BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan yang memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup secara layak. Tujuan dari pembangunan kesejahteraan sosial adalah terwujudnya pemerataan dan keadilan sosial. Oleh karena itu, prinsip dasar yang terkandung di dalamnya yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup yang layak menurut kemanusiaan, termasuk mereka yang mengalami disfungsi dalam kehidupan karena kecacatan. Setiap manusia pasti menginginkan hidup normal tanpa ada kekurangan suatu apapun di dalam dirinya baik secara fisik, mental maupun perilaku sosial. Menurut Maslow salah satu kebutuhan manusia yang paling penting didalam hidupnya adalah kebutuhan akan harga diri. Kebutuhan akan harga diri dibagi dalam dua bagian. Pertama: adalah penghormatan atau penghargaan pada diri sendiri yang mencakup pada rasa percaya diri, kemandirian, dan kekuatan pribadi. Berarti seseorang ingin meyakinkan bahwa dirinya berharga serta mampu mengatasi segala tantangan dalam hidupnya. Kedua: adalah penghargaan dari orang lain, yang meliputi prestasi dan pengakuan dari orang lain. Apabila kebutuhan akan harga diri pada individu itu terpuaskan maka akan menghasilkan sikap percaya diri, rasa berharga, rasa kuat dan mampu serta perasaan berguna.
Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya pemuasan kebutuhan akan harga diri itu terhambat maka akan menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, rasa tidak mampu dan perasaan tidak berguna, yang menyebabkan seseorang mengalami kehampaan keraguan dan keputusasaan dalam menghadapi tuntutan-tuntutan hidupnya serta penilaian yang rendah atas dirinya sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Hal ini berlaku pada setiap manusia ciptaan Tuhan, tak terkecuali pada orang cacat terutama cacat tubuh (Nurdin, 1989:20). Kita ketahui bahwa di negara-negara Asia nasib penyandang cacat kurang beruntung termasuk di Indonesia. Perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap penyandang cacat sangat rendah. Dari sekitar 20-25 juta penyandang cacat di Indonesia, sekitar 10 juta adalah lansia dan lainnya adalah penyandang cacat lain. Kini, 210 juta jiwa lebih penduduk telah mendiami negara Indonesia. Mereka tersebar di ribuan pulau dalam beragam etnis, budaya, dan agama. Sementara dari 210 juta jiwa lebih penduduk tersebut 5% nya kalangan cacat. Menurut jenis kecacatan, penyandang cacat (difabel) dapat dikelompokkan atas empat jenis, yaitu penyandang cacat fisik/tunadaksa (physically disabled persons), penyandang cacat mental/tunagrahita (mentally retarded persons), penyandang cacat mata/tunanetra dan penyandang cacat telinga/tunarungu. Dari jenis cacat tersebut penyandang cacat fisik memiliki potensi yang paling besar sebagai sumber daya manusia untuk berperan dalam proses pembangunan kesejahteraan sosial umumnya pada sektor lapangan kerja baik di sektor formal maupun informal.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Survei Sensus Nasional (SUSENAS) tahun 2004 mencatat, bahwa penyandang cacat berjumlah sekitar 1,85 juta orang (tidak termasuk mereka yang sedang atau telah menerima pelayanan), diantara kriterianya adalah ketidakmampuan
melakukan
fungsi
sosial
atau
tidak
produktif
(http://thor.prohosting.com/~arema/malang/prokesos/pedoman.htm). Jumlah penyandang cacat yang begitu besar tersebut perlu mendapatkan perhatian yang memadai dari pemerintah agar mereka tidak selamanya terbelenggu dengan kecacatannya sehingga menjadi beban di keluarganya, masyarakat maupun pemerintah. Pemerintah wajib mensejahterakan penyandang cacat walaupun dengan keterbatasan fisik atau psikis yang mereka derita. Sebab seringkali dalam realita kehidupan mereka mengalami distriminasi dan perlakuan yang tidak baik. Penyandang cacat bukanlah sesuatu yang harus dihindari atau disingkirkan, justru dengan kondisi mereka yang seperti itu patut untuk dibantu agar mereka dapat berfungsi sosial kembali dengan keterbatasan yang dimiliki sehingga mampu mandiri ditengah-tengah masyarakat luas. Langkah yang dianggap paling efektif adalah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan keterampilan yang memadai bagi mereka sehingga mereka dapat melayani dirinya sendiri dan tidak tergantung pada orang lain, baik secara ekonomi maupun sosial. Kecacatan diartikan sebagai hilang atau terganggunya fungsi fisik atau kondisi abnormalitas fungsi struktur anatomi, psikologi, maupun fisiologi seseorang. Kecacatan telah menyebabkan seseorang mengalami keterbatasan atau gangguan terhadap fungsi sosialnya sehingga mempengaruhi keleluasan aktifitas
Universitas Sumatera Utara
fisik, kepercayaan dan harga diri yang bersangkutan, dalam berhubungan dengan orang lain maupun dengan lingkungan. Kecacatan pada dasarnya berkaitan dengan tidak berfungsinya salah satu bagian fisik maupun psikis, sehingga tidak berfungsinya salah satu bagian dari fisik dan psikis sama sekali tidak ada kaitannya dengan mampu atau tidak mampunyai seseorang secara keseluruhan. Kebebasan yang dapat diwujudkan bagi para penyandang cacat adalah dilengkapinya sarana dan prasarana bagi para penyandang cacat agar mereka dapat beraktifitas tanpa mengalami keterbatasan-keterbatasan yang cukup mengganggu, seperti fasilitas kendaraan umum, tempat parkir khusus bagi para penyandang cacat, fasilitas tangga dan sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan sarana yang dapat menunjang mereka dalam berkreasi. Definisi Penyandang Cacat Menurut Undang-undang Nomor : 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat menjelaskan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari (a) penyandang cacat fisik; (b) penyandang cacat mental; dan (c) penyandang cacat fisik dan mental. PBB menetapkan pada tanggal 3 Desember sebagai Hari Internasional Penyandang Cacat (Hipenca) dan 10 Desember sebagai Hari Internasional Hak Asasi Manusia. Hak penyandang cacat adalah termasuk bagian dari hak asasi manusia. Undang-undang No. 4 tahun 1997 menegaskan bahwa penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak,
Universitas Sumatera Utara
kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang
sama
dalam
segala
aspek
kehidupan
dan
penghidupan
(http://depsos.go.id/modules.php?name=Newa&file=print&sid=917). Kondisi seperti ini menyebabkan terbatasnya kesempatan bergaul, bersekolah, bekerja dan bahkan kadang-kadang menimbulkan perlakuan diskriminatif dari mereka yang tidak cacat. Sisi lain dari kecacatan adalah pandangan sebagian orang yang menganggap kecacatan sebagai kutukan, sehingga mereka perlu disembunyikan oleh keluarganya. Perlakuan seperti ini menyebabkan hak penyandang
cacat
untuk berkembang dan berkreasi
sebagaimana orang-orang yang tidak cacat tidak dapat terpenuhi. Masalah kecacatan akan semakin diperberat bila disertai dengan masalah kemiskinan, keterlantaran, dan keterasingan. Setiap manusia pasti berpendapat bahwa memiliki kaki dan tangan merupakan organ tubuh yang memiliki peranan sangat penting untuk mobilitas. Hal ini disebabkan dengan memanfaatkan kedua jenis organ tubuh tersebut, manusia dapat melengkapi dan merealisasikan segala keinginan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain, baik yang dilakukan secara parsial maupun integral bersama organ sensoris pendukung lainnya. Atas dasar itulah, apabila fungsi kedua anggota tubuh tersebut mengalami gangguan, baik sebagian atau keseluruhan, yang disebabkan oleh luka pada bagian saraf otak (cerebral palsy), kelainan pertumbuhan, ataupun amputasi, akan mempengaruhi
mobilitas
hidup
yang
bersangkutan.
Masyarakat
sering
menyebutnya dengan istilah tunadaksa.
Universitas Sumatera Utara
Seseorang yang diidentifikasikan mengalami ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luku, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan (Efendi, 2006:114). Keanekaragaman
pengaruh
perkembangan
yang
bersifat
negatif
menimbulkan resiko bertambah besarnya kemungkinan munculnya kesulitan dalam penyesuaian diri pada penderita tunadaksa. Hal ini berkaitan erat dengan perlakuan masyarakat terhadap kehadiran mereka. Sebenarnya kondisi sosial yang positif menunjukkan kecendrungan untuk menetralisasikan akibat keadaan tunadaksa tersebut. Nampak atau tidak nampaknya keadaan tunadaksa itu merupakan faktor yang penting dalam penyesuaian diri penderita tunadaksa dengan lingkungannya, karena hal itu sangat berpengaruh terhadap sikap dan perlakuan orang normal terhadap penderita tunadaksa. Keadaan tunadaksa yang tidak nampak lebih memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan wajar dibandingkan apabila ketunadaksaan tersebut nampak. Pemerintah tentunya diharapkan menjadi pemicu sekaligus pemacu terciptanya suasana dan iklim yang ramah terhadap para penyandang cacat. Regulasi Pemerintah berkaitan dengan Hak-hak Penyandang Cacat Undangundang No. 4 tahun 1997 menegaskan bahwa penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap
Universitas Sumatera Utara
penyandang cacat berhak memperoleh : (1) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4) aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat ( Adapun suatu bentuk yang harus dilakukan oleh semua daerah di pelosok dunia (termasuk di Indonesia) adalah dengan memberikan aksesibilitas, yaitu lingkungan yang memberi kebebasan dan keamanan yang penuh terhadap semua orang tanpa adanya hambatan. Aksesibilitas juga berguna buat orang lanjut usia, semua orang yang mederita cacat, ibu hamil, anak-anak, orang yang mengangkat beban berat, dan sebagainya. Contoh bentuk aksesibilitas adalah, memberi “tanjakan” atau ramp pada jalur tangga, supaya mereka yang menggunakan kursi roda atau yang tidak sanggup naik tangga, tetap bisa melewatinya. Juga pegangan pada setian jalan, atau kamar mandi, dan sebagainya. Upaya penanganan pemerintah, dalam hal ini terkhusus Dinas Sosial dalam penanganannya menghadapi masalah kemandirian penyandang cacat melalui melakukan program pendidikan dan keterampilan untuk mereka. Dengan demikian mereka dapat berdaya dan mandiri dalam arti agar kesejahteraan hidupnya meningkat baik fisik, mental, dan sosial yang bernuansa pemerataan keadilan, peningkatan kemampuan dan kesempatan didalam menghadapi
Universitas Sumatera Utara
permasalahan sosial supaya mereka dapat melaksanakan fungsi sosialnya (social functioning) di tengah-tengah lingkungannya. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan salah satu pendekatan yang digunakan Program Dinas Sosial dalam memberdayakan para penyandang cacat terkhusus tunadaksa pada keterampilan guna untuk mendorong kemandirian dan meningkatkan kemampuan mereka. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai Program Dinas Sosial yang diluncurkan oleh pemerintah RI. KUBE dibentuk dengan harapan agar para penyandang cacat khususnya tunadaksa dapat tereliminir sedikit demi sedikit. Pembentukan KUBE dimulai dengan proses pembentukan kelompok sebagai hasil bimbingan sosial, pelatihan keterampilan berusaha, bantuan stimulun, dan pendampingan. Sasaran program kesejahteraan sosial (PROKESOS) dalam kaitan dengan kebijakan MPMK adalah PMKS yang hidup dibawah garis kemiskinan dengan rincian sebagai berikut: Pertama: Keluarga Fakir Miskin yang dibina melalui Program Bantuan Kesejahteraan Sosial Fakir miskin; Kedua: Kelompok Masyarakat Terasing yang dibina melalui Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Terasing; Ketiga: Para Penyandang Cacat yang dibina melalui Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat; Keempat: Lanjut Usia yang dibina melalui Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia; Kelima: Anak Terlantar yang dibina melalui Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar; Keenam: Wanita Rawan Sosial Ekonomi yang dibina melalui Program Peningkatan Peranan Wanita di Bidang Kesejahteraan Sosial; Ketujuh: Keluarga Muda Mandiri yang dibina melalui Program Pembinaan
Universitas Sumatera Utara
Keluarga Muda Mandiri; Kedelapan: Remaja dan Pemuda yang dibina melalui Program Pembinaan Karang Taruna; Kesembilan: Keluarga Miskin di Daerah Kumuh yang dibina melalui Program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK) (http://thor.prohosting.com/~arema/malang/prokesos/pedoman.htm). Adapun tujuan KUBE adalah memberikan keterampilan (skill) khususnya menjahit
bagi
penyandang
cacat
terkhusus
untuk
tunadaksa
didalam
memandirikan mereka melalui kelompok usaha bersama. Program KUBE dikonseptualisasikan di penyandang cacat (PC) Lanita Medan. Ini salah satu dari banyaknya KUBE penyandang cacat yang ada di Medan yang menjadi program Dinas Sosial yang dilihat berpeluang didalam memberikan keterampilan bagi penyandang cacat yang ada di sekitar Jln. Perjuangan, Pancing. PC Lanita merupakan sebuah wadah yang menjadi tempat untuk para penyandang cacat yang membutuhkan keterampilan khususnya kursus menjahit. PC Lanita juga tidak memberi batasan bagi siapa saja yang mau mendapatkan keterampilan menjahit sekalipun orang tersebut memiliki tubuh normal. Dengan melihat tingginya perhatian pemerintah terhadap program KUBE yang dikerjakan oleh Dinas Sosial terkhusus untuk KUBE PC Lanita, maka peneliti tertarik meneliti peranan program kelompok usaha bersama Lanita Medan dalam meningkatkan keberfungsian sosial penyandang cacat.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah Masalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian (Arikunto, 1992:47). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan: “bagaimana peranan KUBE Lanita dalam meningkatkan keberfungsian sosial penyandang cacat?”.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana peranan kelompok usaha bersama PC Lanita di Medan. 2. Untuk memperoleh data dan informasi secara langsung realistis dan objektif mengenai peranan kelompok usaha bersama Lanita di Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini dapat memperkaya khasanah penelitian. Khususnya Ilmu Kesejahteraan Sosial, terutama mengenai permasalahan sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat saat ini. 2. Penelitian ini diharapkan dapat melatih dan mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir secara ilmiah dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu
Universitas Sumatera Utara
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi peneliti dalam pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial dan bagi lembaga Lanita yang terkait dalam melaksanakan pembinaan terhadap penyandang cacat.
1.4 Sistematika Penulisan Penulisan ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tentang teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan definisi operasional.
BAB III
: METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB IV
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang gambaran umum mengenai lokasi dimana peneliti melakukan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
: ANALISA DATA Bab ini berisikan tentang uraian data dari hasil peneliti dan analisanya.
BAB VI
: PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat dari hasil penelitian.
Universitas Sumatera Utara