ANALISIS FAKTOR MASYARAKAT PEDAGANG UNTUK MENGGUNAKAN TABUNGAN SYARIAH DI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS)
Nurul Ichsan, MA Abstrak Salah satu daerah yang memiliki potensi untuk mengembangkan lembaga keuangan syariah adalah Kota Depok, dimana Kota Depok dahulu adalah kota kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bogor, yang kemudian mendapat status kota administratif pada tahun 1982. Sejak 20 April 1999, Depok ditetapkan menjadi kotamadya (sekarang: kota) yang terpisah dari Kabupaten Bogor. Salah satu potensi Kota Depok adalah sektor perdagangan merupakan sektor ekonomi yang banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat dalam kegiatan ekonomi baik itu secara formal maupun informal. Kota depok memiliki jumlah penduduk 1.7 juta jiwa, namun potensi yang besar baru tergarap paling hanya 2 persen. Penelitian yang diangkat ini yaitu untuk mengetahui bagaimana karakteristik pedagang di Kota Depok yang memiliki preferensi untuk menggunakan produk BPRS dan faktor apa sajakah yang paling dominan mempengaruhi preferensi pedagang di Kota Depok untuk menggunakan produk tabungan syariah. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif untuk menjelaskan profil responden. Hasil analisa dan pembahasan mununjukan mayoritas pedagang di Kota Depok lebih banyak memilih menjadi nasabah penabung di BPRS, faktor utama yang mendorong memilih produk tabungan di BPRS lebih disebabkan karena memiliki keyakinan bahwa menabung itu hemat, karena merasa menyimpan dananya BPRS jauh lebih aman jika dibandingkan dengan menyimpannya sendiri, faktor terakhir yaitu adanya kemudahan bertransaksi di BPRS dimana para pedagang tidak perlu lagi meninggalkan dagangannya untuk bertransaksi dengan BPRS melainkan petugas BPRS yang datang mengunjungi pedagang, kemudahan bertransaksi ini menjadi daya tarik pedagang untuk menggunakan produk tabungan BPRS.
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Penelitian Badan Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan status hukumnya disahkan dalam Paket Kebijakan Keuangan Moneter dan Perbankan melalui Pakto tanggal 27 Oktober 1988. Pada hakekatnya BPR merupakan penjelmaan dari Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan atau lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu (Subagyo, 2002).
1
Thomas Timberg, Ekonom Bank Dunia, dalam acara The 2nd Bank Indonesia International Seminar on Islamic Finance di Bandung 8 Mei 2012, mengatakan alasan yang dikemukakan para nasabah non muslim adalah jasa keuangan syariah dinilai lebih murah, mudah, dan tidak menyusahkan. "Survei tersebut mengungkapkan hanya 30% alasan nasabah mengakses sektor keuangan syariah karena pengaruh keagamaan,” kondisi ini mengindikasikan kebutuhan dan permintaan jasa keuangan syariah merupakan kebutuhan yang rasional. Berdirinya BPR Syariah tidak bisa dilepaskan dari beberapa pengaruh diantaranya; Pertama, dampak dari berdirinya lembaga-lembaga keuangan yang memiliki legalitas Undang-Undang Pokok Perbankan keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut diperjelas melalui izin dari Menteri Keuangan. Kedua, BPR Syariah muncul karena inspirasi dari Bank Syariah nasional yang berdiri sejak tahun 1992. Tetapi secara konseptual karena ada keterbatasan jangkauan operasi dari Bank Syariah Nasional di berbagai wilayah tertentu maka diperlukan BPR Syariah yang secara teknis dirancang untuk menangani masalah keuangan masyarakat di wilayah-wilayah tersebut. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dari tahun ke tahun semakin bertambah dan
menunjukkan
pertumbuhan
yang
signifikan,
diantaranya
adalah
pertama,
pertambahan jumlah kantor. Hal ini dapat dilihat melalui grafik pertambahan jumlah kantor BPRS di bawah ini: Tabel 1.1 Perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Tahun Keterangan 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Jumlah Bank
92
105
114
131
138
150
154
Jumlah Kantor
92
105
185
202
225
289
299
Sumber: Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah Desember 2011
Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan Jumlah BPRS meningkat sekitar 6% setiap tahun dari tahun 2005 sampai 2007, bahkan ditahun 2008 meningkat mencapai 2
15%, kemudian di masih menunjukkan trend yang meningkat, hingga di tahun 2011 meningkat mencapai 3%. Kedua, adalah peningkatan total pembiayaan yang disalurkan BPRS. Pembiayaan tumbuh tahun 2008 sebesar Rp 364 milyar (40,80%) menjadi Rp 1.256 milyar, pada tahun 2009 meningkat sebesar Rp 312 milyar (24,84%) menjadi Rp 1.568 milyar, pada tahun 2010 meningkat sebesar Rp 492 milyar (31,37%) menjadi Rp 2.060 milyar dan data tahun 2011 menunjukan peningkatan sebesar Rp 615 milyar (29,85%) menjadi Rp 2.675 milyar (BI, 2012). Ketiga, trend pertumbuhan Aset BPRS terus tumbuh dan berkembang setiap tahunya Aset BPRS pada tahun 2008 meningkat dibandingkan tahun 2007 sebesar Rp 478 milyar (39,34%) tumbuh menjadi Rp 1.693 milyar, pada tahun 2009 meningkat Rp 430 milyar (25,39%) tumbuh menjadi Rp 2.123 milyar, pada tahun 2010 meningkat sebesar Rp 615 milyar (28,96%) tumbuh menjadi Rp 2.738 milyar dan akhir tahun 2011 tumbuh sebesar Rp 414 milyar (15,11%) sehingga menjadi Rp 3.520 milyar (BI, 2012). Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan tersebut merupakan dari banyaknya masyarakat yang semakin percaya serta memiliki minat yang tinggi terhadap BPRS. Perkembangan yang keempat, BPRS dengan peningkatan dana pihak ketiga pada tahun 2008 sebesar Rp 258 milyar (35,98%) yaitu menjadi Rp 975 milyar, pada tahun 2009 sebesar Rp 183 milyar (18,76%) yaitu menjadi Rp 1.158 milyar dan meningkat terus pada tahun 2010 sebesar Rp 445 milyar (38,42%) menjadi Rp 1.603 milyar dan akhir tahun 2011 meningkat sebesar Rp 492 milyar (30,69%) menjadi Rp 2.095 milyar (BI, 2012). Penghimpunan tersebut baru menunjukkan jumlah rekening BPRS sebanyak 681 ribu akhir tahun 2011 artinya baru mencapai 2 % dari jumlah penduduk yang ada di Indonesia. Padahal potensi Indonesia sangat besar, terlihat beberapa daerah terdapat pasar tradisional, pertokoan, serta tempat tinggal masyarakat yang sangat besar potensinya untuk produk penghimpunan dana terutama produk tabungan syariah. Salah satu daerah yang memiliki potensi untuk mengembangkan lembaga keuangan syariah adalah Kota Depok, dimana Kota Depok dahulu adalah kota kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bogor, yang kemudian mendapat status kota administratif pada tahun 1982. Sejak 20 April 1999, Depok ditetapkan menjadi kotamadya (sekarang: kota) yang terpisah dari Kabupaten Bogor. Berdasarkan situs resmi Kota Depok terdiri atas 11 3
kecamatan, yang dibagi menjadi 63 kelurahan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 mencapai 1.736.565 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki 879.325 jiwa dan penduduk perempuan 857.240 jiwa. Sedangkan sex ratio Kota Depok adalah 103. Salah satu potensi Kota Depok adalah sektor perdagangan merupakan sektor ekonomi yang banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat dalam kegiatan ekonomi baik itu secara formal maupun informal. Jumlah pasar di Kota Depok ada 6 buah, dengan total kios, los dan kaki lima masing-masing sebanyak 2.454 kios, 2.130 los dan 1.501 kaki lima. Sedangkan petugas retribusi dan kebersihan sebanyak 72 orang. Data Pertumbuhan Lembaga Keuangan Non Bank dalam hal ini lembaga koperasi yang ada di Kota Depok menunjukan pertumbuhan pesat. Berdasarkan sumber dinas koperasi Kota Depok, jumlah lembaga koperasi yang tersebar di 11 kecamatan pada tahun 2010 berjumlah 887 dengan total aset sebesar Rp 68.612.592.831. Pada sektor keuangan syariah non bank yakni Koperasi BMT, di Kota Depok terdapat 38 BMT yang sangat eksis dengan total aset sebesar Rp 3.111.225.921 dengan perolehan SHU sebesar Rp 931.299.919. Kinerja koperasi di Kota Depok menunjukan banyak minat masyarakat terhadap jasa keuangan kecil dan mikro. sebesar Rp. 277.839.590 (ribu) pada tahun 2011 tumbuh sebesar Rp 80.552.856 (ribu) atau sebesar 29 % menjadi Rp 358.392.458 (ribu) Sementara aset BPRS per 31 Desember 2010 sebesar Rp 187.662.368 (ribu) pada tahun 2011 tumbuh sebesar Rp 23.313.750 (ribu) atau tumbuh sebesar 12.42 % menjadi Rp 210.976.118 (ribu). Posisi Penghimpunan Dana masyarakat di 4 BPRS per 31 Desember 2011 sebesar Rp 151.228.779 (ribu) mengalami peningkatan pada tahun 2011 yakni tumbuh sebesar Rp 22.864.046 (ribu) atau sebesar 15,12 % menjadi Rp 174.092.825 (ribu).Sedangkan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan per 31 Desember 2010 sebesar Rp 166.046.540 (ribu) tumbuh dan meningkat sebesar Rp 12.512.114 (ribu) atau sebesar 7,54%
menjadi Rp 178.558.654 (ribu). Sehingga Financing Debt To Ratio
(FDR) BPRS di Kota Depok per 31 Desember 2011 menunjukan persentase sebesar 97,50 %, kondisi ini menunjukan bahwa keberadaan BPRS di Kota Depok sangat dibutuhkan para pelaku UMKM. Berdasarkan field study, sebagaian besar kinerja Bank Perkreditan Rakyat maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah memiliki tingkat petumbuhan sangat besar. Oleh sebab itu, menjadi menarik untuk diteliti, bagi masyarakat yang sudah memakai jasa BPRS
4
dalam hal ini adalah menabung di BPR Syariah, menjadi perhatian khusus dimana motif apa yang menjadikan masyarakat khususnya Kota Depok menggunakan produk jasa tabungan di BPRS. 2. Identifikasi dan Pembatasan Masalah Jumlah nasabah yang berhasil dihimpun BPRS adalah 681.000 rekening dengan nilai nominal penghimpunan dana baik tabungan maupun deposito di BPRS berjumlah Rp 1.9 triliun. Padahal Indonesia memiliki masyarakat muslim 80% dari jumlah penduduk 240 juta. Salah satu wilayah adalah kota depok yang memiliki jumlah penduduk 1.7 juta jiwa, namun potensi yang besar baru tergarap paling hanya 2 persen. Inilah masalah utama yang teridentifikasi. Ada kalanya dalam penelitian terdapat masalah yang sangat luas. Oleh karena itu peneliti mengidentifikasi dan membatasi masalah agar dalam pembahasan tidak meluas. Batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini hanya dilakukan pada masyarakat pedagang di Kota Depok yang menggunakan produk BPRS baik itu tabungan maupun pembiayaan. 2. Penelitian ini hanya dilakukan untuk melihat preferensi masyarakat pedagang di Pasar Kota Depok untuk menggunakan produk BPRS. 3. Dalam penelitian ini ada 22 variabel yang digunakan untuk melihat faktor pendorong pedagang di Kota Depok terhadap produk BPRS baik itu produk tabungan ataupun pembiayaan. Variabel tersebut dikelompokkan ke dalam 4 faktor utama antara lain: faktor pribadi dari nasabah, faktor psikologis, faktor ekonomi dan faktor budaya. Adapun pembahasan secara lebih rinci mengenai variabel akan dijabarkan di bagian instrumen penelitian. 4. Penelitian hanya menyoroti beberapa faktor dengan melihat beberapa pilihan masyarakat 3. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat dipaparkan pada penelitian ini adalah, Bagaimana karakteristik pedagang di Kota Depok yang memiliki preferensi untuk menggunakan produk BPRS? Dan Faktor apa yang paling dominan mempengaruhi preferensi pedagang di Kota Depok untuk menggunakan produk tabungan syariah?
5
4. Tujuan Penelitian Penelitian tentang analisis faktor masyarakat pedagang untuk menggunakan tabungan syariah di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) merupakan pembahasan yang dapat memberikan gambaran bagimana nasabah dan masyarakat yang sekarang ini mulai mengenal tentang perbankan syariah dan dapat memilih konsep syariah dalam dunia keuangan sehingga dapat memaparkan seberapa kepedulian mereka tentang keberadaan jenis pembiayaan yang ditawarkan oleh BPRS. Kajian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas khususnya civitas akademika Uhamka dalam hal pembiayaan di BPRS dan alasan mereka yang menggunakan jasa BPRS. Jika dalam pembahasan nanti kemudian terdapat kekurangan dan kelemahan baik dari cara penulisan, struktur, materi, isi pembasan, teknis operasional hingga hasil analisis yang dicapai, selanjutnya dapat dijadikan rujukan bagi Uhamka dan pelaksanaannya maka dapat dilakukan upaya upaya penyempurnaan dan perbaikan mutu yang lebih baik. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, banyak sekarang di Depok BPRS yang dapat diakses oleh warga Depok, baik yang berada di jalan utama maupun di daerah daerah sekitar dan pinggiran Depok, agar mendapat informasi yang faktual dan aktual maka kajian respon masyarakat terhadap BPRS khususnya masyarakat sekitar wilayah ini diambil dari pusat BPRS dan daerah pasar sebagai nasabah dari BPRS sehingga harapan kami dapat melihat faktor apa yang menjadi pendorong bagi mereka memilih BPRS. Agar lebih terinci dan jelas, tujuan dalam penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, yaitu:
Untuk mengetahui karakteristik masyarakat Kota Depok yang memiliki preferensi untuk menggunakan tabungan syariah
Untuk mengetahui faktor dominan apa yang mempengaruhi preferensi Masyarakat Kota Depok untuk menggunakan produk tabungan syariah.
Dengan mengetahui perilaku masyarakat pedagang menggunakan jasa BPRS dapat mengetahui langkah-langkah apa yang harus dikembangkan oleh BPRS dalam menggarap nasabah baru
Penting juga bagi pedagang, apa yang menjadi kebutuhan terhadap hadirnya BPRS, sehingga bisa melayani masyarakat.
6
Bagi Uhamka ini merupakan penelitian yang sangat membantu peran kampus dalam tridharma perguruan tinggi dalam mengembangkan ilmu ekonomi Islam sehingga dapat memahami karakteristik masyarakat muslim Indonesia, dan kemajuan bangsa ini.
Bagi Fakultas Agama Islam penelitian ini guna memajukan kualitas dosen dalam menambah ilmu pengetahuan, wawasan berekonomi syariah, serta juga bentuk kepedulian fakultas atas penelititan dan kemajuan ilmu ekonomi Islam serta perbankan syariah khususnya.
5. Manfaat Penelititan Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:
Memberikan sumbangan pikiran kepada pemerhati ekonomi Islam khususnya perbankan syariah yang tengah giat giatnya membangun ekonomi berlandaskan Islam
Memberikan gagasan kepada para penguasa masyarakat agar lebih dapat memberikan peraturan peraturan daerah mapun undang undang dan ketentuan hukum yang baik bagi perkembangan perbankan syariah khususnya di daerah Depok ini.
Memberikan informasi kepada masyarakat luas bahwa konsep yang diberikan oleh pembiayaan BPRS juga menguntungkan dan dapat bersaing dengan jenis kredit ataupun pembiayaan lainnya.
Memberikan informasi yang faktual kepada BPRS bahwa keinginan dan kemauan masyarakat untuk mengikuti program yang ditawarkan oleh BPRS haruslah diikuti dengan pelayanan yang maksimal dan prima serta daya saing yang kuat terhadap kredit yang diberikan oleh perbankan konvensional ataupun bantuan bantuan keuangan lainnya yang sekarang banyak tumbuh dimasyarakat.
Bagi akademisi khususnya ilmuwan di Uhamka semoga berguna untuk menambah pengetahuan tentang pembiayaan BPRS yang ada di lingkungan masyarakat.
B. PEMBAHASAN 1. KERANGKA TEORI a. Pengertian Potensi 7
Potensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Potensi yang akan di teliti dalam penelitian ini akan dikaitkan dengan demografi dan psikografi. variabel demografi yang akan diteliti antara lain umur, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama (Kotler, 2001) sedangkan variabel psikografi antara lain Life style, Personality dan value (Kotler, 2001). b. Perilaku konsumen 1)
Pengertian Perilaku Konsumen
Ada beberapa pengertian mengenai perilaku konsumen menurut beberapa ahli pemasaran : 1. Perilaku Konsumen (consumer behaviour) adalah ”aktivitas-aktivitas individu dalam pencarian, pengevaluasian, pemerolehan, pengonsumsi, penghentian pemakaian barang dan jasa” (Craig-Lees, Joy & Browne, 1995) 2. Perilaku Konsumen adalah ”studi mengenai proses-proses yang terjadi saat individu atau kelompok menyeleksi, membeli, menggunakan, atau menghentikan pemkaian produk, jasa, ide, atau pengalaman dalam rangka memuaskan keinginan dan hasrat tertentu” (Solomon, 1999) 3. Perilaku konsumen adalah ”perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghentikan konsumsi produk, jasa dan gagasan” (Schiffman & Kanuk, 2000) 4. Perilaku Konsumen adalah ” Studi mengenai individu, kelompok atau organisasi dan proses-proses yang dilakukan dalam memilih, menentukan, mendapatkan, menggunakan, dan menghentikan pemakaian produk, jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan serta dampak proses-proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat” (Hawkins, Bbest & Coneu, 2001) 5. Perilaku konsumen adalah ” aktivitas mental dan fisik yang dilakukan oleh pelanggan rumah tangga (konsumen akhir) dan pelanggan bisnis yang menghasilkan keputusan untuk membayar, membeli, dan menggunakan produk dan jasa tertentu”(Sheth & Mittal, 2004).
8
Dari kelima pengertian perilaku konsumen diatas maka dapat diringkas bahwa perilaku konsumen adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu/konsumen dalam mengambil keputusan, baik dalam pre-purchase, purchase maupun post-purchase. Pengertian perilaku konsumen sering dikacaukan dengan pengertian perilaku pembeli padahal perilaku konsumen (consumer behaviour) dengan perilaku pembeli (buyer behaviour) itu adalah hal yang berbeda. Perilaku konsumen (consumer behaviour) adalah aktivitas langsung terlibat dalam memperoleh dan menggunakan barang-barang atau jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan. Jadi, perilaku konsumen merupakan aktivitas manusia yang meliputi:
Kegiatan mencari
Kegiatan mengevaluasi alternatif
Keputusan Pembelian
Kegiatan menggunakan
Kegiatan menilai tingkat kepuasan
Sedangkan perilaku pembeli (buyer behaviour) atau perilaku pelanggan (customer behaviour) hanya berkisar pada proses pembelian atau pertukaran. Dengan demikian mempunyai pengertian lebih sempit, karena tidak menyangkut proses secara keseluruhan seperti pada proses perilaku konsumen. 2)
Model perilaku konsumen
Model dari perilaku konsumen digunakan sebagai usaha untuk mempermudah untuk memahami perilaku konsumen. Sebuah model adalah sebuah penyederhanaan gambaran dari kenyataan (Swasta & Handoko). Penyederhanaan ini melalui pengaturan aspek-aspek dari kenyataan dan hanya terdiri dari aspek-aspek yang membuat pembuat model tertarik (Swasta & Handoko). Sebagai contoh jika mengartikan perilaku konsumen sebagai suatu proses pengambilan keputusan, maka titik berat model adalah proses tersebut. Bentuk model dapat bermacam-macam, model dapat merupakan uraian secara verbal, atau dengan menggunakan simbol-simbol matematis. Model perilaku konsumen kebanyakan diuraikan secara verbal. Model perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai kerangka kerja penyederhanaan
untuk
menggambarkan
aktivitas-aktivitas
konsumen
(Saladin).
9
Modelisasi perilaku konsumen sangat membantu pemasar untuk melihat dan menganalisis perilaku seseorang dalam membeli suatu produk atau jasa. Adapun salah satu model perilaku konsumen menurut philip kotler adalah sebagai berikut:
10
Model perilaku konsumen yang disederhanakan
puas
Pengenalan kebutuhan
Pencarian informasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
Evaluasi Informasi
Keputusan pembelian
Pengaruh Pemasaran :
-Faktor budaya
- Produk
- Process
-Faktor sosial
- Price
- People
-Faktor pribadi
- Place
- Phsical evidence
-Faktor Psikologis
- Promotion
Perilaku pasca pembelian Tidak puas
Sumber : Philip kotler, manajemen Pemasaran, 2005 hal. 203. Data dimodifikasi
11
Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian. Proses pembelian konsumen terdiri dari lima tahap yaitu :1) menganalisis kebutuhan 2) mencari informasi, 3) mengevaluasi informasi, 4) Keputusan pembelian, 5) perilaku pasca pembelian. Keseluruhan proses tersebut diatas hanya dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada pembelian pertama. Artinya seluruh proses tersebut diatas tidak selalu dilakukan oleh konsumen. Konsumen akan lebih mudah mengambil keputusan dalam pembelian ulang atau yang sifatnya terus menerus atau dengan kata lain jika konsumen merasa puas maka ia tidak akan mealui proses awal mungkin ia akan langsung ketahap proses keputusan pembelian. Adapun penjelasan model perilaku konsumen secara tahap pertahap : a)
Pengenalan Kebutuhan dan Keinginan
Penganalisisan kebutuhan ini ditujukan untuk mengetahui adanya kebutuhan yang belum terpenuhi. Apakah kebutuhan tersebut harus segera dipenuhi atau masih bisa ditunda pemenuhanya. Kebutuhan dapat dipengaruhi oleh stimulus internal dan juga stimulus eksternal. Adanya kebutuhan yang belum terpenuhi sering diketahui secara tiba-tiba pada saat konsumen berjalan-jalan ketoko atau sedang berbelanja atau pada saat melihat iklan ditoko, koran ataupun dari keluarga. Pengenalan kebutuhan konsumen adalah adanya perbedaan antara keadaan yang ada saat ini (keadaan aktual) dengan keadaan yang diinginkan. Contoh : Seorang konsumen sekarang merasa lapar (keadaan aktual) dan untuk menghilangkan rasa lapar (keadaan yang diinginkan). maka ia butuh sepiring nasi ataupun makanan untuk memenuhi kebutuhannya menghilangkan rasa lapar. b)
Pencarian Informasi
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak mengenai produk yang dibutuhkannya. Pencarian informasi dapat bersifat aktif ataupun pasif. Pencarian informasi yang bersifat aktif dapat berupa : mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu ataupn juga untuk membuat perbandingan harga atau kualitas produk sedangkan pencarian informasi secara pasif
12
mungkin hanya membaca suatu iklan dimajalah atau koran tanpa memiliki tujuan khusus dalam pikiran konsumen tentang gambaran produk yang diinginkan. Seorang konsumen yang membutuhkan suatu informasi tentang suatu produk atau jasa, maka sumber informasinya dapat bersumber dari internal maupun eksternal. Adapun sumber internal yaitu bersumber dari komunikasi perorangan dan pengaruh perorangan misalnya : bersumber dari keluarga, teman, tetangga dan kenalan Sedangkan informasi eksteren dapat berasal dari media massa seperti;majalah, TV, surat kabar,radio dan juga sumber informasi dari kegiatan pemasaran perusahaan. . Menurut Philip Kotler, sumber informasi konsumen digolongkan kedalam empat kelompok yaitu : 1. Sumber pribadi
: keluarga, teman, tetangga, kenalan
2. Sumber Komersial : Iklan,Wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan 3. Sumber politik
: Media massa.
4. Sumber pengalaman: Pemakaian produk sebelumnya. Sebagian besar konsumen mendapatkan informasi produk berasal dari sumber komersil. Tapi sumber yang paling efektif adalah bersumber dari sumber pribadi. Melalui pengumpulan informasi konsumen bisa mempelajari merek-merek yang bersaing dengan fitur-fiturnya. c)
Evaluasi Alternatif
Setelah konsumen mencari informasi, maka konsumen mengevaluasi berbagai alternatif pilihan dalam memenuhi kebutuhan. Evaluasi alternatif timbul karena banyaknya rangsangan-rangsangan alternatif pilihan atau banyaknya rangsanganrangsangan yang masuk dalam diri konsumen. Untuk menilai alternatif pilihan konsumen, terdapat 5 konsep dasar yang dapat dipergunakan untuk membantu pemahaman proses evaluasinya yaitu : i.
Product atribute (sifat-sifat produk), apa yang menjadi ciri-ciri khusus dan perhatian konsumen terhadap produk tersebut. Misalnya konsumen hendak membeli handphone. Ciri khusus adalah bentuk atau corak warna.
13
ii.
Importance weight (nilai kepentingan), kecendrungan konsumen untuk lebih memperhatikan nilai kepentingan yang berbeda-beda pada setiap atribut produk yang dianggapnya lebih menonjol untuk diperhatikan. Contoh : konsumen mempunyai tujuan pembelian untuk kepentingan meningkatkan prestisenya jadi dia membeli handphone blackberry, akan tetapi jika konsumen mempunyai tujuan pembelian untuk kepentingan komunikasi mungkin dia hanya membeli handphone nokia biasa.
iii.
Brand belief (kepercayaan terhadap merek), kecendrungan konsumen untuk lebih memperhatikan pada merek suatu produk yang memang amat menonjol menurut pandangannya, sehingga menciptakan brand image pada konsumen tersebut. Misalkan, handphone nokia. Konsumen lebih percaya dengan merek nokia dibandingkan dengan merek lain karena nokia lebih tahan banting ataupun nokia lebih bisa meningkatkan prestise.
iv.
Utility
function
(fungsi
kegunaan),
bagaimana
konsumen
mengaharapkan kepuasan atas fungsi dasarnya saja sehingga tidak terlalu membutuhkan fungsi yang lain Misalnya : Seorang konsumen yang sedang membutuhkan handphone, karena ia hanya butuh handphone untuk sms dan telepon jadi mungkin konsumen tersebut hanya akan membeli handphone yang tidak terlalu banyak fiturnya cukup untuk berkomunikasi saja. v.
Preference
attitudes
(Sikap
kesukaan),
bagaimana
konsumen
memberikan sikap preferensi (tingkat kesukaan) terhadap merek-merek alternatif melalui prosedur penilaian yang dilakukan konsumen. Misalnya ada beberapa merek handphone yaitu Nokia, Sony Ericsson, Samsung. Mungkin konsumen akan lebih menyukai Nokia daripada merek yang lain. Dalam mengevaluasi alternatif tidak dapat dipisahkan dari sumber-sumber yang dimiliki oleh konsumen seperti waktu dan uang. Alternatif-alternatif pembelian yang telah diidentifikasikan,
14
dinilai dan diseleksi menjadi alternatif pembelian yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta keinginan konsumen. d)
Keputusan Pembelian Setelah melakukan evaluasi alternatif terhadap produk atau jasa yang
diinginkan, maka konsumen akan menentukan produk atau jasa yang akan dipilihnya. Konsumen biasanya memilih produk atau jasa yang paling disukai. Bila konsumen mengambil keputusan, maka keputusan tersebut menyangkut jenis produk, merek, model, kualitas, waktu, harga, cara pembayaran. Secara umum pengambilan keputusan tersebut dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor yang pertama adalah faktor internal yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri konsumen itu sendiri. Faktor internal ini mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk mempengaruhi keputusan pembelian. Sedangkan faktor Eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri konsumen seperti keluarga, teman, promosi, harga, merek dsb.
e)
Perilaku pasca pembelian
Setelah membeli produk dan menggunakan produk atau jasa, maka konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan. Jika kinerja produk atau jasa lebih rendah dari pada harapan, maka konsumen akan kecewa. Akan tetapi jika kinerja produk sesuai dengan harapan konsumen, maka konsumen akan puas dan jika kinerja produk melebihi harapan maka konsumen akan sangat puas. Kepuasan dan Ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi perilau konsumen. Jika konsumen puas, maka kemungkinan ia akan membeli kembali produk tsb. Akan tetapi jika tidak puas, maka kemungkinan konsumen tidak akan membeli kembali produk tersebut dan akan kembali ketahap pencarian informasi. c.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen Tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi konsumen untuk mau membeli
barang dan jasa perusahaan. Hal ini sangat penting bagi manajer pemasaran untuk memahami mengapa dan bagaimana tingkah laku konsumen sehingga perusahaan dapat mengembangkan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan produknya secara lebih baik. Dengan mempelajari perilaku pembeli, manajer akan mengetahui apa
15
keinginan
dan
kebutuhan
yang
belum
terpenuhi
sehingga
manajer
bisa
mengidentifikasinya untuk membuat segmentasi pasar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut philip kotler dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Kebudayaan - Budaya - Sub budaya - Kelas sosial
Pribadi
Sosial
- Usia dan tahap daur hidup
Pembeli
- Pekerjaan
- Kelompok Acuan - Keluarga - Peran & status
- Situasi ekonomi - Gaya Hidup - Kepribadian
Psikologis - Motivasi - Persepsi - Pembelajaran - Sikap dan Kepercayaan
Sumber : Philip Kotler, Dasar-dasar manajemen pemasaran Hal, 242 Gambar Dimodifikasi Menurut Philip Kotler ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen sebelum konsumen memutuskan menggunakan suatu produk atau jasa yaitu : 1.
Faktor Kebudayaan
16
a.
Kebudayaan Kebudayaan sifatnya sangat luas, dan menyangkut segala aspek kehidupan
manusia. Menurut Stanton Budaya merupakan simbol dan faktor yang kompleks, yang diciptakan oleh manusia, yang diturunkan dari generasi kegenerasi yang lain, sebagai suatu penentu dan pengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat. Simbol dapat bersifat tidak kentara (seperti sikap, pendapat, kepercayaan, nilai, bahasa dan agama) atau bisa juga bersifat kentara (seperti; alat-alat, perumahan, produk karya seni). Setiap orang akan merasakan lapar, tetapi apa yang harus dimakan dan bagaimana caranya memuaskan rasa lapar tersebut, semua ini terdapat dalam kebudayaan. Jadi dalam kehidupan manusia memang perilaku manusia ditentukan oleh kebudayaan, dan pengaruhnya akan selalu berubah setiap waktu sesuai dengan kemajuan dan perkembangan zaman dari masyarakat. Contoh : : masyarakat papua yang mempunyai kebudayaan makanan pokoknya sagu, maka jika ia diberikan makanan pokoknya nasi maka bisa jadi masyarakat papua akan menolaknya karena tidak sesuai dengan kebudayaannya. b.
Sub Budaya Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub budaa yang lebih
menampakkan identifikasi dan sosialisasi
khusus bagi para anggotanya. Sub
budaya mencakup kelompok-kelompok kebangsaan seperti Indonesia, Malaysia, Australia, dsb, Kelompok-kelompok keagamaan seperti Islam, katolik, Kristen, Budha, Hindu, dan Kelompok-kelompok ras seperti : Negro, Aborigin dsb. Kebudayaan-kebudayaan khusus ini mempunyai peranan penting dalam perilaku konsumen terhadap penggunaan suatu produk atau jasa, contohnya : Ani seorang yang beragama islam, ia akan menolak makanan yang mengandung zat-zat haram seperti daging babi,
Islam mengharamkan untuk mengkonsumsi daging babi
karena dapat membahayakan kesehatan. 2.
Faktor Sosial
a.
Kelompok acuan
17
Kelompok acuan seseorang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan. Adapun beberapa kelompok keanggotaan merupakan kelompok primer, seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja yang berinteraksi dengan seseorang secara terus menerus dan informal. Selain kelompok primer ada yang disebut kelompok sekunder, seperti kelompok keagamaan, profesi dan asosiasi. Kelompok acuan mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembeliannya, dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. Oleh karena itu, konsumen selalu mengawasi kelompok tersebut baik tingkah laku fisik maupun mentalnya.
Jika dilihat, biasanya masing-masing kelompok mempunyai
pelopor opini yang dapat mempengaruhi anggota-anggotanya dalam membeli sesuatu. Interaksi mereka sering dilakukan secara individual (langsung bertatap muka), sehingga seseorang mudah terpengaruh oleh orang lain untuk membeli sesuatu. Kadang-kadang nasehat orang lain lebih berpengaruh daripada iklan dimajalah, surat kabar, televisi atau media lainnya. Serta norma kelompok dapat ikut pula mempengaruhi masing-masing anggota kelompok. Contoh : seorang anak muda yang menggandrungi seorang penyanyi atau artis, maka ia akan cenderung meniru cara berpakaian, potongan rambut dan gaya artis atau penyanyi yang ia gandrungi.
b.
Keluarga Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat, dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Dalam keluarga, masing-masing dapat berbuat hal yang berbeda untuk membeli sesuatu. Setiap anggota keluarga memiliki selera, kebutuhan dan keinginan yang berbeda. Misalnya anak-anak, tidak selalu bisa menerima apa saja dari orang tua mereka, tetapi menginginkan juga sesuatu yang lain. Apalagi anak-anak yang sudah besar, keinginan mereka semakin banyak.
18
Namun demikian terdapat kebuuhan keluarga yang digunakan oleh seluruh anggota keluarga, seperti : meubel, televisi, Lemari es. Oleh sebab itu manajer pemasaran perlu mengetahui siapa sebenarnya : 1. Siapa yang mempengaruhi keputusan untuk membeli 2. Siapa yang membuat keputusan untuk membeli 3. Siapa yang melakukan pembelian 4. Siapa pemakai produknya. Keempat hal tersebut diatas dapat dilakukan oleh orang-orang yang berbeda. Suatu saat seseorang anggota keluarga dapat berfungsi sebagai pengambil keputusan, tetapi pada saat yang lain ia dapat berbuat sebagai pembeli. Sering ditemukan bahwa keputusan untuk membeli dibuat bersama-sama antara suami dan istri, kadang-kadang anak juga dilibatkan, terutama untuk membeli kebutuhan seluruh keluarga. Contoh : Untuk pembelian makanan, alat-alat dapur, dan juga barang-barang yang nilainya kecil pengambilan keputusan pembelian lebih ditangan istri tapi untuk pembelian produk dan jasa yang mahal seperti mobil, liburan, atau perumahan kebanyakan istri dan suami yang terlibat dalam pengambilan keputusan bersama (Thedore levitt, 1960) 3.
Faktor Pribadi
a.
Usia Memahami usia konsumen adalah penting karena setiap konsumen akan
membeli produk atau jasa yang berdeda-beda sesuai dengan usianya. Selera seseorang terhadap sesuatu juga dipengaruhi oleh usia. Contohnya : Ketika masih bayi, maka manusia akan makan makanan bayi selama bertahun tahun. Ketika tumbuh maka manusia akan mengkonsumsi makanan yang berbeda beda dan beranekaragam. Serta selera orang terhadap pakaian, perabot, dan rekreasi juga berhubungan dengan usia. b.
Pekerjaan
19
Pekerjaan seseorang memiliki peran dalam menentukan keputusannya untuk menggunakan produk dan jasa. Pekerjaan mempunyai hubungan dengan pendidikan konsumen karena beberapa profesi seperti pegawai bank, pengacara, akuntan dan lainnya memerlukan syarat-syarat formal agar bisa bisa bekerja sebagai profesi tsb. Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya contohnya: Seorang direktur akan membeli pakaian yang mahal, perjalanan dengan pesawat udara dan perahu layar besar. c. Keadaan ekonomi Keadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi terhadap pilihan produknya. Keadaan ekonomi seseorang terrdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, jumlah tabungan dan sikap berbelanja. Contoh: Ani dapat mempertimbangkan membeli sebuah handphone blackberry jika ia telah mampu memenuhi kebutuhan primer dan sekundernya. Artinya Ani memiliki kelebihan dana dari jumlah pengeluarannya untuk kebutuhan primer dan sekunder. d. Gaya hidup Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka oleh karenanya, hal ini berhubungan dengan tindakan dan perilaku sejak lahir, berbeda dengan kepribadian, yang menggambarkan konsumen dari perspektif yang lebih internal yaitu karakteristik pola berfikir,dan perasaan. e. Kepribadian Kepribadian dan konsep diri, Setiap orang memiliki karakteristik kepribadian
yang
berbeda
yang
mempengaruhi
perilaku
pembeliannya.
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai pola sifat individu yang dapat menentukan tanggapan untuk bertingkah laku. Contohnya : Ani melihat dirinya sebagai wanita yang aktif dan energik sehingga ia kan membeli hanphone yang sesuai dengan kepribadiannya yang aktif dan energik. Adapun variabel-variabel yang dapat mencerminkan kepribadian seseorang adalah aktivitas, minat, opini.
20
Dengan variabel-variabel tersebut, maka dapat mengetahui kepribadian seseorang dan untuk mengetahuinya dapat diadakan riset motivasi (Swastha, 1995). 4.
Faktor Psikologis
a. Motivasi Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Ada kebutuhan bersifat biogenis yaitu kebutuhan yang muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus dan tidak nyaman. Dan ada juga Kebutuhan yang lain bersifat psikogenis yaitu kebutuhan yang muncul dari tekanan psikologis seperti pengakuan, penghargaan atau rasa keanggotaan kelompok. Kebutuhan akan menjadi motif jika didorong hingga mencapai level intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang memadai untuk mendorong seseorang bertindak. Contoh : seseorang yang merasa lapar, maka rasa lapar itu adalah sebuah motif sehingga dengan adanya rasa lapar maka ia akan membeli makanan untuk menghilangkan rasa lapar. Contoh lainnya adalah seseorang membeli sebuah motor dengan edisi limited edition karena prestise, prestisi ini adalah motif yang mendorong seseorang untuk membeli motor karena untuk mendapatkan penghargaan dari orang-orang disekitarnya. b. Persepsi Adanya motivasi pada seseorang akan mendorong seseorang untuk bertindak. Orang yang termotivasi akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi adalah image yang terbentuk dari otak seseorang terhada sesuatu. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan yang bersangkutan. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang sama karena tiga proses persepsi yaitu persepsi selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu objek contohnya : saya mempunyai persepsi bahwa naik Bus Patas AC lebih nyaman dibandingkan naik kereta api, jika saya mau pergi dari bandung ke jakarta. Naik bus tidur lebih enak, tidak banyak berisik sedangkan jika saya naik kereta api
21
susah tidur, berisik oleh bunyi rel kereta, lain lagi persepsi teman saya. Ia bersepsi justru naik kereta api lebih enak daripada naik bis.
d. Bank Syariah 1)
Pengertian Bank Syariah Kata bank berasal dari kata banque dalam bahasa Perancis, dan dari kata banco
dalam bahasa italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat1. Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Bank syariah telah mendapat legitimasi dari pemerintah Indonesia dengan disahkannya Undang-Undang Perbankan Syariah No 21 Tahun 2008 pada tanggal 16 juli 2008. Dalam Undang-undang perbankan syariah no. 21 tahun 2008 Istilah Bank Perkreditan syariah diubah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Perubahan ini untuk menegaskan adanya perbedaan antara kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah badan usaha yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka, menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat serta tidak melakukan kegiatan dalam lalu lintas pembayaran. BPRS sebagaimana bank umum lainnya, bertindak sebagai intermediaries (penghubung) antara surplus unit (pihak yang memiliki kelebihan dana) dan defisit unit (pihak yang mengalami kekurangan dana). yang mana surplus unit menyimpan uangnya di bank untuk keamanan atau untuk investasi agar uangnya tidak idle dan lebih 1
Undang-undang perbankan syariah No.21 Th. 2008
22
bermanfaat dan dapat digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan. Jika nasabah menyimpan uangnya dengan tabungan wadiah, hal itu berarti nasabah hanya menitipkan dananya ke bank, dan dana tersebut boleh digunakan oleh bank. Nasabah penabung tidak akan mendapatkan bagi hasil akan tetapi hanya mendapatkan bonus dan itupun tidak dijanijikan diawal dan juga bank mempunyai hak untuk meminta biaya sebagai biaya penjagaan dana nasabah tersebut. Biasanya motif nasabah menyimpan dananya di bank adalah karena alasan keamanan dan juga fasilitas-fasilitas yang diberikan bank kepada nasabah seperti nasabah diberikan kartu ATM yang mana akses pengambilan uangnya bisa ditarik di ATM bank yang bersangkutan atau ATM bersama dan juga kartu ATM nya bisa digunakan sebagai kartu debet sehingga nasabah penabung dimudahkan dalam hal transaksi tanpa membawa uang cash hanya cukup membawa kartu. Segala fasilitas yang diberikan bank kepada nasabah penabung dikenakan biaya
dan itu telah disepakati
diawal. Prinsip tabungan wadiah ini dijamin 100% oleh bank apalagi jika bank tersebut terdaftar sebagai bank yang dijamin oleh LPS (Lembaga penjamin Simpanan). LPS hanya menjamin setiap nasabah sebesar Rp. 100.000.0002 Berbeda lagi jika nasabah penabung menggunakan tabungan mudharabah, nasabah penabung diberikan bagi hasil yang mana persentase nisbahnya telah disebutkan diawal. Bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun jika kesalahan yang disebabkan mismanagement (salah urus), maka bank akan bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut. Lalu dana yang diterima oleh bank dari surplus unit disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan pembiayaan untuk modal usaha maupun modal kerja. Jika persentase bagi hasil yang diberikan kepada nasabah tabungan sebesar 75% maka persentase bagi hasil untuk nasabah pembiayaan biasanya lebih besar yaitu 80%. Selain bank mendapatkan keuntungan dari biaya administrasi bulanan kepada nasabah penabung dan pembiayaan maka bank juga mendapatkan keuntungan bagi hasil dari kedua belah pihak yaitu nasabah penabung dan nasabah pembiayaan. 2)
Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Pada dasarnya, sebagai lembaga keuangan syariah, BPRS dapat memberikan jasa-
jasa keuangan yang serupa dengan Bank Umum Syariah. Menurut pasal 21 Undang2
Undang-undang Lembaga penjamin simpanan No. 24 Tahun 2004
23
undang perbankan syariah kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah antara lain menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk : a.
Tabungan Adapun yang dimaksud tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional (DSN) telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah3 1. Tabungan Wadiah Tabungan yang akadnya menggunakan akad Wadiah. Bank syariah menggunakan akad wadiah Yad dhamanah yang artinya nasabah sebagai penitip memberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya sedangkan bank syariah sebagai pihak yang dititipi dana atau barang mempunyai hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang titipan tersebut. Biasanya nasabah tabungan wadi’ah akan memperoleh buku yang berisi laporan bank atas penatausahaan simpanan nasabah, baik mutasi debet ataupun mutasi kredit. Bagi BPRS yang belum memiliki teknologi yang baik untuk menunjang fasilitas fitur tabungannya seperti fasilitas ATM, Jenis simpanan ini memiliki kelemahan yaitu keterbatasan sistem penarikan. Untuk melakukan transaksi penarikan maupun penyetoran dana ataupun transaksi lainnya, nasabah harus datang ke counter bank untuk melakukan verifikasi tandatangan padahal bank memiliki keterbatasan waktu, tempat, dan juga antrian yang jauh. Nasabah
pengguna
produk
tabungan
wadiah
pada
umumnya
menggunakan produk tabungan wadiah karena membutuhkan jasa keamanan dari bank syariah karena tabungan wadiah dijamin oleh bank syariah 100%. Dimana nasabah menitipkan dananya kebank syariah hanya untuk beberapa waktu saja bukan untuk jangka waktu yang panjang karena dana tersebut 3
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan
24
biasanya akan digunakan untuk jangka waktu relatif pendek dan juga daripada disimpan dirumah mempunyai resiko kehilangan seperti dicuri oleh perampok, sehingga nasabah menyimpan dananya dibank agar lebih aman dan terjamin. Selain karena butuh jasa keamanan, nasabah menggunakan tabungan wadiah karena untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh bank syariah seperti: kemudahan penyetoran dan penarikan serta transfer antar rekening, dana nasabah bisa ditarik atau disetor serta mentransfer dengan menggunakan kartu ATM baik ATM dibank yang bersangkutan maupun diATM bersama sehingga tidak perku lagi antri di Bank yang bersangkutan, atau nasabah mendapatkan kemudahan dengan menggunakan kartu debet sehingga nasabah bisa menggunakan kartu debet untuk belanja sehingga tidak perlu repot-repot membawa uang cash cukup hanya membawa kartu, selain itu biasanya bank syariah memberikan kemudahan transaksi-transaksi bagi nasabahnya seperti: pembayaran listrik, air, telepon dan membayar zakat, serta pembelian pulsa, pembayaran kuliah, pembayaran tiket online penerbangan seperti garuda, mandala dan lion air, pembayaran angsura motor. Serta dilengkapi juga fasilitas SMS Banking untujk informasi saldo dan pemindahan dana antar rekening. Tabungan Mudharabah Adalah tabungan yang akadnya menggunakan akad mudharabah. Maksudnya adalah tabungan yang sifatnya investasi. dana nasabah tidak dijamin dikembalikan 100%. Yang mana nasabah akan mendapatkan bagi hasil dari dananya yang diinvestasikan oleh
bank. Perbedaan antara tabungan
wadiah dengan tabungan mudharabah hanya pada hal bagi hasil, dimana tabungan wadi’ah tidak mendapatkan bagi hasil karena sifatnya titipan sedangkan tabungan mudharabah mendapatkan bagi hasil karena sifatnya investasi. Adapun karakteristik lainnya adalah tabungan mudharabah hanya dapat ditarik pada waktu tertentu sesuai kesepakatan. Dana nasabah tidak dapat diambil setiap saat akan tetapi berdasarkan kesepakatan antara nasabah dan bank. Selain itu juga nasabah mendapatkan fasilitas-fasilitas seperti : Penarikan dan penyetoran dana dapat
25
dilakukan di ATM bank yang bersngkutan maupun di ATM bersama sehingga tidak perlu lagi antri di bank yang bersangkutan, dan juga nasabah mendapatkan kemudahan dengan menggunakan kartu debet sehingga nasabah bisa menggunakan kartu debet untuk belanja sehingga tidak perlu repot-repot membawa uang cash cukup hanya membawa kartu, selain itu biasanya bank syariah memberikan kemudahan transaksi-transaksi bagi nasabahnya seperti: pembayaran listrik, air, telepon dan membayar zakat, serta pembelian pulsa, pembayaran kuliah, pembayaran tiket online penerbangan seperti garuda, mandala dan lion air, pembayaran angsuran motor. Serta dilengkapi juga fasilitas SMS Banking untujk informasi saldo dan pemindahan dana antar rekening. b.
Deposito Berjangka Adalah Simpanan berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara bank dengan nasabah. Deposito memiliki ciri-ciri pokok yaitu jangka waktu penarikannya tetap sehingga disebut fixed deposit. Umumnya jangka waktunya ada yang 1, 2 , 3, 6 , 12 dan 24 bulan. Nasabah akan diberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) oleh bank sebagai tanda bukti Deposito hanya bisa ditarik atau diuangkan pada saat jatuh tempo oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposit.
Sedangkan yang dimaksud deposito
syariah adalah deposito yang dijalankan dengan prinsip-prinsip syariah deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah4 Selain melakukan kegiatan penghimpunan, BPRS juga melakukan kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan. Berdasarkan pasal No. 21 Undang-undang perbankan syariah No. 21 tahun 2008, kegiatan usaha dalam menyalurkan dana kepada masyarakat antara lain : 1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli Pembiayaan ini ditujukan untuk memiliki barang. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. 4
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito.
26
Pembiayaan dengan prinsip jual beli termasuk dalam natural certainty contracs (NCC) maksudnya adalah pembiyaan ini cash flow dan waktunya bisa diprediksi relatif pasti, karena disepakati oleh kedua belah pihak diawal akad sehingga lebih aman dibandingkan dengan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil karena bank syariah bisa menentukan keuntungan yang diinginkan di awal kesepakatan. Pengaruh dengan tabungan nasabah adalah tingkat terjamin kembalinya dana nasabah tabungan karena dana yang disalurkan untuk pembiayaan berasal dari dana nasabah sedangkan bank hanya sebagai penghubung. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan pembiayaan berdasarkan jual beli, pengembalian dana nasabah tabungan lebih terjamin. Pembiayaan dengan prinsip jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yaitu sebagai berikut : a. Pembiayaan Murabahah Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan), Murabahah adalah transaksi jual-beli di mana bank menjual barang barang kepada nasabah yang mana harga asal barang ditambah dengan keuntungan. Dimana bank akan menyebutkan harga pembelian barang kepada nasabah, kemudian bank mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu. Bank bertindak sebagai penjual, sementara pembeli adalah nasabah. Harga Jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin). b. Pembiayaan Salam Salam berasal dari kata salama. Kata Salama dengan salafa artinya sama. disebut salam karena pemesan barang menyerahkan uangnya ditempat akad. Disebut salaf karena pemesan barang menyerahkan uangnya terlebih dahulu. Salam
adalah
transaksi
jual
beli
dimana
barang
yang
diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan secara tunai. Bank sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi salam, kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
27
c. Pembiayaan Istishna Istishna
adalah
transaksi
jual
beli
dimana
barang
yang
diperjualbelikan belum ada. Sebenarnya Istishna sama seperti Salam yaitu barangnya diserahkan secara tangguh, akan tetapi dalam pembayarannya dapat dilakukan beberapa kali (termin) pembayaran yaitu bisa diawal, ditengah dan diakhir. Istishna diterapkan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. 2. Pembiayaan dengan prinsip sewa Al Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-’iwadhu (ganti). Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan. Pembiayaan dengan prinsip sewa pada dasarnya sama saja dengan jual beli. Pada jual beli, objek yang diperjualbelikan adalah barang sedangkan pada sewa, objek yang dijual beli adalah manfaat terhadap barang. Contohnya nasabah menyewa sebuah ruko kepada bank, maka yang didapat nasabah adalah manfaat dari ruko tesebut yaitu bisa berusaha diruko itu bukan memiliki rukonya. Dengan menyewakan ruko, maka bank mendapatkan biaya sewa. Pada akhir masa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam Perbankan syariah dikenal Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)/ Sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan. Harga Sewa dan harga Jual disepakati pada awal perjanjian. 3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil berbeda dengan pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana pembiayaan dengan prinsip bagi hasil termasuk Natural Uncertainty Contracts (NUC) maksudnya adalah cash flow dan waktunya tidak pasti karena tergantung pada hasil investasi. Tingkat return investasinya bisa positif, negatif bahkan nol. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil memiliki karakteristik yaitu keuntungan yang akan diperoleh oleh bank tidak pasti tergantung dari hasil usaha. Keuntungan dari pembiayaan bagi hasil itu fluktuatif yaitu kadang untung atau rugi maka jika untung besar maka bagi hasilpun besar untuk nasabah penabung akan tetapi
28
jika rugi maka bagi hasilnyapun tidak sebesar jika mengalami keuntungan demikian juga untuk nasabah penabung wadiah, jika untung maka bonus untuk nasabah penabung besar akan tetapi jika untungnya kecil maka porsi bonus untuk nasabah tabungan juga kecil. Jadi pengaruh dengan tabungan nasabah adalah tingkat terjamin kembalinya dana nasabah tabungan relatif lebih beresiko karena tergantung atas hasil usaha dari nasabah pembiayaan apakah untung atau rugi. Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah : a. Pembiayaan Musyarakah Istilah lain dari Musyarakah adalah Syirkah atau sharika. Musyarakah adalah Kerjasama dua belah pihak atau lebih dalam suatu usaha
yang mana
masing-masing pihak memberikan kontribusi modal baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. b. Pembiayaan Mudharabah Mudharabah berasal dari kata adhdharbu fil ardi, yaitu bepergian untuk urusan dagang. Mudharabah adalah kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak, jika rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola, jika kerugian diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. 4. Pembiayaan dengan akad pelengkap a. Hiwalah Kata hiwalah diambil dari kata tahwil yang berarti intiqal (perpindahan). Yang dimaksud hiwalah adalah memindahkan piutang. Contohnya : Pak Budi mempunyai piutang kepada pak Andi sebsear Rp 1.000.0000 yang akan jatuh tempo satu tahun yang akan datang, akan tetapi baru beberapa bulan pak budi membutuhkan dana, lalu pak budi menjual piutangnya kepada pak deni sebesar Rp
29
900.000. Pak deni mendapat diskon sebesar 100.000 dari pak budi. Lalu piutang pak budi berpindah kepada pak Deni sehingga nantinya pak Andi akan membayar hutangnya kepada pak Deni sebesar Rp 1.000.000 pada waktu jatuh tempo. Akan tetapi dalam contoh diatas, menurut ekonomi islam dilarang karena pelakunya akan terjebak riba karena memberikan diskon. hiwalah/ anjak piutang
yang
diperbolehkan dalam islam adalah nasabah yang memiliki piutang sebesar rp. 1.000.000 kepada pak ”x” dan jatuh tempo pada 2 bulan yang akan datang, lalu nasabah tersebut pada bulan pertama membutuhkan dana cash, karena jatuh temponya masih lama maka nasabah menjual piutangnya kepada bank sebesar Rp. 1.000.000 tanpa diskon dan bank meminjamkan dana sebesar 1.000.000 kepada nasabah. Lalu bank akan menagih piutang yang telah dijual oleh nasabah kepada pak ”X”. Bank tidak mendapatkan diskon, akan tetapi hanya mendapatkan biaya administrasi saja. b. Qardh/Pinjaman Kebajikan Al Qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literature fiqh klasik, qardh dikategorikan dalam akad tathwawwu atau saling membantu dan bukan transaksi komersil. Qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, Infak dan Shadaqoh. 2. METODE PENELITIAN a. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada field research, yang mana penelitian ini menitikberatkan pada hasil pengumpulan data dari informan yang telah ditentukan (Moleong, 2006). Penelitian lapangan (field research) adalah penelitian yang dilakukan secara langsung dimana objek penelitiannya adalah masyarakat pedagang di Kota Depok untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan pembahasan yang dibahas yakni
30
mengenai Analisis Faktor Pendorong Pedagang untuk Menggunakan Produk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). b. Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Populasi pada penelitian ini adalah pedagang di Kota Depok yang memiliki produk BPRS baik itu tabungan ataupun pembiayaan. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Peneliti mengunakan teknik pengumpulan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling yaitu teknik yang memilih orang-orang yang terseleksi oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh sampel tersebut yang dipandang mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Muhammad, 2005). Sampel yang diambil adalah pedagang di Kota Depok yang memiliki produk BPRS sehingga pengambilan sampel harus menggunakan teknik purposive sampling. Adapun tempat pengambilan sampel adalah BPRS Al Barokah dan BPRS Al Salam. Alasan penggunaan BPRS Al Barokah dan BPRS Al Salam adalah BPRS tersebut representatif mewakili karakteristik BPRS di Kota Depok. Adapun BPRS Al Salam itu sendiri adalah BPRS dengan aset terbesar di Kota Depok. Sedangkan BPRS Al Barokah memiliki segmen pasar pedagang pasar. Adapun jumlah sampel yang akan digunakan diambil dari jumlah pedagang yang berdagang di kios dengan jumlah populasi 2454. Alasan memilih pedagang yang berdagang di kios adalah bahwa pedagang di kios diasumsikan banyak menggunakan produk BPRS dibandingkan pedagang yang berdagang di lokasi bukan kios. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin dengan perhitungan sebagai berikut Rumus Slovin : N 2454 52 2 N.d 1 2454.(0,13 ) 2 1
Dimana
31
n
= ukuran sampel
N
= ukuran populasi (total pedagang pasar)
d
= persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, yaitu sebesar 13%
c.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jika dilihat dari sumber datanya, maka penelitian ini menggunakan sumber data
primer dan sekunder. Sumber data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti (Sulianto, 2006). Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini: a.
Interview Interview dengan praktisi BPRS serta para masyarakat pedagang di Pasar Kota
Depok. Beberapa pertanyaan berkaitan dengan minat pedagang ke Bank Syariah b.
Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini kuesioner di berikan kepada para masyarakat pedagang di Pasar Kota Depok, beberapa pertanyaan terkait dengan faktorfaktor minat pedagang. Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut menjadi bentukbentuk seperti tabel, grafik, diagram, gambar, dan sebagainya sehingga lebih informatif oleh pihak lain (Umar, 2004). Adapun teknik pengumpulan data sekunder dalam peneliti ini adalah studi kepustakaan dan dokumentasi dari data demografi Kota Depok.
d. Instrumen Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2008). Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Dalam penelitian ini, skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang
32
fenomena sosial. Adapun setiap jawaban yang diberikan responden maka diberikan skor 1 sampai dengan 4. Adapun variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Faktor Pribadi
Variabel Keyakinan Menabung Itu Hemat Jarak Tempat Tinggal
Skala Pengukuran Skor 4: sangat setuju (SS) Skor 3: setuju (S)
Penghasilan Usia Pendidikan
Skor 2: tidak setuju (TS) Skor 1: sangat tidak setuju (STS)
Psikologis Kemudahan Bertransaksi Keamanan
Skor 4: sangat setuju (SS) Skor 3: setuju (S)
Produk Menarik Produk yang Unik
Skor 2: tidak setuju (TS) Skor 1: sangat tidak setuju (STS)
Ekonomi
Motif Keuntungan Pembiayaan Menguntungkan
Skor 4: sangat setuju (SS) Skor 3: setuju (S)
Motif Investasi Sistem Bagi Hasil Biaya Administrasi
Skor 2: tidak setuju (TS) Skor 1: sangat tidak setuju (STS)
Budaya
Agama Adat Istiadat
Skor 4: sangat setuju (SS) Skor 3: setuju (S)
Anjuran Ulama Suku Masyarakat
Skor 2: tidak setuju (TS) Skor 1: sangat tidak setuju
Status Sosial
33
Teman
(STS)
Keluarga
e.
Metode Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif
dimana statistik deskriptif adalah menggambarkan data secara tabel dan grafis serta tidak ada hubungan sebab akibat. Statistik deskriptif yang dilakukan adalah menjelaskan profil responden. Selain itu teknik statistik deskriptif yang digunakan adalah melakukan skoring dari skala likert ke skala indeks persepsi dimana skor terendah adalah 0 dan tertinggi 100. Adapun rincian skoring adalah sebagai berikut: Jawaban
Skor
Skor
Indikator Perilaku
Likert
Indeks
Sangat tidak setuju
1
25
Sangat tidak menjadi faktor pendorong
Tidak setuju
2
50
Tidak menjadi faktor pendorong
Setuju
3
75
Menjadi faktor pendorong
Sangat Setuju
4
100
Sangat menjadi faktor pendorong
Proses merubah skor likert menjadi skor indeks adalah dengan dikali poin 25. Misalkan jika sebuah variabel memiliki rata-rata likert 3 maka skor indeks adalah 75. Nilai skor indeks memiliki arti tersendiri. Jika skor indeks mencapai 25 atau lebih tapi tidak melewati 50, maka variabel tersebut sangat tidak menjadi faktor pendorong nasabah menggunakan produk BPRS. Jika skor indeks mencapai 50 atau lebih tapi tidak melewati 75, maka variabel tersebut tidak menjadi faktor pendorong nasabah menggunakan produk BPRS. Sebuah variabel jika sudah menjadi faktor pendorong nasabah menggunakan produk BPRS apabila sudah melewati skor 75. 3. Hasil dan Penbahasan 4.1
Profil Responden a. BPRS yang Digunakan Nasabah
34
Mayoritas nasabah yang dijadikan responden penelitian berasal dari BPRS Al Barokah karena BPRS Al Barokah memiliki segmen kepada usaha-usaha produktif yakni para pedagang kecil dan menengah. Sedangkan nasabah BPRS Al Salam ketika ditemui surveyor, umumnya bukan usaha produktif melainkan lebih kepada investasi barang. Mereka menggunakan BPRS Al Salam untuk pembiayaan pembelian kendaraan bermotor. b.
Jenis Kelamin Nasabah Nasabah di BPRS Al Salam dan BPRS Al Barokah menurut jenis kelamin
berdasarkan hasil survey pada umumnya masih didominasi pria yakni 70% dengan jumlah 42 responden sedangkan wanita memiliki persentase sebesar 30 % dengan jumlah 18 responden. c.
Agama Nasabah Nasabah BPRS menurut keyakinan agama yang dianut berdasarkan hasil survey
menunjukan 85 % adalah nasabah beragama Islam dengan jumlah 51 responden dan 15 % nasabah beragama non-Muslim dengan jumlah 9 responden. Kondisi ini sekaligus menujukan bahwa keberadaan BPRS dapat diterima oleh agama manapun diluar muslim. Oleh karena itu segmen pasar dari BPRS tidak hanya menyasar nasabah yang beragama Islam. Nasabah non-Muslim adalah nasabah yang potensial untuk digarap BPRS. d.
Usia Nasabah Nasabah BPRS menurut usia, berdasarkan hasil survey masih didominasi oleh
nasabah berusia produktif yaitu usia 31 – 40 tahun (43%), kemudian di ikuti dengan nasabah usia 17 – 30 tahun (33%) dan ketiga adalah usia 41 – 50 tahun (22%) kemudian yang berusia 51 – 60 tahun (2%). Hal yang menarik adalah nasabah berusia muda yaitu 17 sampai dengan 30 tahun adalah nasabah yang perlu disasar oleh BPRS karena minat terhadap BPRS untuk usia ini cukup besar. e.
Pendidikan Nasabah Nasabah BPRS menurut Pendidikan yang ditamatkan berdasarkan hasil survey
menunjukan bahwa Nasabah terbesar menurut tingkat pendidikan adalah mereka yang tamat SMA (60%) berjumlah 36 nasabah sedangkan nasabah yang paling sedikit adalah mereka yang tamat sarjana (4%) berjumlah 2 nasabah, nasabah yang memiliki tingkat
35
pendidikan yang tamat SD dan SMP (18%) berjumlah 11 nasabah. Kondisi ini sangat dimaklumkan mengingat BPRS merupakan bank dengan segmen pasar para pengusaha dan pedagang kecil yang tidak memerlukan pendidikan tinggi atau kategori bank masyarakat kecil (rural bank) yang rata-rata berpendidikan dibawah SMA. f.
Pengeluaran Per Bulan Nasabah
Nasabah BPRS menurut Pengeluaran bulanan berdasarkan hasil survei menunjukan bahwa nasabah terbesar adalah mereka yang memiliki pengeluaran perbulannya Rp 3,1 juta – Rp 4 Juta rupiah sebesar 31% berjumlah 19 nasabah, sementara yang terkecil adalah nasabah yang memiliki pengeluaran dibawah Rp 2 juta sebesar 8% berjumlah 5 nasabah, sedangkan pengeluaran Rp 4,1 juta – Rp 5 juta sebesar 26% berjumlah 16 nasabah dan diatas Rp 5 juta sebesar 12% berjumlah 7 nasabah.
g.
Penghasilan Tambahan Nasabah
Nasabah BPRS menurut Penghasilan Tambahan menunjukan bahwa 82 persen nasabah atau kebanyakan tidak memiliki penghasilan tambahan. Kondisi ini menunjukan bahwa mayoritas nasabah BPRS hanya fokus pada satu penghasilan saja. Dan hanya 18 persen nasabah BPRS memilik penghasilan tambahan baik dari kontrakan kios maupun penghasilan pekerjaan yang lain. h.
Status Kepemilikan Rumah
Nasabah BPRS menurut status kepemilikan rumah menunjukan bahwa mayoritas nasabah BPRS memiliki Rumah sendiri yakni 36 % sisanya adalah tinggal dirumah kontrakan 64%. Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa nasabah BPRS lebih banyak penduduk pendatang dibandingkan dengan penduduk setempat. i.
Produk yang Digunakan Nasabah
36
Nasabah BPRS menurut produk yang digunakan, menunjukan bahwa nasabah penabung sebesar 100% (60 nasabah yang dijadikan responden), sedangkan nasabah pembiayaan sebesar 70% (42 dari 60 nasabah yang dihadikan responden). Kondisi ini menunjukan bahwa tingkat kepercayaan nasabah untuk menyimpan dananya di BPRS sangat tinggi sehingga BPRS memiliki peluang dalam memasarkan produk jasa tabungannya kepada masyarakat Kota Depok. j.
Memiliki Tabungan di Bank Syariah
Nasabah BPRS menurut kepemilikan tabungan di Bank Syariah lain menunjukan bahwa 85 % nasabah tidak memiliki tabungan di bank syariah lainnya dan 15 % memiliki tabungan di bank syariah lainnya. Hal ini sangat memungkinkan mengingat rata-rata nasabah terbesar hanya memiliki penghasilan sekitar 2 – 3 juta sehingga tidak memungkinkan membuka tabungan di Bank Syariah lainnya.
4.2. Faktor Pendorong Pedagang di Kota Depok Menggunakan Produk BPRS 4.2.1. Faktor Pribadi a. Keyakinan Menabung itu Hemat
Berdasarkan Faktor pribadi yakni dari keyakinan bahwa menabung merupakan aktifitas yang menghemat, berdasarkan data yang diolah mayoritas setuju sebanyak 63% (dengan jumlah 38 responden), menjawab sangat setuju 32% (dengan jumlah 19 responden), menjawab tidak setuju 5% (dengan jumlah 3 responden), dan menjawab menjawab sangat tidak setuju 0% . Hal ini sangat memungkinkan responden masih membutuhkan lembaga keuangan perbankan sebanyak 95% untuk menabung terutama di lembaga keuangan perbankan syariah.
37
b.
Jarak Tempat Tinggal
Berdasarkan Faktor pribadi yakni dari jarak tempat tinggal dengan letak lembaga keuangan perbankan syariah menjadikan salah satu faktor yang berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas setuju sebanyak 58% (dengan jumlah 35 responden), menjawab sangat setuju 7% (dengan jumlah 4 responden), menjawab tidak setuju 33% (dengan jumlah 3 responden), dan menjawab menjawab sangat tidak setuju 2% (dengan jumlah 1 responden) . Hal ini menjadi perhatian bagi lembaga keuangan perbankan syariah bahwa jarak tempat tinggal dengan tempat bank syariah masih menjadi perhatian khusus untuk kemudahan nasabah. c. Penghasilan Berdasarkan Faktor pribadi yakni dari penghasilan nasabah menjadikan salah satu faktor yang berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas setuju sebanyak 75% (dengan jumlah 45 responden), menjawab sangat setuju 0%, menjawab tidak setuju 25% (dengan jumlah 15 responden), dan menjawab menjawab sangat tidak setuju 0% . d. Usia
Berdasarkan Faktor pribadi yakni dari segi usia nasabah bukan menjadikan salah satu faktor yang berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas tidak setuju sebanyak 78% (dengan jumlah 47 responden), yang menjawab setuju 20% (dengan jumlah 12 responden), menjawab sangat setuju 2% (dengan jumlah 1 responden), dan menjawab menjawab sangat tidak setuju 0% . e. Pendidikan Berdasarkan Faktor pribadi yakni dari segi usia pendidikan nasabah bukan menjadikan salah satu faktor yang berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas tidak setuju sebanyak 90% (dengan jumlah 54 responden), yang menjawab setuju hanya 8% (dengan jumlah 5 responden), menjawab sangat setuju 0%, dan menjawab menjawab sangat tidak setuju 2% (dengan jumlah 1 responden). Dikarenakan BPRS di Depok
38
mayoritas yang menggunakan produk baik tabungan maupun pembiayaan adalah nasabah yang memiliki tingkat pendidikan dibawah SMU. 4.2.2. Faktor Psikologi a. Kemudahan Bertransaksi Berdasarkan Faktor psikologi yakni dari kemudahan bertransaksi nasabah menjadikan salah satu faktor yang berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas setuju sebanyak 55% (dengan jumlah 33 responden), ditambah dengan menjawab sangat setuju 45% (dengan jumlah 27 responden), dan yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju 0% . Berarti masyarakat menginginkan dengan hadirnya BPRS dapat memudahkan transaksi masyarakat bisa mudah dan akses bisa digunakan oleh nasabah. b. Keamanan
Berdasarkan Faktor psikologi yakni dari segi keamanan dalam melakukan transaksi di BPRS, dimana merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas setuju sebanyak 87% (dengan jumlah 52 responden), ditambah dengan menjawab sangat setuju 7% (dengan jumlah 4 responden), dan yang menjawab tidak setuju hanya 6% (dengan jumlah 4 responden) dan sangat tidak setuju 0% . Berarti masyarakat menginginkan dengan hadirnya BPRS dapat memberikan keamanan bagi transaksi yang dilakukan oleh nasabah. c. Produk Menarik
Berdasarkan Faktor psikologi yakni dari segi produk yang menarik di BPRS, dimana merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas setuju sebanyak 72% (dengan jumlah 43 responden), ditambah dengan
39
menjawab sangat setuju 6% (dengan jumlah 4 responden), dan yang menjawab tidak setuju hanya 22% (dengan jumlah 13 responden) dan sangat tidak setuju 0% . Berarti masyarakat menginginkan dengan hadirnya BPRS dapat memberikan produk yang menarik bagi nasabah BPRS sehingga dapat menunjang usaha nasabah. d. Produk yang Unik Berdasarkan Faktor psikologi yakni dari segi produk yang unik di BPRS, dimana merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas setuju sebanyak 61% (dengan jumlah 37 responden), ditambah dengan menjawab sangat setuju 2% (dengan jumlah 1 responden), dan yang menjawab tidak setuju 35% (dengan jumlah 21 responden) dan sangat tidak setuju 0% . Berarti masyarakat menginginkan dengan hadirnya BPRS dapat memberikan produk yang unik bagi nasabah BPRS seperti produk pembiayaan yang berbasis kerjasama dengan konsep Bagi Hasil, konsep jual beli dengan konsep margin. 4.2.3. Faktor Ekonomi a.
Motif Keuntungan
Berdasarkan Faktor ekonomi yakni dari segi motif keuntungan bagi nasabah, dimana merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas setuju sebanyak 73% (dengan jumlah 44 responden), ditambah dengan menjawab sangat setuju 2% (dengan jumlah 1 responden), dan yang menjawab tidak setuju 25% (dengan jumlah 15 responden) dan sangat tidak setuju 0% . Berarti masyarakat menginginkan dengan hadirnya BPRS dapat memberikan keuntungan bagi nasabah BPRS tetapi sebagian lain hadirnya BPRS dikarenakan bukan motif keuntungan melainkan untuk kemudahan transaksi. b.
Pembiayaan Menguntungkan
40
Berdasarkan Faktor ekonomi yakni dari segi pembiayaan yang menguntungkan bagi nasabah, dimana merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas setuju sebanyak 77% (dengan jumlah 46 responden), ditambah dengan menjawab sangat setuju 3% (dengan jumlah 2 responden), dan yang menjawab tidak setuju 20% (dengan jumlah 12 responden) dan sangat tidak setuju 0% . Berarti masyarakat menginginkan dengan hadirnya BPRS dapat memberikan produk pembiayaan yang menguntungkan bagi nasabah BPRS tetapi sebagian lain hadirnya BPRS dikarenakan bukan motif tersebut melainkan untuk kemudahan transaksi karena tidak semua nasabah menabung menggunakan produk pembiayaan. c.
Motif Investasi
Berdasarkan Faktor ekonomi yakni dari segi motif investasi bagi nasabah, dimana merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas setuju sebanyak 65% (dengan jumlah 39 responden), ditambah dengan menjawab sangat setuju 3% (dengan jumlah 2 responden), dan yang menjawab tidak setuju 30% (dengan jumlah 18 responden) dan sangat tidak setuju 2% (dengan jumlah 1 responden) . Berarti masyarakat menginginkan dengan hadirnya BPRS dapat sarana alternative investasi bagi nasabah BPRS tetapi sebagian lain hadirnya BPRS dikarenakan bukan motif tersebut melainkan untuk kemudahan transaksi. d.
Sistem Bagi Hasil
Berdasarkan Faktor ekonomi yakni dari segi Sistem Bagi Hasil di BPRS, dimana merupakan salah satu faktor berpengaruh dan juga tidak berpengaruh dikarenakan hampir seimbang jawaban dari responden, berdasarkan data yang diolah menjawab setuju sebanyak 47% (dengan jumlah 28 responden), ditambah dengan menjawab sangat setuju 5% (dengan jumlah 3 responden), dan yang menjawab tidak setuju 48% (dengan jumlah 29 responden) dan sangat tidak setuju 0%. Berarti masyarakat ada yang menganggap bahwa siste bagi hasil identik di perbankan syariah dan sebagian lain tidak. e.
Biaya Administrasi
41
Berdasarkan Faktor ekonomi yakni dari segi biaya administrasi di BPRS, dimana merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas sangat setuju sebanyak 50% (dengan jumlah 30 responden), ditambah dengan menjawab setuju 48% (dengan jumlah 29 responden), dan yang menjawab tidak setuju hanya 2% (dengan jumlah 1 responden) dan sangat tidak setuju 0% (dengan jumlah 1 responden). Berarti biaya adminsitrasi di BPRS hasil penilaian bagi nasabah masih sangat tinggi dibandingkan dengan bank yang lain. 4. 2.4. Faktor Budaya a.
Agama
Berdasarkan Faktor Budaya yakni dari segi agama, dimana merupakan salah satu faktor yang tidak sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas menjawab tidak setuju sebanyak 64% (dengan jumlah 38 responden), ditambah dengan menjawab sangat tidak setuju 3% (dengan jumlah 2 responden), dan yang menjawab sangat setuju hanya 5% (dengan jumlah 3 responden) dan menjawab setuju 28% (dengan jumlah 17 responden). Dibandingkan antara setuju dan tidak setuju masih mayoritas tidak setuju jika BPRS hanya semata-mata karena agama dan terbukti bahwa nasabah non muslim juga menggunakan produk BPRS. b.
Adat Istiadat
Berdasarkan Faktor Budaya yakni dari segi Adat Istiadat, dimana merupakan salah satu faktor yang tidak sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas menjawab tidak setuju sebanyak 92% (dengan jumlah 55 responden), ditambah dengan menjawab sangat tidak setuju 1% (dengan jumlah 3 responden), dan yang menjawab sangat setuju hanya 2% (dengan jumlah 3 responden) dan menjawab setuju 5% (dengan jumlah 5 responden). Dibandingkan antara setuju dan tidak setuju masih mayoritas tidak setuju jika BPRS hanya semata-mata karena dorongan adat istiadat dan terbukti bahwa nasabah BPRS dari berbagai macama adat istiadat. c.
Anjuran Ulama
42
Berdasarkan Faktor Budaya yakni dari segi anjuran ulama, dimana merupakan salah satu faktor yang tidak sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas menjawab tidak setuju sebanyak 82% (dengan jumlah 43 responden), ditambah dengan menjawab sangat tidak setuju 5% (dengan jumlah 5 responden), dan yang menjawab sangat setuju hanya 1% (dengan jumlah 1 responden) dan menjawab setuju 3% (dengan jumlah 11 responden). Dibandingkan antara setuju dan tidak setuju masih mayoritas tidak setuju berarti belum ada peran yang signifikan dari para ulama untuk mensosialisasikan menggunakan BPRS. d.
Suku
Berdasarkan Faktor Budaya yakni dari segi suku, dimana merupakan salah satu faktor yang tidak sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas menjawab tidak setuju sebanyak 92% (dengan jumlah 55 responden), ditambah dengan menjawab sangat tidak setuju 1% (dengan jumlah 3 responden), dan yang menjawab sangat setuju hanya 0% dan menjawab setuju 1% (dengan jumlah 2 responden). Dibandingkan antara setuju dan tidak setuju masih mayoritas tidak setuju jika BPRS hanya semata-mata karena dorongan dari suku dan terbukti bahwa nasabah BPRS dari berbagai macama suku dan golongan. e.
Masyarakat
Berdasarkan Faktor Budaya yakni dari segi pandangan masyarakat, dimana merupakan salah satu faktor yang tidak sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas menjawab tidak setuju sebanyak 72% (dengan jumlah 43 responden), ditambah dengan menjawab sangat tidak setuju 8% (dengan jumlah 5 responden), dan yang menjawab sangat setuju hanya 2% dan menjawab setuju 18% (dengan jumlah 11 responden). Dibandingkan antara setuju dan tidak setuju masih mayoritas tidak setuju jika nasabah di BPRS menggunakan produk tabungan dan pembiayaan bukan dari dorongan masyarakat dan terbukti bahwa nasabah BPRS menggunakan produk tabungan dan pembiayaan promosi dari BPRS langsung. f.
Status Sosial
43
Berdasarkan Faktor Budaya yakni dari segi status sosial, dimana merupakan salah satu faktor yang tidak sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas menjawab tidak setuju sebanyak 85% (dengan jumlah 51 responden), ditambah dengan menjawab sangat tidak setuju 3% (dengan jumlah 2 responden), dan yang menjawab sangat setuju hanya 5% (dengan jumlah 3 responden), dan menjawab setuju 7% (dengan jumlah 4 responden). Dibandingkan antara setuju dan tidak setuju masih mayoritas tidak setuju jika nasabah di BPRS menggunakan produk tabungan dan pembiayaan bukan dikarenakan status sosial dimana nasabah BPRS mayoritas kalangan menengah kebawah. g.
Teman
Berdasarkan Faktor Budaya yakni dari segi teman, dimana merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas sangat setuju sebanyak 50% (dengan jumlah 30 responden), ditambah dengan menjawab setuju 42% (dengan jumlah 25 responden), dan yang menjawab tidak setuju hanya 8% (dengan jumlah 5 responden) dan sangat tidak setuju 0%. Berarti teman merupakan sarana yang efektif untuk mempromosikan BPRS, dengan metode mouth to mouth. h.
Keluarga
Berdasarkan Faktor Budaya yakni dari segi keluarga, dimana merupakan salah satu faktor yang tidak sangat berpengaruh, berdasarkan data yang diolah mayoritas menjawab tidak setuju sebanyak 73% (dengan jumlah 44 responden), ditambah dengan menjawab sangat tidak setuju 15% (dengan jumlah 9 responden), dan yang menjawab sangat setuju hanya 3% (dengan jumlah 2 responden) dan menjawab setuju 9% (dengan jumlah 5 responden). Dibandingkan antara setuju dan tidak setuju masih mayoritas tidak setuju yang mengatakan bahwa keluarga bukan faktor yang memberikan pemahaman dan sosialisasi tentang adanya BPRS. C. KESIMPULAN Mayoritas pedagang di Kota Depok lebih banyak menjadi nasabah penabung di BPRS, faktor utama yang mendorong memilih produk tabungan di BPRS adalah lebih disebabkan karena memiliki keyakinan bahwa menabung itu hemat. Faktor yang kedua
44
yang medorong pedagang untuk memilih menabung di BPRS lebih banyak disebabkan karena merasa menyimpan dananya BPRS jauh lebih aman jika dibandingkan dengan menyimpannya sendiri. Disamping BPRS memiliki sarana Ruang Hasanah yang kokoh tempat penyimpanan dana nasabah juga seluruh dana nasabah baik tabungan maupun deposito dijamin oleh LPS k disamping di jamin oleh LPS. Faktor yang ke tiga yang mendorong pedagang di Kota Depok memilik produk Tabungan dan pembiayaan lebih disebabkan karena adanya kemudahanbertransaksi di BPRS dimana para pedagang tidak perlu lagi meninggalkan dagangannya untuk bertransaksi dengan BPRS melainkan petugas BPRS yang datang mengunjungi pedagang dengan demikian kemudahan transaksi ini menjadi daya tarik pedagang untuk menggunakan produk BPRS. Adanya keyakinan pedagang di kota Depok bahwa menabung itu hemat mrupakan peluang bagi Institusi BPRS untuk lebih agresip dalam menwarkan produk tabungan dengan segala kemudahannya serta dimungkinkan untuk memberikan souvenir atau hadiah kepada para pedagang agar menjadi daya tarik pedagang untuk lebih banyak menabung di BPRS.Karena faktor keamanan merupakan salah satu alasan para pedagang untuk menabung di BPRS maka sebaiknya BPRS meningkatkan lagi keamananya melalui pengembangan Informasi Teknologi, Asuransi Jiwa maupun kerugian, Satuan pengamanan ataupun alarm yang menghubungkan dengan pihak kepolisian.
45
Daftar Pustaka Abu Syadi, Khalid, (2006). Bisnis Yang Tak Pernah Rugi. Tips Kebahagiaan Dunia Akherat.. Jakarta. Robbani Press. A, Karim, Adiwarman, IR.H, SE,M.B.A, M.A.E.P. (2001). Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta. Gema Insani. Akram Khan, Muhammad. (1996). Ajaran Nabi Muhammad Saw Tentang Ekonomi, Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan Tentang Ekonomi. Jakarta. Pt. Bank Muamalat Indonesia. Amin, A. Riawan. (2004). Zikr, Pikr, Mikr. The Celestial Management. Jakarta. Senayan Abadi Publishing. Arifin, Zainul. Drs, MBA. (2002). Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Kerjasama PT. Bank Muamalat, Tbk dengan Tazkia Institute. Jakarta Bahreisy, Salim.H. Bahreisy, Said.H. (1980). Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier. Surabaya. pt. Bina Ilmu. Bank Indonesia. (2005). Himpunan Ketentuan Perbankan Syariah Indonesia Agustus 1999 – Januari 2005. Jakarta. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. Basu swastha dan T. Hani Handoko, manajemen pemasaran analisa perilaku konsumen, hal 39 Bin Ibrahim, Lam, Abdullah, Bentler, (2005). Fiqih Finansial, Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah. Solo. Era Intermedia. Chapra, Umer. M, DR.. (2001). The Future Of Economics An Islamic Perspective. Lanscape Baru Perekonomian Masa Depan. Jakarta. Shari’ah Economic And Banking Institute.
46
Chapra, Umer.M,DR. Ahmad, Habib (2002). Corporate Governance Lembaga Keuangan Syariah. Islamic Development Bank. Jakarta. Islamic Research And Training Institute Current Issues in Islamic Banking and Finance: resilience and stability in the present system. edited by Angelo M. Venardos.World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. 2010. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1976). Pendidikan Koperasi. Jakarta. Balai Pustaka. Djaslim Saladin, Perilaku konsumen dan pemasaran strategic, hal 7 DH, Swastha. DR, MBA, SE. Sukotjo, Ibnu. SE. (1995). Pengantar Bisnis Modern. (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern). Edisi ketiga. Yogyakarta. Liberty. Fatwa DSN-MUI Husein Umar, Metodologi Untuk Penelitian Skripsi Dan Tesis Bisnis, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Istijanto. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran: Cara Praktis Meneliti Konsumen dan Pesaing. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2009. Konsultan
Statistik,
“Penghitungan
Analisis
Faktor”,
diakses
dari
http://www.konsultanstatistik.com, paa tanggal 3 Februari 2012 Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (2005). Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Jakarta. Kementrian Koperasi dan UKM RI. Loudon, David L. and Albert J. Della Bitta. 1993. Consumer Behavior. Fourth Edition. New York: McGraw-Hill International Edition Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta, 2005.
47
Muhammad Ayub. Unsderstanding Islamic Finance. John Wiley & Sons Ltd. 2007 Muhammad Iqbal & David T. Llewellyn. Islamic Banking and Finance: New Perspenctive on Profit-Sharing and Risk. Edward Elgar Publishing Inc. 2002. Nugroho Bhuono Agung. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Andi Offset: Yogyakarta, 2005. Pinson. Linda. (2003). Anatomy Of a Business Plan. Panduan Lengkap Menyusun Proposal dan Rencana Bisnis, Edisi ke Lima. Jakarta Canary. Philip Kotler, Marketing Management, millenium edition (USA, 2001), Hal. 184 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, Erlangga, Jakarta, 2008. Subagyo, dkk, 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi ke-2, Penerbit STIE, Yogyakarta. Sulianto. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Ghalia Indonesia: Bogor, 2006. Sugiyono, (2008), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Penerbit Alfabeta, Bandun Sujianto, Agus Eko, (2009), Aplikasi Statistik dengan SPSS 16.0, Penerbit Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, ISBN: 978-602-8470-17-9. Umar Husein. Metode Penelitian Aplikasi Dalam Pemasaran. PT. Gramedia Pustaka Utama.: Jakarta, 1999. Qardhawi, Yusuf. DR. (1997). Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam. Jakarta. Robbani Press. Sudarsono, Drs, SH,M.Si. Edilius, SE. (1994). Manajemen Koperasi Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta. Tim SOP B – LKMS Baitul Maal Muamalat. (2000). SOP B-LKMS. Jakarta BMM
48
Tim SOP Asbisindo (2005) SOP Produk Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bank Perkreditan Rayat Syariah. Jakarta. DPP Asbisindo. Tim SOP, Mitra Consulting (2005) SOP PD. BPRS Kota Bekasi. Jakarta. Mitra Consultan. Tim Asbisindo Botabek (2005). Modul Pembiayaan Murabahah. Bogor. Asbisindo Botabek. Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia. (2001). Konsep, Produk Dan Implementasi Operasional Bank Syariah.Djambatan. jakarta Tim Penulis Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia,.(2003) Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Edisi Kedua. Jakarta. PT. Intermasa. V. Jupp, The Sage Dictionary Of Social Research Method, Athenaeum Press, Great Britain, 2006 Wahbah az-Zuhayly, Fiqh Muamalah Maliyah al-Mu’ashirah, Dar al-Fikri, Beirut, 2006 Waringin, Dasem, Tung (2006). Financial Revolution. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.. Wiroso, MBA, SE (2005) Jual Beli Murabahah. Yogyakarta UII Press.
49