagi bank sebagai kreditur karena selain dapat memberikan keamanan baik dari aspek hukumnya maupun dari aspek nilai ekonomi yang selalu meningkat dari waktu-kewaktu. Jaminan yang dimaksud untuk memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak. Intinya, jika nasabah debitur cendera janji maka pihak bank sebagai kreditur berhak mengambil pelunasan kredit dari barang jaminan tersebut melalui penjualan secara lelang ataupun penjualan di bawah tangan dengan persetujuan pengadilan (Gufron, 2009). Berikut ini hasil dari beberapa penelitian mengenai penyaluran pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Rosmalinda (2011) dalam penelitian yang berjudul perspektif pencegahan pembiayaan mudharabah bermasalah di BPRS Bumi Rinjani Malang. Penelitian ini lebih berfokus kepada pembiayaan mudharabah bermasalah. Kesimpulan dari 4
penelitian Rosmalinda bahwa terdapat beberapa permasalah terkait dengan pembiayaan mudharabah yaitu masalah moral hazard dan asymmetric information serta keengganan nasabah berbagi untung, yang kesemuanya itu terjadi disebabkan seleksi kelonggaran dan pengawasan yang rendah. Adryan (2008) menganalisis pengendalian internal pada prosedur penyaluran pembiayaan di BPRS Al-Salaam. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu BPRS Al-Salaam memerlukan evaluasi yang lebih intensif terhadap kinerja para karyawan yang berwenang dalam prosedur penyaluran pembiayaan di BPRS Al-Salaam karena masih ada penerapan prosedur operasional standar yang kurang maksimal. Misalnya dalam melakukan survey terhadap calon nasabah diperlukan adanya kejelasan karyawan yang bertugas melakukan survey lapangan, agar tidak terjadi kerancuan dalam pembagian wewenang antar karyawan. Mansur (2009)
menganalisis
penerapan prinsip kehati-hatian
penyaluran kredit pada PT BPR Handayani Cipta Sejahtera di Kabupaten Wajo. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu bank selayaknya berusaha maksimal untuk menerapkan UU No 10 tahun 1998 khususnya pasal 8 ayat (1) dengan segala petunjuk teknisnya dan berusaha meningkatkan pemahaman kepada nasabah debitur atas hak-hak dan kewajiban-kewajibannya
serta
nasabah
kreditur
perlu
mendapatkan
perlindungan hukum dan kepastian hukum yang jelas dan konsisten sehingga dari awal tercipta kesepakatan yang saling menguntungkan.
5
Penelitian yang dilakukan oleh Rosmalinda (2011) dan Mansur (2009) di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pemberian pembiayaan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian terdapat berbagai kendala dalam pelaksanaannya.
Salah satu kendala yang harus dihadapi yaitu pihak
perbankan harus benar-benar
mengetahui watak calon peminjam serta
mengetahui prospek terhadap usaha yang akan dijalankan oleh calon peminjam. Upaya ini dilakukan untuk mendapatkan keyakinan bahwa uang yang dipinjamkan nantinya akan kembali sesuai dengan kesepakatan bersama. Pihak perbankan sebaiknya memperketat prosedur analisis pembiayaan dalam pengawasan pengendalian internal agar peraturanperaturan yang sudah dibuat dalam prosedur operasional standar dapat dilaksanakan dengan baik oleh para karyawan. Adryan (2008) dalam penelitian yang berjudul menganalisis pengendalian internal pada prosedur penyaluran pembiayaan di BPRS AlSalaam menyatakan bahwa pengawasan terhadap prinsip-prinsip aktivitas pengendalian internal dalam prosedur pembiayaan sebaiknya dilakukan secara
terus-menerus,
secara
mendadak
atau
tanpa
pemberitahuan
sebelumnya guna meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan, ketidakakuratan, ataupun kecurangan dalam proses penyaluran pembiayaan pada BPRS Al Salaam. Kekurangan dari penelitian sebelumnya yaitu peneliti tidak mengutarakan apakah pembiayaan bermasalah itu hanya terjadi akibat faktor internal bank saja atau ada juga faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah. Salah satu contoh faktor eksternal yang
6
menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah karena adanya persaingan bisnis atau usaha yang menyebabkan nasabah tidak bisa membayarkan uang angsuran ke pihak perbankan. Dari uraian di atas, peneliti ingin mengevaluasi sistem pengendalian internal pada prosedur pemberian pembiayaan serta mengidentifikasi faktorfaktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga (BPRS BDW) di kabupaten Bantul. Dalam berjalannya waktu, BPRS BDW mengalami berbagai kendala yang biasanya dihadapi dalam penyaluran kredit yaitu: nasabah tidak bisa melunasi hutangnya sesuai dengan jatuh tempo yang sudah disepakati bersama (kredit macet), nasabah terkadang telat dalam membayarkan angsuran setiap bulannya selama 3 bulan berturut-turut (kredit diragukan) dan ada juga nasabah yang memberikan jaminan tetapi tidak sesuai dengan besarnya pinjaman. Dari hasil obsevasi awal yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa dugaan mengenai pengendalian internal prosedur pemberian pembiayaan yang kurang efektif, yaitu: 1.
Pemeriksaan ke lapangan terhadap berkas-berkas yang diajukan oleh pemohon hanya dilakukan oleh satu orang saja sehingga terjadi data yang diperoleh kurang valid karena tidak ada pengecekan ulang yang dilakukan oleh pihak perbankan dari data yang diperoleh dilapangan.
2.
Pedoman kinerja bidang pembiayaan menurut peneliti sudah tidak relevan karena terakhir dibuat pada tahun 2004 dan sampai sekarang belum diperbaharui. Sebaiknya dilakukan pembaharuan pedoman 7
kinerja setiap 5 tahun sekali sehingga dapat menyesuaikan dengan kondisi perbankan yang mungkin sudah mengalami perubahan baik secara produk maupun peraturan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Contohnya saja BPRS BDW belum lama ini menambah produk baru yaitu permbiayaan iB BDW multi jasa dan pastinya memerlukan SOP yang baru juga. 3.
Terkadang ada nasabah yang hanya mau dilayani oleh salah satu karyawan yang dianggapnya sudah sangat kenal dalam proses permohonan pembiayaan sehingga terjadi kedekatan individual antara nasabah dengan karyawan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah karena dalam proses penilaian calon peminjam tidak objektif.
4.
Kurangnya pengawasan pembiayaan terhadap nasabah lama yang dianggap
proses pengembalian pembiayaannya
sudah bagus
sehingga waktu nasabah tersebut mau mengajukan permohonan pembiayaan lagi pihak bank hanya melakukan analisis dengan melihat daftar riwayat nasabah melalui sistem yang ada pada BPRS BDW. Risiko yang terjadi dari kurangnya pengawasan terhadap nasabah lama yaitu terdapat beberapa perubahan data-data yang diserahkan dahulu dengan sekarang. Pada peminjaman yang pertama nasabah lancar dalam proses pengangsur cicilan setiap bulannya tetapi dalam proses peminjaman yang kedua di pertengahan masa
8
peminjaman nasabah tidak mampu mengangsurnya sehingga terjadi pembiayaan bermasalah. 5.
Kurangnya evaluasi karyawan yang dilakukan oleh bank untuk mengetahui apakah nasabah memiliki kedekatan individual dengan karyawan. Kasus seperti ini pernah dialami oleh BPRS BDW sebanyak 2 kali dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Dari kasus tersebut BPRS BDW mengalami kerugian yang cukup besar. Hal ini di sebabkan karena adanya kelonggaran-kelonggaran dalam sistem pengendalian internal bank. Hasil
observasi
awal
menimbulkan
pertanyaan
apakah
pengendalian internal pada prosedur pemberian pembiayaan di BPRS BDW sudah berjalan dengan efektif? Untuk mengevaluasi tersebut maka dibutuhkan suatu standar untuk menilai keefektifan pengendalian internal yang ada di BPRS BDW. Salah satu standar yang akan digunakan oleh peneliti, yaitu diterbitkan oleh The Commite of Sponsoring Organizations of The Treadway Commision (COSO) pada tahun 1992. COSO mendefinisi pengendalian internal, dan mengoperasionalkan sebuah rerangka untuk mengevaluasi keefektifan pengendalian internal. Dalam COSO terdapat lima komponen pengendalian internal, yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, informasi dan komunikasi, aktivitas pengendalian, dan pemantauan. Pengendalian internal pembiayaan itu penting karena untuk menjaga pembiayaan yang diberikan kepada nasabah tetap menjadi 9
pembiayaan lancar, produktif dan tidak macet, karena apabila terjadi pembiayaan macet akan menimbulkan dampak penangguhan penerimaan kas (Ahmadi, 2009). Penangguhan penerimaan uang tersebut akan memberikan pengaruh yang kurang baik, apabila pemberian pembiayaan yang dilakukan terlalu besar akan terjadi penimbunan modal kerja dalam aktiva lancar pembiayaan yang diberikan. Pengendalian intern pembiayaan harus dilaksanakan untuk menghindari terjadinya pembiayaan macet dan penyelesaian pembiayaan macet. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan piutang (pembiayaan) yang baik yaitu dalam bentuk kebijaksanaan pembiayaan yang mengandung unsur pengendalian intern piutang, supaya dana yang terdapat dari para debitur dapat tertagih tepat pada waktunya sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Pengendalian internal
untuk
memperketat
mencegah
dalam
proses
adanya
pembiayaan
pencairan
macet
pembiayaan
sebaiknya
dengan
cara
pemperketat peraturan mengenai kriteria calon penerima pinjaman dan membandingkan apakah jaminan yang diberikan sesuai dengan jumlah uang yang diajukan oleh calon peminjam. Dari temuan yang diperoleh pada pengendalian internal prosedur pemberian pembiayaan disebabkan karena kelemahan sistem pengendalian internal pada perbankan. Evaluasi praktik pengendalian internal ini penting dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat kelongaran-kelongaran pada prosedur pemberian pembiayaan di BPRS BDW seperti kurangnya otorisasi yang dilakukan pihak perbankan dalam menganalisis data-data
10
calon peminjam yang nantinya akan berdampak pada risiko pembiayaan dengan menggunakan acuan rerangka COSO. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh saat observasi awal, maka peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai: 1. Mengevaluasi
sistem
pengendalian
internal
prosedur
pemberian
pembiayaan yang selama ini dilakukan, dan apakah perusahaan telah melakukan pengendalian internal prosedur pemberian pembiayaan dengan baik? 2. Mengevaluasi
praktik
pengendalian
internal
prosedur
pemberian
pembiayaan dengan mengacu pada rerangka COSO? 3. Menentukan apakah terjadinya pembiayaan-pembiayaan bermasalah disebabkan oleh sistem pengendalian internal atau faktor-faktor lain? I.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka tujuan penelitian ini adalah 1. Mengevaluasi sistem pengendalian internal pada prosedur pemberian pembiayaan
yang
selama
ini
dilakukan
oleh
perusahaan
dan
membandingkan dengan menggunakan rerangka COSO. 2. Mengevaluasi apakah temuan-temuan terhadap prosedur pemberian pembiayaan disebabkan karena pengendalian internal yang kurang efektif.
11
3. Menemukan solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada pengendalian internal prosedur pemberian pembiayaan.
I.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap beberapa pihak, antara lain: 1.
Akademisi Hasil penelitiaan ini diharapkan dapat melengkapi perkembangan literatur mengenai sistem pengendalian internal mengenai prosedur pemberian pembiayaan terutama berkaitan dengan adanya risiko pembiayaan bermasalah yang mungkin terjadi akibat pengendalian internal yang ditetapkan oleh pihak perbankan kurang efektif. Serta memberikan tambahan bukti dan diharapkan menjaadi tinjauan literatur bagi penelitian selanjutnya mengenai evaluasi sistem pengendalian internal pada perbankan syariah yang berada di Indonesia.
2.
Pihak eksternal Terutama oleh pihak masyarakat penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih jelas mengenai prosedur pemberian pembiayaan
yang dilakukan oleh perbankan syariah sehingga
masyarakat tidak perlu takut untuk datang ke bank melakukan peminjaman pembiayaan guna mengembangkan usaha karena sudah mengetahui proses-proses apa saja yang harus dilakukan untuk memperoleh pinjaman pembiayaan. Peneliti juga ingin memberikan
12
masukan oleh pihak ekternal tidak hanya melakukan peminjaman pembiayaan saja tetapi juga untuk mengetahui risiko yang biasanya terjadi pada peminjaman pembiayaan agar terhindar dari risiko-risiko tersebut. I.5 Sistematika Pembahasan Untuk memeberikan gambaran yang representatif mengenai skripsi ini maka akan diuraikan sistematika penyajian dari penulisan skripsi ini sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang berhubungan dengan judul skripsi ini sebagai acuan untuk menganalisis dan mengevaluasi masalah
BAB III : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN dan METODA PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran mengenai objek penelitian serta metoda penelitian yang digunakan penulis seperti langkahlangkah yang digunakan untuk melakukan evaluasi dan menganalisis masalah.
13
BAB IV : ANALISIS dan PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang pengendalian internal terhadap prosedur pemberian pembiayaan dan membandingkan dengan unsur-unsur pengendalian internal
dengan rerangka
COSO. Penulis juga
membandingkan prosedur pemberian pembiayaan dengan telaah literatur yang ditulis pada bab 2. BAB V
: SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi yang mengungkapkan simpulan mengenai pembahasan penelitian serta saran-saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian tersebut.
14