1
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Setiap manusia dari berbagai lapisan bisa saja mengalami ketegangan hidup, yang diakibatkan adanya tuntutan dan tantangan, kesulitan, ancaman ataupun ketakutan terhadap bahaya kehidupan yang semakin sulit terpecahkan. Sehingga sering kali didapati seseorang mengalami ketegangan psikologis, merasakan keluhan yang kadang memerlukan perawatan dan pengobatan. Pada dasarnya besarkecilnya masalah yang menegangkan tersebut adalah relatif, tergantung dari tinggi rendahnya kedewasaan kepribadian serta bagaimana sudut pandang seseorang dalam menghadapinya. Sebagian besar dari mereka yang mengalami jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya dengan harapan terhindar dari stres. Mereka tidak menyadari bahwa menghindari stres dengan melakukan hal yang salah akan dapat menerima akibat dari kesehatan yang amatburuk.1 Apalagi ketika seseorang itu sudah memasuki usia lanjut, maka terkadang terjadi stres dimana penyebab stres itu karena pada usia lanjut seseorang menjadi terlantar, tidak ada yang mengurusi, kesepian tidak ada yang menemani karena anak-anaknya telah sibuk dengan pekerjaanya dan ada seseorang yang tidak dikaruniai anak selama perkawinannya dan ditambah
1
Rasmun, Stres, KopingdanAdaptasi(TeoridanPohonMasalahKeperawatan), EdisiPertama, (Jakarta: CV. SagungSeto, 2004), hlm. 7.
1
2
dengan meninggalnya suami. Disitulah banyak terjadi konflik yang mengakibatkan stress pada lansia. Sama seperti orang berusia madya harus belajar untuk memainkan peranan baru demikian juga orang lanjut usia. Perubahan peran tersebut sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan seseorang, jadi bukan atas dasar tekanan yang datang dari kelompok sosial. Tetapi pada kenyataanya pengurangan dan perubahan peran ini banyak terjadi karena tekanan sosial. Perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi bagi orang lanjut usia menumbuhkan rasa rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan tidak menunjang proses penyesuaian sosial seseorang. 2 Stres pada lansia dapat didefinisikan sebagai tekanan yang diakibatkan oleh
stressor
berupa
perubahan-perubahan
yang
menuntut
adanya
penyesuaian dari lansia. Tingkat stress pada lansia berarti pula tinggi rendahnya tekanan yang dirasakan atau dialami oleh lansia sebagai akibat dari stressor berupa perubahan-perubahan baik fisik, mental, maupun sosial dalam kehidupan yang dialamilansia. Ketidaksiapan dan upaya melawan perubahanperubahan yang dialami pada masa usia lanjut justru akan menempatkan individu, usia ini pada posisi serba salah yang akhirnya hanya menjadi sumber stres.3 Seperti halnya lansia yang ada di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, telah penulis peroleh data bahwa lansia ini telah
2
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Renta Kehidupan. Edisi Kelima, ( Jakarta: Erlangga, 1997), hlm. 384. 3 Yeniar Indriana, et al., Tingkat StressLansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang,Jurnal,(Semarang: Universitas Diponegoro, 2008), hlm. 90-91.
3
mengalami gangguan mental tapi masih ringan, yaitu karena adanya berbagai konflik lalu dia sepertinya stres tetapi masih dalam taraf ringan, masih bisa diajak berkomunikasi, dan masih bisa menceritakan kejadian-kejadian masa lalunya. Ketika penulis amati waktu itu beliaumelamun sendiri, mungkin teringat dengan kejadian-kejadian di masa lalunya. 4 Faktor penyebab stres pada lansiadiBalai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalangini dipengaruhi oleh konflik yang terjadi pada lingkungan keluarganya, dalam hal ini berarti faktor sosial. Masalah stres yang dialami lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang dari salah satu lansia yang kami wawancarai berawal dari meninggalnya suami beliau karena sakit ginjal, selama 40 tahun pernikahan beliau, beliau tidak dikaruniani anak, sehingga ketika suaminya meninggal dia hanya hidup sebatang kara, sejak sepeninggalan suaminya berbagai masalah telah muncul, ketika suaminya meninggal beliau dituduh oleh anak tirinya (anak dari suaminya dengan istrinya pertama) membunuh suaminya tersebut, selain itu anak tirinya menjual rumah yang biasa beliau tempati bersama suaminya sebelum meninggal, dari hasil menjual rumah tersebut beliau tidak mendapatkan uang dan akhirnya beliau memilih untuk tinggal dengan kakaknya, daripada tinggal dengan keluarga suaminya dengan alasan takut kalau merepotkan. Setelah memutuskan untuk tinggal bersama kakaknya, berhubung keluarga kakaknya anggota keluarganya banyak tetapi keadaan rumah tidak begitu luas maka beliau di titipkan di Rumah 4
Kusmirah, Klien Lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, Observasi, Pemalang, 20 November 2014.
4
Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat (RPSBM) Pekalongan selama satu tahun dan kemudian dipindah ke Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang.5 Untuk itu mereka para lansia sangat membutuhkan pendampingan, mereka membutuhkan seseorang yang bisa diajak berbagi untuk memberikan masukan-masukan khususnya mengenai keagamaan untuk meningkatkan spiritualitasya yaitu seperti halnya di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. Dalam hal ini bimbingan dan konseling agama berperan untuk pengelolaan stres pada lansiakarena dengan adanya bimbingan dan konseling agama tersebut maka hati seorang akan merasa tentram, tenang dan bisa menyadarkan manusia bahwa hidup di dunia ini tidak selalu seperti yang kita inginkan, dan semuanya sudah menjadi takdir Allah. Jika seorang lansia yang mempunyai banyak masalah seperti itu tetapi dibiarkan begitu saja para lansia akan berangan-angan, atau selalu teringat dengan permasalahan masa lalu yang dialaminya dan mengakibatkan stres semakin bertambah. Hal ini bisa berpengaruh negatif bagi para lansia, yang seharusnya lansia itu mendapatkan ketenangan, ketentraman. Dengan memperhatikan realita yang telah ada maka disini penulis tertarik melakukan penelitian tersebut dan dalam skripsi ini penulis akan memaparkan mengenai ”Bimbingan dan Konseling Agama dalam Pengelolaan Stress
5
Kusmirah, Klien Lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 20 November 2014.
5
pada Lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang”.
B. RumusanMasalah Merujuk pada pemaparan diatas, maka diambil beberapa rumusan masalah guna pembahasan sebagai batasan penelitian, antara lain: 1. Bagaimana pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang? 2. Bagaimana implementasi bimbingan agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang? 3. Bagaimana implementasi konseling agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang? 4. Apa saja faktor pendukung dan penghambat bimbingan dan konseling agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang? Mengacu pada rumusan masalah yang kedua dan ketiga bahwa implementasi
bimbingan
dan
konseling
agama
disini
mencakup
pelaksanaan dan media yang digunakan dalam bimbingan dan konseling agama.
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menghindari pemahaman di luar konteks judul yang diajukan, maka penulis memberikan pembatasan istilah yang tercakup dalam judul tersebut sebagai berikut :
6
1. Bimbingan dan Konseling Agama Menurut Arifin bimbingan dan konseling agama adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran dan penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup masa sekarang dan masa depannya. Bimbingan dan konseling agama dilaksanakan untuk pemberian kecerahan batin. Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa klien perlu di insight (kemampuan melihat permasalahan yang dihadapi) dikarenakan ia menderita penyakit kejiwaan (mental illness) yang menggunakan kehidupan ruhaniahnya dan sebagainya. Dengan adanya kenyataan demikian maka konselor perlu pengetahuan tentang mental healt (kesehatan mental) dan psychotherapy (teknik pengobatan dari sudut kejiwaan) dan sebagainya. 6 2. Pengelolaan Stres Dalam
Kamus
Besar
Bahasa
pengelolaan
adalah
pengendalian,
Indonesia
dijelaskan
dikendalikan,
proses,
bahwa cara,
perbuatanmengelola. 7
6 7
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm 19. (http://kbbi.web.id/), diakses 18 Agustus 2015.
7
Untuk mengatasi stres harus dimulai dari diri sendiri, dengan niat, usaha dan do’a serta keyakinan yang kuat bahwa keadaan pasti akan berubah menjadi lebih baik, karena setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Menurut NilamWidyarini yang penting dikembangkan dalam menghadapi dan mengatasi stresdengan membangun keadaan diri yang memungkinkan penilaian (persepsi) terhadap situasi yang dihadapi menjadi lebih positif.Harus yakin bahwa masalah dapat diatasi. 8 Stres merupakan tekanan yang dialami individu dalam usaha pencapaian target terhadap standar pemenuhuan kebutuhan hidup manusia. Apabila standar pemenuhan kebutuhan hidup seseorang individu terlalu tinggi, kemungkinan tekanan (stres) yang dialaminya akan semakin tinggi, demikian pula sebaliknya. Stres memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologi, intelektual, sosialdan spiritual. Stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis.9 Dari beberapa uraian pengertian stres di atas dapat penulis simpulkan bahwa
pengeloaan
stres
merupakan
cara
individu
untuk
bisa
mengendalikan stres yang telah terjadi sehingga individu tersebut mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya akibat adanya sumber stres (stressor).
8
Padmiarsi M. Wijoyo, Care Mudah Mencegah dan Mengatasi Stres, (Bogor: Bee Media Pustaka, 2011), hlm. 26. 9 Rasmun, Stres, Kopingdan Adaptasi (TeoridanPohonMasalahKeperawatan),EdisiPertama, (Jakarta: CV. SagungSeto, 2004), hlm.9.
8
3. Lansia Tahap terakhir dalam rentang kehidupan sering dibagi menjadi usia lanjut dini, yang berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh puluh dan usia lanjut yang mulai pada usia tujuh puluh sampai akhir hidup seseorang. Orang dalam usia enampuluhan biasanya digolongkan sebagai usia tua, yang berarti antara sedikit lebih tua atau setelah usia madya dan usia lanjut setelah mereka mencapai usia tujuh puluh. Sama seperti setiap periode lainnya dalam rentang kehidupan seseorang, usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, sampai sejauh tertentu, apakah pria atau wanita usia lanjut akan melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk. Akan tetapi, ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk daripada yang baik dan kepada kesengsaraan daripada kebahagiaan. 10 Jadi pada dasarnya lansia merupakan orang yang berumur lebih dari 60 tahun, sama seperti setiap periode lainnya dalam rentang kehidupan seseorang, usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. 4. BalaiPelayananSosialLanjutUsiaBismaUpakaraPemalang Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang terletak di Dusun Slarang Rt. 01/06. Desa Surajaya Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. 10
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Renta Kehidupan. Edisi Kelima, ( Jakarta: Erlangga, 1997), hlm 380.
9
Berdiri pada tanggal 5 Mei 1984 dengan nama Tresna Wredha “Bisma Upakara” Pemalang. Tahun 1991 berubah nama menjadi Panti Sosial Tresna Wredha “Bisma Upakara” Pemalang dibawah Kanwil Depsos Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 1 tahun 2002 berubah nama lagi menjadi Panti Wredha “BhismaUpakara” Pemalang dibawah Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah. Sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa tengah No. 50 Tahun 2005 tanggal 20 Juni 2008, tentang Tata Kerja UPT pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Panti Wredha “Bhisma Upakara” menjadi UPT Panti Wredha “Bisma Upakara” Pemalang yang membawahi satu satker, yaitu Panti Wredha “Purbo Yowono Brebes. Dan dengan peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 111 tahun 2010 tanggal 1 Nopember 2010, tentang Organisasi dan tata kerja UPT pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah UPT Panti Wredha “Bisma Upakara” Pemalang berubah lagi menjadi Unit Rehabilitasi Sosial “BismaUpakara” Pemalang. Pergub No. 53 tahun 2013 :Dari Unit menjadi Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang dengan membawahi satu Unit Pelayanan Sosial Asuhan Karya Mandiri Pemalang diberlakukan sejak Januari 2015. 11
11
(http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1-2006-idafitriya-768 Bab3_410-8.pdf), diakses 18 Agustus 2015.
10
Dengan demikian yang di maksud dengan judul “BIMBINGAN DAN KONSELING AGAMA DALAM PENGELOLAAN STRES
PADA
LANSIA DIBALAI PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA BISMA UPAKARA PEMALANG” adalah untuk mengetahui kegiatan bimbingan dan konseling agama dan pengelolaan stres lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang.
C. Tujuan Penelitian Berangkatdaripenelitian di atas, makatujuanpenulisanskripsi yang ingin di capai adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. 2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi bimbingan agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. 3. Untuk mengetahui bagaimana implementasi konseling agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. 4. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat bimbingan dan konseling agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang.
11
D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a.
Sebagai bahan acuan bagi jurusan Bimbingan dan Konseling Islam dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling Islam yang berkaitan dengan bimbingan konseling agama dalam pengelolaan stress pada lansia.
b.
Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya pada kajian yang sama tetapi dalam ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam di bidang Bimbingan dan Konseling Islam.
2. Kegunaan Praktis a. Bagi lembagaBalai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, penelitian ini dapat berguna sebagai masukan dalam menentukan kebijakan lebih lanjut mengenai layanan bimbingan dan konseling agama yang di gunakan. b. Bagi lembaga pendidikan dan lembaga konseling, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mewujudkan kualitas Bimbingan dan Konseling Islam ke arah yang lebih baik di masa yang akan datang.
12
E. Tinjauan Pustaka 1. Analisis Teori Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang terus-menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya. Hal ini dilakukan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki individu tersebut secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan. 12 Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan, dimana proses pemberian bantuan itu langsung melalui wawancara dalam serangkaian pertemuan langsung dan tatap muka antara guru pembimbing / konselor dengan klien. Hal ini bertujuan agar klien itu mampu memperoleh pemahaman yang baik terhadap dirinya, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya, dan mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki ke arah perkembangan yang optimal. 13 Agama merupakan pedoman hidup bagi manusia, telah memberikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental (rohani) yang sehat. 14 Menurut Arifin bimbingan dan konseling agama adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri 12
Jamal Ma’mur Asmani, Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jogjakarta: Diva Press, 2010), hlm. 35-36. 13 Ibid., hlm. 37-38. 14 Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 137.
13
karena timbul kesadaran dan penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup masa sekarang dan masa depannya. Bimbingan dan konseling agama dilaksanakan untuk memberikan kecerahan batin. Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa klien perlu di insight (kemampuan melihat permasalahan yang dihadapi) dikarenakan ia menderita penyakit kejiwaan (mental illness) yang menggunakan kehidupan ruhaniahnya dan sebagainya. Dengan adanya kenyataan demikian maka konselor perlu pengetahuan tentang mental healt (kesehatan mental) dan psychotherapy (teknik pengobatan dari sudut kejiwaan) dan sebagainya. 15 Bimbingan dan konseling agama ini berorientasi pada ketentraman hidup manusia dunia dan akhirat.Pencapaian rasa tentram itu adalah melalui upaya pendekatan diri kepada Allah serta melalui upaya untuk memperoleh perlindunganNya. Terapi Sakinah itu akan menghantarkan individu untuk berupaya sendiri dan mampu menyelesaikan masalah kehidupannya. Bimbingan dan konseling agama ini mengandung dimensi spiritual dan dimensi material. Dimensi spiritual adalah membimbing manusia pada kehidupan rohaniah untuk menjadi beriman dan bertakwa kepada Allah. Dimensi spiritual menjadi bagian sentral, tujuannya difokuskan untuk memperoleh ketenangan hati, sebab ketidak tenangan hari atau disharmoni, disintegrasi, disorganisas,, disekuilibrium diri (self) adalah sumber penyakit
15
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 19.
14
mental. Penyakit mental harus segera disembuhkan, dan untuk memperoleh kesehatan mental manusia harus menemukan ketenangan hati. Sedangkan dimensi material membantu manusia untuk dapat memecahkan masalah kehidupan agar dapat mencari kemajuan.Prinsipprinsip inilah yang dengan tegas membedakan konsep konseling hasil dari pengetahuan dan empirik Barat. 16 Selanjutnya, ditemukan bahwa agama, terutama agama islam mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan, konseling dan terapi yang filosofinya didasarkan atas ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Proses pelaksanaan bimbingan, konseling, dan psikoterapi dalam Islam, membawa umatnya pada peningkatan iman, ibadah dan jalan hidup yang diridai Allah SWT. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad saw menyuruh umat muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran agama islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi. Islam memberi perhatian pada proses bimbingan. Allah menunjukkan adanya bimbingan, nasihat atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji. 17
16
Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islam: Kyai dan Pesantren, (Yogyakarta: ELSAQ Press, 2007), hlm. 86. 17 Hamdani dan Afifuddin, BimbingandanPenyuluhan, (Bandung: CV PustakaSetia, 2012), hlm. 248-249.
15
Selanjutnya, ditemukan bahwa agama, terutama agama islam mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan, konseling dan terapi yang filosofinya didasarkan atas ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Proses pelaksanaan bimbingan, konseling, dan psikoterapi dalam Islam, membawa umatnya pada peningkatan iman, ibadah dan jalan hidup yang diridhai Allah SWT. Dengan demikian semangat ajaran Islam sesungguhnya berisi tentang bimbingan kepada umatnya agar selalu hidup dalam kebenaran dan kedamaian, yang dilalui dengan penuh kesabaran dan ketakwaan kepada Yanga Maha Pencipta. Jadi, sangat jelas bahwa peranan agama, tentunya yang diyakini oleh umatnya, sangat berpengaruh pada kepribadiannya. Oleh karena itu, kepribadian seseorang dapat didekati atau dipengaruhi oleh ajaran agamanya. Dengan begitu, peran agama dalam kegiatan bimbingan dan konseling tentu sangat besar, terutama dalam membentuk aspek kepribadian dan kejiwaan seseorang. 18 Dari beberapa uraian pengertian bimbingan dan konseling agama di atasdapat penulis simpulkan bahwa bimbingan dan konseling agama merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitankesulitan batin dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasi masalahnya sendiri karena timbul kesadaran dan penyerahan diri terhadap kekuasaan Allah SWT, sehingga timbul pada diri dirinya 18
104.
Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm.
16
perasaan tentram. Dalam memberikan bantuan tersebut
seorang
pembimbing berlandaskan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Stres pada lansia dapat didefinisikan sebagai tekanan yang diakibatkan oleh stressor berupa perubahan-perubahan yang menuntut adanya penyesuaian dari lansia. Tingkat stress pada lansia berarti pula tinggi rendahnya tekanan yang dirasakan atau dialami oleh lansia sebagai akibat dari stressor berupa perubahan-perubahan baik fisik, mental, maupun sosial dalam kehidupan yang dialami lansia. Ketidaksiapan dan upaya melawan perubahan-perubahan yang dialami pada masa usia lanjut justru akan menempatkan individu, usia ini pada posisi serba salah yang akhirnya hanya menjadi sumber stres.19 Sama seperti setiap periode lainnya dalam rentang kehidupan seseorang, usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, sampai sejauh tertentu, apakah pria atau wanita usia lanjut akan melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk.20
2. Penelitian yang Relevan Dalam hal ini ada penelitian yang revelan yaitu penelitian-penelitian yang sudah di lakukan berkaitan dengan masalah yang akan di teliti dalam skripsi ini, antara lain:
19
Yeniar Indriana, et al., Tingkat StressLansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang,Jurnal,(Semarang: Universitas Diponegoro, 2008), hlm. 90-91. 20 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Renta Kehidupan. Edisi Kelima, ( Jakarta: Erlangga, 1997), hlm 380.
17
Pertama, Skripsi Milatina yang berjudul “Dzikir dan Pengendalian Stress”.Menyatakan bahwa metode dzikir diterapkan bermanfaat bagi pengendalian stress, dalam kaitannya dengan bimbingan dan konseling islam dalam hal ini dzikir bermanfaat sebagai terapi stress, selaras dengan fungsi dan tujuan bimbingan dan konseling islam.
21
Kedua, Skripsi Risdiyono yang berjudul “Bimbingan Keagamaan Bagi Lansia”. Menyatakan bahwa setiap orang mendambakan ketenangan jiwa termasuk lansia, dalam penelitian ini untuk meningkatkan ketenangan jiwa pada lansia di laksanakan dengan Bimbingan Keagamaan. 22 Ketiga, Skripsi Arina Rahmawari “Pembinaan Agama Islam Terhadap Lansia”. Menyatakan bahwa pembinaan agama islam yang dilakukan di Panti Wredha Wiloso Wredho merupakan suatu usaha dan daya upaya untuk memberikan bimbingan, pengertian, pengembangan, peningkatan, perasaan beragama dan pengalaman keagamaan dari pengalaman hidup pribadi maupun orang lain yang sesuai dengan norma-norma agama islam yang bertujuan agar terbentuknya jiwa seorang muslim yang bertaqwa, berakhlakul karimah dan yang mempunyai pribadi sholih. 23 Dengan mengkaji hasil penelitian di atas, letak perbedaan penelitian yang penulis lakukan itu terletak pada bimbingan konseling agama dalam
21
Milatina, Dzikir dan Pengendalian Stress (Studi di Jama’ah Pengajian Ma’rifatullah Kota Semarang), Skripsi, (Semarang: IAIN Walisongo, 2008). 22 Risdiyono, Bimbingan Keagamaan Bagi Lansia (Studi Pengajian Ibu-ibu di Mushola Nurul Huda Amrarrukmo, Catur Tunggal, Sleman, DIY), Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kaijaga, 2009). 23 Arina Rahmawari, Pembinaan Agama Islam Terhadap Lansia, (Studi di Pantai Wreda Wiloso Wredo Purworejo Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo), Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008).
18
pengelolaan stress pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakar Pemalang. Jika dilihat bahwa seorang lansia yang seharusnya mendapatkan ketenangan, ketentraman tetapi disini mereka mengalami stress, maka dari itu disini bimbingan dan konseling agama berperan dalam pengelolan stress pada lansia tersebut.
3. Kerangka Berpikir Kerangka berfikir merupakan gambaran pola hubungan antar variabel atau kerangka konseptual yang akan di gunakan untuk memecahkan masalah yang di teliti dan disusun berdasarkan kajian teoritis yang telah di lakukan. 24 Berdasarkan tinjauan teoritis dari berbagai pendapat yang penulis paparkan di atas, yaitu mengenai Bimbingan dan Konseling Agama merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan batin dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasinya masalahnya sendiri karena timbul kesadaran dan penyerahan diri terhadap kekuasaan Allah SWT, sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup masa sekarang dan masa depannya. Dalam memberikan bantuan tersebut seorang pembimbing berdasarkan atas ayatayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Bimbingan dan Konseling Agama berorientasi pada ketentraman hidup manusia dunia dan akhirat. Pencapaian
24
Tim Penyusun, PedomanPenulisanSkripsi, (Pekalongan: STAIN Press, 2007), hlm. 13.
19
rasa tentram itu adalah melalui upaya pendekatan diri kepada Allah serta melalui upaya untuk memperoleh perlindunganNya. Dalam bimbingan agama ada beberapa metode yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari konselor kepada klien metode bimbingan agama tersebut antara lain : Metode Interview (Wawancara), Group Guidance (Bimbingan Kelompok), Client Centered Method (Metode yang dipusatkan pada Keadaan Klien), Directive Counseling, Eductive Method (Metode Pencerahan), Psychoanalysis Method.25 Selain itu dalam konseling agama juga ada beberapa metode yang di untuk menyampaikan informasi dari konselor kepada klien metode bimbingan agama tersebut antara lain : Nondirective Method, Directive Method, Metode Eklektif. 26 Dalam bimbingan agama ada beberapa media yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari konselor kepada klien mediabimbingan agama tersebut antara lain kelompok kesatu: grafis, bahan cetak, dan gambar diam, kelompok kedua: media proyeksi diam, kelompok ketiga: media audio, kelompok keempat: media film (mation pictures), kelompok kelima : multimedia.27 Stres merupakan tekanan yang dialami individu dalam usaha pencapaian target terhadap standar pemenuhuan kebutuhan hidup manusia. Stres respon individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya akibat 25
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta : Amzah, 2013), hlm. 69-
73. 26
Ibid., hlm. 75-79. Mochamad Nursalim, Pengembangan Media Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Kademia Permata, 2013), hlm. 5-19. 27
20
adanya sumber stres (stressor). Stres pada lansia dapat didefinisikan sebagai tekanan yang diakibatkan oleh stressor berupa perubahan-perubahan yang menuntut adanya penyesuaian dari lansia. Tingkat stress pada lansia berarti pula tinggi rendahnya tekanan yang dirasakan atau dialami oleh lansia sebagai akibat dari stressor berupa perubahan-perubahan baik fisik, mental, maupun sosial dalam kehidupan yang dialami lansia. Ketidaksiapan dan upaya melawan perubahan-perubahan yang dialami pada masa usia lanjut justru akan menempatkan individu, usia ini pada posisi serba kalah yang akhirnya hanya menjadi sumber stres. Maka dapat dibangun suatu kerangka berpikir bahwa dengan adanya bimbingan dan konseling agama seseorang yang mengalami kesulitan batin dalam lingkungan hidupnya karena banyak tuntutan yang ada (stressor) seperti stres yang terjadi pada lansia, maka dalam diri mereka akan timbul kesadaran dan penyerahan diri terhadap kekuasaan Allah SWT, bahwa semua yang telah terjadi sudah menjadi kehendak Allah, dalam menjalani kehidupan tidak selamanya senang seperti apa yang kita inginkan, tetapi pasti ada masa-masa sulit yang dialami dan mereka dapat mengelola stress dengan baik. Dalam bimbingan dan konseling agama tersebut seorang klien akanmencapairasa tentram dimana melalui upaya pendekatan diri kepada Allah serta melalui upaya untuk memperoleh perlindunganNya. Dalam hal ini seorang pembimbing dalam melakukan bimbingan dan konseling agama berlandaskan pada
ayat-ayat
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.Dalam
21
menyampaikan bimbingan dan konseling agama tersebut ada beberapa metode yang digunakan oleh konselor antara lain : Metode Interview (Wawancara), Group Guidance (Bimbingan Kelompok), Client Centered Method (Metode yang dipusatkan pada Keadaan Klien), Directive Counseling, Eductive Method
(Metode Pencerahan), Psychoanalysis
Method, Nondirective Method, Directive Method, Metode Eklektif dan juga dalam bimbingan agama ada beberapa media yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari konselor kepada klien media bimbingan agama tersebut antara lain kelompok kesatu: grafis, bahan cetak, dan gambar diam, kelompok kedua: media proyeksi diam, kelompok ketiga: media audio, kelompok keempat: media film (mation pictures), kelompok kelima : multimedia
F. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu cara yang di lakukan peneliti untuk memecahkan masalah dalam penelitian. Dimana dengan metode maka suatu penelitian akan berjalan dengan mudah. 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif serta pada analisis terdapat
22
dinamika hubungan antar fenomena yang di amati dengan menggunakan logika ilmiah. 28 Dalam penelitian ini peneliti menganalisis data yang telah peneliti peroleh dengan menggunakanpendekatan yang sesuai. Data yang peneliti peroleh yaitu tentang Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalangdan pendekatan yang peneliti gunakan yaitu pendekatan bimbingan dan konseling agama. Setelah dianalisis kemudian peneliti menyimpulkan data tersebut.
2. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research). Field Research adalah penelitian yang dilakukan di tempat terjadinya gejala-gejala yang di teliti, sedangkan data yang di hasilkan berupa data deskriptif. 29 Dalam penelitian ini data yang di hasilkan berupa data deskriptif yang menggambarkan pendekatan yang di terapkan pada kegiatan bimbingan dan konselingagama dalam rangka pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang
3. Sumber Data Sumber data penelitian adalah subjek dari mana data dapat di peroleh. Dalam penelitian ini ada 2 sumber data yang di butuhkan, yaitu: 28 29
hlm. 5
SaefudinAzwar, MetodePenelitian, (Yogyakarta: Pustakapelajar, 1998), hlm. 5. SuharsimiArikunto, ProsedurPenelitian, (Jakarta: PT. RinekaCipta, 1995), cet. Ke-III,
23
a. Sumber data primer Sumber data primer merupakan subjek yang dapat memberikan data penelitian secara langsung. Adapun yang termasuk sumber data primer yaitu: 1) Konselor yaitu pembimbing yang melakukan bimbingan dan konseling agama di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. 2) Klien yaitu para lansia yang mengikuti bimbingan dan konseling agama di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang.
b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder merupakan subjek yang dapat memberikan data secara tidak langsung yang ada relevansinya dengan judul. Sumber data tersebut dapat berupa buku-buku, arsip, dan sumber lain yang berhubungan dengan judul. Adapaun yang termasuk sumber data sekunder yaitu : 1) Kepala Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. 2) Staff Pegawai Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. 3) Arsip dan buku penunjang data Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang.
24
4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan teknik yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data di lapangan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yaitu sebagai berikut : a. Metode Observasi Secara garis besar terdapat dua rumusan tentang pengertian observasi, yaitu pengertian secara sempit dan luas. Dalam arti sempit, observasi berarti pengamatan secara langsung terhdap gejala yang diteliti.Dalam arti luas, observasi meliputi pengamatan yang dilakukan secara langsung mapun tidak langsung terhadap obyek yang sedang diteliti. Dilihat dari segi psikologis, istilah “pengamatan”. Dilihat dari segi psikologis, istilah “pengamatan tidak sama dengan melihat, sebab melihat hanya dengan menggunakan penglihatan (mata), sedang dalam istilah pengamatan terkandung makna bahwa dalam melakukan pemahaman
terhadap
subyek
yang
diamati
dilakukan
dengan
menggunakan pancaindra yaitu dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, bahkan bila dipandang perlu dengan menggunakan pengecap dan peraba. 30 Dengan metode ini peneliti akan mengadakan pengamatan secara langsung untuk mengetahui bagaimana bimbingan dan konseling agama dalam pengelolaan stress pada lansiadi Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. Dalam hal ini peneliti akan melalukuan 30
Anwar Sutoyo, Pemahaman Individu (Observasi, Checlist, Interview, Kuesioner, Sosiometri) Edisi Revisi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hlm. 69.
25
observasi kepada konselor dan klien selama proses bimbingan dan konseling agama berlangsung, yaitu meliputi perencanaan, proses dan media yang digunakan dalam bimbingan dan konseling agama. b. Metode Wawancara Teknik pengumpulan data dengan caratanya-jawab lisan yang dilakukan secara sistematis guna mencapai tujuan penelitian. Pada umumnya interview dilakukan oleh dua orang atau lebih, satu pihak sebagai pencari data (interviewer) pihak yang lain sebagi sumber data (interviewee) dengan memanfaatkan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar. Sebagai pemburu informasi, interviewer mengajukan pertanyaanpertanyaan terkait dengan objek yang akan diteliti, menilai jawabanjawaban, meminta penjelasan, melakukan paraphrase, mencatat atau mengingat-ingat jawaban dan melakukan pengalian keterangan lebih dalam
(prodding)
jawaban-jawaban
dari
interviewee
menjawab
pertanyaan-pertanyaan, memberikan penjelasan-penjelasan dan kadangkdang juga membalas mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada interviewer. Adanya dua pihak yang kedudukannya tidak sama itu menjadi pembeda antara metode interview dengan diskusi. Hubungan antara interviewer dengan interviewee adalah hubungan sepihak, bukan hubungan yang timbal balik. 31
31
Ibid., hlm. 123.
26
Dengan metode ini peneliti akan mengadakan interview untuk mendapatkan informasi dari kepala, pegawai,petugas yang melakukan bimbingan dan konseling agama serta klien yang mengikuti bimbingan tersebut untuk mengetahui bimbingan dan konseling agama dan pengelolaan stress pada lansia yang ada di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. c. Metode Dokumentasi Dokumentasi
merupakan
catatan
peristiwa
yang
sudah
berlalu.Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan.Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. 32 Metode ini di gunakan untuk memperoleh data yang berupa keadaan di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang yang berkaitan dengan kegiatan pembinaan, struktur kepengurusan, keadaan klien dan sebagainya.
5. Metode Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data kebentuk yang mudah dibaca.33 Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan
32
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: ALFABETA, 2008), hlm. 240. 33 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metodologi Penelitian Survey, (Jakarta, LP3ES,1989), hlm.125.
27
analisis data. Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data yang bersifat kualitatif. Dalam penelitian ini analisis yang akan penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu hasil analisis itu berupa analisa dari gejala yang diamati. Diskriptif dalam penelitian ini menguraikan segala sesuatu yang terjadi dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling agama di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang dalam pengelolaan stress pada lansia. Menurut Miles dan Huberman menyatakan bahwa analisis data kualitatif menggunakan kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang diperluas atau yang dideskripsikan. Pada saat memberikan makna pada data yang dikumpulkan, data tersebut dianalisis dan diinterpretasikan. Oleh karena penelitian tersebut bersifat kualitatif, maka dilakukan analisis data. Pertama, dikumpulkan hingga penelitian itu berakhir secara simultan dan terus-menerus. Selanjutnya, interpretasi dan penafsiran data dilakukan dengan mengacu kepada rujukan teoritis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Untuk memproses analisis data dalam model Miles dan Huberman dapat melalui tiga proses, yaitu : a. Reduksi Data Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerdehanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lokasi penelitian. Reduksi data ini berlangsung secara terus-menerus selama kegiatan
28
penelitian yang berorientasi kualitatif berlangsung. Analisis yang dikerjakan peneliti selama proses reduksi data adalah melakukan pemilihan tentang bagian data mana yang dikode, mana yang dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar, dan cerita-cerita apa yang sedang berkembang. b. Display / Penyajian Data Penyajian data di sini merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian data, peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan atas pemahaman yang didapat peneliti dari penyajian tersebut. Adapun penyajian yang baik merupakan suatu cara yang pokok bagi analisis kualitatif yang valid. Beberapa jenis bentuk penyajian data adalah bentuk matriks, grafik, jaringan, bagan, dan sebagainya. Semuanya dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang pada dan mudah di raih. c. Mengambil Kesimpulan lalu diverifikasi Proses yang ketiga ini peneliti mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan proposisi. Bagi penelitili yang berkompeten akan mampu menangani kesimpulan tersebt dengan longgar, tetap terbuka, dan skeptis. Akan tetapi, kesimpulan yang sudah
29
disediakan dari mula belum jelas, kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar kuat. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif ini merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek sebelumnya masih remang-remang atau justru masih gelap sehingga setelah diselidiki menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau hubungan interaktif, hipotesis atau teori. 34 Model Analisis Data Menurut Miles dan Huberman
Pengumpulan Data
Display Data ((Penyajian Data)
Reduksi Data Kesimpulan / Verifikasi
G. Sistematika Penulisan Secara keseluruhan, skripsi ini terdiri dari 5 bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab I, Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
34
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Al Manshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 307-312.
30
Bab II, Bimbingan dan konseling agama dalam pengelolaan stres pada lansia meliputi dua sub bab, pertama bimbingan dan konseling agama meliputi pengertian dan teori tentang bimbingan dan konseling agama, sub bab kedua pengelolaan stres pada lansia meliputi pengertian dan teori tentang penggelolaan stres pada lansia. Bab III, Bimbingan dan konseling agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang meliputi lima sub bab, sub bab pertama gambaran umum Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, meliputi profil, visi dan misi, sejarah, motto, tugas pokok, fungsi, maklumat, struktur organisasi, kode etik, sarana dan prasarana, syarat penerimaan klien, jenis bimbingan, sumber dana pelayanan di balai, jumlah klien, tata cara penerimaan klien, assesment penerimaan klien, relasi keluarga dengan klien diBalai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, sub bab kedua pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, sub bab ke tiga implementasi bimbingan agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, sub ke empat implementasi konseling agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma UpakaraPemalang, sub ke lima faktor pendukung dan penghambat bimbingan dan konseling agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang.
31
Bab IV, Analisisbimbingan dan konseling agama dalam pengelolaan stres pada lansia, meliputi empat sub bab. Sub bab pertama analisis pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, sub bab kedua analisis implementasi bimbingan agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, sub bab ketiga implementasi konseling agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, sub bab ke empat analisis faktor pendukung dan penghambat bimbingan dan konseling agama dalam pengelolaan stres pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. Bab V, Penutup, meliputi Simpulan dan Saran.