BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Penelitian Sabung ayam merupakan tradisi pertarungan antara dua ayam jantan pada suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat dipisahkan dari tradisi adat istiadat di Bali. Umumnya sabung ayam di kategorikan menjadi 2 aktivitas yang mendasar yaitu, tabuh rah dan tajen. Tabuh rah adalah kegiatan mengadu dua ekor ayam jantan yang mana kegiatan ini lazimnya diadakan pada upacara bhuta yadnya atau mecaru. Tajen adalah kegiatan mengadu dua ekor ayam pada suatu arena tertentu yang biasanya disertai taruhan (Hidayat 2011: 1-4). Kegiatan sabung ayam di Bali pada kehidupan masyarakatnya selalu menggunakan unsur budaya Bali dalam setiap aktivitasnya. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kemong/kajar sebagai penanda berakhirnya suatu babak dalam pertandingan tajen. Pelaksanaan tajen pun masih dilakukan ketika ada kegiatan yang berkaitan dengan yadnya. Tajen merupakan kegiatan sabung ayam yang terorganisir satu kesatuan dalam bentuk sabung ayam. Terjadi kegiatan perjudian yang mempertaruhkan ayam menang dan kalah dalam pelaksanaan tajen, serta ada retribusi upah yang harus dibayarkan untuk melaksanakan aktivitas tersebut (Sudina, tanpa tahun: 4-5).
1
2
Hal ini tentu yang membedakan tabuh rah dan tajen. Meskipun sama – sama merupakan kegiatan sabung ayam, tetapi tabuh rah lebih menekankan kepada darah yang diperlukan untuk persembahan dalam upacara keagamaan. Belum diketahui sejak kapan proses pergeseran makna tersebut mulai berlaku di masyarakat. Jika dilihat secara empiris kegiatan sabung ayam erat kaitannya dengan perjudian. Dapat dilihat dari taruhan dan pungutan yang diadakan sewaktu pelaksanaan tajen. Kenyataan di masyarakat pelaksanaan sabung ayam dewasa ini dalam rangka suatu upacara selalu terkait dengan taruhan atau judi. Ini tentunya bertentangan dengan hukum yang ada. Padahal dalam suatu upacara ritual yang besar di Bali haruslah mengadakan sabung ayam sebagai pelengkap upacara. Terlihat jelas perubahan paradigma pada kalangan masyarakat mengenai tradisi sabung ayam itu sendiri. Apabila dilihat dari permulaannya, tradisi sabung ayam sudah ada pada masa Bali Kuno. Dapat diketahui dari tinggalan berupa arca bhatara memegang ayam satu pura di Kerobokan. Arca ini pun masih disucikan oleh masyarakat sebagai salah satu pelinggih di areal pura ini. Tinggalan ini mengindikasikan masyarakat Bali pada masa lampau sangat menghormati tradisi sabung ayam sebagai suatu bentuk kesakrallan dalam upacara ritual. Arca ini juga memperlihatkan adanya kepercayaan terhadap Dewa Brghu sebagai dewa penguasa sabung ayam. Selain itu dapat juga dilihat dari beberapa prasasti yang menyebutkan istilah tajen. Misalnya pada prasasti Sukawana A.I. yang berangka tahun 804 Saka (882 M) terdapat kata : “Blindarah”, para ahli berpendapat bahwa istilah blindarah terkait dengan kegiatan tabuh rah.
3
Prasasti Batur Pura Abang A yang berangka tahun 933 Saka (1011M) juga menyebutkan bahwa bila mengadakan upacara – upacara tawur kesanga, patutlah mengadakan sabungan ayam tiga ronde (leban) di desanya, dan tidak perlu meminta ijin kepada aparat dan petugas pajak. Prasasti Batuan yang berangka tahun 944 Saka (1022M) menyebutkan adapun bila mengadu ayam ditempat suci dilakukan tiga ronda (leban) tidak meminta ijin kepada pemerintahan dan juga kepada pengawas sabungan, tidak dikenakan pajak. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dipahami bahwa sabung ayam mengalami suatu perkembangan. Indikatornya berdasarkan istilah-istilah yang digunakan untuk menyebutkan kegiatan tersebut, mengalami perubahan dalam beberapa prasasti. Beberapa prasasti yang bertipe yumu pakatahu misalnya menyebutkan istilah terkait sabung ayam dengan kata “blindarah”. Contohnya selain dalam prasasti Sukawana A.I, juga dalam prasasti Trunyan menggunakan istilah blindarah yang dibayarkan atau dihaturkan kepada batara da tonta di hari tertentu. Hal tersebut juga diperjelas dengan penyebutan istilah sabung ayam yang berbeda – beda. Misalnya prasasti Sukawana A.I menyebutkan istilah blindarah, sedangkan prasasti Batur Pura Abang A dan prasasti Batuan menyebutkan manawunga. Hal ini mengindikasikan bahwa sabung ayam sebenarnya sudah berkembang pada masa Bali Kuno ( Hidayat, 2011: 23). Suatu bentuk perjudian tentunya melanggar hukum dan masyarakat yang berkecimpung dalam tradisi ini, cepat atau lambat akan meninggalkan tradisi ini. Tradisi ini sesungguhnya memegang peranan penting dalam pelaksanaan upacara ritual di Bali. Penelitian mengenai sabung ayam sangat jarang dilakukan, dan bila
4
ada penelitian terkait hanya sebatas mengkaji kajian dampak sosial yang ditimbulkan terhadap masyarakat. Hal ini seharusnya lebih mendapat perhatian untuk dikaji lebih mendalam, sebab dalam tradisi ini terdapat makna dan fungsi yang sebelumnya hanya diketahui secara sepintas oleh masyarakat awam. Mengenai kemunculan tradisi ini pun sebenarnya masih dipertanyakan oleh banyak pihak. Penelitian mengenai sabung ayam dewasa ini hanya difokuskan pada kajian persepektif hukum dan dampak sosial yang ditimbulkan. Salah satu diantaranya, penelitian mengenai sabung ayam dalam persefektif hukum islam dan hukum positif yang diteliti oleh Rahmatul Hidayat. Pada penelitian ini banyak diulas mengenai kajian timbal-balik hukum dan sabung ayam. Titik fokus pada penelitian ini sesungguhnya lebih cederung kajian hukum daripada kajian budaya, namun penelitian ini juga mengulas beberapa sejarah dan perkembangan sabung ayam yang dipandang dari aspek agama dan budaya. Beberapa tulisan dan bahasan yang ditulis pada penelitian tersebut, akan digunakan untuk melengkapi data terkait penelitian ini. Sebenarnya apabila dikaji berdasarkan persepektif budaya, akan lebih banyak informasi yang dapat diperoleh dari tradisi ini. Kenyataan di lapangan mengungkapkan jika penelitian sabung ayam yang berdasarkan sudut pandang kajian budaya sangat sulit dilakukan. Hal ini mengingat pada sedikitnya sumber-sumber data yang dapat menunjang penelitian tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti tradisi sabung ayam berdasarkan kajian persepektif budaya. Penulis lebih menitik
5
beratkan pada kemunculan, kajian fungsi, dan perkembangan tradisi sabung ayam tersebut berdasarkan data – data prasasti dan data etnoarkeologi.
1.2 Rumusan Masalah Bedasarkan uraian latar belakang di atas, maka terdapat tiga permasalahan yang dijadikan fokus dalam penelitian ini. Ketiga permasalahan tersebut yaitu: 1. Sejak kapan kemunculan tradisi sabung ayam pada masyarakat di Bali? 2. Apa fungsi sabung ayam pada masa Bali Kuno? 3. Bagaimana perkembangan tradisi sabung ayam pada masa Bali Modern?
1.3 Tujuan Penelitian Keseluruhan aktivitas manusia dalam bentuk apapun sudah seharusnya mempunyai
tujuan
yang
ingin
diperjelas.
Tujuan
penelitian
adalah
menggambarkan sasaran yang ingin dicapai oleh penulis pada penelitiannya. Tujuan dapat pula dikategorikan sebagai tolak ukur untuk menjawab permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya pada rumusan masalah. Sehubungan dengan hal tersebut, secara garis besar tujuan dari penelitian ini dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
6
1.3.1
Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui, memahami, serta
menjelaskan berbagai hal yang terkait dengan sabung ayam dalam masyarakat Bali Kuno. Baik sabung ayam sebagai ritual maupun judi.
1.3.2
Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk menjawab permasalahan
yang ada pada rumusan masalah secara terperinci, yaitu pertama untuk mengetahui sejak kapan kemunculan kegiatan sabung ayam berdasarkan data prasasti, kedua untuk mengetahui apa fungsi sabung ayam pada masa Bali Kuno, dan ketiga untuk mengetahui perkembangan sabung ayam masa kini. Terkait perkembangan sabung ayam masa kini, penulis berusaha untuk mengambarkan dan menjabarkan proses perubahan budaya yang terjadi dalam kegiatan sabung ayam. Pengambaran tersebut didasarkan pada analogi aktivitas sabung ayam yang disebutkan dalam beberapa prasasti dengan perbandingan aktivitas sabung ayam masa kini.
1.4 Manfaat Penelitian Dari suatu penelitian diharapkan dapat memberi manfaat dan kegunaan yang optimal bagi masyarakat luas. Terkait penelitian ini terdapat dua manfaat, yaitu manfaat teoritis serta manfaat praktis yang diharapkan dapat membantu dan
7
memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis dan praktis dalam ilmu pengetahuan. Kedua manfaat itu dapat dipaparkan sebagai berikut.
1. 4.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian di bidang ilmu pengetahuan khususnya ilmu arkeologi yang berkaitan mengenai tradisi sabung ayam. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang
berkaitan
dengan
peristiwa
sejarah,
serta
mengetahui
gambaran
keberlangsungan tradisi sabung ayam pada masa Bali Kuno. Hasil penelitian juga dapat dikembangkan juga untuk penelitian lanjutan mengenai sabung ayam pada masa ini. Hasil penelitian ini diharapakan juga dapat menambah pengetahuan di bidang ilmu budaya khususnya ilmu sejarah dan arkeologi.
1.4.2
Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan adalah, hasil penelitian ini bisa berguna
dalam memecahkan permasalahan yang praktis, dan mampu memberikan informasi-informasi penting kepada: (1) pemerintah, diharapkan melalui penelitian ini dapat membantu melestarikan tradisi ini melalui hasil penelitian. (2) lembaga terkait, diharapkan dapat memberikan sumber data yang akurat sebagai rujukan dalam penelitian berikutnya, dan (3) masyarakaat umum, diharapkan
8
dapat memahami terkait fungsi serta perkembangan dari tradisi ini sehingga dapat diterapkan pada tradisi sabung ayam masa kini.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Batasan penelitian diperlukan oleh seorang peneliti untuk memudahkan kegiatan penelitian serta menyimpulkan hasil penelitian. Ruang lingkup perlu dibatasi agar tidak menyulitkan selama proses penelitian berlangsung. Penelitian ini menggunakan dua ruang lingkup penelitian, yaitu ruang lingkup objek dan ruang lingkup permasalahan. Kedua ruang lingkup tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut.
1.5.1
Ruang Lingkup Objek Ruang lingkup objek penelitian mencakup objek yang akan diteliti.
Adapun objek tersebut yaitu prasasti dan masyarakat. Prasasti yang dijadikan objek pada penelitian ini, yaitu prasasti masa Bali Kuno yang menyebutkan tentang tradisi sabung ayam pada periode abad IX-XI. Berikut akan dikelompokkan prasasti yang digunakan pada penelitian ini. Prasasti abad ke-9 : -
Prasasti Sukawana A.I
-
Prasasti Bebetin A.I Prasasti Trunyan A.I
9
Prasasti abad ke-10: -
Prasasti Trunyan B Prasasti Gobleg Pura Desa I Prasasti Srokodan Prasasti Bangli Pura Kehen I Prasasti Sembiran A.I Prasasti Pengotan A.I Prasasti Batunya A.I Prasast Dausa Bukit Indrakila A.I
-
Prasasti Batur Pura Abang A Prasasti Batuan Prasasti Tengkulak A
-
Prasasti Batunya Prasasti Dalung Prasasti Bwahan E Prasasti Landih B – Nongan B Prasasti Krobokan Prasasti Malat Gede Prasasti Bulian A
Prasasti abad ke-11:
Prasasti abad ke-12:
Prasasti-prasasti yang disebutkan di atas merupakan prasasti yang memiliki data untuk membahas permasalahan pada penelitian ini. Penulis membatasi ruang lingkup penelitian dari abad 9-12, karena pada abad berikutnya istilah untuk menyebutkan tradisi sabung ayam tidak berbeda . 1.5.2
Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup permasalahan penelitian ini mencakup permasalahan yang
diajukan pada penelitian, yaitu terkait dengan sabung ayam pada masa Bali Kuno,
10
terutama mengenai awal kemunculannya di Bali, fungsi tradisi sabung ayam pada masyarakat Bali Kuno dan perkembangan sabung ayam pada masa Bali Modern.