BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali dipahami sebagai gejala rendahnya tingkat kesejahteraan semata padahal kemiskinan merupakan gejala yang bersifat kompleks dan multidimensi. Rendahnya tingkat kehidupan yang sering sebagai alat ukur kemiskinan pada hakekatnya hanya merupakan salah satu mata rantai dari munculnya lingkaran kemiskinan. Kemiskinan menjadi masalah negara khususnya di negaranegara dunia ketiga sebagaimana dalam kutipan publikasi Bank Dunia dalam Kuncoro (1995: 104) tentang klasifikasi negara berdasarkan kelompok penghasilannya. Negara berpenghasilan rendah dan menengah yang seringkali disebut negara berkembang (developing countries) memiliki karakteristik yang relatif sama yaitu antara lain: a) tingkat kehidupan yang rendah yang berdampak pada tingkat produktivitas rendah; b) pertumbuhan penduduk dan tingkat ketergantungan yang tinggi; c) tingkat pengangguran dan setengah pengangguran tinggi cenderung meningkat; d) ketergantungan terhadap produksi pertanian dan ekspor produk primer demikian signifikan; e) dominan tergantung dan rentan terhadap hubungan internasional.
Kemiskinan memiliki wujud yang beraneka ragam termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumber produktif yang menjamin kehidupan
yang
berkesinambungan,
kelaparan,
kekurangan
gizi,
rendahnya tingkat kesehatan, keterbelakangan, kurang akses kepada pendidikan serta layanan-layanan pokok lainnya. Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya. Gambaran kemiskinan tersebut di atas memenuhi kriteria kemiskinan sebagian besar di Indonesia. Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tak dapat ditunda lagi dengan dalih apapun dan
menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan
pembangunan nasional. Dalam paradigma pembangunan kebijaksanaan dan strategi penanggulangan kemiskinan ditempuh dengan strategi tidak langsung melalui kebijaksanaan ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Sebagai indikator berhasil tidaknya pembangunan semata-mata hanya dilihat dari meningkatnya pendapatan nasional sehingga berbagai program penanggulangan kemiskinan lebih bersifat dari atas. Setelah bertahun-tahun penerapan kebijaksanaan dan strategi melalui pertumbuhan ekonomi ini ternyata belum mencapai hasil yang diharapkan tetapi justru muncul kantong-kantong kemiskinan sebab program ini cenderung disusun dengan asumsi bahwa orang miskin belum mampu menolong dirinya sendiri sehingga perlu bantuan dari
pihak luar dan cenderung bias birokrasi sebagai inspirator program akibatnya kebijaksanaan ini hanya dinikmati oleh segelintir orang terutama para pemilik modal dan kelompok elit nasional. Tanpa disadari munculnya kesenjangan sosial, dan ekonomi. Dengan demikian pendekatan pembangunan yang bertujuan mengurangi dan menghapus kemiskinan memerlukan kajian yang mendalam sebab pada dasarnya konsep tentang kemiskinan itu sendiri bersifat dinamis dan tidak statis. Menyadari bahwa pendekatan pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi kurang memberikan akses yang tepat untuk pemerataan pembangunan, pendapatan, partisipasi dan kreativitas masyarakat,
serta
distribusi
kekayaan
sehingga
diupayakan
penanggulangan kemiskinan secara langsung yang lebih substansial. Penanganan kemiskinan lebih mendasar melalui upaya peningkatan sumber daya manusia, peningkatan upaya permodalan, pengembangan usaha, peluang kerja dan penguatan kelompok penduduk miskin. Bertitik tolak pada permasalahan tersebut diatas, maka munculah Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang dilaksanakan berdasarkan Inpres Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan melalui program IDT yang bertujuan: 1. Memadukan gerak langkah semua instansi, lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan;
2. Membuka peluang bagi penduduk miskin di desa tertinggal untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya dengan cara menciptakan dan memperluas lapangan kerja produktif melalui peningkatan berbagai kegiatan pembangunan di desa tertinggal; 3. Mengembangkan dan memantapkan kehidupan ekonomi penduduk miskin melalui penyediaan bantuan khusus; 4. Meningkatkan kesadaran, kemauan, tanggung jawab, harga diri, rasa kebersamaan dan rasa percaya diri masyarakat. Kelahiran IDT tidak saja menunjukkan tekad pemerintah mengentaskan kemiskinan tetapi juga sebagai bagian perwujudan bahwa masyarakat tidak lagi sebagai obyek tetapi sebagai subyek pembangunan yang mengambil peran dalam setiap upaya penanggulangan kemiskinan artinya mereka berkuasa membuat dan menjalankan programnya sendiri sehingga pemanfaatan dana IDT pada dasarnya diserahkan kepada penduduk miskin itu sendiri. Mereka yang paling mengetahui sesuatu yang harus diusahakan dan kebutuhan yang paling mendesak dengan bimbingan pemerintah dan tenaga pendamping. Sasaran dari IDT adalah kelompok miskin di desa tertinggal. Program IDT mengandung tiga pengertian dasar yaitu sebagai berikut: 1. Sebagai pendorong masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan; 2. Sebagai strategi dalam pemerataan pembangunan; 3. Sebagai pengembangan ekonomi rakyat melalui pemberian dana bergulir untuk modal usaha bagi penduduk miskin.
Batasan kelompok penduduk miskin menurut Aisyah mengutip pendapat Sajogya (1997: 153) bahwa kemiskinan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu sebagai berikut: 1. Miskin apabila tingkat pendapatannya lebih kecil dari 320 kg nilai tukar beras per kapita per tahun untuk pendesaan dan 480 kg untuk perkotaan; 2. Miskin sekali bila seseorang mempunyai pendapatan 240 kg nilai tukar beras perkapita per tahun untuk pedesaan dan 360 kg beras untuk perkotaan; 3. Melarat dengan pengeluaran sebesar 180 kg nilai tukar beras per kapita per tahun untuk pedesaan dan 270 kg beras untuk perkotaan. Menurut Mubyarto (1998: 84) di Jawa Tengah cara menentukan penduduk miskin dengan kriteria sebagai berikut: 1. Tidak mampu makan setara 2.100 kalori per orang per hari; 2. Tingkat pengetahuan, ketrampilan, dan derajat kesehatan rendah; 3. Tidak mempunyai mata pencaharian yang tetap; 4. Pendapatan per kapita per hari kurang dari Rp 500,-; 5. Partisipasi dalam pembangunan rendah; 6. Kondisi perumahan dan lingkungan minimal; 7. Kepemilikan perlengkapan rumah tangga terbatas; 8. Kepemilikan lahan sangat sempit dan tidak produktif.
Berdasarkan Mubyarto (1998: 8) selama tiga tahun pelaksanaan program IDT di propinsi Jawa Tengah telah menerima dana sebesar Rp 148,94 M: 1. Tahun anggaran 1994/1995 sebesar Rp. 48,78 milyar untuk 443.358 KK dalam 17. 461 pokmas di 2.439 desa; 2. Tahun anggaran 1995/1996 sebesar Rp. 50,48 milyar diperuntukkan 17.398 pokmas di 2.564 desa dan 336.199 KK; 3. Tahun anggaran 1996/1997 sebesar Rp. 49,68 milyar diperuntukkan 2.484 desa. Dana IDT yang diberikan kepada masyarakat sebagai pancingan bagi kelompok penduduk miskin untuk menumbuhkan, memperkuat kemampuan,
dan
membuka
kesempatan
berusaha
agar
dapat
meningkatkan taraf hidup serta memberikan manfaat yang berkelanjutan, tidak berhenti, terus bergulir sebagai dana yang abadi milik masyarakat desa. Keberhasilan program yang sebelumnya di bawah bimbingan teknis pemerintah dan tenaga pendamping diharapkan tetap bisa berjalan dan dikelola dengan baik oleh pokmas. Keberhasilan program IDT yang sebelumnya diwarnai campur tangan pemerintah yang sangat dominan dan keberadaan para tenaga pendamping IDT untuk membantu pelaksanaan program masih terdapat hambatan apalagi bila tanpa bantuan pemerintah dan tenaga pendamping.
Dana IDT diharapkan memberi manfaat berkelanjutan kepada masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat miskin pedesaan sebagian besar hidup dalam lingkaran yang serba terbatas, tidak berdaya, rentan terhadap penyakit, kurang pendidikan, berpendapatan rendah, dan terisolasi secara fisik maupun mental. Keterbatasan ini memberikan pengaruh bagi kelangsungan program IDT pasca pemberian kredit IDT maka perlu dikaji apakah dana ini terus bergulir. Hambatan lain dalam pelaksanaan program IDT ini adalah hambatan internal dari kelompok sasaran miskin antara lain hambatan struktural, kultural, alamiah, yang bersifat ketidakberdayaan dan hambatan yang bersifat eksternal bersumber pada aspek kelembagaan dan adminitrasi birokrasi pemerintah daerah. Dalam
pelaksanaan program IDT di desa Kopen kecamatan
Teras kabupaten Boyolali tidak lepas dari hambatan internal maupun eksternal. Dugaan sementara dana tidak berkembang adalah disebabkan karena kegiatan usaha yang dilakukan pokmas memiliki jangka waktu lama untuk menghasilkan uang tunai dan kesulitan dalam memasarkan hasil produksi. Anggota pokmas enggan menerima dana untuk dikembangkan karena takut mengalami kegagalan atau kemacetan dana pada suatu kelompok atau anggota pokmas. Berdasarkan serangkaian data maupun fakta tentang seputar pelaksanaan program IDT di desa Kopen kecamatan Teras kabupaten Boyolali menarik untuk dikaji lebih lanjut apakah dana bergulir dari
program IDT yang dialokasikan di desa tersebut selama tiga tahun anggaran itu masih bergulir sebagai dana abadi masyarakat setelah tidak ada lagi program pemberian bantuan IDT dari pemerintah. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sampai berapa jauh faktor jenis usaha, besar dana yang diterima dan partisipasi
pokmas
mempengaruhi
terhadap
keberlanjutan
pemanfaatan dana bergulir IDT; 2. Seberapa jauh harapan anggota pokmas dalam memanfatkan dana bergulir IDT pasca program setelah tidak ada dana IDT lagi. C .Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui sejauh mana faktor jenis usaha, besar dana yang diterima, dan partisipasi anggota pokmas mempengaruhi terhadap keberlanjutan pemanfaatan dana bergulir IDT; 2.
Untuk
mengetahui
sejauh
mana
harapan
anggota
pokmas
memanfaatkan dana bergulir IDT pasca program setelah tidak ada lagi dana IDT bagi pokmas. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian tesis ini diharapkan bermanfaat: 1. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan dalam membuat kebijaksanaan untuk memilih strategi pelaksanaan program sejenis di masa yang akan datang sehingga lebih efektif dan efesien;
2. Memberikan kontribusi secara aplikatif kepada masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan; 3. Sebagai bahan acuan dalam penelitian sejenis di tempat lain dan memberikan kesempatan untuk menerapkan teori ke dalam praktek yang sesungguhnya. E. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. “Jenis usaha yang dilakukan, besar dana diterima, dan partipasi anggota
pokmas
memiliki
pengaruh
yang
positif
terhadap
keberlanjutan pemanfaatan dana bergulir IDT” 2. “Diduga anggota pokmas tetap berharap tentang keberlanjutan pemanfaatan dana IDT pasca program“ Bila digambarkan dalam bentuk diagram: Gambar 1. Hubungan Antar Variabel Variabel Independen
Variabel Dependen
Jenis Usaha Besar Dana Diterima Partisipasi Anggota
Pemanfaatan dana Pasca Program