BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang setara untuk turut serta dalam pembangunan nasional, tidak terkecuali bagi penyandang disabilita s. Sebagai warga negara serta bagian dari masyarakat, penyandang disabilitas secara konstitusional mempunyai hak dan kedudukan yang setara di hadapan hukum dan pemerintahan. Penyandang disabilitas bahkan memiliki potensi untuk berkontribus i secara optimal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Peningkatan peran, penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak dan kewajiban penyandang disabilitas dalam pembangunan nasional merupakan suatu hal mendesak dan strategis yang perlu diprioritaskan. Penyandang
disabilitas
merupakan
istilah
yang
dipergunakan
untuk
menggantikan istilah penyandang cacat atau orang dengan kecacatan, yang di definisikan sebagai setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan mental1 . United Nation Convention On The Rights of Persons With Disabilities (UNCRPD) yang telah diratifikasi ke dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Mengenai Hak-
1
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
1
2
Hak Penyandang Disabilitas, menyatakan disabilitas sebagai sebuah konsep yang menjelaskan
hasil dari interaksi antara individu- individu yang mempunya i
keterbatasan fisik atau mental/intelektual dengan sikap dan lingkungan yang menjadi penghambat kemampuan mereka berpartisipasi di masyarakat secara penuh dan sama dengan orang-orang lainnya dalam masyarakat atas dasar kesetaraan dengan orang lain2 . Merupakan hal yang penting untuk memisahka n antara kondisi sakit dengan keadaan disabilitas, karena kesalahan pemaknaan ini kerap terjadi di masyarakat yang cenderung bermuara pada ketidaksetaraan perlakuan penyandang disabilitas dengan yang dianggap non disabilitas. Indonesia sebagai negara pihak yang telah meratifikasi UNCRPD melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011, pada bidang pekerjaan dan lapangan kerja negara memiliki kewajiban dalam pengakuan hak penyandang disabilitas untuk bekerja atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, mencakup hak atas pekerjaan hingga pemenuhan hak dalam bekerja. Indonesia memiliki kewajiban dalam melindungi termasuk memajukan pemenuhan hak penyandang disabilitas, dengan mengambil langkah-langkah tertentu dalam pelaksanaannya, salah satunya melalui peraturan perundang-undangan. Indonesia sebelum meratifikasi UNCRD telah memiliki
peraturan
perundang-undangan
yang
bertujuan
melindungi
hak
penyandang disabilitas, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang
2
Apakah Disabilitas Itu http://betterwork.org/indonesia/wpcontent/uploads/20130201_Employin g Persons-with-Disabilities-Guideline_Indonesia_Final.pdf, diakses 29 Mei 2015, pukul 13.00
3
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat3 . Muatan peraturan perundang-undangan tersebut secara garis besar melaksanakan aksi afirmatif bagi penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, termasuk terkait hak atas pekerjaan. Peraturan perundang-undangan lainnya yang turut memuat dasar hak atas pekerjaan bagi penyandang disabilitas meskipun tidak mengaturnya secara khusus adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 5 UU Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa “Setiap tenaga kerja memiliki kesamaan kesempatan tanpa diskriminasi untuk memperole h pekerjaan”, kemudian dalam penjelasannya dipertegas kembali bahwa perlakuan tersebut juga berlaku terhadap penyandang disabilitas. Hal tersebut memberika n gambaran bahwa Indonesia telah memberikan ruang yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan kepada penyandang disabilitas untuk turut serta dalam pembangunan nasional, salah satunya dalam rangka memperoleh pekerjaan. UU Nomor 4 Tahun 1997 dan PP Nomor 43 Tahun 1998 secara garis besar mengatur, melindungi, memberikan kesempatan atau peran yang sebesar-besarnya bagi penyandang disabilitas dalam segala aspek penghidupan dan kehidupan, terkait hak atas pekerjaan dalam Pasal 6 angka (2) UU Nomor 4 Tahun 1997 ditegaskan bahwa penyandang
disabilitas
memiliki hak untuk memperole h
pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya. Ketentuan tersebut ditindaklanjuti dengan Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1997 mengenai kesamaan kesempatan dalam memperole h
3 Nurul
Qamar, 2013, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi (Human Rights in Democratiche Rechtsstaat), Jakarta,Sinar Grafika, hlm. 53.
4
pekerjaan di suatu perusahaan, baik perusahaan negara maupun swasta. Kesamaan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan tersebut dikonkretkan dalam bentuk kuota penyerapan bagi penyandang disabilitas. Kuota penyerapan sebesar 1% tersebut kemudian dibebankan kepada pengusaha dalam bentuk kewajiban untuk mempekerjakan penyandang disabilitas yang memenuhi persyaratan dan kualifikas i pekerjaan sebagai pekerja pada perusahaan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja. Permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas tidak hanya terbatas pada “pelabelan” sebagai kaum yang tidak mampu atau berbeda, sehubungan dengan kondisi kesehatan yang disandangnya tetapi juga berkaitan dengan kesejahteraan sosial yang merupakan bagian
dari permasalahan
pembangunan
nasiona l.
Permasalahan tersebut apabila tidak ditangani dengan baik maka akan memilik i efek yang sifatnya lintas sektoral. Keberadaan penyandang disabilitas sendiri dapat dikatakan masuk dalam kelompok minoritas, karena mereka merupakan bagian dari penduduk dengan kemungkinan menjadi miskin paling tinggi di seluruh dunia (terutama penyandang disabilitas anak dan perempuan4 ). Kondisi tersebut dapat menggambarkan kerentanan yang melekat pada penyandang disabilitas sebagai bagian dari kelompok korban kemiskinan struktural. Kemiskinan seputar permasalahan disabilitas justru bermula pada tahap awal berupa hambatan untuk mengakses kesempatan yang sama (dalam rangka memperoleh pekerjaan dengan mereka yang non disabilitas). Indonesia pada tahun
4
Kajian Disabilitas Indonesia: Hasil Akhir, http://www.kemsos.go.id/unduh/Roren/analisis kebijakan/prof-toening-study-disabilitas-demografi-ui.pdf, diakses 29 Mei 2015, pukul 12.58.
5
2012 mencatat
sebanyak
3.838.985 penduduknya
merupakan
penyandang
disabilitas, dimana orang-orang dengan disabilitas pada data tersebut paling banyak ada pada usia produktif, yaitu 25 hingga 55 tahun5 . Keberadaan angkatan kerja dengan disabilitas di Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Upaya yang harus dilakukan
menyikapi persoalan tersebut adalah dengan memberika n
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Setiap penyandang disabilitas mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan
yang dilaksanakan
melalui
penyediaan
aksesibilitas6 . Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan7 . Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptaka n keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang disabilitas dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat8 , dimana pelaksanaannya menjadi tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Aksesibilitas terbagi menjadi dua yaitu aksesibilitas fisik dan aksesibilitas non fisik 9 . Meskipun dalam peraturan telah ditentukan mengenai bentuk-bentuk penyediaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, hal tersebut tidak menutup kemungkinan untuk perluasan pemaknaan aksesibilitas sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9.UU Nomor 19 Tahun 2011.
5 Analisis
Kebijakan Disabilitas 2013, http://www.kemsos.go.id/unduh/Roren/analisis kebijakan/disabilitas-analisis-kebijakan-2013.pdf, diakses 29 Mei 2015, pukul 13.31 6 Hardijan Rusli, 2003, Hukum Ketenagakerjaan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 99. 7 Pasal 1 angka 4 UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat 8 Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat 9 Pasal 10 PP Nomor 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat
6
Khusus aksesibilitas fisik, Kementrian Pekerjaan Umum telah mengeluark a n peraturan guna mengakomodir hak penyandang disabilitas yang tertuang dalam Kepmen PU No 468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan. Semangat yang sama juga diamanatkan dalam Pasal 31 UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Pembanguna n Gedung, yang mewajibkan tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman dan nyaman bagi penyandang disabilitas. Konsekuensi hukum juga disertakan bagi pihak-pihak yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut. Penyediaan aksesibilita s yang bebas hambatan dapat menjadi cara untuk mengomunikasikan kepada masyarakat umum tentang eksistensi dan kebutuhan khusus penyandang disabilita s yang memiliki keterbatasan fisik dalam mobilitas. Penyediaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dapat dimaknai sebagai perlakuan khusus sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28H ayat (2) UndangUndang
Dasar 1945. Perlakuan
khusus
tersebut
bertujuan
memberika n
perlindungan terhadap kerentanan dari berbagai kemungkinan pelanggaran hak mereka. Keistimewaan dan perlakuan khusus kepada penyandang disabilitas harus ditafsirkan sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlindunga n, dan pemenuhan HAM universal10 . Hal yang seharusnya ditekankan dalam setiap penyediaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas bahwa usaha tersebut sebagai langkah/cara untuk memberikan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, yang didasarkan pada nilai hak asasi manusia (HAM).
Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi ‐Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 273 10
7
Kebijakan pemerintah seputar penyediaan aksesibilitas pelayanan dan fasilita s fisik dan non fisik bagi masyarakat dengan kebutuhan khusus/penyand a ng disabilitas telah cukup banyak, namun kebijakan tersebut belum terlaksana sepenuhnya. Contohnya seperti artikel yang ditulis oleh Winda Destiana Putri dalam Republika Online diberitakan bahwa terjadi aksi protes dalam proses seleksi Calon Pegawai Negri Sipil (CPNS) pada tahun 2014 oleh belasan pelamar yang merupakan penyandang disabilitas beserta aktivis penyandang disabilitas. Mereka melakukan aksi protes mengenai pelaksanaan seleksi CPNS Kabupaten Sleman yang tidak sesuai dengan ketentuan UU Nomor 4 Tahun 1997 mengenai kuota 1% yang
diperuntukkan
bagi
penyandang
disabilitas
tidak
terealisasi
pada
kenyataannya, salah satunya disebabkan penerapan sistem Computer Assisted Test (CAT) dalam proses seleksi dinilai mempersulit penyandang disabilitas khususnya bagi penyandang tuna netra, karena justru mereka yang harus menyesuaikan diri dengan sistem yang telah ada11 . Aksesibilitas pada konteks ketenagakerjaan khususnya hak atas pekerjaan dapat dimaknai sebagai tahap penyandang disabilitas memperoleh akses mengena i informasi
pekerjaan secara terbuka, luas, dan tanpa adanya diskriminas i.
Aksesibilitas juga dapat dimaknai sebagai seberapa mudah, aman dan bebas lingkungan kerja dapat di akses oleh pekerja penyandang disabilitas, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaan yang dijalankannya (upah, alat perlindungan diri, pengembangan karir). Gambaran mengenai peranan aksesibilitas sehubunga n
11 http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/10/17/ndl2aq -seleksi-cpns-dinilai-
diskriminasi-penyandang-disabilitas diakses 02 Maret 2015, pukul 12.00 WIB.
8
aktivitas di lingkungan kerja, yakni ketika seorang pekerja penyandang disabilita s yang membutuhkan sebuah kursi roda untuk beraktivitas, mengalami hambatan karena tidak dapat bergerak secara bebas/mandiri ke sebuah gedung tempat ia bekerja bahkan tidak aman karena ketiadaaan akses berupa penyesuaian disain arsitektural bangunan dilingkungan sekitarnya. Keberadaan aksesibilitas fisik merupakan hal penting dalam menunja ng kemandirian penyandang disabilitas,
yang dapat berupa penyesuaian desain
arsitektural lingkungan fisik agar penyandang disabilitas mampu bergerak secara leluasa di dalamnya serta menggunakan segala fasilitas yang tersedia. Penyediaan aksesibilitas tidak selalu diwujudkan dalam bentuk fisik, aksesibilitas non fisik juga perlu diperhatikan
mengingat
baik dalam bentuk fisik
maupun non fisik
aksesibilitas memegang peranan penting bagi penyandang disabilitas. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa penyerapan kuota 1% sehubungan dengan pemenuhan hak atas pekerjaan bagi penyandang disabilitas tidak dapat berjalan maksimal apabila tidak didukung dengan penyediaan aksesibilitas. Hal tersebut tentunya semakin mempersulit posisi hingga kemungkinan terjadinya perlakuan yang mengarah pada diskriminatif terhadap penyandang disabilitas dalam usahanya memperoleh pekerjaan. Permasalahan penyandang disabilitas merupakan bagian dari permasalaha n pembangunan nasional, dimana hal ini membutuhkan sinergi antara pemerinta h pusat dengan pemerintah daerah guna mengatasinya. Pemerintah Daerah Provins i DI.Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang telah memiliki kebijakan sebagi usaha dalam memperhatikan keberadaan penyandang disabilitas. Hal tersebut
9
tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Muatan atau isi dari Perda tersebut secara tegas dan detail memuat nilai-nilai serta isi dari UNCRPD/Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang
Disabilitas.
Kebijakan
tersebut diharapkan mampu mengakomodir hak penyandang disabilitas. Pada bidang ketenagakerjaan, potensi kota Yogyakarta di sektor pariwisata mengala mi perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Peluang tersebut yang kemudian dilihat oleh beberapa investor untuk berinvestasi di kota Yogyakarta, salah satunya dalam usaha bidang perhotelan. Perkembangan pembangunan usaha di bidang perhotelan mengalami peningkatan yang pesat, hal tersebut berimplikas i pada bidang ketenagakerjaan masyarakat,
dengan terbukanya lapangan
yang berarti terbukanya
peluang
pekerjaan bagi
bagi penyandang
disabilita s
mendapatkan kesamaan kesempatan memperoleh pekerjaan. Tenaga kerja penyandang disabilitas pada dasarnya merupakan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kelebihan maupun kekurangan serta ketrampila n sebagaimana tenaga kerja lainnya, yang dapat berkompetisi baik di lapangan kerja sektor formal maupun sektor informal. Kenyataannya potensi tersebut cenderung belum mampu ditangkap maksimal oleh pengusaha terlebih untuk mempekerjaka n mereka. Kondisi tersebut semakin rumit dengan situasi penyandang disabilitas tidak jarang dihadapkan pada kendala standar kerja yang tinggi di sektor formal, persaingan dalam pasar kerja yang semakin ketat dengan non disabilitas, hingga pada penyediaan aksesibilitas yang terbatas bahkan cenderung tidak tersedia di tempat kerja. Penyediaan aksesibilitas yang diwujudkan dalam fasilitas dan
10
peralatan kerja yang menunjang bagi penyandang disabilitas juga menjadi tantangan tersendiri, aksesibilitas
dimana tidak semua perusahaan mampu menyediak a n
berupa fasilitas khusus (seperti toilet khusus, ram, dll.) bagi
penyandang disabilitas di lingkungannya, mengingat kebutuhan masing- mas ing penyandang
disabilitas berbeda satu dengan yang lainnya.
Pada sisi lain,
aksesibilitas merupakan hak dari penyandang disabilitas sekaligus kewajiban bagi pengusaha dalam penyelenggaraanya yang ditegaskan dalam peraturan perundangundangan. Pemenuhan kuota 1% sebagai langkah dalam melaksanakan kesetaraan terhadap penyandang disabilitas tidak dapat berjalan maksimal apabila tidak didukung dengan pemenuhan aksesibilitas (baik fisik maupun non fisik). Kondisi tersebut sama halnya dengan memberikan hambatan baru bagi mereka, disaat hak mereka justru terabaikan. Hal tersebut menjelaskan bahwa penyelenggara a n aksesibilitas baik secara fisik maupun non fisik memegang peranan penting dalam mewujudkan hak atas pekerjaan bagi penyandang disabilitas. Berdasarkan hal tersebut, mengingat luasnya cakupan pengertian penyandang disabilitas, dalam penelitian ini pembahasan dibatasi hanya mencakup penyandang disabilitas fisik, dengan pertimbangan bahwa penyandang disabilitas fisik sekalipun memiliki keterbatasan dalam hal-hal tertentu, masih memungkinkan untuk melakukan aktivitas kesehariannya serta menjalankan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang bersangkutan. Penelitian ini ditujukan pada perusahan bidang perhotelan
di wilayah
kota Yogyakarta
mengingat
fenomena
pesatnya
pembangunan hotel dalam beberapa tahun terakhir yang memiliki implikasi di bidang ketenagakerjaan. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
11
“AKSESIBILITAS
HAK ATAS PEKERJAAN
BAGI PENYANDANG
DISABILITAS PADA PERUSAHAAN BIDANG PERHOTELAN DI KOTA YOGYAKARTA” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah kebijakan kuota penyerapan tenaga kerja disabilitas telah diimbangi dengan kewajiban setiap perusahaan dalam penyediaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di tempat kerja? 2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta terhadap pemenuha n aksesibilitas
hak atas pekerjaan bagi penyandang
disabilitas
pada
perusahaan bidang perhotelan di kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif Penelitian ini secara objektif bertujuan : a. Untuk mengetahui
dan menganalisis
penerapan kebijakan kuota
penyerapan tenaga kerja disabilitas, dikaitkan dengan kewajiban setiap perusahaan dalam penyediaan aksesibilitas bagi penyandang disabilita s di tempat kerja. b. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
12
Yogyakarta terhadap pemenuhan aksesibilitas hak atas pekerjaan bagi penyandang disabilitas pada perusahaan bidang perhotelan di kota Yogyakarta. 2. Tujuan Subjektif Penelitian ini secara subjektif bertujuan untuk memenuhi syarat kelulus a n dan syarat akademis untuk memperoleh
gelar Master, di Program
Pascasarjana Magister Ilmu Hukum, Klaster Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis a. Dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum,
terutama mengenai hukum
ketenagakerjaan. b. Dapat memberikan tambahan bahan kepustakaan hukum terutama mengenai aksesibiltas hak atas pekerjaan bagi penyandang disabilitas. 2. Manfaat Praktis Secara praktis diharapkan penelitian
hukum ini dapat memberika n
pengetahuan mengenai perlindungan aksesibilitas hak atas pekerjaan bagi penyandang disabilitas untuk diketahui oleh semua pihak baik pemerinta h, pengusaha, masyarakat umum dan penyandang disabilitas itu sendiri.
13
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran terhadap penelitian-penelitian hukum yang terdapat di Pepustakaan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, maupun penelitian-penelitian di luar Universitas Gajah Mada Yogyakarta, penulis menemukan beberapa penelitian hukum yang mengangkat tema yang sama yaitu
mengenai
hak
penyandang
disabilitas
dalam
bidang
hukum
ketenagakerjaan, antara lain : 1. Penulisan Skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Cacat Untuk Memperoleh Kesempatan Kerja di Perusahaan Sebagai Bentuk Pemenuhan Kuota 1% Oleh Perusahaan Untuk Mempekerjakan Tenaga Kerja Penyandang Cacat”12 . Penelitian ini ditulis oleh Marthen YCNKF Rodriquez pada tahun 2003. Penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana
perlindungan
hukum
bagi penyandang
cacat untuk
memperoleh kesempatan kerja di perusahaan Penerbit dan Percetakan Andi Offset sebagai bentuk pemenuhan kuota 1% oleh perusahaan untuk mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat? b. Apa kendala perusahaan Penerbit dan Percetakaan Andi Offset dalam memberikan kesamaan kesempatan bagi para tenaga kerja penyandang cacat?
Marthen YCNKF Rodriquez, 2003, “Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Cacat Untuk Memperoleh Kesempatan Kerja di Perusahaan Sebagai Bentuk Pemenuhan Kuota 1% Oleh Perusahaan Untuk Mempekerjakan Tenaga Kerja Penyandang Cacat ”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Yogyakarta. 12
14
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut : a. Pada pelaksanaannya perusahaan Penerbit dan Percetakaan Andi Offset belum dapat memenuhi kuota 1% yang diperuntukkan bagi penyandang cacat. b. Kendala yang dihadapi Perusahaan Penerbit dan Percetakan Andi Offset antara lain tidak adanya penyandang cacat yang mengajukan lamaran pekerjaan ke perusahaan,
sehingga
perusahaan
tidak
memilik i
aksesibiltas untuk menunjang pemenuhan kuota 1% yang diperuntukk a n bagi penyandang cacat. Kendala lain yaitu tidak adanya hubunga n kerjasama antara perusahaan dengan tempat rehabilitasi pelatihan yang dapat dijadikan tempat perekrutan tenaga kerja penyandang cacat. 2. Penulisan
Skripsi dengan judul “Peranan Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Yogyakarta bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Pemberian Kesempatan Kerja Bagi Pekerja Penyandang Cacat di Hotel Grand Quality Yogyakarta”
13 .
Penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut: a. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Yogyakarta bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Pelaksaan Pemberian
Kesempatan Kerja Bagi Pekerja
Lastrika Pebriana, 2014, “Peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Yogyakarta bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Pemberian Kesempatan Kerja Bagi Pekerja Penyandang Cacat di Hotel Grand Quality Yogyakarta”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 13
15
Penyandang Cacat di Hotel Grand Quality Yogyakarta belum dapat berjalan dengan baik? b. Hambatan-hambatan
apa
saja
yang
menyebabkan
penyediaan
aksesibilitas bagi pekerja penyandang cacar di Hotel Grand Quality Yogyakarta belum tersedia? Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut: a. Perananan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Yogyakarta bidang Pengawasan
Ketenagakerjaan
terhadap
pelaksanaan
pemberian
kesempatan kerja bagi pekerja penyandang cacat belum berjalan dengan baik dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain, terbatasnya jumla h pegawai pengawas ketenagakerjaan, kecenderungan perusahaan yang tidak melaporkan jumlah pekerja penyandang cacat yang dipekerjakan olehnya,
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan,
serta
kurangnya
sosialisasi peraturan dari pemerintah terkait dengan ketenagakerjaan dan penyandang cacat. b. Hambatan yang menyebabkan penyediaan aksesibilitas kerja bagi pekerja penyandang cacat yang bekerja di Hotel Grand Quality Yogyakarta antara lain, kurangnya pemahaman dari pihak Hotel Grand Quality Yogyakarta mengenai pemenuhan akesisibilitas bagi pekerja penyandang cacat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan hambatan dari pekerja penyandang cacat itu sendiri yang tidak menginginkan adanya pembedaan dengan pekerja yang lainnya (tidak cacat).
16
3.
Penulisan Tesis dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Penyandang Cacat Sebagai Pekerja pada Perusahaan Swasta di Kabupaten Bantul”14 . Penelitian ini ditulis oleh Saifurrohman pada tahun 2005. Permasalaha n yang
diangkat
adalah
mengenai
pelaksanaan
perlindungan
hukum
perusahaan swasta terhadap penyandang cacat sebagai pekerja di Kabupaten Bantul ditinjau dari prinsip Hak Asasi Manusia. Penelitian
ini menyimpulkan
bahwa perlindungan
hukum terhadap
penyandang cacat di Kabupaten Bantul telah dilaksanakan sesuai dengan Declaration on the Rights of Disabled Person, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pengusaha di Kabupaten Bantul sebanyak 40% telah melaksanakan kuota 1% sementara sebanyak 60% belum melaksanakan kuota 1%. Penyebab keadaan tersebut karena para pengusaha kurang berpihak pada penyandang cacat, serta sosialisasi UU Nomor 4 Tahun 1997 dianggap masih kurang optimal. 4. Penulisan
Tesis dengan judul “Perlindungan
Hukum Bagi Pekerja
Penyandang Disabilitas (Studi Kasus Pada Perusahaan Swasta di Provins i Daerah Istimewa Yogyakarta)”.15 Penelitian ini ditulis oleh Putu Dian
Saifurrohman, 2005, “Perlindungan Hukum Terhadap Penyandang Cacat Sebagai Pekerja pada Perusahaan Swasta di Kabupaten Bantul”, Tesis, Magister Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 15 Putu Dian Pratiwi, 2014, “Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Penyandang Disabilitas (Studi Kasus Pada Perusahaan Swasta di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)”, Tesis, Magister Hukum Univeristas Gajah Mada, Yogyakarta. 14
17
Pratiwi pada tahun 2014. Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Apakah
peraturan
mengakomodasi
dan
perundang-undangan melindungi
di
hak-hak
Indonesia
pekerja
sudah
penyandang
disabilitas yang bekerja di perusahaan swasta? b. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hak-hak pekerja penyandang disabilitas yang bekerja pada perusahaan swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta? Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut: a. Peraturan perundang-undangan di Indonesia belum maksimal dalam melindungi dan mengakomodasi hak pekerja penyandang disabilita s, dikarenakan undang-undang yang berkaitan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas, terutama mereka yang berstatus pekerja pada suatu perusahaan. Perkembangannya Convention on the Rights of Persons with Disabilities telah diratifikasi melalui UndangUndang Nomor 19 Tahun 2011, akan tetapi belum adanya suatu peraturan setingkat undang-undang yang secara langsung terbit sebagai implementasi dari CRPD. b. Faktor-faktor yang mengakibatkan
pelaksanaan perlindungan hak
pekerja penyandang disabilitas yang bekerja di perusahaan swasta di Provinsi
Daerah Istimewa
Yogyakarta
belum
berjalan
optimal,
diantaranya dari pihak pengusaha belum berkomitmen sepenuhnya terhadap pekerja mereka yang juga penyandang disabilitas terkait akses
18
bagi mereka dalam melaksanakan pekerjaannya,
dari pemerinta h
kurangnya jumlah personel pengawas tenaga kerja menyebabkan pengawasan maupun pembinaan langsung terhadap pekerja penyandang disabilitas tidak dapat dilakukan maksimal. Keempat penulisan hukum tersebut memiliki tema yang sama dengan penelitian yang penulis lakukan mengenai perlindungan serta pemenuhan hak penyandang disabilitas. Perbedaannya penelitian yang dilakukan penulis lebih mengarah
pada penyelenggaraan
penyandang melaksanakan
disabilitas.
aksesibilitas
Pemenuhan
hak atas pekerjaan bagi
kuota 1% sebagai
kesetaraan terhadap penyandang
disabilitas
langkah
guna
dalam rangka
memperoleh pekerjaan, tidak dapat berjalan maksimal apabila tidak didukung dengan
pemenuhan
aksesibilitas
(fisik)
bagi
penyandang
disabilita s.
Aksesibilitas menjadi hal yang penting guna menjamin hak penyandang disabilitas dapat terpenuhi secara penuh, yang terwujud baik secara fisik maupun non fisik. Penulisan tesis ini telah memenuhi kaedah keaslian penelitian sehingga layak untuk diteliti. Apabila tanpa sepengetahuan penulis terdapat kesamaan antara hasil penelitan yang penulis paparkan diatas dengan hasil penelitian ini, penulis berharap penelitian penulis dapat melengkapi penelitian sebelumnya