BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Kasus – kasus kepailitan belakangan ini semakin banyak terjadi di Indonesia. Salah satu contohnya adalah kasus putusan pailit terhadap PT. Telkomsel yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada pertengahan bulan September tahun 2012. Putusan pailit ini dapat dikatakan menghebohkan, k arena tidak ada yang menduga PT. Telkomsel merupakan salah satu operator telekomunikasi terbesar yang ada di Indonesia dapat dijatuhi putusan pailit. Melihat dari nilai aset PT. Telkomsel yang mencapai nilai hingga triliunan rupiah, mungkin sulit dibayangk an berapa besarnya utang yang dimiliki PT. Telkomsel, sehingga dijatuhi putusan pailit. Pada kenyataannya putusan pailit PT. Telkomsel jatuh disebabkan permasalahan utang piutang yang kecil, jika dibandingkan dengan nilai aset yang dimiliki PT. Telkomsel. Putusan pailit terhadap PT. Telkomsel dilatarbelakangi oleh persoalan utang piutang terhadap PT. Prima Jaya Informatika. PT. Prima Jaya Informatika adalah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informasi, yaitu sebagai distributor penjualan voucher telepon seluler. Dalam kegiatan usahanya PT. Prima Jaya Informatika melakukan perjanjian kerja sama dengan PT. Telkomsel untuk mendistribusikan kartu prima voucher isi ulang selama jangka waktu dua tahun sejak tanggal 1 Juni 2011.
2 PT. Telkomsel berkewajiba n untuk menyediakan
voucher isi ulang
bertemakan khusus olah raga dalam jumlah paling sedikit 120 juta buah, yang terdiri dari voucher isi ulang 25 ribu dan 50 ribu setiap tahun yang untuk dijual PT. Prima Jaya Informatika. PT. Telkomsel juga berkewajiban menyediakan kartu perdana dan kartu prabayar bertemakan khusus olah raga, dalam jumlah sedikit – sedikitnya 10 juta buah tiap tahunnya. Pada awalnya perjanjian tersebut berjalan lancar tanpa adanya masalah. Pada awal tahun kedua terjadi masalah ketika PT. Prima Jaya Informatika pada tanggal 20 Juni 2012 dan 21 Juni 2012 mengajukan purchase order dengan total sekitar 5,3 Milyar rupiah yang kemudian ditolak oleh PT. Telkomsel dengan alasan pada pokoknya menyatakan sampai saat ini PT. Telkomsel belum menerima perintah selanjutnya mengenai pendistribusian produk PRIMA dan menyatakan menghentikan sementara alokasi produk PRIMA. Oleh PT. Prima Jaya Informatika hal ini dianggap sebagai utang yang dimiliki oleh PT. Telkomsel karena perjanjian untuk mendistribuksikan produk PRIMA sesuai dengan perjanjian kerja sama adalah dua tahun terhitung sejak tanggal 1 Juni 2012. Selain itu PT. Telkomsel juga mempunyai utang kepada kreditor lain yaitu kepada PT. Extend Media Indonesia atas pelaksanaan kerja sama layanan Mobile Data Content untuk periode bulan Agustus dan September 2011 dengan total tagihan sekitar 40 milyar rupiah. Dengan adanya hal ini maka PT. Prima Jaya Informatika mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam gugatannya
3 disebutkan PT. Telkomsel terbukti secara sederhana mempunyai dua kreditor dan tidak membayar bukan hanya satu melainkan dua utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dalam putusannya Pengadilan Niaga Jakarta Pusat akhirnya mengabulkan permohonan pailit yang d iajukan oleh PT. Prima Jaya Informatika. Oleh pihak PT. Telkomsel putusan ini diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. 1 Sebenarnya kasus yang mirip pernah terjadi di Indonesia beberapa tahun yang lalu. Salah satu contohnya adalah kasus PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (PT. AJMI) yang memiliki latar belakang hampir sama dengan kasus PT. Telkomsel. PT. AJMI dipailitkan oleh salah satu pemegang sahamnya dikarenakan PT. AJMI dianggap tidak membayar deviden yang seharusnya dibagi kepada pemegang sahamnya, sehingga disini tidak dibaginya deviden tersebut dianggap sebagai utang. Dalam pemeriksaan di pengadilan niaga ternyata dapat dibuktikan bahwa PT AJMI memiliki dua utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, sehingga putusan pailit dijatuhkan. PT. AJMI yang m emiliki aset yang nilainya mencapai triliyunan rupiah dengan begitu mudahnya dijatuhi putusan pailit dikarenakan nilai utang yang kecil.
2
Dengan adanya latar belakang kasus – kasus yang telah terjadi tersebut, syarat – syarat berkaitan dengan penjatuhan putusan pailit terhadap suatu Perseroan Terbatas menurut Undang – Undang 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat dikatakan sangat mudah. Dengan adanya utang piutang yang jumlahnya relatif kecil, suatu perseroan dapa t dijatuhi
1 2
Putusan Pengadilan Niaga Nomor 48/Pailit/2012/Pn.Niaga.Jkt.Pst. Putusan Pengadilan Niaga Nomor 10/Pailit/2002/PN.Niaga.Jkt.Pst .
4 putusan pailit tanpa melihat berapa nilai aset yang dimilikinya. Hal ini karena didasari oleh syarat kepailitan dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dimana menganut asas pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan. Dalam pembuktian sederhana ini apabila telah terbukti secara sederhana bahwa debitor mempunyai lebih dari satu kreditor dan bahwa salah satu utangnya telah jatuh waktu dan dapat ditagih tetapi debitor tidak atau belum membayar utangnya tersebut, 3 maka putusan pailit dapat dijatuhkan. Dalam Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, juga tidak mengatur adanya insolvensi test dan tidak mensyaratkan debitor pailit dalam keadaan insolven. Hal ini mengakibatkan seorang debitor yang masih dalam keadaan solven pun dapat dijatuhi putusan pailit, sehinga tidak mengherankan pada saat sekarang ini terjadi kasus – kasus penjatuhan putusan pailit seperti dalam perkara PT. Telkomsel dan PT. AJMI. Padahal menurut Fred, B.G Tumbuan menyatakan seharusnya persyaratan pailit itu diperberat, misalnya pembukuan debitor harus lengkap dan diperiksa untuk membuktikan apakah ada atau tidak petunjuk tentang penyalahgunaan yang mema ng disengaja sedemikian rupa sehingga tampak adanya itikad yang tidak baik. 4
3
Victorianus M.H. Randa Puang, 2011, Penerapan Asas Pembuktian Sed erhana Dalam Penjatuhan Putusan Pailit, Sarana Tutorial Nurani Sejahtera, Bandung , hlm. 43. 4 Sunarmi, 2010, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, PT. Sofmedia, Jakarta, hlm. 317.
5 Tidak adanya batasan mengenai presentase jumlah utang minimal yang dapat diajukan ke dalam perkara kepailtan menurut Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penun daan Kewajiban Pembayaran Utang, menyebabkan suatu perseroan dengan nilai aset yang besar dengan begitu mudahnya dipailitkan karena jumlah utang yang relatif kecil. Sebenarnya ide untuk menentukan pembatasan presentase harta debitor yang tersisa sebagai sy arat permohonan pernyataan pailit telah ada, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 konsep rancangan Undang – Undang kepailitan. Pasal tersebut mengatur pailit atau kebangkrutan berlaku terhadap debitor yang sudah tidak mampu lagi untuk membayar utang – utangnya dan harta yang tersisa adalah hanya 25 % dari seluruh harta kekayaan debitor. 5 Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa banyak terjadi permasalahan dalam perkara kepailitan khususnya mengenai persyaratan dalam penjatuhan putusan pailit. Oleh karena itu penulis ingin menyusun tesis yang berjudul Tinjauan Yuridis Batasan Minimal Utang Dalam Syarat Kepailitan Undang – Undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. TELKOMSEL)
5
Siti Anisah, 2008, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Total Media, Jakarta, hlm. 72.
6
B. Perumusan Masalah Penel itian Berdasarkan latar belakang masalah Penelitian di atas, dalam penulisan tesis ini penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah penerapan syarat kepailitan dalam penjatuhan Putusan Niaga Nomor : 48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst
tentang
kepailitan
PT.
Telkomsel
sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah dipenuhi dengan tepat? 2. Mengapa tidak ada pengaturan batasan minimal utang, dalam syarat kepailita n di Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?
C. Tujuan Penelitian Berdasar dari beberapa perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1.
Untuk menganalisis ketepatan penerapan syarat kepailitan dalam penjatuhan Putusan Niaga Nomor : 48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst tentang kepailitan PT. Telkomsel yang diatur dalam Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pemba yaran Utang
7 2.
Untuk menganalisis tidak adanya pengaturan batasan minimal utang, dalam syarat kepailitan di Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
D. Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapk an dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum perdata khususnya bidang hukum kepailitan di Indonesia. Manfaat tersebut antara lain berupa argumentasi yang bersifat teoritis dan yuridis normatif berkaitan dengan penerapan syarat kepailitan dalam penjatuhan putusan pailit serta mengenai perlu tidaknya batasan minimal utang dalam Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
2.
Manfaat Praktis Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan hukum secara praktis mengenai kepailitan kepada masyarakat pada umumnya dan sebagai bahan referensi bagi kalangan praktisi hukum, mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarak at (LSM) pada khususnya. Penelitian ini dapat memberikan penjelasan mengenai perkembangan mengenai hukum perdata khususnya dibidang hukum kepailitan.
8
E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dapat diartikan bahwa masalah yang dipilih belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya penelitian yang sudah pernah dilakukan. 6 Dari penelusuran pustaka yang dilakukan penulis ditemukan beberapa penelitian yang memiliki relevansi terhadap tesis yang penulis susun. Sumber tersebut berasal dari penelitian ilmu hukum. Adapun beberapa hasil penelitian ilmiah yang memiliki relevansi terhadap penulisan tesis ini diantaranya adalah : 1. Tesis yang berjudul Analisis Hukum Terhadap Pengajuan Permohonan Pernyataan Kepailitan Oleh PT. As uransi Prisma Indonesia Dalam Putusan Pailit Nomor 01/PAILIT/2010/PN.JKT.PST jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 228 K/PDT.SUS/2010 yang ditulis oleh Ester (2013). Tesis ini mengambil permasalahan mengenai apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum PT. Asuransi Prisma Indonesia mengajukan perrmohonan pernyataan pailit. kemudian apakah alasan Panitera Pengadilan Niaga menerima pendaftaran permohonan pailit pemohon, dan terakhir bagaimanakah kedudukan atau status badan hukum PT.Asuransi Prisma Indonesia setelah dicabutnya izin usaha oleh Menteri Keuangan. 2. Tesis yang berjudul Implementasi Pasal 2 ayat (1) Undang – undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 6
Maria S. W, Sumarjono, 2001, Pedoman pembahasan usulan penelitian, Gramedia, Jakarta, hlm. 18.
9 sebagai syarat pengajuan permohonan pailit yang ditulis oleh Dwi Laksono (2012). Tesis ini mengambil permasalahan mengenai penerapan syarat -syarat kepailitan sebagaimana yang diatur di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dihubungkan dengan Pasal 8 ayat (4) Undang undang Kepailitan dan PKPU mengenai pembuktian sederhana mengenai eksistensi adanya utang khususnya dalam perkara kepailitan PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (PT. TPI). Penulisan hukum ini juga mengambil permasalahan mengenai penyelesaian sengketa utang -piutang yang langsung diselesaikan melalui lembaga kepailitan di Pengadilan Niaga tanpa melalui proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri terlebih dahulu. 3. Tesis yang berjudul Penentuan Saat Jatuh Tempo Utang yang Dapat Di tagih Dalam Kepailitan yang ditulis oleh Huda Nuril (2005). Tesis ini mengambil permasalahan mengenai kapan penentuan saat jatuh tempo hutang yang dapat ditagih dalam kepailitan menurut Undang -undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewaj iban Pembayaran Utang. 4. Tesis yang berjudul Telaah Pengertian Utang Dalam Hukum Kepailitan yang ditulis oleh Jazuli Akhmad (2004). Tesis ini mengambil permasalahan mengenai bagaimanakah pengertian utang menurut hukum kepailitan dan bagaimanakah para hakim m enerapkan pengertian utang dalam menyelesaikan perkara kepailitan.
10 Mencermati hasil penelitian diatas, tesis yang penulis susun memiliki karakteristik tersendiri. Perbedaannya penelitian yang dilakukan oleh penulis terletak pada pokok pembahasan. Pada pene litian yang penulis lakukan permasalahan lebih ditekankan kepada permasalahan mengenai batasan minimal utang dalam syarat kepailitan Undang – Undang No 37 Tahun 2004 dan penerapan syarat kepailitan pada PT. Telkomsel menurut Undang – Undang No 37 Tahun 2004 sehingga topik yang dibahas dalam penelitian penulis merupakan hal yang baru. Dari hasil penelusuran penulis di perpustakaan Universitas Gadjah Mada belum ditemukan penulisan yang terkait judul Tinjauan Yuridis Batasan Minimal Utang Dalam Syarat Kepaili tan Undang – Undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. TELKOMSEL) namun demikian penelitian terhadap masalah penerapan syarat kepailitan telah banyak yang menulis dengan sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu penulisan ini diharapkan dapat melengkapi dari prespektif yuridis normatif dengan pendekatan hukum kepailitan. Dalam penelitian ini penulis menyatakan bahwa tidak terdapat plagiarisme atau pengkopian penelitian dari penelitian -penelitian sebelumnya baik penelitian yang dilakukan oleh penulis-penulis yang berasal dari dalam maupun penulis -penulis yang berasal dari luar negeri, baik penelitian -penelitian yang diterbitkan dalam bentuk buku
atau
yang
tidak
diterbitkan
dalam
bentuk
karya
ilmiah
saja.