BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Steiberg dan Sciarini (2013:3) mendefinisikan psikolinguistik sebagai ilmu yang mencakup tiga hal utama, yaitu pemerolehan bahasa (language acquisition), pemahaman bahasa (language comprehension), dan proses menghasilkan bahasa (language production). Pemerolehan bahasa adalah proses yang terjadi ketika manusia memperoleh kapasitas untuk menerima dan memahami bahasa. Selain itu juga untuk menghasilkan bahasa menggunakan kata-kata dan kalimat untuk berkomunikasi. Pemerolehan bahasa lebih mengacu pada pemerolehan bahasa pertama (B1). Pemahaman bahasa adalah kemampuan untuk mengekstraksi makna yang terdapat dalam bahasa, sedangkan proses menghasilkan bahasa adalah proses yang melibatkan kemampuan untuk berbicara atau menulis menggunakan bahasa. Pemahaman bahasa akan berkembang lebih cepat daripada proses menghasilkan bahasa. Pada tahap menghasilkan bahasa, kemampuan berbicara akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan kemampuan menulis. Jika dalam aktivitas menghasilkan bahasa dalam bentuk tulisan, seseorang mempunyai kesempatan untuk mengolah konsep tata bahasa dan bank kosakata yang dimilikinya untuk dituangkan ke dalam bentuk kalimat yang tepat, baik dari segi gramatika maupun dari segi pilihan
kata. Namun, sangat
berbeda halnya dengan aspek
berbicara. Ketika seseorang menuangkan idenya dalam bentuk lisan, maka ia
1
mempunyai waktu yang sangat terbatas untuk merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat yang tepat, baik dari segi gramatika maupun dari segi pilihan kata. Traxler
dan
Gernsbacher
(2006:21)
menyatakan
bahwa
proses
menghasilkan bahasa lisan meliputi tiga tahapan utama. Ketiga tahapan yang dimaksud, yaitu menentukan apa yang hendak disampaikan, menentukan cara mengekspresikannya, dan mengekspresikan hal yang hendak disampaikan. Secara lebih mengkhusus, Levelt (1989:27) menyatakan bahwa sebuah ujaran dihasilkan melalui beberapa tahapan, yakni konseptualisasi, formulasi, artikulasi, dan pemantauan diri. Pada tahapan terakhir, yakni pemantauan diri, penutur akan meninjau kembali ujaran yang dihasilkannya dan melakukan koreksi apabila terdapat kesalahan dalam ujarannya. Penutur mampu memperbaiki kesalahan mereka sendiri (self-corrected) dengan menggunakan pengetahuan linguistik yang dimilikinya. Schegloff dkk. (1977:362) menjelaskan bahwa koreksi diri pada kesalahan ujaran terjadi ketika penutur menghentikan ujarannya dan memulai perbaikan terhadap kesalahan ujarannya. Koreksi diri terhadap kesalahan ujaran tersebut merupakan cerminan dari alokasi perhatian terhadap kesenjangan pengetahuan linguistik penutur sendiri. Sebagai salah satu wujud tahapan pemantauan diri (self monitoring) dalam menghasilkan ujaran, koreksi diri menunjukkan pemahaman dan tanggung jawab seseorang terhadap bahasa yang dipelajarinya. Pada akhirnya, koreksi diri akan mendorongnya untuk bersikap lebih mandiri dalam proses pembelajaran bahasa.
2
Koreksi diri juga akan membuat seseorang menjadi lebih percaya diri karena merasa mampu memperbaiki kesalahannya sendiri atau mampu menghasilkan bahasa yang lebih baik. Richard dan Lockhart (1996:188) menyatakan bahwa koreksi terhadap kesalahan adalah sebuah respons yang diberikan terhadap isi dan bentuk ujaran yang dihasilkan oleh seorang penutur. Jika yang menjadi fokus adalah bentuk bahasa, maka koreksi terhadap kesalahan harus memberikan refleksi terhadap bentuk yang salah sehingga dapat dihasilkan bentuk yang tepat. Terdapat banyak hal yang perlu dicermati ketika koreksi terhadap kesalahan itu dilakukan, bentuk kesalahan yang diperbaiki, berapa banyak kesalahan yang diperbaiki, dilakukan.
dan bagaimana koreksi terhadap kesalahan itu
Oleh karena itu, koreksi terhadap kesalahan sesungguhnya bisa
menjadi kompleks karena semua faktor ini akan memengaruhi keberhasilannya (Stern, 1992:51). Untuk menemukan sebuah metode koreksi terhadap kesalahan yang efektif, sangatlah penting untuk memiliki pemahaman yang jelas tentang sifat kesalahan yang akan dikoreksi. Corder (1967)
dalam Cook (1995:21)
menjelaskan bahwa kesalahan adalah bentuk kemampuan penutur untuk menguji hipotesis mereka tentang sifat bahasa yang digunakan. Koreksi diri terhadap kesalahan ujaran dapat dilihat dengan jelas pada proses pembelajaran bahasa kedua (B2). Dalam proses pembelajaran bahasa, seseorang mampu melihat beberapa kesalahan mereka sendiri, melalui strategi pemantauan (strategi of monitoring) sehingga mereka mampu mengoreksi
3
kesalahan tersebut untuk menghasilkan bahasa yang lebih baik. Hal ini dikenal dengan istilah koreksi diri (Levelt dalam Scovel, 2002:29). Proses pembelajaran B2 meliputi aspek membaca, mendengarkan, menulis, dan berbicara. Proses ini mencakup sebuah usaha yang panjang dan kompleks. Ketika seseorang menghasilkan ujaran dalam bahasa yang sedang dipelajarinya, ia akan sepenuhnya dipengaruhi oleh usahanya untuk melampaui batas-batas bahasa pertama (B1) ke bahasa baru, budaya yang baru, serta cara berpikir dan cara bersikap yang baru (Brown, 2000:1). Krashen (1987:74) menyatakan bahwa kesalahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Di samping itu, jumlahnya akan sangat banyak ketika seseorang belajar dan bereksperimen dalam menggunakan bahasa yang mereka pelajari. Berkaitan dengan proses pembelajaran B2, seseorang yang dapat mengoreksi ujaran yang dihasilkannya berarti memahami kesalahannya sendiri, dapat mengidentifikasi kesalahan tersebut, dan pada akhirnya berusaha untuk memperbaikinya. Jika seseorang mampu mengoreksi kesalahan ujaran yang dilakukan, maka hal ini menunjukkan bahwa seseorang telah menyerap informasi yang tepat tentang B2 yang sedang dipelajarainya. Seperti yang telah dijabarkan di atas bahwa koreksi diri mendorong seseorang untuk bersikap lebih mandiri dan lebih percaya diri dalam proses pembelajran B2, maka koreksi diri merupakan unsur penting dalam pembelajaran B2. Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan koreksi diri sudah banyak dilkukan, tetapi terbatas hanya pada penelitian yang berkaitan dengan koreksi diri yang dilakukan kesalahan menulis. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk
4
mengkaji koreksi diri pada kesalahan ujaran.
Mengingat bahwa koreksi diri
merupakan salah satu wujud pemantauan diri dalam proses menghasilkan sebuah ujaran yang
berkaitan dengan pemahaman bahasa yang digunakan, maka
penelitian ini
membahas lebih rinci tentang koreksi diri pada ujaran bahasa
Inggris. Sumber data penelitian ini adalah enam orang dari tiga puluh lima karyawan DGITS Software House yang berfprofesi sebagai pemrogram yang mendapatkan pelatihan bahasa Inggris. Keenam karyawan tersebut dipilih sebagai sumber data karena menduduki tingkat kecakapan berbahasa Inggris yang sama berdasarkan tes penempatan yang dilakukan pada awal pelatihan bahasa Inggris. Pelatihan bahasa Inggris ini diberikan kepada karyawan sebagai sebuah program yang diwajibkan. Kegiatan pelatihan bahasa Inggris tersebut dilakukan sebanyak tiga kali seminggu dengan durasi setiap pertemuan selama sembilan puluh menit. Pada saat perekrutan karyawan, telah diajukan persyaratan mampu menggunakan bahasa Inggris secara aktif. Namun, dalam perjalanannya, kendala berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dengan klien acap kali muncul. Kendala tersebut berkaitan dengan ujaran bahasa Inggris yang dihasilkan oleh karyawan DGITS Software House yang masih banyak mengandung usur kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa yang muncul berada pada tatanan fonologi hingga sintaksis. Dengan demikian, pelatihan bahasa Inggris ini diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dengan klien yang merupakan orang asing.
5
Pada saat kegiatan berbicara
selama pelatihan bahasa Inggris yang
diadakan di DGITS Software House, ditemukan kesalahan ujaran bahasa Inggris dan koreksi diri terhadap kesalahan ujaran bahasa Inggirs tersebut yang dilakukan oleh peserta didik. Sementara itu, koreksi diri yang ditemukan untuk memperbaiki kesalahan ujaran oleh karyawan DGITS Software House terdiri atas berbagai jenis koreksi. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menemukan pemecahan dari beberapa permasalahan yang berkaitan dengan fenomena tersebut.
1.2 Rumusan Masalah Fraenkel dan Wallen (2009:20) mengibaratkan rumusan masalah dalam sebuah penelitian sebagai panggung yang akan menjadi tempat pertunjukan bagi unsur-unsur lain dalam sebuah penelitian. Rumusan masalah harus diawali dengan latar belakang yang menjelaskan mengapa rumusan masalah itu muncul sabagai hal yang sangat krusial dalam sebuah penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dalam subbab sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang diteliti dalam tulisan kali ini. Penelitian ini merupakan penelitian yang memfokuskan analisis tentang koreksi diri pada kesalahan ujaran bahasa Inggris.
Adapun beberapa masalah
yang hendak diteliti berkaitan dengan hal di atas adalah sebagai berikut. 1. Kategori kesalahan ujaran bahasa Inggris apa sajakah yang dapat diidentifikasi oleh karyawan DGITS Software House?
6
2. Jenis koreksi diri apa sajakah yang dilakukan untuk memperbaiki kesalahan ujaran bahasa Inggris tersebut? 3. Sejauh manakah koreksi diri pada kesalahan ujaran dapat meningkatkan ketepatan berbicara karyawan DGITS Software House?
1.3 Tujuan Penelitian Sebuah penelitian memiliki tujuan yang menjadi alasan utama mengapa penelitian itu dilakukan. Tujuan penelitian adalah faktor
yang mendorong
seorang peneliti untuk melakukan penelitian. Tujuan penelitian seolah-olah menjadi titik akhir yang dituju dalam melakukan sebuah penelitian. Tujuan sebuah penelitian dapat bersifat umum dan khusus. Tujuan umum adalah tujuan yang hendak dicapai yang bersifat umum berkaitan dengan topik kajian dalam penelitian. Tujuan khusus adalah tujuan yang bersifat lebih terperinci berkaitan dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan dalam sebuah penelitian.
1.3.1 Tujuan Umum Kesalahan tidak hanya terjadi pada proses pemahaman bahasa, tetapi juga dapat terjadi dalam proses menghasilkan bahasa, baik secara tertulis maupun lisan. Kesalahan merupakan hal yang sangat mungkin terjadi dalam proses menghasilkan sebuah ujaran, terlebih dalam menghasilkan ujaran B2 yang sedang dipelajari. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji koreksi diri pada kesalahan ujaran bahasa Inggris.
7
1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus adalah yang hal menjadi kunci utama dalam pelaksanaan penelitian ini. Tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Mengetahui kategori kesalahan ujaran yang dapat diidentifikasi oleh karyawan DGITS Software House. 2. Mengetahui jenis koreksi diri yang muncul untuk memperbaiki kesalahan ujaran bahasa Inggris. 3. Menganalisis pengaruh koreksi diri pada kesalahan ujaran terhadap ketepatan berbicara.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan dalam
sebuah penelitian. Sebuah penelitian akan mempunyai nilai guna jika penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu psikolinguistik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konsep-konsep baru mengenai proses menghasilkan bahasa, khususnya proses menghasilkan ujaran dalam B2 yang sedang dipelajari dengan menerapkan koreksi diri untuk meningkatkan ketepatan berbicara.
8
1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan koreksi diri pada proses menghasilkan ujaran. Mengingat bahwa koreksi diri
merupakan salah
satu tolok ukur pemahaman seseorang terhadap bahasa yang dipelajarinya maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi upaya peningkatan pemahaman bahasa dalam proses pembelajaran B2.
9