BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakatnya. Oleh
karenanya, setiap negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang mulai berlomba-lomba melakukan pembangunan dalam bidang ekonomi. Tujuan dari pembangunan ekonomi tersebut meliputi, pendapatan perkapita rill yang tinggi dan mengurangi ketimpangan pendapatan sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada serta mengurangi tingkat kemiskinan. Kondisi geografis Indonesia yang berupa kepulauan merupakan salah satu hambatan dalam melaksanakan pemerataan pembangunan pada setiap daerah. Sejak tahun 2001 dilaksanakan otonomi daerah di Indonesia, kebijakan otonomi daerah di bawah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dengan prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab sehingga pemerintah daerah berperan sangat besar dalam menentukan arah kebijakan pembangunannya. Kedua undang-undang ini memberikan keleluasaan dan kewenangan yang semakin luas kepada daerah untuk memberdayakan potensi daerahnya sendiri (Artanayasa, 2014). Otonomi Daerah memberikan keleluasaan pada pemerintah daerah dalam mengelola potensi- potensi di daerahnya melalui pengaturan kebijakan. Hal ini bertujuan meningkatkan dan meratakan kesejahteraan masyarakat, peningkatan
1
kemandirian daerah dalam pengelolaan daerah, pembangunan yang merata di tiap daerah serta pengurangan subsidi pemerintah akan suatu daerah. Menurut Oates, seperti dikutip Artanayasa (2014) kebijakan desentralisasi ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah daerah akan efisien dalam mengelola sumber daya yang dimiliki dan penyediaan akan barangbarang publik untuk memperlancar aktivitas perekonomian. Sejak diberlakukannya desentralisasi ini, semua daerah di Indonesia terus menerus melakukan pembangunan dan menerapkan kebijakan agar pembangunan daerahnya terus meningkat. Namun, masalah tetap dihadapi oleh seluruh daerah di Indonseia, termasuk Bali dalam hal kemiskinan. Kemiskinan telah menjadi masalah yang kompleks dan kronis baik di tingkat nasional maupun regional, sehingga penanggulangannya memerlukan strategi yang tepat dan berkelanjutan. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini telah memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini masih menjadi masalah yang berkepanjangan termasuk Bali yang merupakan daerah pariwisata tak luput akan masalah tersebut (BPS Bali, 2014). Berdasarkan Gambar 1.1 memperlihatkan jumlah penduduk miskin di Bali terus mengalami fluktuasi dan perkembangan jumlah penduduk miskin di Bali cenderung mengalami penurunan dari tahun 2007 sampai 2011. Pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin bertambah sebanyak 1,13 ribu orang atau bertambah sekitar 0,68 persen. Tahun 2014 jumlah penduduk miskin berkurang sampai 46,7 ribu orang jika dibandingkan pada tahun 2004. Namun, jika dibandingkan dengan
2
tahun 2013,
jumlah penduduk miskin di Bali pada tahun 2014 mengalami
peningkatan sebesar 25,31 ribu orang (15,82 persen) Gambar 1.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin ( Kota + Desa) di Provinsi Bali Tahun 2004- 2014 (dalam ribu jiwa) Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa)
300
250
231.9 228.4 243.5 229.1
215.7 185.2 181.7 174.9 165.8 166.93159.89
200 150 100 50 0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Sumber : BPS (Bali Dalam Angka,2014) Peningkatan jumlah penduduk miskin ini disebabkan adanya tingkat urbanisasi penduduk dari desa ke kota akibat kurangnya lapangan pekerjaan yang ada di desa (Tinjauan Perekonomian Bali 2014). Hal ini diperparah dengan kondisi penduduk yang kurang memiliki keterampilan sehingga tidak memperoleh pekerjaan di kota dan menambah angka kemiskinan yang ada di perkotaan. Pemerintah Bali sendiri telah menetapkan pengurangan jumlah penduduk miskin sebagai prioritas utama pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2008 – 2013, yang menargetkan penduduk miskin turun menjadi 174.510 orang atau setara dengan 4,38 persen dari total penduduk Bali. Meningkatnya kemiskinan di Bali, dapat disebabkan juga karena adanya ketimpangan pendapatan yang tinggi. Untuk mengurangi jumlah penduduk miskin menurut Santosa (2013) dapat dengan peningkatan pendapatan, walaupun tidak selalu diikuti oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
3
merupakan tema sentral dalam suatu kehidupan ekonomi setiap negara di dunia. Berhasil tidaknya program – program di negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia sering dinilai berdasarkan tinggi rendahnya tingkat output dan pendapatan nasional. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah. PDRB adalah nilai bersih suatu barang dan jasa akhir yang dihasilkan dari berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode (Sasana, 2006). Semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut. PDRB yang tinggi menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi merupakan kunci dari penurunan kemiskinan di suatu daerah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah mengindikasikan bahwa pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Data menunjukkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 2014 tumbuh sebesar 5,02 persen melambat dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 5,58 persen (BPS, 2014). Secara
umum Pertumbuhan Ekonomi Indonesia didorong oleh
aktivitas perekonomian di Pulau Sumatera dan Jawa yang tumbuh masing – masing sebesar 4,66 persen dan 5,59 persen. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali pada kurun waktu 2013 mencapai angka 6,05 persen menurun dibandingkan pada tahun 2012 sebesar 6,65 persen. Namun, terjadi peningkatan di semua sektor jasa dengan pertumbuhan tertinggi pada sektor jasa-jasa yaitu sebesar 11,08 persen dan terendah
4
pada sektor pertanian yaitu 1,40 persen. Gambar 1.2 menunjukkan perkembangan laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali selama 10 tahun terakhir. Gambar 1.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Tahun 2010- 2014 (Dalam Persen)
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Pertumbuhan Ekonomi 7 6 5
5,92
5.56
5,97
5,83
6,49
6,65
2011
2012
6,05
4,62 5,33
5,03
4 3 2 1 0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2013
Tahun
Sumber : Bali Dalam Angka Tahun 2014 (data diolah)
Perkembangan pertumbuhan ekonomi Bali dapat dikatakan mengalami fluktuasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.2 yang menunjukkan perkembangan pertumbuhan ekonomi Bali selama sepuluh tahun terakhir. Laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali dipengaruhi oleh laju pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali, sehingga fluktuasi atau besar kecilnya penurunan maupun peningkatan pada laju pertumbuhan kabupaten/kota akan sangat berpengaruh pada laju pertumbuhan secara keseluruhan di Provinsi Bali. Seperti yang terlihat pada tabel 1.1 yang menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kota di Provinsi Bali.
5
Tabel 1.1 Kabupaten / Kota
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kota di Provinsi Bali Tahun 2004- 2014 (Dalam Persen) Pertumbuhan Ekonomi 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Jembrana
4.86
5.00
4.52
5.11
5.05
4.82
4.57
5.61
5.90
5.38
5.88
Tabanan
4.73
5.96
5.25
5.76
5.22
5.44
5.68
5.82
5.91
6.03
6.35
Badung
5.78
5.61
5.03
6.85
6.91
6.39
6.48
6.69
7.30
6.41
6.75
Gianyar
4.95
5.47
5.20
5.89
5.90
5.93
6.04
6.76
6.79
6.43
6.59
Klungkung
4.67
5.41
5.03
5.54
5.07
4.92
5.43
5.81
6.03
5.71
5.82
Bangli
4.03
4.46
4.25
4.48
4.02
5.71
4.97
5.84
5.99
5.61
5.67
Karangasem
4.49
5.13
4.80
5.20
5.07
5.01
5.09
5.19
5.73
5.81
5.85
Buleleng
4.98
5.60
5.35
5.82
5.84
6.10
5.85
6.11
6.52
6.71
6.73
Denpasar
5.83
6.05
5.88
6.60
6.83
6.53
6.57
6.77
7.18
6.54
6.77
Sumber : Bali Dalam Angka Tahun 2014 (data diolah) Pertumbuhan ekonomi tidak hanya dapat dilihat dari peningkatan pembangunan suatu daerah
namun juga dapat melalui proses pembangunan
manusia. Pembangunan manusia merupakan wujud serta tujuan jangka panjang dari suatu masyarakat dan meletakkan pembangunan di sekeliling manusia (masyarakat), bukan manusia di sekeliling pembangunan (Yunita, 2012). Untuk itu diperlukan pembangunan ekonomi yang terfokus pada pembangunan manusia secara kerakyatan dan berkesinambungan. Pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekaligus menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, artinya pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan mampu menyerap tenaga kerja sehingga pertumbuhan ekonomi lebih merata dan dapat dirasakan oleh penduduk. Pada akhirnya akan berpengaruh secara langsung pada peningkatan kualitas hidup penduduk secara keseluruhan. United Nations Development Programme (UNDP) mengembangkan suatu paradgima yang menyatakan pembangunan manusia merupakan suatu proses memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dengan demikian, pembangunan
6
masyarakat atau penduduk merupakan sarana untuk menggapai tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang secara tak langsung akan mengurangi tingkat kemiskinan yang ada. Untuk dapat mengukur tingkat perkembangan pembangunan manusia suatu daerah digunakanlah suatu indikator komposit yang disebut dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM terdiri atas tiga indikator tunggal yang digunakan untuk memproyeksikan tingkat pembangunan di suatu wilayah. Indikator IPM meliputi, Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Rata- Rata Lama Sekolah dan Kemampuan Daya Beli. Indikator IPM atau Human Development Indeks (HDI) merupakan salah satu pendekatan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia. IPM ini mulai digunakan oleh UNDP sejak tahun 1990 untuk mengukur upaya pencapaian pembangunan manusia suatu negara. Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi
dari
pembangunan, namun mampu mengukur dimensi
pokok
pambangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Agar pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi harus disertai dengan syarat cukup yaitu pemerataan pembangunan. Dengan pemerataan pembangunan terdapat jaminan bahwa semua penduduk dapat menikmati hasil-hasil pembangunan (BPS Jakarta, 2008). Berdasarkan pengalaman pembangunan di berbagai negara diperoleh pembelajaran bahwa untuk mempercepat pembangunan manusia dapat dilakukan antara lain melalui dua hal, yaitu distribusi pendapatan yang merata dan alokasi belanja publik
7
yang memadai untuk pendidikan dan kesehatan. Korea Selatan sebagai contoh sukses, tetap konsisten melakukan dua hal tersebut. Sebaliknya, Brazil mengalami kegagalan karena memiliki distribusi pendapatan yang timpang dan alokasi belanja publik yang kurang memadai untuk pendidikan dan kesehatan (UNDP, BPS, Bappenas, 2004). Menurut Lilya (2014), tingkat pembangunan manusia yang tinggi sangat menentukan kemampuan penduduk dalam menyerap dan mengelola sumbersumber pertumbuhan ekonomi. Provinsi Bali merupakan salah satu daerah yang berhasil melakukan peningkatan IPM. Gambar 1.3 menunjukkan angka IPM Provinsi Bali dan pertumbuhannya dalam kurun waktu 2001-2013. Gambar 1.3
Perkembangan Laju Pertumbuhan IPM Provinsi Bali kurun waktu 2001 – 2013
76
3.03
74 2.44
72
69.13
IPM
70 68 66
71.52 70.53 70.98 69.78 70.07
60
73.49 74.11
3.5 3 2.5 2
67.1
1.5
65.57 65.5
0.94
64 62
72.28 72.84
0.42 0.66 0.64
0
0.76
1.06 0.77 0.89 0.84
-0.11
1 0.5 0 -0.5
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 IPM
Pertumbuhan IPM (%)
Sumber : Bali Dalam Angka Tahun 2014 (data diolah) Gambar 1.3 menunjukkan bahwa IPM di Bali terus meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan IPM tertinggi terjadi pada tahun 2004. Pertumbuhan IPM tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 0,84 persen dari tahun 2012. Meskipun angka IPM mengalami peningkatan, tetapi pertumbuhan IPM masih mengalami fluktuasi selama 13 tahun terahkir. Perkembangan IPM dari tahun 2001 sampai
8
2013 masih berada pada tingkat menengah, hal ini tidak sebanding dengan keadaan ekonomi Bali yang terus meningkat serta, menghasilkan devisa yang besar melalui sumbangsih sektor pariwisata. Rata-rata pertumbuhan IPM Provinsi Bali cenderung rendah atau masih di bawah angka 1 persen. Disamping itu, menurut BPS (Bali Dalam Angka, 2015) IPM Provinsi Bali sebesar 74,11 di atas IPM Indonesia sebesar 73,81. Posisi IPM Provinsi Bali memang berada di atas IPM Indonesia, namun pemerintah Provinsi Bali perlu melakukan pengembangan mutu modal manusia dalam hal kesehatan, pendidikan, pendapatan maupun daya beli masyarakat secara berkelanjutan agar pertumbuhan IPM mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pertumbuhan IPM di Bali sangat dipengaruhi oleh perkembangan IPM di tiap kabupaten/kota di Provinsi Bali. IPM tiap – tiap daerah menggambarkan bagaimana pembangunan manusia yang ada disana. Tabel 1.2 Perkembangan IPM pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali kurun waktu 2009 – 2013 IPM
No Kabupaten/Kota Th. 2009 72,45
Th. 2010 72,69
Th. 2011 73,18
Th. 2012 73,62
2 Tabanan
74,26
74,57
75,24
75,55
76,19
3 Badung
74,49
75,02
75,35
75,69
76,37
4 Gianyar
72,43
72,73
73,43
74,49
75,02
5 Klungkung
70,19
70,54
71,02
71,76
72,25
6 Bangli
70,21
70,71
71,42
71,80
72,28
7 Karangasem
66,06
66,42
67,07
67,83
68,47
8 Buleleng
70,26
70,69
71,12
71,93
72,54
9 Denpasar
77,56
77,94
78,31
78,80
79,41
71,52
72,28
72,84
73,49
74,11
1 Jembrana
Prov. Bali
Sumber : Bali Dalam Angka Tahun 2014 (data diolah)
9
Th. 2013 74,29
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat perkembangan IPM di tiap kabupaten/kota di Provinsi Bali dalam kurun waktu 2009 – 2013 semuanya mengalami peningkatan. Namun, nilai IPM di beberapa kabupaten masih menunjukkan angka di bawah rata - rata IPM Provinsi Bali secara keseluruhan. IPM terendah berasal dari Kabupaten Karangasem dengan 68,47 selama periode 2009 hingga tahun 2013, sedangkan IPM tertinggi diperoleh Denpasar dengan 79,41. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan pembangunan yang cukup jauh. Ketidakmerataan ini dapat disebabkan karena kurangnya fasilitas pendidikan dan kesehatan yang ada di Kabupaten Karangasem, terlebih lagi Kabupaten Karangasem memiliki banyak permasalahan dalam hal pengembangan sumber daya manusia. Selain itu, permasalahan yang tengah dialami pemerintah daerah di Bali saat ini adalah masalah pengangguran dan kemiskinan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia (IPM) tidak selalu diikuti dengan penurunan pengangguran dan kemiskinan (Santosa, 2013). Berdasarkan Gambar 1.3, IPM Bali selama kurun waktu 2001 – 2013 terus mengalami peningkatan, namun jumlah penduduk miskin pada tahun tertentu juga meningkat misalnya, pada tahun 2012 persentase penduduk miskin meningkat sekitar 1,13 ribu orang atau bertambah sekitar 0,68 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2014, penduduk miskin di Provinsi Bali meningkat secara cukup signifikan sekitar 25,31 ribu orang atau bertambah sekitar 15,82 persen dari tahun sebelumnya. Padahal, pada tahun yang sama kualitas pendidikan dan kesehatan penduduk terus meningkat.
10
Secara teoritis, upaya pengentasan kemiskinan mensyaratkan adanya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas akan mewujudkan kebijakan perluasan kesempatan kerja (mengurangi tingkat pengangguran) dan memaksimalkan investasi yang produkif di berbagai sektor ekonomi (Jonaidi, 2012). Teori neo klasik menerangkan pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Pembentukan modal menghasilkan kemajuan teknik yang menunjang tercapainya ekonomi produksi skala luas dan meningkatkan spesialisasi sumber daya manusia sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun, yang menjadi persoalan saat ini adalah terjadinya ketimpangan dalam pembangunan ekonomi di Bali, di mana kenyataannya masih banyak permasalahan yang terjadi di tengah – tengah masyarakat. Berdasarkan data BPS terlihat meskipun laju pertumbuhan ekonomi di Bali
berfluktuasi dan cenderung
meningkat, namun jumlah penduduk miskin juga meningkat seperti yang terjadi pada tahun 2012 dan 2014. Kenaikan pertumbuhan ekonomi ini ternyata belum mampu menciptakan lapangan kerja dan menyerap tambahan angkatan kerja yang ada. Belum optimalnya pembangunan manusia mengakibatkan rendahnya produktivitas tenaga kerja kaum miskin, ini dapat disebabkan oleh rendahnya akses untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan. Pada akhirnya, seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, sehingga dapat keluar dari jeratan kemiskinan. Peningkatan IPM Provinsi Bali selama ini belum mampu meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat secara riil
11
dan mengurangi kemiskinan yang ada, sehingga menjadi sebuah pertanyaan mengapa peningkatan pertumbuhan IPM di Provinsi Bali tidak mampu mengurangi angka kemiskinan yang ada di Provinsi Bali. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jonaidi (2012), menyatakan terdapat hubungan dua arah yang kuat antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap pengurangan angka kemiskinan, terutama di daerah perdesaan yang banyak terdapat kantongkantong kemiskinan. Sebaliknya, kemiskinan juga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Melalui peningkatan akses modal, kualitas pendidikan (peningkatan melek huruf dan lama pendidikan) dan derajat kesehatan (peningkatan harapan hidup) penduduk miskin diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dalam berusaha. Selain itu menurut Peacock dan Wiseman (dalam Mangkoesoebroto, 1993;173), pertumbuhan ekonomi menyebabkan pungutan pajak semakin tinggi. Apabila pertumbuhan ekonomi semakin tinggi maka tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah akan semakin tinggi, sehingga tingkat kesejahteran daerah semakin tinggi pula dan dapat mengurangi kemiskinan yang ada. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Widodo, dkk (2011) menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran pemerintah sektor publik tidak secara langsung mempengaruhi IPM ataupun kemiskinan, namun secara bersama-sama (simultan) pengeluaran sektor publik dan IPM dapat mempengaruhi kemiskinan. Hal tersebut berarti bahwa pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan tidak bisa berdiri sendiri sebagai variabel independen dalam mempengaruhi kemiskinan,
12
namun harus berinteraksi dengan variabel lain (variable komposit IPM). Konsep pembangunan manusia adalah memperluas pilihan manusia terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan kemampuan daya beli. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diteliti lebih lanjut dari masing-masing komponen indeks pembangunan manusia (IPM) terhadap tingkat kemiskinan. Maka dari itu berdasarkan pemaparan latar belakang masalah tersebut penelitian Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Indikator Komposit IPM Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Bali Tahun 2004 – 2013 diharapkan mampu memberikan analisis tentang beberapa masalah yang terjadi dalam pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini. 1) Apakah pertumbuhan ekonomi, angka harapan hidup, rata – rata lama sekolah, angka melek huruf dan pengeluaran perkapita berpengaruh secara simultan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali tahun 2004 – 2013 ? 2) Apakah pertumbuhan ekonomi, angka harapan hidup, rata – rata lama sekolah, angka melek huruf dan pengeluaran perkapita berpengaruh secara parsial terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali tahun 2004 - 2013?
13
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Menganalisis pertumbuhan ekonomi, angka harapan hidup, rata – rata lama sekolah, angka melek huruf dan pengeluaran perkapita secara simultan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali tahun 2004 – 2013 ? 2) Menganalisis pertumbuhan ekonomi, angka harapan hidup, rata – rata lama sekolah, angka melek huruf dan pengeluaran perkapita berpengaruh secara parsial terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali tahun 2004 - 2013?
1.4 Kegunaan Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, yaitu: 1. Kegunaan Teoritis a) Melalui penelitian ini, diharapkan dapat menerangkan konsep – konsep teori yang selama ini diperoleh dalam perkuliahan seperti teori pertumbuhan ekonomi , teori kesejahteraan dan teori kemiskinan. b) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi dan indikator komposit IPM terhadap kemiskinan. 2. Kegunaan Praktis a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada pemerintah, swasta dan masyarakat luas terkait peningkatan pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia serta penanggulangan kemiskinan di Provinsi Bali.
14
b) Sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam mengentaskan kemiskinan yang ada di Provinsi Bali. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II
Kajian Pustaka Dan Hipotesis Penelitian Bab ini menguraikan teori yang mendukung pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai beberapa konsep yang meliputi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, rata- rata lama sekolah, dan pengeluaran
perkapita
serta
pembahasan
penelitian-penelitian
sebelumnya yang digunakan sebagai acuan dalam merumuskan hipotesis atau dugaan sementara. Bab III
Metode Penelitian Bab ini menguraikan mengenai desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode pengumpulan data serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.
15
Bab IV
Data Dan Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menguraikan gambaran umum daerah penelitian, deskripsi data hasil penelitian, dan pembahasan mengenai permasalahan yang ada dalam penelitian.
Bab V
Simpulan Dan Saran Bab ini menguraikan mengenai simpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian dan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan simpulan yang diperoleh agar nantinya dapat berguna bagi penelitian selanjutnya.
16