BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menurut J.G. Starke, hukum internasional adalah suatu sistem yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara. 1 Dengan merujuk pada praktik internasional yang berlaku dan hukum positif, pada umumnya pakar hukum berpendapat bahwa hukum internasional hanya mengatur hubungan antar negara dan oleh karena itu individu tidak dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional. 2 Sebaliknya ada juga yang berpendapat lain, terutama Prof. Georges Scelle, pakar hukum ternama dari Prancis, bahwa hanya individu yang merupakan subjek hukum internasional. Para pendukung doktrin ini berpandangan bahwa bukankah tujuan akhir dari pengaturan-pengaturan konvensional adalah individu dan oleh karena itu para individu mendapatkan perlindungan internasional. Sebagai contoh, suatu konvensi internasional yang ditandatangani oleh sejumlah negara yang berisikan ketentuan bahwa pelayaran atas suatu sungai internasional adalah bebas, tidak lain berarti pemberian kebebasan kepada individu-individu agar dapat menggunakan sungai tersebut untuk keperluan usaha mereka. 3 Aliran ini tampak benar pada isu hak asasi manusia, hak yang melekat pada individu, namun 1
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Edisi Ke-10, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 4. 2
Dr. Boer Mauna, Hukum Internasional – Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Bandung: P.T. Alumni, 2008), hal. 670. 3
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
langsung diatur dalam hukum internasional. Pada masa sekitar abad ke-18 dan 19, timbul kesadaran akan hak-hak asasi manusia yang salah satu di antaranya adalah hak untuk hidup. Perjuangan untuk melindungi hak-hak asasi manusia mencapai puncak pada abad ke-20. Deklarasideklarasi dan konvensi internasional serta seruan-seruan tentang hak-hak asasi manusia mulai bermunculan baik yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan organ-organnya maupun oleh negara-negara secara kolektif dan individual. 4 Pada umumnya, sepanjang negara menjalankan kewajibannya berdasarkan hukum nasional, bagaimana melakukannya tidak menjadi perhatian hukum internasional. Namun, dalam beberapa hal negara-negara bersepakat untuk menjalankan kewajiban mereka dengan cara tertentu. Inilah yang acapkali menjadi persoalan dalam bidang hak asasi manusia. 5 Seperti dalam hukum pidana, setiap negara berhak untuk menentukan berat atau besarnya ancaman hukuman terhadap suatu tindak atau peristiwa pidana. 6 Namun, hukuman itu memiliki berbagai gradasi. Pada umumnya, telah diakui bahwa hukuman mati adalah merupakan jenis hukuman yang paling berat jika dibandingkan dengan jenis-jenis hukuman lainnya yang dikenal di dalam berbagai sistem hukum pidana negara-negara di dunia sebab hukuman mati
4
I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional, (Bandung: Penerbit Alumni, 1983), hal. 100. 5
C. de Rover, To Serve & To Protect – Acuan Universal Penegakan HAM, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), hal. 9. 6
I Wayan Parthiana, 1, op. cit, hal. 99.
Universitas Sumatera Utara
merupakan pencabutan nyawa yang dengan sengaja dilakukan terhadap si terhukum untuk selama-lamanya. 7Oleh sebab itu, sebagian kalangan berpendapat bahwa hukuman mati merupakan suatu bentuk pengikaran terhadap hak untuk hidup, 8 sehingga dipandang tidak sesuai lagi dengan hak-hak asasi manusia. 9 Sebagai tambahan, hukuman mati adalah hukuman yang bersifat irreversible (tidak dapat diubah). Sudah menjadi pengetahuan di kalangan para ahli hukum bahwa Criminal Justice System is not infallible (Sistem peradilan pidana tidaklah sempurna). Peradilan pidana dapat saja keliru dalam menghukum orang-orang yang tidak bersalah. Polisi, jaksa penuntut umum, maupun hakim adalah juga manusia yang bisa saja keliru ketika menjalankan tugasnya. Berkaitan dengan hukuman mati maka kekeliruan tersebut dapat berakibat fatal. Orang yang telah dieksekusi mati tidak dapat dihidupkan lagi walaupun di kemudian hari diketahui bahwa yang bersangkutan tidak bersalah. 10 Negara bisa mengganti uang denda, mengembalikan hak milik yang telah dirampas, atau mengkompensasi orang yang ternyata tidak bersalah tetapi dijatuhi hukuman penjara, tetapi tidak bisa mengembalikan seseorang dari kematian akibat hukuman mati yang telah dijatuhkan. Ketidaksempurnaan sistem peradilan pidana merupakan suatu keniscayaan karena ia merupakan “hasil karya manusia”. Bahkan di negara maju sekalipun 7
Ibid, hal. 100.
8
Todung Mulya Lubis dan Alexander Lay, Kontroversi Hukuman Mati – Perbedaan Pendapat Hakim Konstitusi, (Jakarta: Kompas, 2009), hal. 31. 9
I Wayan Parthiana, 1, op. cit, hal. 101.
10
Todung Mulya Lubis dan Alexander Lay, op. cit, hal. 43.
Universitas Sumatera Utara
seperti Amerika, kegagalan sistem pidana, untuk tidak menghukum orang yang tidak bersalah, cukup sering terjadi. Sejak tahun 1973, lebih dari 120 orang di Amerika yang sedang menunggu eksekusi hukuman mati dibebaskan karena ditemukan bukti bahwa ternyata mereka sama sekali tidak bersalah 11 Munculnya norma-norma internasional menyebutkan tentang pembatasan dan penghapusan hukuman mati merupakan suatu fenomena pasca Perang Dunia II.
Sebagai
suatu
cita-cita
dari
negara
beradab,
penghapusan
mulai
dipropagandakan saat perumuskan isi Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada tahun 1948, walaupun hanya berbentuk arti tersirat yang terkandung dalam pengakuan “right to life” (hak untuk hidup). 12 Arus yang menghimbau penghapusan hukuman mati sedang berkembang dalam masyarakat internasional. Penghapusan hukuman mati dilihat sebagai suatu elemen yang penting dalam perkembangan demokrasi di negara-negara yang ingin memutuskan hubungan dengan masa lalu yang dipenui dengan teror, ketidakadilan dan penindasan. 13 Tren penghapusan ini terlihat dari berbagai produk hukum internasional yang dibentuk guna mendorong penghapusan hukuman mati. Selain UDHR, instrumen hukum hak asasi manusia lain yang paling mendasar adalah International Covenant of Civil and Political Rights (ICCPR) dan Second Optional Protocol-nya serta beberapa konvensi regional
11
Ibid, hal. 43-44.
12
William A. Schabas, The Abolition of Death Penalty in International Law, 3rd ed., (United Kingdom: Cambridge University Press, 2002), hal. 1. 13
William A. Schabas, “International Law and Abolition of the Death Penalty”, 55 Wash. & Lee L. Rev. 797 (1998).
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Pada tahun 2007, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mengeluarkan Resolusi “Moratorium on the Use of the Death Penalty” yang menghimbau penghapusan hukuman mati. 14 Dewasa ini jumlah negara yang termasuk dalam kategori abolisionis terhadap hukuman mati sudah mencapai angka 129 dengan perincian 88 negara yang abolisionis untuk semua kejahatan (abolitionist for all crimes), 11 negara untuk kejahatan biasa (abolisionist for ordinary crimes only), dan 30 negara yang melakukan penangguhan hukuman mati (abolitionist in practice). Apabila dibandingkan dengan jumlah negara retensionis yang berjumlah 68 negara, maka statistik ini seperti menunjukkan adanya kecenderungan peradaban dunia untuk menghargai hak untuk hidup di atas hak-hak lain. 15 Selain itu, tekanan dari negara abolisionis juga bermunculan. Negara retensionis dituntut untuk setidaknya menerapkan Safeguards (upaya-upaya perlindungan) dalam peradilan dan penerapan hukuman mati. Pembuat hukum internasional juga mendesak agar pembatasan terhadap hukuman mati dengan berbagai upaya misalnya mengecualikan anak-anak di bawah umur, wanita hamil, dan orang tua dari ruang lingkup hukuman mati dan membatasinya dengan mengurangi daftar kejahatan-kejahatan serius yang diancam hukuman mati. 16 Masalah hukuman mati juga menjadi bahan pemikiran negara-negara di
14
General Assembly Resolution 62/149 of 18 December 2007, Moratorium on the use of the death penalty, A/62/439/Add.2. 15
Todung Mulya Lubis dan Alexander Lay, op. cit, hal 15.
16
William A. Schabas, 1, loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
dalam penyusunan undang-undang dan perjanjian ekstradisi. 17 Suatu negara bisa menolak untuk mengekstradisi seorang pelaku kejahatan kembali ke negara asalnya apabila setelah diekstradisi, orang tersebut akan dijatuhi hukuman mati, seperti yang terjadi pada kasus-kasus ekstradisi di Eropa dan Amerika. Persoalan-persoalan yang muncul dari atmosfir dilematis negara-negara dalam penerapan hukuman mati dalam sistem hukumnya sendiri maupun sistem hukum negara lain dengan dikaitkan ke isu perlindungan hak asasi manusia yang dipelopori
masyarakat
internasional
serta
kedudukan
instrumen
hukum
internasional dalam arus penghapusan hukuman mati inilah yang menjadi pokok utama pembahasan penulis dalam skripsi yang diberi judul: “TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PELAKSANAAN HUKUMAN MATI DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas serta sesuai dengan judul skripsi ini, penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, antara lain: 1. Bagaimana
peranan
PBB
dalam
perkembangan
penerapan
dan
penghapusan hukuman mati di dunia? 2. Bagaimana penerapan dan penghapusan hukuman mati di dunia dalam kaitan dengan instrumen hukum internasional yang mengaturnya? 3. Bagaimana upaya perlindungan hak asasi manusia secara internasional 17
I Wayan Parthiana, 1, loc cit.
Universitas Sumatera Utara
dalam penerapan hukuman mati oleh suatu negara?
C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penelitian serta penulisan skripsi ini antara lain adalah: 1. Untuk mengetahui peranan PBB dalam perkembangan penerapan dan penghapusan hukuman mati di dunia. 2. Untuk mengetahui status penerapan dan penghapusan hukuman mati di dunia dalam kaitan dengan instrument hukum internasional yang mengaturnya. 3. Untuk mengetahui upaya perlindungan hak asasi manusia secara internasional dalam penerapan hukuman mati oleh suatu negara. Selain tujuan daripada penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan yang cukup berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum, dan ilmu hukum pada khususnya, dan lebih khususnya lagi adalah di bidang hukum internasional. Selain itu, skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat hukum nasional di negara-negara dalam kaitan dengan penerapan dan penghapusan hukuman mati. 2. Secara praktis Melalui penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan
Universitas Sumatera Utara
pemahaman yang lebih mendalam bagi pemegang kuasa di dunia serta aparataparat hukum yang terkait mengenai isu hukuman mati dan hak asasi manusia saat berhadapan dengan hukum internasional.
D. Keaslian Penulisan Karya tulis ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman dari apa yang telah penulis pelajari selama mengikuti kompetisi The Phillip C. Jessup International Law Moot Court Competition 2009. Penulis berupaya untuk menuangkan seluruh gagasan dengan sudut pandang dari segi hukum internasional terhadap penerapan hukuman mati dalam sistem hukum nasional secara umum. Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Pelaksanaan Hukuman Mati dalam Sistem Hukum Nasional” belum pernah ditulis sebelumnya. Walaupun dalam beberapa penulisan sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Hukum Internasional dapat dijumpai kesamaan dari segi substansi dasar mengenai kajian perlindungan hak asasi manusia oleh hukum internasional, akan tetapi penulisan skripsi yang mengutamakan aspek-aspek yang lebih spesifik mengenai pandangan hukum internasional terhadap hukuman mati dengan dikaitkan pada upaya masyarakat internasional dalam mendorong penghapusan belumlah dijumpai. Khusus untuk yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Universitas Sumatera Utara
Utara Medan, keaslian penulisan ini ditunjukkan dengan adanya penegasan dari pihak administrator bagian/jurusan hukum internasional.
E. Tinjauan Kepustakaan Hukum internasional dalam artinya yang sebenarnya adalah hukum internasional publik. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum internasional publik ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.18 Dalam pembahasan topik hukum internasional, aspek yang terpenting adalah sumber hukum internasional yang menjadi bahan dasar hukum (legal basis). Menurut Pasal 38 Ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice), ada lima sumber hukum internasional, antara lain: 19 a. international conventions, whether general or particular, establishing rules expressly recognized by the contesting states (Perjanjian-Perjanjian Internasional); b. international custom, as evidence of a general practice accepted as law (Hukum kebiasaan internasional); c. the general principles of law recognized by civilized nations (Prinsipprinsip umum hukum internasional);
18
Mochtar Kusumaatmaja & Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Penerbit P.T. Alumni, 2003), hal. 1-2. 19
Pasal 38 Ayat (1) Statute of the International Court of Justice.
Universitas Sumatera Utara
d. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law. (Putusan-putusan pengadilan internasional dan ajaran-ajaran para sarjana terkemuka). Menurut J. G. Starke, dalam hal ruang lingkup, hukum internasional juga mencakup: 20 a. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembagalembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu. b. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional. Dari definisi J.G. Starke di atas, terutama pada huruf (b), jelas bahwa hukum internasional mencakup hak-hak dan kewajiban individu sepanjang hal tersebut penting bagi masyarakat internasional. Dalam hal ini, mengenai hukuman mati, sepanjang penerapan hukuman mati telah menyentuh isu hak asasi manusia yang menjadi pusat perhatian masyarakat internasional, maka tidak akan lepas dari pengaruh hukum internasional. Istilah hukuman mati dalam bahasa asing sering juga disebut sebagai death penalty, capital punishment, death sentence, dan lain sebagainya. Menurut Barron’s Law Dictionary, dengan menggunakan definisi death 20
J. G. Starke, 1, op. cit, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
penalty, hukuman mati diartikan sebagai berikut: “Death Penalty - the ultimate punishment imposed for murder or other capital offenses.” (Hukuman tertinggi yang dijatuhkan untuk pembunuhan dan kejahatan-kejahatan berat lainnya). 21 Sementara menurut Oxford Dictionary of Law, dengan istilah capital punishment, hukuman mati diartikan sebagai berikut: “Capital Punishment - Death (usually by hanging) imposed as a punishment for crime. Capital punishment for murder was abolished in the UK under the Murder (Abolition of Death Penalty) Act 1965. The death penalty continued to exist for a small number of offences, such as piracy and treason. The ratification by the UK of the Sixth Protocol of the European Convention on Human Rights and the introduction of the Human Rights Act 1998 has meant that the death penalty is now completely abolished, apart from special provisions in respect of acts in times of war. Its reintroduction would be a violation of the Human Rights Act and, at an international level, a breach of a treaty obligation.”22 Di sini hukuman mati diartikan dengan kematian yang dijatuhkan sebagai hukuman untuk kejahatan. Definisi dari Oxford Dictionary of law ini menjelaskan hukuman mati dari perspektif hukum Inggris sebagai salah satu contoh negara yang telah menghapus hukuman mati. Inggris telah menghapus hukuman mati setelah meratifikasi Sixth Protocal of the European Convention on Human Rights yang merupakan instrumen hukum internasional, dan menegaskan bahwa pemberlakuan kembali hukuman mati dalam sistem hukum nasionalnya akan menjadi pelanggaran kewajiban hukum pada level internasional.
21
Steven H. Gifis, Law Dictionary, 5th ed., (United States of America: Barron’s Educational Series, Inc., 2003), hal. 129. 22
Elizabeth A. Martin, Oxford Dictionary of Law, 5th ed., (United Kingdom: Oxford University Press, 2003), hal. 65.
Universitas Sumatera Utara
F. Metode Penelitian Dalam pembahasan masalah, penulis sangat memerlukan data dan keterangan yang akan dijadikan bahan analisis. Untuk mengumpulkan data dan keterangan, penulis menggunakan metode sebagai berikut: 1. Sifat Penelitian Di dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat normatif. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research), atau biasa dikenal dengan sebutan studi kepustakaan, walaupun penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun dari internet. Penulis juga menggunakan metode pendekatan yuridis, dengan mempelajari ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya dalam masyarakat. 2. Bahan Penelitian Materi dalam skripsi ini diambil dari data seperti yang dimaksud di bawah ini: 23 a. Bahan hukum primer, yaitu : Berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini antara lain adalah berbagai konvensi dan perjanjian internasional baik universal seperti ICCPR maupun regional seperti European Convention on Human Rights dan lain-lain, serta bahan dari PBB seperti UDHR, dan berbagai resolusi lainnya. 23
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 1994), hal. 38.
Universitas Sumatera Utara
b. Bahan Hukum sekunder, yaitu: Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer, dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang penerapan hukuman mati dan hak asasi manusia yang ditinjau dari sudut pandang hukum internasional, seperti hasil seminar atau makalah para pakar hukum internasional, koran, majalah dan juga sumber-sumber dari dunia maya (internet) yang berkaitan erat dengan persoalan yang dibahas. c. Bahan hukum Tersier, yaitu: Mencakup kamus bahasa, untuk pembenahan tata bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa literatur asing. 3. Teknik analisis data Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya, akan dianalisis dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut: 24 a. Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir. b. Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal 24
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 10-11.
Universitas Sumatera Utara
yang bersifat aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. c. Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan (komparasi) antara satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya.
G. Sistematika Pembahasan Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam 5 (lima) bab yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab I :
PENDAHULUAN Terdiri dari pendahuluan yang meliputi latar belakang pemilihan judul, dimana penulis melihat adanya hubungan yang sangat menarik antara hukum internasional dan isu perlindungan hak asasi manusia dalam penerapan dan penghapusan hukuman mati dalam sistem hukum nasional, diikuti dengan perumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan yang terakhir yaitu sistematika pembahasan.
Bab II :
PERANAN PBB DALAM PERKEMBANGAN PENERAPAN DAN PENGHAPUSAN HUKUMAN MATI DI DUNIA Bab ini menjelaskan tentang hak asasi manusia serta posisinya dalam hukum internasional. Selain itu, bab ini juga menjelaskan peranan PBB sebagai organisasi internasional yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
tujuan melindungi hak asasi manusia, serta menjelaskan berbagai upaya penting PBB dalam mendorong penghapusan maupun perlindungan hak asasi manusia dalam penerapan hukuman mati selama ini dan meninjau bagaimana efek upaya-upaya tersebut terhadap negara-negara. Bab III :
PENERAPAN DAN PENGHAPUSAN HUKUMAN MATI DI DUNIA DALAM KAITAN DENGAN INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL YANG MENGATURNYA Bab ini menjelaskan tentang bagaimana sikap masyarakat internasional terhadap hukuman mati, yang tercermin dari penerapan dan penghapusan hukuman mati. Selain itu, bab ini juga menjelaskan tentang berbagai instrumen hukum internasional yang mengatur tentang hukuman mati, yang terbagi dalam dua kategori, yaitu hak untuk hidup dan larangan terhadap hukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Lebih lanjut, bab ini akan menjelaskan pengaruh instrumen-instrumen
hukum
internasional
tersebut
terhadap
penghapusan hukuman mati. Bab IV :
UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA SECARA INTERNASIONAL DALAM PENERAPAN HUKUMAN MATI OLEH SUATU NEGARA Bab ini menjelaskan perlindungan dari hukum internasional terhadap orang yang dijatuhi hukuman mati dalam negara-negara
Universitas Sumatera Utara
yang belum menghapus hukuman mati. Bab ini menguraikan berbagai perlindungan baik secara materi hukum maupun secara formil dalam proses peradilan yang kompeten. Selanjutnya, bab ini menjelaskan tentang upaya perlindungan dari negara abolisionis lain terhadap pelaku kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati, dengan menolak permintaan ekstradisi dari negara yang belum menghapus hukuman mati. Terakhir, bab ini menjelaskan tentang bagaimana penerapan hukuman mati pada masa perang. Bab V :
PENUTUP Bab ini adalah bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran.
Kesimpulan
akan
mencakup
isi
dari
semua
pembahasan ada bab-bab sebelumnya. Sedangkan saran mencakup gagasan dan usulan dari Penulis terhadap permasalahan yang dibahas pada skripsi ini berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara