BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Skripsi
ini
akan
membahas
tentang
lembaga
kekuasaan
dalam
pemerintahan negara, yang dalam hal ini adalah fungsi lembaga legislatif dalam sistem pemerintahan Indonesia dalam perubahan amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Pada awalnya negara merupakan suatu organisasi yang dibentuk dalam kehidupan bermasyarakat untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama 1. Sebagaimana layaknya organisasi, negara memiliki organ-organ yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu untuk mencapai tujuan negara. Organ-organ inilah yang disebut sebagai lembagalembaga negara. Lembaga negara beserta fungsinya mengalami perubahan seiring dengan sistem pemerintahan yang ada pada suatu negara dan selalu mengalami perkembangan yang mempengaruhi setiap lembaga negara. Dalam proses perkembangannya, satu lembaga negara tidak memiliki satu kekuasaan penuh karena dapat disalahgunakan dan bertentangan dengan tujuan bernegara. Muncul anggapan bahwa satu lembaga negara harus diawasi dan diimbangi oleh lembaga lain. Kekuasaan negara pada awalnya dibagi menjadi tiga cabang, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun bersamaan dengan semakin besarnya negara dan menghadapi banyaknya permasalahan, pencabangan kekuasaan negara juga mengalami perkembangan.
1
Janedjri M. Gaffar, Demokrasi Konstitusional : Praktik Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan UUD 19945, Jakarta, Konstitusi Press, 2012. Hal 103.
Universitas Sumatera Utara
Dalam sistem pemerintahan demokrasi, lembaga legislatif merupakan perangkat kenegaraaan yang sangat penting disamping perangkat-perangkat kenegaraan yang lain, baik yang bersifat infra struktur maupun supra struktur politik. Lembaga legislatif merupakan cabang kekuasaan pertama yang mencerminkan kedaulatan rakyat dalam suatu negara. Melalui lembaga legislatif akan muncul kebijakan sebagai dasar bagi lembaga eksekutif untuk menjalankan pemerintahan dan diawasi secara langsung olleh lembaga ini sendiri. Dalam sistem demokrasi tidak ada kekuasaan mutlak, tetapi rakyatlah yang membuat undang-undang melalui lembaga legislatif. Setiap pemerintahan yang menganut sistem demokrasi selalu didasari suatu ide bahwa warga negara seharusnya dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan politik. 2 Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep kedaulatan sangat menentukan untuk dijadikan sebagai tolak ukur apakah demokrasi berjalan atau tidak. Semua keputusan politik harus mendapatkan persetujuan dari rakyat secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem perwakilan. 3 Dengan berkembangnya kedaulatan berada di tangan rakyat maka badan legislatif menjadi lembaga yang berhak menyelenggarakan kedaulatan itu dengan jalan menentukan kebijakan umum dan mengesahkannya dalam bentuk undang-undang. Pada negara-negara modern adanya wakil-wakil rakyat yang dipilih secara berkala dianggap lebih praktis dan akan memudahkan menghasilkan suatu kebijakan.
2
Arbi Sanit, Perwakilan Politik: Suatu Stdi Awal Dalam Pencarian Analisa Sistem Perwakilan politik di Indonesia, Imu dan Budaya, Edisi 2, tahun V, Jakarta : Penerbit Universitas Nasional1982 , hal. 82. 3 C.S.T Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Bina Aksara, 1990, hal. 218.
Universitas Sumatera Utara
Struktur lembaga legislatif di Indonesia terdiri dari atas MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat RI, DPRD I, DPRD II), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Ketiga badan ini adalah badan legislatif yang diakui negara. Badan-badan ini memiliki fungsi dan wilayah kewenangan yang berbeda-beda. Semua fungsi dan kewenangan legislatif diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Namun dalam prakteknya banyak bagian-bagian dari sistem pemerintahan parlementer yang masuk ke dalam sistem pemerintahan di Indonesia sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang berjalan di Indonesia adalah sistem pemerintahan yang merupakan gabungan atau perpaduan antara sistem pemerintahan presidensial dengan sistem pemerintahan parlementer. Sistem pemerintahan Indonesia dalam sejarahnya mengalami beberapa kali perubahan. Indonesia pernah menggunakan sistem kabinet parlementer pada tahun 1945 - 1949. Kemudian pada rentang waktu tahun 1949 - 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer yang semu. Tahun 1950 - 1959, Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Sedangkan pada tahun 1959 - 1966, Indonesia menganut sistem pemerintahan secara demokrasi terpimpin. 4 Perubahan dalam sistem pemerintahan tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Kelembagaan di Indonesia juga mengalami perkembangan yang sama sejak masa reformasi. UUD 1945 tidak menganut pemisahan kekuasaan (separation of power), tetapi menerapkan pembagian kekuasaan (distribution of power). Dengan dilakukannya 4
Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal. 127.
Universitas Sumatera Utara
amandemen terhadap UUD 1945 mempertegas pemisahan kekuasaan dan mekanisme checks and balances. 5 Tetapi kenyataannya checks and balances sulit terjadi karena adanya ketimpangan fungsi lembaga legislatif dalam menjalankan pemerintahan. Legislatif sebagai salah satu badan yang mewakili rakyat tidak memiliki peran banyak dibandingkan dengan eksekutif. Kekuasaan presiden yang sangat besar dan struktur ketatanegaraan Indonesia pada masa Orde Baru dikuasai oleh MPR. Dominasi pemerintahan menyebabkan tidak ada checks and balances dalam lembaga-lembaga negara, adanya pasal-pasal yang tidak kaku, dan banyak terjadi kewenangan presiden mengatur hal-hal yang penting dalam undangundang. Dengan melihat hal tersebut muncullah tuntutan rakyat untuk dilakukan amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen UUD 1945 bertujuan untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara, kedaulatan rakyat, Hak Asasi Manusia (HAM), pembagian kekuasaan, kesejahteraan sosial, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Amandemen UUD 1945 telah dilakukan sebanyak empat kali pada masa sidang MPR, yaitu pertama pada sidang umum MPR 1999 tanggal 1421 Oktober 1999, kedua pada sidang tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000, ketiga pada sidang tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 Nopember 2001, dan yang keempat pada sidang tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002. 6 Dengan dilakukannya amandemen, perubahan terjadi dalam sistem pemerintahan Indonesia, di antaranya terjadi pergerseran kewenangan dari presiden ke lembaga
5
Gaffar, Op. Cit., hal. 111. Rizki Fahrian, Latar Belakang Perubahan UUD 1945, http://rizkifahrian09.blogspot.com/2012/10/latar-belakang-perubahan-uud-1945.html, diakses pada tanggal 27 Juni 2013. 6
Universitas Sumatera Utara
legislatif yaitu DPR dalam membuat undang-undang, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara dan beberapa kewenangan dicabut.
Hasil lain dari
perubahan amandemen adalah muncul Dewan Perwakilan Daerah. Seiring dengan berkembangnya lembaga legislatif di Indonesia berkembang pula perannya dalam pemerintahan terhadap lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif, bahkan dalam lembaga legislatif sendiri. Oleh karena itu Penulis melihat ada beberapa hal menarik yang perlu diteliti dalam masalah ini dan mengangkat masalah ini menjadi
penelitian
dengan
judul
‘Fungsi
Lembaga
Legislatif
dalam
Amandemen Undang-Undang 1945”.
1.2 Perumusan Masalah Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pengaruh pergeseran fungsi legislatif dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945?”
1.3. Batasan Masalah Adapun dalam penelitian ini banyak menjelaskan perkembangan ketiga lembaga legislatif yaitu MPR, DPR, dan DPD dari awal terbentuk sampai kepada perubahan sistem pemerintahan Indonesia era reformasi dengan dilakukannya amandemen UUD 1945 dan kemudian membandingkan fungsi yang dijalankan legislatif terhadap lembaga eksekutif dan yudikatif, maupun legislatif sendiri sebagai trias politica baik sesudah dan sebelum amandemen UUD 1945.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam meneliti permasalahan ini adalah: 1. Untuk melihat perkembangan pengaruh lembaga legislatif dalam sistem pemerintahan Indonesia. 2. Untuk membandingkan fungsi lembaga legislatif sebelum dan setelah amandemen UUD 1945. 3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif dan yudikatif, maupun antar lembaga legislatif itu sendiri sebelum dan setelah ada amandemen UUD 1945.
1.5. Manfaat Penelitian Selain beberapa tujuan, sebuah penelitian juga diarahkan agar berdaya guna dan memiliki manfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah: 1. Sebagai input yang berguna untuk memberikan suatu pemahaman khusus terhadap fungsi lembaga legislatif dalam pemerintahan Indonesia. 2. Bagi para akademisi khususnya mahasiswa, untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai fungsi legislatif dan pengaruhnya setelah amandemen.
Universitas Sumatera Utara
1.6. Kerangka Teori 1.6.1. Teori Kedaulatan Rakyat Jacques Rousseau (1712-1778) merupakan penggagas teori kedaulatan. Teori kedaulatan rakyat lahir dari reaksi pada kedaulatan raja. Jean Teori tersebut kemudian menjadi inspirasi terjadinya Revolusi Perancis. Dalam kedaulatan rakyat menurut Rosseau, raja memerintah hanya sebagai wakil rakyat, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan pemerintah. 7 Teori ini berdasarkan pada anggapan bahwa kedaulatan yang dipegang raja atau penguasa itu berasal dari rakyat. Kekuasaaan tertinggi berada di tangan rakyat. Teori kedaulatan rakyat adalah cikal bakal dari ajaran demokrasi. Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.
8
Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan. Tetapi karena pada saat teori kedaulatan tersebut muncul banyak negara yang masih menganut sistem monarki, maka yang berkuasa adalah raja atau pemerintah. Bila pemerintah melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang disebut volonte generale oleh Rousseau. Dapat disimpulkan kedaulatan rakyat mempunyai dua makna, pertama kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, kedua pemerintah atau pengusa bertanggung jawab kepada rakyat dan bekerja untuk kesejahteraan rakyat. 7
King Faisal Sulaiman, SH, LLM, Sistem Bikameral dalam Spektrum Lembaga Parlemen Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2013, hal. 18-19. 8 Hendra Nurtjahjo, Ilmu Negara; Pengembangan Teori Negara dan Suplemen, PT Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 53
Universitas Sumatera Utara
Sumber
ajaran
kedaulatan
rakyat
adalah
demokrasi.
Teori
ini
memunculkan timbulnya suatu teori pembagian kekuasaan seperti dalam ajaran trias politica yang dikemukakan oleh Montesquieu. Suatu negara yang menganut teori kedaulatan rakyat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 9 1. Negara memiliki lembaga perwakilan rakyat sebagai badan/majelis yang mewakili atau mencerminkan kehendak rakyat. 2. Pelaksanaan pemilu untuk mengangkat dan menetapkan anggota lembaga perwakilan diatur oleh undang-undang. 3. Kekuasaan atau kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh badan atau majelis yang bertugas mengawasi pemerintah. 4. Susunan kekuasaan badan atau majelis itu ditetapkan dalam undangundang dasar. Kedaulatan yang dijalankan Indonesia terdapat dalam konstitusi sebagai dokumen hukum tertinggi di republik yaitu Undang-Undang Dasar 1945, yang telah diamandemen dalam pasal 1 ayat 2 yaitu kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Berdasarkan hal tersebut, Indonesia menganut teori kedaulatan rakyat. Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Hal ini menegaskan kita menganut demokrasi yang berdasarkan konstitusi. 10 Sehingga kedaulatan juga harus dilaksanakan berdasarkan konstitusi. Menurut pemahaman tersebut muncul anggapan bahwa kedaulatan harus dijalankan berdasarkan pembagian kekuasaan yang ada dalam konstitusi secara fungsional. artinya adalah masing-masing lembaga negara yang diatur oleh UUD menjalankan kedaualatan berdasarkan fungsi masing-masing. Dengan demikian kedaulatan tidak lagi berada 9
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta, Pustaka Gramedia Utama, 2008, hal.159 10 Nurtjahjo, Op. Cit., hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
pada satu lembaga tertinggi, melainkan berada secara plural pada lembagalembaga yang dibentuk UUD. Penafsiran ini kemudian memunculkan teori kedaulatan pluralis 11, di mana kekuasan tertinggi dibentuk menurut fungsi kelembagaan masing-masing agar mekanisme hubungan tata kerja antar lembaga dapat berjalan dengan demokratis. 12 Pada teori pluralis dijalankan fungsionalisasi kekuasaan. Sebagian pakar menganggap bahwa di samping menjalankan teori kedaulatan rakyat Indonesia tetap menganut teori kedaulatan tuhan dan juga kedaulatan hukum sekaligus. Pendapat ini juga memiliki argumentasi kuat. Kedaulatan tuhan diakui karena kemerdekaan Indonesia dapat disebut sebagai berkat rahmat Tuhan dan sejak awal hingga sesudah amandemen UUD 45 menyebutkan bahwa negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha esa. 13 Hal ini menunjukkan bahwa seluruh aspek kehidupan negara harus mengacu pada keputusan politik dan tidak boleh menyimpang dari nilai ketuhanan yang diakui bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara menunjukkan sila pertama sebagai sila yang menyinari sila-sila lainnya. Pernyataan bahwa menganut kedaulatan hukum ada dalam penjelasan UUD45 sbeelum amandemen bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan
atas
hukum
(rechtsstaat)
dan
bukan
sebatas
kekuasaan
(machtsstaat). 14 Hal ini ditegaskan kembali bahkan menjadi ayat tersendiri dalam amandemen
UUD 45
yaitu
Negara Indonesia adalah
negara hukum.
11
Ibid Mekanisme demokrasi suatu negara dapat terlihat dari adanya mekanisme hubungan tata kerja antara lembaga negara. Untuk mengetahui secara partial atau incremental prinsip checks and balances dijalankan, dapat dilihat dalam tatanan mekanisme yang dikontruksi oleh konstitusi. 13 Hendra, Ibid, hal. 55. 14 Ibid, hal. 56 12
Universitas Sumatera Utara
Kesimpulannya negara Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan, rakyat dan hukum sekaligus. Dalam operasionalissasi kedaulatan itu, kita menganut kedaulatan pluralis karena masing-masing lembaga berdaulat atas fungsi-fungsi yang telah diberikan konstitusi. Disebut pluralis karena tidak ada lagi lembaga tunggal yang memegang kendali kedaulatan sebagaimana dipegang oleh MPR sebagai lembaga tertinggi Negara. Kedaulatan dijalankan menurut fungsi-fungsi yang telah dikontruksikan oleh UUD 1945.
1.6.2. Trias politica Trias politica (pemisahan kekuasaan) adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak. Menurut Ananda B. Kusuma, prinsip trias politica dilaksanakan dengan sistem checks and balances yang pengertiannya,adalah: 15 System that ensure that for every power in government there is an equal and opposite power placed in separate branch to restrain that force … checks and balances are the constitutional controls whereby separate branches of government have limitng powers over each others so that no branch will become supreme.
Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, antara legislatif, eksekutif dan yudikatif 16. Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada
15
Ananda B. Kusuma, Lahirnya UUD 1945. Jakarta, Pusat Studi Hukum Tata Negara UI, 2005, Hal. 25. 16 Wikipedia, Pemisahan Kekuasaan, http://id.wikipedia.org/wiki/Pemisahan_kekuasaan, diakses tanggal 4 Juni 2013.
Universitas Sumatera Utara
orang yang sama, untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Pemikiran John Locke mengenai Trias Politica ada di dalam Magnum Opus yang ia tulis berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. 17 Dalam karyanya tersebut, Locke menyebutkan bahwa fitrah dasar manusia adalah bekerja (mengubah alam dengan keringat sendiri) dan memiliki milik (properti). Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain. Negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya sehingga untuk memenuhi tujuan tersebut perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak selalu berada di tangan seorang raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah legislatif, eksekutif dan federatif. Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya secara damai. Untuk situasi yang aman tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu Inggris. Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris.
17
Kaum bangsawan tidak
Budiardjo, Op. Cit., hal. 58.
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke tangan raja/ratu. Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negaranegara atau kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris. 18 Pemikiran politik Locke dapat ditarik satu kesimpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan. Tetapi pemikiran Locke belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias politica di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurnakan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu. Baron Secondat de Montesquieue menuangkan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748. 19 Montesquieue menuliskan bahwa setiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-
18
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000, hal. 126-127. 19 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Jakarta, Gramedia, 2007, hal. 214.
Universitas Sumatera Utara
individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara. Dengan demikian, konsep trias politica yang banyak diacu oleh negaranegara di dunia saat ini adalah konsep yang berasal dari Montesquieu. Namun, konsep Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan lain seperti Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba). Di Indonesia, para penyusun UUD 1945 (sebelum amandemen) tidak menganut trias politica. Mereka memahami bahwa pemerintahan yang demokratis dapat diselenggarakan dengan trias politica, dalam pemahaman separation of powers, seperti di Amerika Serikat atau dalam arti menggabungkan kekuasaan eksekutif dan legislative seperti di Inggris.
1.6.3. Teori Perwakilan Politik Untuk melaksanakan gagasan teori kedaulatan 20 ke dalam tatanan sistem bernegara, diperlukan lembaga perwakilan rakyat. Rakyat seluruhnya diwakili dalam suatu lembaga. Terkadang rakyat tidak hanya diwakili melalui satu lembaga saja, melainkan dapat direpresentasikan ke dalam beberapa lembaga. Konsep
perwakilan
(representation)
adalah
konsep
yang
memberikan
kewenangan atau kemampuan kepada seseorang atau suatu kelompok untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. 21
20
Negara Republik Indonesia juga menganut kedaulatan Tuhan dan kedaulatan hukum, di samping teori kedaulatan rakyat. Bahkan kedaulatan rakyat yang dianut Indonesia pun harus menganut pada kedaulatan rakyat. Artinya adalah keputusan wakil rakyat tidak boleh melanggar nilai-nilai ketuhanan yang diluhurkan. 21 Arbi Sanit. Perwakilan Politik di Indonesia, Jakarta, Rajawali Press. 1985, hal. 54.
Universitas Sumatera Utara
Praktik lembaga perwakilan rakyat dapat ditelusuri sejak masa Yunani Kuno dalam Dewan Palis atau Ekklesia yang mempunyai tugas memberi pertimbangan kepada eksekutif. Di samping memberikan pertimbangan, dewan ini juga menetapkan hukum melalui perdebatan anggota. Selama 20 abad mulai dari abad kelima Sebelum Masehi di Yunani Kuno dan Romawi sampai akhir abad ke14 di Inggris, keberadaan lembaga perwakilan rakyat mendapat dukungan dari masyarakat.22 Ide-idenya selalu berkembang seiring dengan dinamika peradaban manusia itu sendiri. Sejak abad kelima Sebelum Masehi di dalam kekaisaran Romawi terdapat satu lembaga bernama senat yang memiliki kewenangan sebagai badan perimbangan. Di pertengahan abad keempat Sebelum Masehi badan tersebut diberi wewenang unntuk secara legal formal mengukuhkan keputusan Comitia Centuriata, suatu badan semi-militer yang terdiri atas 100 orang. Mulai dari penghujung abad ketiga Sebelum Masehi dan seterusnya semua keputusan lembaga
Plebeian
(Concilium
Plebis)
diberlakukan
di
semua
negara
taklukannya. 23 Parlemen yang ada suatu negara saat ini dalam sejarahnya berawal di Inggris pada penghujung abad 12. Ada sebuah lembaga bernama Magnu Concilium yang dibentuk oleh Raja Henry III yang terdiri dari para tokoh gereja dan para tuan tanah atau baron. Mereka sering diundang oleh raja untuk membicarakan berbagai persoalan kerajaan. Di penghujung abad 14 parlemen kemudian dimanfaatkan oleh para raja Inggris sebagai badan perwakilan rakyat.
22
DR. Paimin Napitupulu, M.Si, Menuju Pemerintahan Perwakilan, Bandung, PT Alumni, 2007, hal. 18. 23 Ibid, hal. 19
Universitas Sumatera Utara
Parlemen sebagai badan pembuat hukum dan badan perwakilan yang dipilih melalui pemilihan dijalankan di Inggris pada abad 18. 24 Hingga kini lembaga perwakilan rakyat dianggap sebagai himpunan wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum. Sebenarnya lembaga perwakilan rakyat tidak hanya meliputi legislatif atau parlemen, tetapi juga termasuk badan eksekutif dan yudikatif. Lembaga perwakilan rakyat dalam arti khusus yakni parlemen adalah suatu institusi yang mewakili masyarakat pemilih secara resmi dalam sistem pemerintahan perwakilan (representative government) yang terbentuk melalui sistem pemilihan umum 25. Bangkitnya lembaga khusus pembuat hukum sejalan dengan pertumbuhan hukum Romawi dari periode yang sederhana. Embrio perwakilan sudah mulai ada pada zaman Romawi Kuno. Sayangnya, kaisar Romawi beserta penguasa yang ditunjuk dengan satu dengan yang lain cara berusaha untuk memperkokoh kekuasaan mereka sehingga melemahkan peran lembaga perwakilan tersebut. Semakin kuatnya cengkraman agama atas negara beserta pertumbuhan feodalisme di Eropa, telah memperkecil peran lembaga perwakilan dalam proses pembuatan hukum dan perundingan. Kedua hal ini, agama dan kaum feudal dengan cara sendiri telah melemahkan peran lembaga perwakilan Di Indonesia, anggota Dewan Perwakilan Rakyat mewakili rakyat melalui partai politik. Hal ini dinamakan perwakilan yang bersifat politik (political representation). Menurut Hannah Pitkin, perwakilan politik adalah satu atau sejumlah orang yang berwenang membuat keputusan atas nama seseorang,
24 25
Ibid, hal. 20 Ibid, hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
sekelompok orang ataupun keseluruhan anggota masyarakat. 26 Dalam pengertian tersebut dalam keterwakilan politik menggambarkan adanya kepentingan masyarakat yang terwakili oleh wakilnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa perwakilan politik mencakup kepuasan pihak terwakili dalam arti kepentingan dan kebutuhan terlayani atau dapat diwujudkan oleh wakilnya melalui tanggapan yang diberikan oleh sang wakil lewat sikap, tindakannya dalam membuat keputusan atau kebijakan terhadap masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Kehadiran konsep ini dipelopori oleh negara-negara yang menganut sistem demokrasi liberal yang memiliki asumsi bahwa yang paling mengetahui mengenai keadaan rakyat adalah rakyat itu sendiri sehingga aspirasi dan kehendak rakyat harus diwakili oleh rakyat. Asumsi ini mendorong lahirnya sistem perwakilan dalam kehidupan rakyat suatu negara yang perwujudannya dilakukan melalui suatu partai politik dalam pemilihan umum. Secara umum sistem perwakilan dibagi dua, yaitu 27: a. Sistem perwakilan langsung yaitu sistem pengangkatan wakil rakyat secara langsung melalui pemilu oleh rakyat tanpa perantara DPR/MPR. b. Sistem perwakilan tidak langsung, yaitu sistem pengangkatan wakil rakyat yang memberikan kepercayaan kepada partai politik untuk menentukan calon legislatif yang akan mewakili rakyat dan juga mengangkat anggota DPR/MPR melalui pengangkatan dari unsur-unsur atau golongan oleh pemerintah.
26
Prof. DR. Kacung Maridjan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru, Jakarta: Kencana, 2010, hal. 39. 27 Napitupulu, Op. Cit.
Universitas Sumatera Utara
Sistem
perwakilan
rakyat
kemudian
berkembang
dalam
praktik
kenegaraan di seluruh dunia. Ada yang memakai sistem unicameral, ada sistem bikameral, bahkan ada yang mengontruksikan perwakilan rakyat ke dalam perwakilan tiga kamar (trikameral) 28. Hal tersebut bergantung pada pilihan politik mana yang dipakai untuk menjelmakan rakyat seutuhnya dalam konstruksi penyelenggaraan Negara yang etis. Perkembangan konsep demokrasi mengenai teori perwakilan modern melahirkan adanya tiga karakter yang dapat secara penuh mewujudkan rakyat 29, yaitu: a. Perwakilan geografis. Secara umum badan perwakilan mengandung arti bahwa setiap anggotanya merupakan perwakilan dari seluruh bangsa. Dengan demikian, wajar jika masyarakat luas mengharapkan agar parlemen mewakili kepentingan mereka. Namun, dalam kenyataannya setiap anggota parlemen hanya bersedia mewakili kelompok yang diwakilinya, yakni masyarakat di wilayah geografis tertentu, dan mengesampingkan kepentingan kelompok lain. b. Perwakilan partai. Dalam sistem parlemen, partai politik merupakan jenis perwakilan paling terkemuka, khususnya dalam sistem-sistem politik, disiplin terhadap partai politik sangat tinggi. Dalam sistem sejenis ini partai politiklah jenis perwakilan paling pokok. Partai politik mengendalikan proses rekrutmen anggota beserta kegiatan legislatif di parlemen. Di beberapa Negara, termasuk Indonesia saat ini, menjadi anggota parlemen berarti di satu sisi harus mampu menunjukkan 28
Hendra Nurtjahjo, Ilmu Negara; Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen, Jakarta, PT Grafindo Persada, 2005, hal.68 29 Napitupulu, Op. Cit., hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
loyalitas terhadap partai, dan di pihak lain harus dipilih oleh masyarakat di wilayah tertentu. Namun, dalam banyak kasus kesetiaan terhadap partai jauh lebih menonjol dibandingkan kesetiaan terhadap kelompok masyarakat yang diwakilinya. Bahkan, lebih ekstrim lagi banyak anggota parlemen yang mengesampingkan hubungan dengan para pemilh dan memusatkan kesetiaan mereka pada partai. c. Perwakilan kelompok kepentingan khusus. Keterkaitan kelompok khusus dengan sendirinya mendorong anggota untuk lebih memusatkan perhatian kepada kepentingan yang mereka wakili. Sebaliknya, keterikatan kepentingan timbal balik yang berkembang memperkuat posisi perwakilan kelompok kepentingan dalam tubuh parlemen.
1.6.4. Lembaga Legislatif di Indonesia A. Pengertian Legislatif Menurut John M. Carey, legislatif adalah institusi pembuat kebijakan yang penting dalam negara demokrasi modern. Semua putusan kebijakan paling mendasar (budget, perjanjian dan persetujuan perdagangan, ekonomi, lingkungan, dan regulasi sosial, elaborasi hak-hak individu dan kolektif) haruslah disetujui lembaga legislatif. 30 Kekuasaan legislatif menurut David Olson berbeda dengan cabang kekuasaan lainnya. Pertama, perbedaan dari sifat dasar atribut yang dimilikinya, yaitu parlemen adalah institusi perwakilan yang primer dalam sebuah masyarakat yang demokratik. Kedua, parlemen juga berbeda dari fungsinya, yaitu menjadi
30
Ikhsan Darmawan,Analisis Sistem Politik Indonesia, Bandung, Alfabeta, 2013, hal, 74.
Universitas Sumatera Utara
instrument utama dalam demokrasi yang menentukan dan menetapkan UU dan kebijakan publik lainnya. Ketiga, legislatif juga berbeda dilihat dari karakteristik prosedur dan organisasinya. 31 Lembaga legislatif adalah badan yang bersifat plural dengan keanggotaan lebih banyak daripada lembaga eksekutif, dan menawarkan kemungkinan baik perwakilan sekaligus sejumlah keberagaman
dalam politik,
dan untuk
menjembatani hubungan yang lebih dekat antara wakil dan pemilihnya. Keberagaman yang diwakili dalam lembaga legislatif mungkin didefinisikan sepanjang garis kolektif, perwakilan mengoperasikan melalui kelompokkelompok politisi yangdipiliih dalam tim untuk merepresentasikan sejumlah rangkaian kepentingan. Aturan yang berkaitan dengan perwakilan kolektif yang dipilih, pada gilirannya, harus mengidentifikasi seperangkat prinsip yang mendefinisikan kepentingan, seperti lokasi geografis, partisanship, ras, etnisitas, gender, bahasa, agama, dan lainnya. 32 Format lembaga legislatif secara garis besar terdiri dari dua jenis 33. Pertama adalah sistem satu majelis atau unikameral. Artinya di negara tersebut hanya terdiri dari satu majelis saja dan umumnya merupakan Majelis Rendah (lower house). Para penganjur sistem satu kamar berpendapat bahwa satu majelis menjcerminkan mayoritas dari kehendak rakyat karena biasanya dipilih secara langsung oleh masyarakat. Prosedur pengambilan keputusan juga dapat berjalan dengan relatif cepat.
31
Efriza, Studi Parlemen, Sejarah, Konsep, dan Lanskap Politik Indonesia, Malang, Setara Press, 2014, hal. 37. 32 Darmawan, Ibid, hal. 74. 33 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta, Pustaka Gramedia Utama, 2008, hal. 319.
Universitas Sumatera Utara
Kedua adalah sistem dua kamar atau bikameral, adalah terdapat dua majelis dalam lembaganya. Para penganut sistem dua majelis yakin bahwa kekuasaan sistem majelis perlu dibatasi karena member peluang untuk menyalahgunakan wewenang itu, Anggota-anggotanya mudah dipengaruhi oleh fluktuasi situasi politik, karena dipilih langsung oleh rakyat. Dalam sistem bikameral, senat (untuk contoh kasus di Amerika Serikat) sedikit banyak dapat menetralisir kecenderungan itu melalui pembahasan tambahan yang lebih moderat. Alasan lainnya adalah sistem bicameral memberi kesempatan kepada provinsi atau negara bagian untuk memajukan kepentingan-kepentingannya, yang khusus tambahan biasanya disusun sedemikian rupa sehingga wewenangnya kurang daripada badan yang mewakili rakyat. Menurut Austin Ranney, dua pertiga negara demokrasi modern menggunakan sistem dua kamar dan sepertiga lainnya menggunakan sistem satu kamar. 34 Jimly Asshiddiqie memaparkan, ada dua alasan utama yang sering digunakan dalam menerapkan dalam menerapkan sistem bikameral 35, yaitu: a. Adanya kebutuhan untuk keseimbangan yang lebih stabil antara pihak eksekutif dan legislatif b. Keinginan untuk menjalankan sistem pemerintahan benar-benar efisien dan setidaknya lebih lancar.
34
Darmawan, Op.Cit., hal. 80 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, Yogyakarta, FH UII Press, 2004, hal 163. 35
Universitas Sumatera Utara
B. Fungsi dan Wewenang Legislatif Muchtar Pakpahan membagi fungsi DPR secara garis besar kedalam tiga fungsi yaitu 36, a. Fungsi legislasi (legislative function), yaitu fungsi dalam pembuatan undang-undang.
Fungsi
legislasi
merupakan
perwujudan
dari
kedudukan DPR sebagai pemegang kekuasaan membentuk undangundang. Dalam negara hukum, setiap penyelenggaraan negara dan pemerintahan, baik berupa kebijakan maupun tindakan, harus dilakukan berdasarkan aturan hukum. Setiap kewenangan yang dimiliki oleh lembaga atau pejabat publik bersumber pada aturan hukum, dan harus dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum. 37 Fungsi legislasi dapat dikatakan merupakan fungsi utama dari lembaga perwakilan. Melalui fungsi tersebut, para wakil rakyat menentukan bagaimana kehidupan berbangsa dan bernegara dijalankan sesuai dengan konstitusi. b. Fungsi anggaran (budgeting function), yang dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan, terhadap
Rancangan Undang-Undang
APBN yang
diajukan oleh presiden. APBN merupakan dokumen yang berisi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam waktu satu tahun serta alokasi anggaran yang akan dibelanjakandan diperoleh sebagai penerimaan negara. Walaupun RAPBN diajukan oleh presiden, tetapi juga meliputi program dan anggaran yang dikelola oleh cabang kekuasaan yang lain, termasuk legislatif dan yudikatif. Melalui 36 37
Muchtar Pakapahan, DPR RI Semasa Orde Baru, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1994, hal. 18 Gaffar, Op.Cit., hal. 63.
Universitas Sumatera Utara
pembahasan APBN, anggota legislatif ikut menentukan dan menjaga agar setiap lembaga dan instansi benar-benar diarahkan untuk kepentingan rakyat sesuai dengan amanat dan aspirasi rakyat yang diwakili. c. Fungsi pengawasan (controlling function). Pengawasan yang dilakukan adalah terhadap pelaksanaan undang-undang dan APBN, dari sudut politik ketatanegaraan, fungsi pengawasan adalah untuk menjaga agar tidak terjadi konsentrasi kekuasaan dan penyalahgunaan kekuasaan. Fungsi pengawasan diperlukan untuk menjamin berjalannya prinsip saling mengawasi dan mengimbangi antarcabang kekuasaan. Di sisi lain, pengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa undang-undang dan APBN telah dibuat DPR dan presiden benar-benar dilaksanakan dengan baik oleh semua lembaga negara dan instansi pemerintahan. Dengan demikian pelaksanaan pengawasan DPR tidak selalu berarti berhadap-hadapan
dengan
pemerintah,
khususnya
presiden.
Pengawasan DPR juga harus dilihat sebagai upaya bersama untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pemerintahan benar-benar untuk kepentingan rakyat sesuai dengan aturan hukum yang ditetapkan. Fungsi pengawasan dapat dilakukan melalui: 38 a. Hak bertanya, yaitu hak yang dimiliki oleh parlemen untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada eksekutif mengenai suatu masalah.
38
P. Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2012, hal.221.
Universitas Sumatera Utara
b. Hak interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada pihak eksekutif mengenai suatu kebijakan di suatu bidang. Eksekutif wajib untuk memberikan penjelasan dalam sidang pleno yang mana dibahas oleh anggota dan diakhiri dengan pemungutan suara apakah keterangan tersebut memuaskan atau tidak. Interpelasi dapat dijadikan sebagai batu loncatan untuk menuju mosi tidak percaya kepada eksekutif (pemerintah). c. Hak angket, yaitu hak anggota legislatif untuk mengadakan penyelidikan sendiri. Dalam hal ini legislatif dapat membentuk panitia angket yang melaporkan hasil penyelidikan kepada anggota legislatif lainnya yang selanjutnya merumuskan pendapatnya mengenai suatu masalah dengan harapan mendapat perhatian dari pemerintah. d. Mosi tidak percaya, yaitu hak yang paling ampuh. Jika lembaga legislatif menerima mosi tidak percaya, maka dalam sistem pemerintahan, kabinet harus mengundurkan diri dan dapat terjadi krisis kabinet. Di samping ketiga fungsi yang dikemukakan Muchtar Pakpahan, Miriam Budiardjo mempunyai beberapa fungsi lainnya, yaitu fungsi edukasi dalam konteks sebagai fórum kerja sama antara berbagai golongan dan juga fungsi rekruitmen politik. 39 Menurut B.N. Marbun, ada empat fungsi utama legislatif, pertama fungsi legislasi atau pembuat undang-undang, kedua fungsi kontrol atau pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan ketiga fungsi budget atau 39
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta, Pustaka Gramedia Utama, 2008, hal. 323.
Universitas Sumatera Utara
persetujuan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta keempat penampung dan penyalur aspirasi masyarakat.40
1.7. Metode Penelitian Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan : 1.7.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat diartikan pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati. 41 Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan apa yang sedang diteliti dan berusaha untuk memberikan gambaran yang jelas dan mendalam tentang apa yang diteliti dan yang menjadi pokok permasalahan. Berdasarkan pendapat tersebut, penelitian ini diajukan untuk mempelajari kasus atau fenomena yang terjadi pada lembaga legislatif sebagai salah satu unsur pemerintah yang mewakili aspirasi masyarakat Indonesia pada umumnya.
1.7.2. Jenis data Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini berusaha menggambarkan perkembangan legislatif dalam sistem pemerintahan Indonesia pada masa Orde Lama, Orde Baru, Reformasi sampai pada saat ini sesuai dan sesuai dengan perubahan UUD 1945. Selain itu, penelitian kualitatif deskriptif memberikan gambaran yang sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, hubungan dan dampak dari penelitian yang diteliti. 40
B.N Marbun, DPR RI Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, Edisi Revisi, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2002, hal. 29. 41 Hadari Nawawi, 1994, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, UGM Press., hal. 203.
Universitas Sumatera Utara
1.7.3. Teknik pengumpulan data Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data dengan menggunakan teknik penelitian
kepustakaan
(library
research).
Sumber-sumber
data
yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui berbagai sumber penerbitan yang antara lain dari berbagai buku, dokumen , tulisan-tulisan ilmiah, surat kabar, internet.
1.7.4. Teknik Analisa data Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan deskriptif komparatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara melihat beberapa variabel yang berhubungan dengan inti permasalahan penelitian ini. Analisis dekriptis komparatif dilakukan untuk menemukan persamaan dan perbedaan suatu variabel dalam waktu berbeda.
1.8. Sistematika Penulisan Penelitian Susunan sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dan pengantar dari keseluruhan skripsi. Pada bab ini akan dijelaskan dan diuraikan tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
: LEMBAGA LEGISLATIF INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UUD 1945 Bab ini membahas tentang perkembangan lembaga legislatif
muncul
di
Indonesia
sebelum
dilakukan
amandemen UUD 1945. BAB III
: LEMBAGA LEGISLATIF INDONESIA SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Dalam bab ketiga akan membahas bagaimana dan apa saja perubahan yang terjadi dalam lembaga legislatif setelah terjadinya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
BAB IV
: FUNGSI LEMBAGA LEGISLATIF INDONESIA DALAM
AMANDEMEN
UNDANG-UNDANG
DASAR 1945 Dalam bab ini penulis akan membahas perbedaan fungsi yang terjadi dalam legislatif setelah adanya amandemen UUD 1945 dan menganalisis dampak yang terjadi pada legislatif dan hubungannya terhadap lembaga lainnya dengan menggunakan teori yang telah dipaparkan di bab sebelumnya. BAB V
: PENUTUP Bab kelima adalah bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara