1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Persalinan adalah peristiwa pengeluaran semua hasil konsepsi (janin, plasenta, dan membran) melalui jalan lahir (Varney, 2007).
Berbagai perubahan terjadi pada
sistem reproduksi wanita dalam hitungan hari dan minggu sebelum persalinan dimulai (Bobak, 2005). Persalinan sendiri dianggap normal jika proses pengeluaran janin terjadi pada kehamilan cukup bulan, lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2006). Proses persalinan selalu memiliki potensi risiko-risiko kesehatan. Risiko persalinan akan menjadi lebih besar bagi para perempuan berusia di bawah 20 tahun maupun di atas 35 tahun (Depkes, 2008). Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia remaja (<20 tahun) meningkat 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun (Prawiroharjo, 2008). Kematian ibu melahirkan masih merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan di Indonesia. Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara, mencapai 359/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (Rahmaningtyas, 2013). Jumlah ini jauh melonjak dibandingkan dengan data SDKI tahun 2007 yang menyebutkan jumlah AKI adalah 228/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Kematian ibu secara umum disebabkan oleh “tiga terlambat” yaitu terlambat dalam
1
2
pengambilan keputusan, terlambat mencapai tempat rujukan, terlambat dalam mendapatkan pertolongan yang tepat di fasilitas kesehatan (Depkes, 2011). Daerah yang memiliki jumlah AKI tertinggi di Indonesia adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Data AKI Provinsi NTB tergolong fluktuatif, yakni 113/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010, meningkat menjadi 118/100.000 kelahiran hidup tahun 2011, dan diklaim menurun menjadi 100/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (Suara NTB, 2013). Adapun tingginya AKI di Provinsi NTB disebabkan
oleh
komplikasi
obstetri
langsung
yaitu
perdarahan
30,23%,
preeklampsi/eklampsi 23,7%, infeksi dan emboli air ketuban (Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2010). Kejadian komplikasi obstetrik ini banyak terjadi pada usia remaja (< 20 tahun) (Senewe & Sulistiowati, 2001). Sebuah penelitian di Tasikmalaya menunjukkan bahwa sebanyak 43,26%
persalinan pada remaja berusia 15-21 mengalami
komplikasi. Komplikasi persalinan terbanyak adalah preeklamsi/eklamsi yaitu sebesar 49,35% (Merliati, 2010). Persalinan pada remaja juga meningkatkan kejadian tindakan obstetrik. Antara lain persalinan dengan ekstraksi vakum dan seksio sesaria masing-masing 17,4% dan 33,3% (Destaria, 2011). Berdasarkan data kasus AKI di Provinsi NTB, faktor penolong juga berpengaruh terhadap AKI. Hal ini didukung dengan data 95,7% persalinan yang menyebabkan kematian ibu dilakukan di rumah. Sebanyak 85% di antaranya ditolong oleh dukun, 32% ditolong oleh dukun tidak terlatih, dan hanya 2,6% saja persalinan yang dilakukan di rumah sakit (Raba, 2011). Khusus untuk Kabupaten Lombok Timur
3
berdasarkan Data Dinas Kesehatan 2013 menunjukkan persalinan bukan di fasilitas kesehatan sebanyak 7,24% dan yang tidak ditolong tenaga kesehatan mencapai 6,67% pada tahun 2012. Kabupaten Lombok Timur sendiri adalah penyumbang terbesar jumlah AKI di Provinsi NTB yakni sebanyak 38 orang pada tahun 2010 dan 2011. Jumlah ini menurun menjadi 25 orang pada tahun 2012. Jumlah AKI di setiap kecamatan bervariasi antara 0-4 orang. Namun jumlah persalinan terbanyak di Kabupaten Lombok Timur berada di Kecamatan Terara, dengan rata-rata mencapai 1630 kelahiran/tahun selama 3 tahun terakhir (Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur, 2013). Diperkirakan sekitar 11-14% jumlah persalinan tersebut adalah persalinan remaja berusia 16-19 tahun. Sepanjang bulan Januari-Agustus 2013 jumlah ibu bersalin di Puskesmas Terara sebanyak 198 orang, 34 orang atau 17% dari jumlah ini adalah remaja berusia 16-19 tahun (Data Persalinan Puskesmas Terara, 2013). Peningkatan angka ini tidak lepas dari pengaruh adat dan kepercayaan yang dianut oleh Suku Sasak di wilayah ini. Suku Sasak merupakan mayoritas yang mendiami Pulau Lombok dan masih menganggap lumrah pernikahan di usia muda (Hijrih, 2011). Hal ini terbukti dari data yang menyatakan bahwa pernikahan remaja putri dibawah usia 15 tahun mencapai 6, 28% (Kompas, 2012). Tingginya angka pernikahan remaja akan sebanding dengan jumlah kehamilan remaja. Kehamilan pada usia remaja tidak lepas dari karakteristik mereka dimana pada usia ini tanda-tanda seksual sekunder pertama kali muncul sampai mencapai kematangan seksual (Sarlito, 2008). Perkembangan reproduksi remaja diiringi perubahan sikap
4
dan tingkah laku, seperti mulai tertarik dengan lawan jenis dan muncul perasaan cinta, yang kemudian akan timbul dorongan seksual (Imran, 2005). Dorongan seksual, rasa ingin tahu yang besar, dan kecenderungan suka mencoba-coba pada remaja mendorong mereka melakukan hubungan seksual pranikah (Taufik, 2010). Di sisi lain, pernikahan dini, hamil, dan memiliki anak di usia remaja adalah sesuatu yang lumrah di banyak negara (Adhikari, 2003). Kehamilan remaja wanita memiliki risiko komplikasi medis lebih besar karena organ reproduksi mereka masih dalam tahap perkembangan dan belum siap menerima kehamilan (Manuaba, 2010). Salah satu upaya pencegahan awal dari faktor resiko kehamilan adalah pemeriksaan kehamilan secara rutin atau dikenal dengan Ante Natal Care (ANC). Pada kehamilan remaja, kunjungan kehamilan difokuskan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan baik pemeriksaan fisik maupun konseling. sehingga kemungkinan terjadi komplikasi kehamilan akibat dari organ reproduksi yang belum matang dapat diatasi (Wiknjosastro, 2006). Tetapi, pemanfaatan ANC oleh remaja yang hamil masih rendah yaitu hanya 28,3% (Sitepu, 2012). Beberapa kendala yang menjadi penghambat remaja putri tidak memanfaatkan pelayanan ANC adalah kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kehamilan, tidak mempunyai pengalaman hamil sebelumnya, serta rasa malu karena hamil di luar nikah. Hal tersebut secara tidak langsung berpengaruh pada kesehatan ibu remaja dan bayinya (Siregar, 2011). Pemerintah Provinsi NTB sejak tahun 2008 telah mencanangkan program khusus untuk menekan tingginya AKI, yaitu AKINO (Angka Kematian Ibu menuju Nol).
5
AKINO secara tidak langsung ditujukan untuk meminimalkan peran dukun beranak dalam proses persalinan secara langsung. Implikasi AKINO yakni menggalakkan persalinan gratis melalui jaminan persalinan. Selain itu disertai juga dengan berbagai program yang telah diberlakukan sebelumnya yaitu peran penyuluh Keluarga Berencana (KB), jaminan kesehatan masyarakat daerah (Jamkesmasda), dan desa siaga (Chairina, 2010). Tetapi, masih tingginya kepercayaan masyarakat Suku Sasak pada dukun, jauhnya jarak rumah dengan fasilitas kesehatan, dan belum semua desa memiliki bidan menyebabkan Program AKINO yang dicanangkan Pemerintah Provinsi NTB sulit membuahkan hasil yang signifikan (Suara NTB, 2011). Untuk menyiasati hal tersebut, petugas kesehatan di Provinsi NTB perlahan mengalihkan peran dukun dalam persalinan dari yang sebelumnya membantu proses kelahiran bayi menjadi merawat bayi dan mengantarkan ibu yang akan melahirkan ke puskesmas (Suara NTB, 2011). Saat persalinan berlangsung, peran dukun terutama adalah memberikan kekuatan batin dengan cara mendukung ibu saat mengejan, memberikan minum, dan memijit ibu (Anggorodi, 2009). Dukungan dari pembimbing yang memiliki pengetahuan adalah hal yang dibutuhkan remaja saat persalinan (Bobak, 2005). Pada saat persalinan akan muncul ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang berubah dari seorang gadis remaja yang hamil kemudian menjadi seorang ibu (Prawiroharjo, 2005). Remaja biasanya lebih tertarik pada bagaimana bayi akan dilahirkan daripada kesejahteraan janinnya (Bobak, 2005). Menurut Kusyogo, et al. (2008), wanita yang melahirkan di usia
6
remaja menunjukkan ketergantungan yang tinggi pada keluarga dan ketidaktahuan pada apa yang seharusnya dilakukan. Ketidaktahuan mengenai proses persalinan adalah hal yang umum terjadi pada primipara karena mereka belum memiliki pengalaman untuk melahirkan (Reta, 2007). Pengalaman melahirkan pertama kali memberikan perasaan yang bercampur baur antara bahagia dan penuh harapan dengan kekhawatiran tentang apa yang akan dialami semasa persalinan (Amalia, 2009). Primipara mengalami proses persalinan lebih lama daripada proses persalinan pada multipara sehingga primipara mengalami nyeri persalinan lebih lama pula (Wiknjosastro, 2005). Hal tersebut menyebabkan primipara merasa lebih letih, persepsi nyeri meningkat dan rasa takut lebih parah yang dapat meningkatkan intensitas nyeri (Reeder, 2011). Intensitas nyeri tersebut menyebabkan sebagian ibu terutama yang berusia remaja menganggap persalinan merupakan pengalaman tidak menyenangkan dalam hidupnya (Aryasetiani, 2005). Penelitian Setyowati (2013), menyatakan bahwa untuk mengatasi nyeri persalinan ibu primigravida berusaha dengan cara mengusap-usap perut, berdo’a, bergerak dan nafas dalam. Adapun respon psikologi mereka dalam menjalami persalinan antara lain yaitu gelisah, bingung, dan cemas. Padahal, rasa takut dan kecemasan berlebih dapat membuat kontraksi selama persalinan tidak berjalan lancar (Rusli, 2011). Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengalaman ibu primipara remaja Suku Sasak dalam menjalani persalinan sebagai upaya untuk mengetahui kondisi riil remaja saat persalinan.
7
1.2 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana makna pengalaman ibu primipara remaja Suku Sasak dalam menjalani persalinan.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna pengalaman ibu primipara remaja Suku Sasak dalam menjalani persalinan. 1.3.2
Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik ibu primipara remaja meliputi umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. 2. Mengetahui persiapan persalinan ibu primipara remaja. 3. Mengetahui pemahaman ibu primipara remaja tentang persalinan. 4. Mengetahui respon ibu primipara remaja selama persalinan. 5. Mengetahui komplikasi yang dialami ibu primipara remaja selama persalinan. 6. Mengetahui respon ibu primipara remaja setelah persalinan. 7. Mengetahui mitos/kepercayaan ibu primipara remaja terkait persalinan. 8. Mengetahui harapan ibu primipara remaja mengenai persalinan. 9. Mengetahui dukungan yang diharapkan ibu primipara remaja selama persalinan.
8
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah pengetahuan, dan pengalaman penelitian di bidang keperawatan maternitas. 1.4.2 Manfaat Praktisi 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah pengalaman peneliti di keperawatan maternitas dan sebagai rujukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa mendatang. 2. Bagi Petugas Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang pengalaman bersalin ibu primipara remaja sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran petugas kesehatan di wilayah tersebut terhadap pencegahan dan penanganan persalinan remaja. 3. Bagi Remaja Putri Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang pengalaman bersalin ibu primipara remaja sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan agar tidak hamil dalam usia yang terlalu muda.