BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi sangat penting bagi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Dengan berkomunikasi kita membentuk saling pengertian, menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang, menyebarkan pengetahuan, bertukar pengalaman dan melestarikan peradaban dan kebudayaan. Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya. Budaya tersebut merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Kata “budaya” berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Menurut J.J. Hoenigman, budaya memiliki tiga wujud yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak. Budaya memiliki tujuh unsur, yaitu sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat, 1997: 19). Budaya tersebut adalah harta kekayaan bangsa Indonesia yang harus dilestarikan keberadaannya. Manusia adalah makhluk budaya. Budaya manusia penuh dengan simbolsimbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia penuh diwarnai dengan simbolisme, yaitu suatu tata pemikiran atau paham yang menekankan atau mengikuti pola-pola yang mendasarkan diri kepada simbol-simbol. Sepanjang
1
2
sejarah budaya manusia, simbolisme telah mewarnai tindakan-tindakan manusia baik tingkah laku, bahasa, ilmu pengetahuan, maupun religinya. Setiap bangsa atau suku bangsa memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda dengan kebudayaan bangsa atau suku bangsa yang lainnya. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang khas, dimana dalam sistem atau metode budayanya digunakan simbol-simbol atau lambang-lambang sebagai sarana atau media untuk menitipkan pesan-pesan atau nasihat-nasihat bagi bangsanya. Simbol-simbol dan lambang-lambang terdapat pada berbagai peristiwa budaya masyarakat. Salah satu aspek kebudayaan masyarakat yang merupakan salah satu perwujudan dari potensi yang dimiliki manusia adalah permainan. Permainan adalah kegiatan spontan, tanpa beban yang dilakukan manusia dengan atau tanpa alat permainan untuk mendapatkan kegembiraan. Permainan tradisional merupakan bentuk folklor karena diperoleh melalui tradisi lisan, terutama dalam permainan rakyat anak-anak, murni disebarkan melalui tradisi lisan (Danandjaya, 1991:171). Permainan tradisional anak biasanya dilakukan melalui gerak tubuh seperti berlari, melompat, berkejar-kejaran, bersembunyi, atau berdasarkan hitunghitungan atau kecekatan tangan, seperti menghitung atau berdasarkan untunguntungan. Di samping itu, permainan anak pun sangat variatif baik dalam cara memainkannya,
pemainnya
(laki-laki,
perempuan,
ataupun
campuran),
berkelompok ataupun perorangan. Pada akhir permainanpun ada yang kalah dan menang, ada yang menghukum dan dihukum, ada yang untung dan rugi. Sifat dari permainan tersebut ada yang rekreatif, atraktif, ataupun kompetitif, yang
3
keseluruhannya diekspresikan dengan gerakan fisik, ataupun dialog. Bermain tidak hanya memiliki efek ragawi, namun juga maknawi, karena bermain dan permainan itu sendiri merupakan simbol-simbol, sekaligus proses simbolik yang secara terus-menerus dimaknai, ditafsirkan, juga mempengaruhi kerangka pemaknaan yang dimiliki manusia. Demikian halnya dengan permainan tradisional gobak sodor yang merupakan alat untuk menitipkan pesan atau nasihat di dalamnya, baik berupa bahasa maupun gerakan yang dilakukan. Permainan tradisional gobak sodor merupakan salah satu sarana untuk mengenalkan anak-anak pada nilai budaya dan norma-norma sosial yang diperlukan untuk mengadakan hubungan atau kontak sosial dan memainkan peran yang sesuai dengan kedudukan sosial dalam masyarakat. Aktivitas bermain permainan gobak sodor bersifat esensial bagi kesehatan mental anak-anak, karena melalui panca indera dan pengalaman sensorimotornya, anak-anak mendapat kesempatan untuk mengembangkan berbagai macam keterampilan dan kecakapan yang akan diperlukan mereka dalam mengoptimalkan aspek-aspek perkembangan kognitif, motorik, emosi, bahasa, dan sosial. Permainan tradisional gobak sodor memiliki makna tersendiri dalam menanamkan sikap, perilaku, dan keterampilan pada anak
yang kesemuannya itu akan bermanfaat dalam kehidupan
bermasyarakat kelak. Permainan tradisional gobak sodor pada dasarnya merupakan pengisi waktu senggang sebagai sarana bermain dan bersenang-senang yang di dalamnya sarat dengan makna yang mengandung nilai-nilai budaya lokal dalam suatu kesatuan bentuk permainan yang diajarkan melalui keseluruhan gerakan-gerakan
4
maupun dialog yang dilakukan, tetapi pada kenyataannya belum banyak diketahui oleh masyarakat baik orang tua maupun anak-anak. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Makna Pesan Permainan Tradisional Gobak Sodor Sebagai Sarana untuk Memperkenalkan Nilai-nilai Luhur Budaya Lokal pada Anak-anak (Studi Kasus di SD Negeri 1 Jadimulya Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon)”. Peneliti akan menggali lebih dalam tentang kebermaknaan permainan tradisional khususnya permainan gobak sodor yang dilakukan oleh anak. Permainan tradisional gobak sodor dengan unik dan khasnya diharapkan menjadi sesuatu yang tetap hidup dan berkembang serta fungsional dalam kehidupan masyarakat. Penelitian ini terfokus pada ”Makna pesan yang terkandung dalam permainan tradisional gobak sodor”.
1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai “Analisis Makna Pesan
Permainan
Tradisional
Gobak
Sodor
Sebagai
Sarana
untuk
Memperkenalkan Nilai-nilai Luhur Budaya Lokal pada Anak-anak di SD Negeri 1 Jadimulya Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon”.
5
1.3. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis dapat mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimana makna pesan verbal yang terkandung pada permainan tradisional gobak sodor? 2) Bagaimana makna pesan nonverbal yang terkandung pada permainan gobaksodor? 3) Tambahan
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui makna pesan verbal yang terkandung pada permainan tradisional gobak sodor. 2) Untuk mengetahui makna pesan nonverbal yang terkandung pada permainan tradisional gobak sodor. 3) Tambahan
1.5. Kegunaan Penelitian Kegunaan
penelitian
tentang
“Analisis
Makna
Pesan
Permainan
Tradisional Gobak Sodor Sebagai Sarana untuk Memperkenalkan Nilai-nilai Luhur Budaya Lokal pada Anak-anak di SD Negeri 1 Jadimulya Kecamatan
6
Gunung Jati Kabupaten Cirebon adalah terdiri dari kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.
1.5.1. Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1) Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan wacana baru bagi dunia keilmuan, terutama bagi bidang kajian ilmu komunikasi dan psikologi serta peneliti lain yang tertarik dengan makna pesan dalam permainan gobak sodor. 2) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian dengan objek penelitian yang serupa.
1.5.2. Kegunaan Praktis Kegunaan praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cirebon. 2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada anak-anak dan masyarakat mengenai pesan dan nila-nilai budaya lokal yang terkandung dalam permainan gobak sodor.
7
1.6. Kerangka Pemikiran 1.6.1. Komunikasi Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communio yang artinya membagi (Cangara, 2010:18). Menurut Everett M. Rogers, “komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka” (Mulyana, 2005:62). Menurut Rohim (2009:11) Komunikasi adalah informasi dari satu orang atau sekelompok orang dengan menggunakan simbol-simbol tertentu pada satu orang atau kelompok lain. Menurut Wilbur Schramm, komunikasi adalah satu proses timbal balik tentang pertukaran lambang/isyarat untuk menginformasikan, menginstruksikan, atau membujuk, agar memperoleh pengertian yang sama antara komunikator dan konteks sosial. Dengan kata lain, disini kita berusaha mengadakan persamaan dengan orang lain (Purba, 2006:35). Schramm dan Osgood menggambarkan proses komunikasi melalui model sirkular. Model ini menggambarkan komunikasi sebagai proses yang dinamis, dimana pesan ditransmit melalui proses encoding dan decoding. Encoding adalah translasi yang dilakukan oleh sumber atas sebuah pesan, dan decoding adalah translasi yang dilakukan oleh penerima terhadap pesan yang berasal dari sumber. Interpreter pada model sirkular ini bisa berfungsi sebagai pengirim dan penerima ganda.
8
Message
Encoder
Decoder
Interpreter
Interpreter
Decoder
Encoder
Message
Gambar 1.1. Model Sirkular (Cangara, 2010:46)
Pada tahap awal, sumber berfungsi sebagai encoder dan penerima sebagai decoder. Tetapi pada tahap berikutnya penerima berfungsi sebagai pengirim (encoder) dan sumber sebagai penerima (decoder), dengan kata lain sumber pertama akan menjadi penerima kedua dan penerima pertama akan berfungsi sebagai sumber kedua, dan seterusnya. Schramm melihat proses itu berlangsung secara terus-menerus (simultan) serta dapat dimulai dan berakhir dimana dan kapan saja.
9
Pada penelitian ini, proses komunikasi sirkular berlangsung dalam bentuk komunikasi antarpribadi dimana pada umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face communication), selain itu terdapat beberapa sifat esensial dari komunikasi antarpribadi, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal dan komunikasi bermedia (Effendy, 2003:53).
1.6.2. Komunikasi Verbal dan Komunikasi Nonverbal Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau kata-kata, baik yang dinyatakan secara lisan maupun lisan. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Menurut Rakhmat (2005:268), Bahasa adalah pesan dalam bentuk kata-kata dan kalimat atau disebut sebagai pesan linguistik (pesan verbal). Sedangkan komunikasi nonverbal adalah adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Menurut Duncan, jenis pesan nonverbal adalah (1) Kinesik atau gerak tubuh, (2) Paralinguistik atau suara, (3) Proksemik atau penggunaan ruangan personal atau sosial, (4) Olfaksi atau penciuman, (5) Sensitivitas kulit dan, (6) Artifaktual seperti pakaian dan kosmetik. Berdasarkan uraian tersebut, bermain dan permainan itu sendiri merupakan simbol-simbol, sekaligus proses simbolik yang secara terus-menerus dimaknai, ditafsirkan, juga mempengaruhi kerangka pemaknaan yang dimiliki manusia. Demikian halnya dengan permainan tradisional gobak sodor yang merupakan alat untuk menitipkan pesan atau nasihat di dalamnya, baik berupa bahasa maupun gerakan yang dilakukan.
10
1.6.3. Interaksionisme Simbolik Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2001:68). Dalam interaksi simbolik, orang mengartikan dan menafsirkan gerakgerak orang lain dan bertindak sesuai dengan arti itu. Interaksi tidak hanya berlangsung melalui gerak-gerak saja, melainkan terutama melalui simbol-simbol yang perlu dipahami dan dimengerti maknanya (Sobur, 2009:195). Menurut Herbert Blumer dalam buku interaksionisme simbolik (Sobur, 2009:199) mengatakan bahwa interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis utama: 1. 2. 3.
Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial sedang berlangsung.
1.6.4. Teori Segitiga Makna (Meaning Triangle) Menurut Jhon Power (Morissan, 2009:27), pesan memiliki tiga unsur, yaitu tanda dan simbol, bahasa, dan wacana (discourse). Menurutnya, tanda merupakan dasar bagi semua komunikasi. Tanda menunjuk atau mengacu pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri, sedangkan makna atau arti adalah hubungan antara objek atau ide dengan tanda. Kedua konsep tersebut menyatu dalam berbagai teori komunikasi, khususnya teori komunikasi yang memberikan perhatian pada simbol, bahasa, serta tingkah laku nonverbal Charles Saunders Pierce (Morissan, 2009:28), mendefinisikan semiotika sebagai suatu hubungan antara tanda (simbol), objek, dan makna. Tanda mewakili objek (referent) yang ada di dalam pikiran orang yang menginterpretasikannya
11
(interpreter). Pierce menyatakan bahwa representasi dari suatu objek disebut juga Interpretant. Misalnya ketika kita mendengar kata “anjing”, maka pikiran kita mengasosiasikan kata itu dengan hewan tertentu. Kata “Anjing” itu sendiri bukanlah binatang, namun asosiasi yang kita buatlah (interpretant) yang menghubungkan keduanya. Ketiga elemen tersebut, yaitu sebagai berikut: a) Tanda, yaitu seperti kata “anjing” yang terdiri atas sejumlah huruf atau singkatannya, kata “anjing” adalah wakil dari tanda. b) Referen (referent), yaitu objek yang tergambarkan oleh kata “anjing” yang terbentuk dalam pikiran kita, hewan berkaki empat. c) Makna, yaitu hasil gabungan tanda dan referen yang terbentuk dalam pikiran. Makna anjing bagi mereka yang menyukai anjing adalah hewan yang lucu dan menyenangkan. Bandingkan dengan makna anjing bagi orang yang trauma karena pernah digigit anjing. Tanda dan referen harus saling bekerja sama agar suatu tanda dapat berfungsi. Hubungan ketiga bagian ini dijelaskan dalam model yang dibuat oleh C.K Ogden dan I. A Richard pada skema 1.2. berikut ini. Makna Lucu, m menyenangkan
“Anjing” Kata (Simbol)
Objek (referen)
Gambar 1.2. Segitiga Makna (Meaning Triangle) (Morissan, 2009:28).
12
1.6.5. Teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respone) Menurut Rohim (2009:167), prinsip Stimulus-Organisme-Respone (S-O-R) merupakan prinsip belajar sederhana dimana efek tertentu merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah pesan (stimulus), penerima/receiver (organisme) dan efek (respone). Teori
S-O-R
(Stimulus-Organisme-Response)
beranggapan
bahwa
organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus pula. Jadi efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikasi.
Stimulus
Organisme
Respone
Gambar 1.3. Teori S-O-R (Effendy, 2003:255)
13
Menurut Effendy (2003:255), proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel yang penting yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan. Perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan, Dan proses berikutnya adalah si komunikan mengerti. Kemampuan si komunikan inilah yang akan melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolah dan dan menerimanya maka akan terbentuk sikap terhadap stimulus yang diberikan. Berdasarkan uraian teori tersebut, peneliti melakukan penelitian terhadap makna permainan tradisional gobak sodor. Penelitian difokuskan kepada simbol/lambang verbal maupun nonverbal yang dianggap sebagai pesan pada aktivitas bermain permainan gobak sodor yang mempunyai makna tersendiri yang mengandung nilai-nilai luhur budaya lokal. Proses interaksi berlangsung secara terus menerus (simultan), dimana masing-masing individu dalam kelompok bermain permainan gobak sodor saling melakukan interpretasi atas pesan yang ditangkap melalui panca indera mereka. Berikut adalah bagan kerangka pemikiran yang menjadi landasan peneliti dalam melakukan penelitian:
14
15
Berdasarkan bagan tersebut, maka aktivitas bermain permainan tradisional gobak
sodor
pada
prinsipnya
merupakan
proses
pertukaran
simbol-
simbol/lambang berupa kata-kata, gerakan tubuh, maupun sentuhan diantara anakanak sebagai pelaku permainan tradisional gobak sodor. Proses interaksi yang terjadi belangsung secara terus menerus (simultan). Seperti yang tampak pada gambar tersebut, langkah awal terjadinya suatu komunikasi dikarenakan adanya stimulus atau pesan yang datang pada
kita.
Stimulus atau pesan dapat berisi kata-kata, simbol, tindakan, gerak badan, dan sebagainya. Dalam penelitian ini stimulus diartikan sebagai ragam gerakan tubuh dan bahasa yang digunakan dalam aktivitas bermain permainan gobak sodor berlangsung. Organisme, sebagai yang menerima dan merespon stimulus atau pesan tersebut, dalam penelitian ini adalah anak-anak (pemain permainan gobak sodor). Pada saat stimulus (pesan) direspon oleh individu terlebih dahulu melewati tiga tahap pertama, tahap perhatian terhadap stimulus atau pesan yang datang melalui panca indera. proses berikutnya anak-anak dalam sebagai pelaku permainan tradisional gobak sodor mengerti, kemampuan anak-anak inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah anak-anak mengolah dan menerimanya, maka terjadilah perubahan sikap yang atas makna dari bermain permainan tradisional gobak sodor yang diterima oleh komunikan.
16
1.7. Definisi dan Parameter Konsep 1.7.1. Definisi 1.7.1.1. Makna Pesan Pesan adalah sesuatu yang dikirimkan dan atau diterima sewaktu tindak komunikasi berlangsung. Pesan dapat dikirimkan baik melalui bahasa verbal maupun non-verbal. Pesan itu kemudian ditafsirkan oleh penerimanya dan menghasilkan makna. Makna Pesan inilah yang dapat dikatakan informasi. http://widya-periklanan.blogspot.com/2011/12/informasi-pesan-dan-makna.html. Seperti yang dicatat oleh Douglas (1970) dalam Ardianto (2007:136), Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi.
1.7.1.2 Permainan Tradisional Permainan tradisional adalah permainan yang telah diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya dan biasanya mengandung nilai-nilai positif. Permainan tradisional memuat sejumlah aspek manfaat bagi perkembangan mental dan fisik seseorang. Aktivitas bermain mempunyai fungsi dalam aspek fisik, motorik kasar dan halus, perkembangan sosial, emosi dan kepribadian, kognisi, ketajaman pengindraan, mengasah keterampilan, dan lain-lainnya (Tedjasaputra, 2001:28).
17
1.7.1.3. Gobak Sodor a. Asal-usul Gobak Sodor Permainan Gobak Sodor dikenal juga dengan nama Galasin atau Galah Asin. Ada beberapa dugaan terkait dengan nama permainan ini. Nama Gobak Sodor berasal dari kata Gobag yang artinya bergerak dengan bebas, sedangkan Sodor artinya tombak. Permainan ini awalnya muncul karena diilhami oleh kepelatihan prajurit keraton yang sedang melakukan perang-perangan yang biasanya dilakukan di alun-alun (Achroni, 2012:55). Istilah gobak sodor diartikan dengan jenis permainan anak yang bertempat di sebidang tanah lapang yang telah diberi garis-garis segi empat dipetak-petak, yang dimainkan dengan bergerak bebas berputar; terdiri dari dua regu, satu regu sebagai pemain atau istilah Jawa mentas dan satu regu sebagai penjaga atau istilah jawa dadi, masing-masing regu beranggotakan sekitar 5 orang yang disesuaikan dengan jumlah kotak. Menurut Ariani, dkk (1997:88) di samping pengertian di atas, terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kata gobak sodor berasal dari istilah bahasa asing, yaitu go back to door. Perubahan idiom tersebut ke dalam bahasa Jawa diakibatkan oleh penyesuaian lafal. Kata tersebut dalam lidah jawa diucapkan „go bak so dor’ selanjutnya menjadi kata „gobak sodor‟. Di Indonesia permainan tradisional ini dikenal dengan beberapa nama, di jawa dikenal sebagai Gobak Sodor, di Kalimantan dan Sulawesi dikenal Galah Asin, di Sumatera dikenal Galah dan di Maluku dikenal dengan Sem. Walaupun memiliki banyak nama di beberapa wilayah tanah air tetapi inti dari permainan ini sama.
18
b. Tempat dan Peralatan Permainan Permainan tradisional gobak sodor memerlukan tempat yang cukup luas. Perlengkapan lain yang dibutuhkan adalah tali rafia, kapur atau air. Jika dilaksanakan di tanah ataupun juga dilaksanakan di tempat bersemen maka dibutuhkan lakban, kapur tulis atau spidol. Lapangan permainan gobak sodor berbentuk persegi empat dengan luas yang disesuaikan dengan jumlah pemain. Panjang persegi sekitar 10 meter dan lebarnya sekitar 5 meter. Setiap jarak 2,5 meter ditarik garis lurus vertikal dan horizontal, sehingga akan terbentuk 8 bujur sangkar sama besar yang saling berhimpitan, dengan 4 bujur sangkar di atas dan 4 bujur sangkar tepat dibawahnya (Ariani, 1992:88). Berikut gambar lapangan permainannya.
Gambar 1.5. Sketsa Lapangan Permainan Gobak Sodor
19
Keterangan gambar: Pihak yang kalah masing-masing menempati garis nomor 1 sampai 5, Penjaga nomor 1 berperan sebagai sodor. Kelompok penjaga yang jadi adalah A,B,C,D,E Kelompok pemain adalah F,G,H,I,J.
c.
Proses permainan Gobak Sodor Rangkaian proses permainan tradisional gobak sodor :
1) Tentukan anggota tim untuk dibagi menjadi 2 kelompok, bisa dengan cara “Sutt” atau Hompimpah. 2) Pemain-pemain Tim A berdiri di atas garis masing-masing supaya pemainpemain tim B tidak dapat berlari dari garis pertama sampai garis terakhir dan kembali lagi. 3) Pemain-pemain tim A harus berlari diatas garisnya kecuali pemimpinnya yang boleh berlari diatas semua garis. Pemain tim B berdiri di belakang garis pertama. 4) Kalau pemain tim B kembali lagi ke garis pertama tanpa disentuh oleh pemain tim A, tim B mendapatkan satu gol. 5) Kalau pemain tim B disentuh oleh pemain tim A, giliran tim B mati. Lalu giliran tim A. 6) Lalu teruskan permainan seperti semula. 7) Tim yang menang adalah Tim yang mendapatkan gol terbanyak.
20
d.
Peraturan Permainan Aturan-aturan yang diterapkan selama bermain gobak sodor adalah:
1) Permainan dimulai saat ketua tim saling bersentuhan atau bertepuk. 2) Tim yang berusaha melewati pintu, jika tersentuh penjaga maka tim akan bertukar posisi. 3) Pemain yang menjaga harus menyentuh garis, jika tidak menyentuh garis saat menyentuh lawan maka akan terjadi fault atau tidak dianggap (permainan tetap berlanjut). 4) Pemain tidak diperbolehkan bermain kasar saat permainan berlangsung. 5) Pemain harus sportif dengan mengakui kekalahannya.
e.
Nilai Budaya Nilai yang terkandung dalam permainan gobak sodor ini adalah kerjasama,
kecekatan dan sportivitas. Nilai kerjasama tercermin dari sikap seluruh anggota regu yang berusaha untuk menerobos pintu agar terlewati, jika mempunyai kerjasama yang baik maka akan lebih mudah melewatinya karena satu teman bisa saja memancing agar musuh konsentrasi padanya. Nilai Kecekatan dapat dilihat dari sikap pemain dalam melewati musuh dan nilai sportivitas tercermin dari sikap pemain yang tidak berbuat curang selama permainan berlangsung. Sikap sportif ini perlu ditunjukkan karena dalam permainan ini para pemain akan berusaha berlari melewati, jika terkena sentuh oleh musuh maka ia harus mengakuinya sebagai wujud sportivitas.
21
Pada aktivitas bermain gobak sodor anak diharapkan tertanam unsur dan sikap saling menolong, membantu, tenggang rasa, dan saling pengertian di antara kelompoknya. Bagi anak yang sering melakukan kecurangan akan ditentang oleh kelompoknya sendiri dan lawan kelompoknya. Kesepakatan di awal permainan nantinya harus membuat kelompok yang kalah untuk melakukan konsekuensi dengan jujur.
1.7.1.4. Sarana Sarana adalah sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia; 880).
1.7.1.5. Nilai-nilai Budaya Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu : 1. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas) 2. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut 3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat) (http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai-nilai_budaya).
22
1.7.1.6. Anak-anak
Anak
sekolah
menurut
definisi
WHO
(World
Health
Organization) yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun , sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang berusia 7-12 tahun.
1.7.2. Parameter Konsep Tabel 1.1. Parameter Konsep Konsep
Parameter Konsep
Penelitian Analisis Makna Permainan Tradisional
1) Mengetahui bagaimana makna pesan verbal permainan tradisional gobak sodor. 2) Mengetahui bagaimana makna pesan nonverbal permainan tradisional gobak sodor.
Gobak Sodor dalam Menstimulasi Perkembangan Sosial-
Teori Segitiga Makna (Morissan, 2009:28): a. Tanda (simbol): Tanda yang ditimbulkan
oleh
manusia
dapat
Emosional Anak dibedakan atas yang bersifat verbal dan yang bersifat nonverbal (Patenda, 2001:48). Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Mulyana, 2005:62). Sedangkan pesan nonverbal (1) Kinesik atau gerak tubuh, (2) Paralinguistik atau suara, (3) Proksemik atau penggunaan ruangan personal atau sosial, (4) Olfaksi atau
23
penciuman, (5) Sensitivitas kulit dan, (6) Artifaktual seperti pakaian dan kosmetik (Rakhmat, 2005:289).
b. Objek (referen): Objek yang tergambarkan atas tanda yang terbentuk dalam pikiran kita.
c. Makna: Gabungan tanda dan referen yang terbentuk dalam pikiran.
1.8. Metode Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptitf kualitatif yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk kata-kata dan gambar, kata-kata disusun dalam kalimat, misalnya kalimat hasil wawancara antara peneliti dan informan. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut perspektif informan. informan adalah orangorang yang diajak berwawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran, persepsinya (Sukmadinata, 2006: 94). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu berusaha mendapatkan informasi yang selengkap mungkin mengenai makna dan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam permainan tradisional gobak sodor, dan sejauh mana
24
keberadaannya dalam aktivitas kehidupan berkebudayaan masyarakat. Informasi yang digali lewat wawancara mendalam terhadap informan. Teknik kualitatif dipakai sebagai pendekatan dalam penelitian ini, karena teknik ini untuk memahami realitas rasional sebagai realitas subjektif khususnya anak-anak dan warga masyarakat. Proses observasi dan wawancara mendalam bersifat sangat utama dalam pengumpulan data. Dari observasi diharapkan mampu menggali makna pesan yang terkandung dalam permainan gobak sodor dan keberadaannya di lingkungan masyarakat pada masa sekarang.
1.8.1. Teknik Pemilihan Informan Informan dalam penelitian adalah anak-anak yang memainkan permainan gobak sodor, pengamat kebudayaan, instansi pemerintah yang menaungi masalah kebudayaan dan tokoh masyarakat yang paham mengenai permainan gobak sodor. Pemilihan subjek dilakukan secara purposive sampling. Penggunaan teknik purposive ini mempunyai suatu tujuan atau dilakukan dengan sengaja, cara penggunaan informan ini diantara populasi sehingga informan tersebut dapat mewakili karakteristik informan yang telah dikenal sebelumnya. Penggunaan teknik ini senantiasa berdasarkan kepada pengetahuan tentang ciri-ciri tertentu yang telah didapat dari informan sebelumnya. (Mardalis, 2010:58). Anak-anak yang menjadi informan penelitian memiliki ciri-ciri:
25
1) Anak-anak Sekolah Dasar kelas 5. 2) Telah mengenal dan melakukan permainan gobak sodor. 3) Terlihat sebagai pemimpin dalam permainan gobak sodor. 4) Aktif dan bersungguh-sungguh dalam bermain Gobak sodor walau tidak berperan sebagai sebagai pemimipin. Disamping karakteritik tersebut, diambil juga informan anak-anak yang tidak mengenal, tidak terlalu banyak melakukan dan atau belum pernah melakukan aktivitas permainan tradisional gobak sodor.
Informan yang berasal dari tokoh masyarakat, memiliki ciri-ciri: 1) Pernah memainkan permainan gobak sodor. 2) Ditokohkan dalam masyarakat atau diakui pemahamannya mengenai permainan gobak sodor karena pernyataannya yang dimuat dalam beberapa sumber referensi. 3) Pengamat pendidikan atau kebudayaan yang memahami unsur-unsur nilai tradisional.
1.8.2. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan bentuk pendekatan penelitian kualitatif dan sumber data yang akan digunakan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
26
dengan analisis dokumen, observasi dan wawancara. Untuk mengumpulkan data dalam kegiatan penelitian diperlukan cara-cara atau teknik pengumpulan data tertentu, sehingga proses penelitian dapat berjalan lancar. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif pada umumnya menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi, atas dasar konsep tersebut, maka ketiga teknik pengumpulan data diatas digunakan dalam penelitian ini.
a. Observasi Teknik observasi digunakan untuk memperkuat data, terutama mengenai aktivitas permainan tradisional gobak sodor dalam lingkungan masyarakat pedesaaan.
Dengan
demikian
hasil
observasi
ini
sekaligus
untuk
mengkonfirmasikan data yang telah terkumpul melalui wawancara dengan kenyataan yang sebenarnya. Observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung dan tidak langsung tentang perilaku anak-anak selama bermain permainan gobak sodor. b. Wawancara Wawancara atau interviu adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam
percakapan
yang bertujuan
memperoleh
informasi
(Nasution,
2004:113). Wawancara dapat dilakukan dengan dua bentuk, yaitu wawancara terstruktur (dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti). Sedang wawancara tak terstruktur (wawancara dilakukan apabila adanya jawaban berkembang diluar pertanyaan-
27
pertanyaan terstruktur namun tidak terlepas dari permasalahan penelitian (Nasution, 2006:72). Wawancara dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan pihak-pihak terkait atau subjek penelitian, antara lain
anak-anak,
pengamat kebudayaan, instansi pemerintah dan tokoh masyarakat dalam rangka memperoleh penjelasan atau informasi tentang hal-hal yang belum tercantum dalam observasi dan dokumentasi. c. Dokumentasi Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen baik yang berada di perpustakaan kampus ataupun yang berada di luar kampus, yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut. Menurut Arikunto (2006:132), teknik dokumentasi yaitu “mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya”.
1.8.3. Teknik Pengujian Keabsahan Data Pengumpulan dan perekaman data kualitatif dicurigai sering mengandung bias. Maka dari itu, untuk membuat penelitian kualitatif semakin valid, maka dibutuhkan teknik pemeriksaan keabsahan (trustworthiness) melalui triangulasi. Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut, dan teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah dengan pemeriksaan melalui sumber yang lainnya (Moloeng, 2007:330).
28
Denzin,
membedakan
empat
macam
triangulasi
sebagai
teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Berikut ialah penjelasan mengenai jenis-jenis triangulasi (Moleong, 2007:178): a.
b.
c.
d.
Triangulasi sumber ialah membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Triangulasi metode, terdapat dua strategi, yakni pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data & pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Triangulasi penyidik adalah memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kemencengan dalam pengumpulan data. Cara lain ialah membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan analisis lainnya. Triangulasi teori, yakni memeriksa derajat kepercayaan dengan teori, satu atau bisa lebih.
Triangulasi dilakukan melalui wawancara, observasi langsung dan observasi tidak langsung, observasi tidak langsung ini dimaksudkan dalam bentuk pengamatan atas beberapa kelakukan dan kejadian yang kemudian dari hasil pengamatan tersebut diambil benang merah yang menghubungkan di antara keduannya. Observasi dan interview digunakan untuk menjaring data primer yang berkaitan nilai-nilai luhur dalam aktivitas permainan gobak sodor dengan perkembangan anak-anak, sementara studi dokumentasi digunakan untuk menjaring data skunder yang dapat diangkat dari berbagai dokumentasi tentang makna pesan permainan tradisional gobak sodor.
1.8.4. Teknik Analisis Data
29
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dari data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis isi (content analysis) yang diharapkan mampu memperolah derajat ekspresi perasaan dari dalam isi wawancara dan observasi yang dilakukan. Analisis isi yang dilakukan meliputi tiga alur kegiatan yaitu : a)
Reduksi data yang meliputi proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis maupun rekaman lapangan,
b) Penyajian data, merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. c)
Penarikan kesimpulan dan verifikasinya berdasar penyajian data.
1.9. Lokasi dan Jadwal Penelitian 1.9.1. Lokasi Penelitian Lokasi pelaksanaan penelitian ini adalah di SD Negeri 1 Jadimulya Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon, Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah karena berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan peneliti, SD Negeri 1 Jadimulya merupakan salah satu Sekolah Dasar dengan kurikulum Fullday School yang menggalakan permainan tradisional sebagai bentuk pelajaran olahraga bagi peserta didiknya.
1.9.2. Waktu Penelitian Aktivitas penelitian ini secara keseluruhan dilaksanakan selama empat bulan, sejak bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Mei 2013.
30
N o.
Tahun Bulan Minggu
Jenis Kegiatan
2013
31
F ebruari
M aret
A pril
M ei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 I .
TAHAP PERSIAPAN
1. Studi literatur 2. Pengamatan 3. Penyusunan dan Bimbingan Proposal 4. Seminar proposal I I.
TAHAP PELAKSANAAN
1. Observasi 2. Wawancara 3. Pengolahan data 4. Penyusunan dan bimbingan draft skripsi I
TAHAP AKHIR
II. 1. Seminar draft skripsi 2. Sidang skripsi 1.9.3. Jadwal Penelitian
Tabel 1.2. Jadwal Penelitian