BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Istilah “merger” dapat didefinisikan sebagai suatu fusi atau absorbsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa fusi atau absorpsi tersebut dilakukan oleh suatu subjek yang kurang penting dengan subjek lain yang lebih penting. Subjek yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan diri.1 Dengan demikian merger perusahaan berarti dua perusahaan melakukan fusi, dimana salah satu diantaranya akan lenyap (dibubarkan). Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menggunakan kata “penggabungan” untuk istilah merger tersebut. Undangundang tersebut mendefinisikan merger atau penggabungan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum (Pasal 1 ayat (9)). Proses konglomerasi dapat timbul dari berbagai macam sebab, salah satunya adalah yang dilakukan melalui proses penggabungan, peleburan atau pengambilalihan atau yang lebih populer dikenal dengan istilah merger,
1
Henry Campbell Black, 1991, Black’s Law Dictionary, Abridged Sixth Edition by the Publisher’s Editorial Staff, West Group, hlm. 1.149.
1
2
konsolidasi dan akuisisi. Melalui proses merger, konsolidasi dan akuisisi tersebut, badan-badan usaha mencoba untuk meningkatkan daya saingnya, yang dengan demikian diharapkan dapat menciptakan efisiensi dalam produksi untuk menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga yang relatif murah. Merger, konsolidasi dan akuisisi yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan kinerja finansial, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing dengan memacu perkembangan teknologi yang lebih pesat hingga pada akhirnya akan menciptakan pasar dengan persaingan sempurna. Joseph M. Morris mengemukakan paling tidak ada 5 (lima) alasan pokok mengapa perusahaan melakukan merger, yaitu: 1. Tumbuh lebih cepat (faster growth). 2. Integrasi vertikal (vertical integration). 3. Memperoleh aset aset tak berwujud dan karyawan (acquisition of intangibles and personnel). 4. Menyebar bentuk investasi (portfolio investment). 5. Perubahan dalam industri (change in indutries).2 Selanjutnya Brian Coyle menyebutkan bahwa merger dan akuisisi dilakukan sebagai bagian dari strategi pengembangan perusahaan. Sebagai suatu
bentuk
strategi, merger
dan akuisisi yang dilakukan untuk
mengembangkan pasar dan produk dapat mengambil sekurangnya empat macam bentuk: 1. 2. 3. 4.
Melalui penetrasi pasar. Melalui penetrasi horisontal. Melalui penetrasi vertikal. Melalui diversifikasi usaha (conglomerate diversification).3
2 Joseph M. Morris, 2000, Mergers and Acquisitions: Business Strategies for Accountants, John Wiley & Sons Inc., New York, hlm. 3. 3 Brian Coyle, 2000, Mergers and Acquisitions, Amacom, New York, hlm. 18.
3
Menurut ketentuan Pasal 128 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan bahwa rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang telah disetujui oleh RUPS dituangkan ke dalam Akta Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang dibuat dihadapan notaris dalam bahasa Indonesia. Menurut ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dinyatakan bahwa: (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud ayat dalam (2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah. Ketentuan Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa. Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan: a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan; b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Ketentuan
ini
menegaskan
bahwa
Penggabungan,
Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan
kepentingan
pihak-pihak
tertentu.
Selanjutnya,
dalam
4
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan harus juga dicegah kemungkinan terjadinya monopoli atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat. Mengingat hal-hal yang mungkin terjadi dalam praktek monopoli yang merugikan masyarakat, maka dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 diatur bagaimana seharusnya perilaku para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya baik dalam melakukan perjanjian-perjanjian, perbuatan atau kegiatan usaha maupun dalam penempatan posisi persaingan, dengan mendasarkan
pada
asas
demokrasi
ekonomi
yang
memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 adalah: 1. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. 2. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi para pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil. 3. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha. 4. tercapainya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Mengingat begitu strategisnya maksud dan tujuan yang terkandung dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 sedangkan di lain pihak masih banyak terjadi praktek persaingan usaha yang tidak sesuai dengan apa yang
5
diharapkan oleh undang-undang, maka sangatlah penting memperhatikan masalah penegakan hukum persaingan usaha. Bahwa ditinjau dari segi asas, maksud dan tujuan dari UU No. 5 Tahun 1999, dapat dikatakan bahwa undang-undang ini menghendaki adanya asas demokrasi ekonomi dalam menggerakkan perekonomian nasional, dengan memperhatikan asas keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan masyarakat/umum. Namun perlu diadakan kajian tentang bagaimana perumusan asas keseimbangan dalam ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 tersebut. Banyak pihak mempunyai kewajiban untuk mencegah pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sesuai dengan peran dan otoritasnya masing-masing yaitu perseroan yang hendak melakukan merger, notaris, Menteri Hukum dan HAM, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan bahkan anggota masyarakat. Perseroan wajib melakukan upaya maksimal untuk mencegah terjadinya merger yang berdampak negatif. Alasannya, adalah bahwa baik Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 maupun UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 menegaskan pelarangan terhadap transaksi merger yang menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan usaha maupun konsumen.4 Notaris juga berkewajiban untuk memastikan bahwa perseroan telah memenuhi semua kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang berlaku dan berhak menolak untuk melakukan legalisasi transaksi merger
4 Syamsul Maarif, 2008, Merger, Konsolidasi, Akuisisi dan Pemisahan PT Menurut UU No. 40 Tahun 2007 dan Hubungannya Dengan Hukum Persaingan, dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 27 No. 1 Tahun 2008, hlm. 42
6
apabila hasil analisa KPPU terhadap pre-notifikasi yang diajukan oleh perseroan adalah objection letter (keberatan) terhadap rencana transaksi merger. Selain itu notaris juga harus memberikan saran kepada para penghadap mengenai transaksi merger. Menteri Hukum dan HAM juga merupakan pihak yang mempunyai kewajiban untuk mencegah terjadinya merger yang anti persaingan. Kewajiban tersebut dapat dipenuhi ketika perseroan mengajukan permohonan pengesahan perubahan akta pendirian perseroan. Pada tahap ini Menteri Hukum dan HAM berwenang, misalnya untuk menolak permohonan tersebut apabila pemohon belum melengkapi dokumennnya dengan perizinan dari otoritas persaingan yaitu KPPU.5 Sebagai lembaga otoritas persaingan, KPPU mempunyai kewajiban untuk mencegah terjadinya transaksi merger yang anti persaingan. Kewajiban tersebut dapat dipenuhi melalui analisis pendalaman terhadap data dan hasil analisis yang disampaikan oleh perseroan sebelum transaksi merger benarbenar dilakukan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat (2) huruf f, KPPU berwenang membatalkan transaksi merger apabila hal tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan. Pasal 38 dan Pasal 39 UU nomor 5 tahun 1999 menyatakan bahwa anggota masyarakat juga berpeluang untuk ikut serta mengawasi transaksi merger. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, anggota masyarakat berhak menyampaikan laporan dugaan pelanggaran termasuk dugaan pelanggaran kegiatan usaha yang anti persaingan.6
5 6
Ibid, hlm. 43 Ibid
7
Notaris mempunyai peran dan tanggung jawab yang sangat penting dalam pelaksanaan merger yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memberikan penjelasan secara detail tentang pembuatan akta penggabungan perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum kepada masing-masing pihak ke dalam akta penggabungan perusahaan yang dibuat oleh notaris.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana kriteria merger yang dianggap mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat menurut KPPU? 2. Bagaimana peran dan tanggung jawab notaris terkait dengan pembuatan akta merger perusahaan yang ditanganinya?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui dan mengkaji kriteria merger yang dianggap mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat menurut KPPU. 2. Mengetahui dan mengkaji peran dan tanggung jawab notaris terkait dengan pembuatan akta merger perusahaan yang ditanganinya.
D. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengamatan penulis sudah pernah ada hasil penelitian dan karya ilmiah di bidang penggabungan perusahaan (merger). Adapun hasil
8
penelitian dan karya ilmiah tentang penggabungan perusahaan (merger) tersebut adalah: 1. Tesis yang ditulis tahun 2009 oleh Deddy Permadi pada Magister Hukum Universitas
Gadjah
Mada
dengan
judul
ANALISIS
YURIDIS
TERHADAP PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT MELALUI PENGGABUNGAN
PERUSAHAAN
YANG
BERPOTENSI
PENGUASAAN PANGSA PASAR. Adapun permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah faktor-faktor yang melatarbelakangi dilakukannya penggabungan perusahaan (merger), penggabungan perusahaan (merger) dengan tujuan penguasaan pangsa pasar dalam perspektif persaingan usaha tidak sehat, serta penyelesaian hukum dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dengan tujuan penguasaan pangsa pasar. 2. Tesis yang ditulis tahun 2009 oleh Yohannes Pangihutan pada Magister Hukum Universitas Islam Indonesia dengan judul INDIKASI MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI YANG DAPAT MENYEBABKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. Adapun permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah kriteria yang dipergunakan untuk menentukan merger dapat menyebabkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat; serta praktik merger yang terjadi di Indonesia khususnya bagi perusahaan yang terdaftar di pasar modal. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian tentang peran dan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta penggabungan perusahaan (merger) kaitannya dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha
9
tidak sehat di Indonesia fokus pada permasalahan kriteria merger yang dianggap mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat; serta peran dan tanggung jawab notaris terkait dengan pembuatan akta merger perusahaan yang ditanganinya. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian ini adalah asli.
E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan sumbangan pemikiran dan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya yang berkaitan dengan peran dan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta penggabungan perusahaan (merger) kaitannya dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia serta kendala-kendala yang dihadapi notaris 2. Memberikan pengetahuan tentang peran dan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta penggabungan perusahaan (merger) kaitannya dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia. 3. Merupakan rekomendasi bagi penelitian lebih lanjut tentang peran dan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta penggabungan perusahaan (merger) kaitannya dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia dengan sudut pandang berbeda.