BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung dari jenis industri, teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan pada perusahaan. Secara garis besar kejadian kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor, yaitu tindakan manusia yang tidak memenuhi keselamatan kerja (unsafe act) dan keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition) (Suma’mur, 2009). Pada umumnya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor, yaitu manusia dan lingkungan. Faktor manusia yaitu tindakan tidak aman dari manusia seperti sengaja melanggar peraturan keselamatan kerja yang diwajibkan dan kurang terampilnya pekerja itu sendiri. Sedangkan faktor lingkungan yaitu keadaan tidak aman dari lingkungan kerja yang menyangkut antara lain peralatan atau mesinmesin, tetapi frekuensi terjadinya kecelakaan kerja lebih banyak terjadi karena faktor manusia, karena manusia yang paling banyak berperan dalam menggunakan peralatan di perusahaan (Ihsan, 2013). Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka proses manufaktur dituntut untuk dapat memenuhi standar dan kualitas yang diinginkan baik dari kualitas maupun keselamatan. Maka akan terjadi pula lingkungan kerja 1
yang kurang memenuhi syarat, proses dan sifat pekerjaan yang berbahaya, serta peningkatan intensitas kerja operasional tenaga kerja. Masalah tersebut di atas akan sangat mempengaruhi dan mendorong peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan (Suhartini, 2014). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dituliskan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Begitu juga dengan setiap orang lain yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Oleh karena itu, sesuai dengan peraturan yang berlaku setiap perusahaan yang di dalamnya terdapat pekerja dan risiko terjadinya bahaya wajib untuk memberikan perlindungan keselamatan. Seperti yang terjadi bahwa sistem keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikatakan baru akan dilaksanakan setelah proses pendirian suatu pabrik/unit usaha berjalan, padahal menurut aturan hukum seharusnya dilakukan pada saat perencanaan pabrik/ perusahaan tersebut (Pabiban, 2007). Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmgrasi, di Indonesia selama tahun 2010, berdasarkan laporan dari daerah, terjadi kasus kecelakaan kerja sebanyak 98.711 kasus. Sedangkan berdasarkan data semester I Tahun 2011 jumlah kecelakaan kerja adalah 48.511 kasus (Kemenakertrans, 2011).
2
Data PT. Jamsostek menunjukkan bahwa jumlah kecelakaan kerja Indonesia selama periode 2012 mencapai 103.000 kasus atau meningkat dibandingkan periode 2011 sebanyak 96.400 kasus dan 2010 sebanyak mencapai 86.693 kasus. Dari 96.400 kecelakaan kerja di periode 2011, sebanyak 2.144 tercatat meninggal dunia dan 42 lainnya cacat. Dengan mengambil asumsi 264 hari kerja dalam 1 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata pada periode 2012 setiap hari ada 9 pekerja peserta Jamsostek yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja (BPJS Ketenagakerjaan, 2013). International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa kecelakaan kerja dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan menyebabkan lebih 6.300 kematian setiap hari atau 2,3 juta kematian per tahun. Kerugian besar ini, sekitar 350.000 kematian disebabkan oleh kecelakaan kerja dan dekat dengan 2 juta oleh penyakit
yang
berhubungan
dengan
pekerjaan.
Kecelakaan
non-fatal
mempengaruhi jumlah yang lebih besar, lebih dari 313 juta pekerja yang terluka setiap tahun, sedangkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan non-fatal yang diperkirakan mempengaruhi 160 juta setiap tahun (ILO, 2015). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat sedikitnya ada 105.383 kasus kecelakaan kerja di Kabupaten Tangerang yang terjadi selama tahun 2014. Data tersebut berdasarkan klaim program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) oleh peserta BPJS. Dari 105.383 kasus tersebut, diantaranya mengalami cacat fungsi sebanyak 3.618 kasus, cacat sebagian
3
sebanyak 2.616 kasus, cacat total sebanyak 43 kasus dan meninggal dunia sebanyak 2.375 kasus (BPJS Ketenagakerjaan, 2015). Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan ada dua macam, yaitu kerugian ekonomi dan kerugian non ekonomi. Kerugian ekonomi berupa kerugian yang langsung dapat ditaksir dengan menggunakan uang, kerugian non ekonomi antara lain adalah rusaknya citra perusahaan (Suma’mur, 2009). Heinrich (1930) dalam Colling (2007) menjelaskan teori Iceberg-nya yang menyatakan bahwa kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian biaya bagi perusahaan baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung. Biaya langsung yang dimaksud adalah biaya yang nampak sebagai akibat langsung dari kecelakaan kerja seperti biaya pertolongan pertama, biaya pengobatan, biaya transportasi ke rumah sakit dan biaya kompensasi kecelakaan. Sementara biaya tak langsung adalah biaya yang tak tampak seperti biaya kerusakan alat produksi, biaya kerugian akibat penghentian produksi, biaya hilangnya waktu kerja, biaya kompensasi lembur dan biaya penataan manajemen keselamatan yang lebih baik. Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja bukan hanya dialami oleh perusahaan tetapi juga berdampak pada kerugian negara. International Labour Organization (ILO) mencatat bahwa setiap tahunnya Indonesia
mendapatkan
99.000
kecelakaan
dengan
70%
di
antaranya
menyebabkan kematian dan cacat seumur hidup. Kecelakaan kerja Indonesia telah membuat Indonesia merugi hingga Rp. 280 Triliun. ILO mendata kecelakaan kerja menimbulkan kerugian negara setidaknya 4% dari Produk Domestik Bruto 4
(PDB). Jika keselamatan kerja bisa ditangani lebih baik, pemerintah memperkirakan separuh dari kerugian, atau sebesar Rp. 140 triliun, dapat dicegah (Rosidi, 2012). Manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu upaya pengelolaan bahaya yang berpotensi menimbulkan risiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan tersturktur dalam suatu kesisteman yang baik. Besarnya potensi ditentukan oleh kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan insiden dan keparahan yang diakibatkannya (Ramli, 2010). Salah satu sistem manajemen K3 yang berlaku global atau internasional adalah Occupational Health and Safety Assesment Series (OHSAS) 18001:2007. Menurut OHSAS 18001, manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap bisnis perusahaan. Manajemen risiko terbagi atas tiga bagian yaitu Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control. Biasanya dikenal dengan singkatan HIRADC. Metode ini merupakan bagian dari manajemen risiko dan yang menentukan arah penerapan K3 dalam perusahaan (Ramli, 2010). Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) merupakan elemen penting dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja karena berkaitan langsung dengan upaya pencegahan dan pengendalian
5
bahaya
yang digunakan untuk
menentukan
objektif dan rencana K3
(Prihatiningsih, dkk, 2014). PT. Panata Jaya Mandiri adalah perusahaan yang tergabung dalam ADR Group of Companies. Perusahaan ini bergerak di bidang yang memproduksi produk-produk filtrasi untuk alat-alat berat, turbin-turbin gas, mesin-mesin industri, peralatan-peralatan konstruksi, dan otomotif. Dalam suatu aktivitas pekerjaan terdapat potensi bahaya, faktor bahaya dan terdapat risiko yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Dari data angka kecelakaan kerja perusahaan tercatat total kasus di PT. Panata Jaya Mandiri pada tahun 2014 adalah 149 kasus, kemudiann mengalami kenaikan di tahun 2015 dengan jumlah kecelakaan kerja sebanyak 156 kasus. Dari data angka kecelakaan kerja tahun yang terjadi menunjukkan masih adanya kecelakaan kerja yang terjadi di areal pabrik tersebut dengan 9 departemen yang tersebar di area pabrik terdapat angka yang paling besar mengalami kecelakaan yakni pada Plant Spin On yaitu sebanyak 36 kasus kecelakaan kerja. Kemudian setelah melihat temuan data pada Plant Spin On dalam produksi Fuel Filter, kegiatan proses kerja yang mempunyai risiko paling tinggi atau high risk di area mesin pleating paper. Perusahaan telah melakukan upaya preventif maupun korektif agar dapat meminimalisir hal tersebut terbukti dengan adanya sistem keselamatan kerja yang telah diterapkan seperti metode Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) yang berfungsi sebagai langkah awal sebelum melakukan pekerjaan atau kegiatan. Dengan adanya metode tersebut dapat
6
memudahkan untuk mengidentifikasi bahaya, menentukan tingkat risiko serta melakukan pengendalian sesuai risiko yang telah dikelompokkan sesuai ketentuan dari perusahaan (ADR Group of Companies, 2014). Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melihat penerapan HIRADC sebagai suatu upaya untuk menurunkan tingkat potensi bahaya tinggi yang akan terjadi dan dapat menentukan tindakan pencegahan serta pengendaliannya. Berdasarkan dari latar belakang yang menguraikan tentang risiko bahaya di tempat kerja yang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecelakaan kerja. Maka dari itu, peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Penerapan Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) pada Mesin Pleating Paper di Plant Spin On PT. Panata Jaya Mandiri. B. Identifikasi Masalah Perusahaan
dalam
menjalankan
aktivitasnya
selalu
menginginkan
keberhasilan baik berupa hasil produksinya maupun hasil layanannya. Untuk menunjang keberhasilan tersebut maka diperlukan tempat kerja yang sehat dan selamat sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk itu harus diketahui risiko-risiko yang dapat menimbulkan kecelakaan dan berusaha mengatasinya sehinggat tercapai kondisi perusahaan tanpa kecelakaan atau zero accident (Djati, 2006). Perusahaan atau industri memerlukan proses yang baik di semua kegiatan dalam mencapai tujuan yang efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja dan menekan angka kecelakaan kerja.
7
Sebagai upaya dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan timbulnya penyakit akibat kerja yang terjadi akibat kegiatan operasional, perusahaan melakukan
identifikasi,
penilaian
dan
penetapan
pengendalian
dengan
menggunakan sebuah prosedur yang telah ditetapkan untuk kemudian selalu melakukan pemutakhiran atau updating, sosialisasi ke semua karyawan terkait. PT. Panata Jaya Mandiri sekarang ini sedang menerapkan Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) dan sudah berjalan selama setahun. Dalam penerapan HIRADC ini Health Safety and Environmental (HSE) dan Panitia Pembinaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3) PT. Panata Jaya Mandiri juga sudah melakukan sosialisasi atau training ke operator-operator produksi dan karyawan, sosialisasi dilakukan 2 kali dalam sebulan. Walaupun telah dibuatkan sistem HIRADC dalam mengidentifikasi bahaya dan risiko sebagai acuan dalam menekan permasalahan kecelakaan kerja yang ada, akan tetapi jumlah kecelakaan kerja yang terjadi di Plant Spin On PT. Panata Jaya Mandiri masih tinggi. Hal ini merupakan alasan bagi peneliti untuk mengevaluasi penerapan HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control). C. Batasan Masalah Agar penelitian lebih terarah maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Berdasarkan teori yang ditemukan bahwa penerapan Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) berperan penting dalam manajemen risiko dan pencegahan kecelakaan kerja, maka perlu diteliti lebih 8
lanjut agar diketahui nilai evaluasi penerapan Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) yang telah berjalan selama setahun ini. D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah maka permasalahan yang ingin dipecahkan pada penelitian ini adalah: Bagaimana evaluasi penerapan Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) pada Mesin Pleating Paper di Plant Spin On PT. Panata Jaya Mandiri? E. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengevaluasi penerapan Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) pada Mesin Pleating Paper di Plant Spin On PT. Panata Jaya Mandiri. 2. Tujuan Khusus a. Mengevaluasi faktor-faktor input (masukan) yang meliputi kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kebijakan manajemen serta anggaran dalam menerapkan Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) pada Mesin Pleating Paper di Plant Spin On PT. Panata Jaya Mandiri. b. Mengevaluasi proses yang meliputi identifikasi bahaya dan risiko, penilaian risiko, serta pengendalian risiko dalam menerapkan Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) pada Mesin Pleating Paper di Plant Spin On PT. Panata Jaya Mandiri. 9
c. Mengevaluasi output (keluaran) dari penerapan Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) pada Mesin Pleating Paper di Plant Spin On PT. Panata Jaya Mandiri. F. Manfaat 1. Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan yang dapat dipertimbangkan untuk mengoptimalkan pencapaian penerapan Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC). 2. Bagi Universitas Esa Unggul Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan referensi kepustakaan tentang Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) di Universitas Esa Unggul. 3. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pelaksanaan penerapan Hazard Identification, Risk Assessment dan Determining Control (HIRADC) di perusahaan yang di observasi langsung.
10