BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Fungsi hukum sebagai sarana pengendali sosial tidak dapat diandalkan sepenuhnya pada kemampuan peraturan perundang-undangan hukum formal. 1 Bertolak dari persoalan ini, Satjipto Rahardjo, meragukan kemampuan nilai-nilai hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat Indonesia sekarang yang sudah jauh lebih rumit daripada sediakala. 2 Diperparah dengan terjadinya krisis moneter yang berpengaruh besar terhadap masyarakat sehingga mengakibatkan masyarakat mengalami krisis moral, sulitnya ruang untuk kesempatan kerja, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dimana-mana, pengangguran, dan lain-lain. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya kejahatan dan meningkatnya pengangguran yang berdampak terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah cenderung untuk tidak mempedulikan norma, nilai atau kaidah hukum yang berlaku. Mengamati kondisi ini untuk memenuhi kebutuhan manusia ada kecenderungan menggunakan segala cara agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, baik dengan cara melanggar norma hukum maupun dengan tidak melanggar norma hukum.
1
Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: Suryandaru Utama, 2005), hal. 8. 2 Satjipto Rahardjo, “Pemanfaatan Ilmu Sosial Untuk Pembangunan Ilmu Hukum, Artikel, dalam Majalah Hukum dan Pembangunan, Nomor: 2 Tahun 1979, hal. 156.
Universita Sumatera Utara
Salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana yang sering terjadi di tengahtengah masyarakat adalah pencurian. Sulitnya perekonomian memungkinkan orang untuk mencari jalan pintas dengan mencuri. Pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik menunjukkan fluktuasi kejahatan pencurian dengan berbagai jenisnya dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang tidak tercukupi. Para pelaku pencurian (pencuri) dapat melakukan aksinya dengan berbagai cara atau modus operandi (cara pelaksanaan kejahatan) yang berbeda-beda antara kejahatan satu dengan lainnya apalagi didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana untuk melakukan kejahatan dewasa ini, modus operandi para penjahat mengarah kepada kemajuan ilmu dan teknologi. Cara-cara yang dilakukan dapat dikelompokkan misalnya pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan, pencurian ringan, pencurian dalam keluarga, pencurian dengan kekerasan, dan lain-lain. Secara normatif pengaturan tindak pidana pencurian diatur dalam KUH Pidana Buku II Bab XXII Pasal 362 sampai dengan Pasal 367. Batasan pengertian tentang pencurian diatur dalam Pasal 362, tentang jenis pencurian dan pencurian dengan pemberatan diatur dalam Pasal 363, tentang pencurian ringan diatur dalam Pasal 364, tentang pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365, dan Pasal 367 mengatur tentang pencurian dalam keluarga. Salah satu yang memberatkan pelaku tindak pidana adalah pencurian yang disertai dengan kekerasan. Kekerasan yang sering terjadi misalnya dilakukan atau disertai dengan adanya orang lain luka berat, kematian, pencurian itu dilakukan di malam hari, pencurian itu dilakukan oleh dua orang secara bersama-sama atau lebih dengan cara membongkar
Universita Sumatera Utara
melumpuhkan, memanjat, menodong korban menggunakan senjata api, menggunakan kunci palsu, perintah palsu, dan lain-lain dengan tujuan untuk memudahkan melakukan pencurian. Faktor-faktor yang melatarbelakangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah faktor ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, meningkatnya pengangguran, kurangnya kesadaran hukum, mengendurnya ikatan keluarga dan sosial masyarakat. 3 Tidak satupun norma yang membolehkan pencurian. Pencurian dengan kekerasan bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Pencurian dengan kekerasan merupakan salah satu penyakit masyarakat yang meregenerasi dan merugikan orang lain. Data perbandingan Jumlah Tindak Pidana (JTP) Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) dengan Kepolisian Resor (Polres) Labuhan Batu: Tabel 1 Jumlah Tindak Pidana (JTP) di Kepolisian Daerah Sumatera Utara Tahun 2009 s/d Tahun 2011 No. Tahun JTP Polda Sumut 1. 2009 35.336 2. 2010 41.806 3. 2011 46.907 Sumber: Kepolisian Daerah Sumatera Utara Tahun 2011
3
http://beritasore.com/2012/01/03/pengangguran-picu-kejahatan-di-medan/, diakses tanggal 12 Januari 2012.
Universita Sumatera Utara
Tabel 2 Jumlah Tindak Pidana (JTP) di Kepolisian Resor Labuhan Batu Tahun 2009 s/d Tahun 2011 No. Tahun JTP Polres Labuhan Batu 1. 2009 3.691 2. 2010 3.885 3. 2011 3.699 Sumber: Kepolisian Resor Labuhan Batu Tahun 2011 Data Jumlah Tindak Pidana (JTP) tergolong sebagai kasus yang menonjol Crime Indeks (CI) untuk Tahun 2009, 2010 dan Tahun 2011 dari Polda Sumut disajikan berikut ini: Tabel 3 JTP yang Menonjol (Crime Indeks) di Sumatera Utara Tahun 2009 s/d Tahun 2011 Jumlah Tindak Pidana (JTP) Tahun 2009 2010 2011 1 Curas 946 1.003 941 2 Curat 6.153 7.154 7.891 3 Curanmor 3.046 4.917 6.973 4 Anirat 3.558 3.970 3.763 5 Perjudian 2.890 4.068 4.115 6 Peras / Ancam 588 540 586 7 Narkoba 2.704 2.636 2.479 8 Penyelundupan 25 18 10 9 Illegal Loging 181 150 106 10 Korupsi 20 11 16 Jumlah 20.111 24.467 26.880 Sumber: Kepolisian Daerah Sumatera Utara Tahun 2011 No
Kasus
Sedangkan data Jumlah Tindak Pidana (JTP) tergolong kasus yang menonjol Crime Indeks (CI) untuk Tahun 2009, 2010 dan Tahun 2011 di Wilayah Hukum Polres Labuhan Batu ditunjukkan pada tabel berikut ini:
Universita Sumatera Utara
Tabel 4 JTP yang Menonjol (Crime Indeks) di Labuhan Batu Tahun 2009 s/d Tahun 2011 Jumlah Tindak Pidana (jtp) Tahun 2009 2010 2011 1 Curas 62 101 67 2 Curat 857 640 594 3 Curanmor 263 331 323 4 Anirat 41 135 52 5 Perjudian 101 395 480 6 Peras / Ancam 82 60 68 7 Narkoba 127 124 163 8 Penyelundupan 9 Illegal Loging 9 8 19 10 Korupsi 2 Jumlah 1.542 1794 1768 Sumber: Kepolisian Resor Labuhan Batu Tahun 2011 No
Kasus
Khusus untuk jumlah kasus pencurian dengan kekerasan (curas) selama 3 (tiga) tahun terakhir di Polda Sumut mencapai: Tabel 5 Jumlah Kasus Pencurian dengan Kekerasan (Curas) di Sumatera Utara Tahun 2009 s/d Tahun 2011 No. Tahun Jumlah Curas di Sumut 1. 2009 946 kasus 2. 2010 1.003 kasus 3. 2011 941 kasus Sumber: Kepolisian Daerah Sumatera Utara Tahun 2011 Sedangkan jumlah kasus pencurian dengan kekerasan (curas) selama 3 (tiga) tahun terakhir di Polres Labuhan Batu mencapai:
Universita Sumatera Utara
Tabel 6 Jumlah Kasus Pencurian dengan Kekerasan (Curas) di Labuhan Batu Tahun 2009 s/d Tahun 2011 No. Tahun JTP Curas di Labuhan Batu 1. 2009 62 kasus 2. 2010 101 kasus 3. 2011 67 kasus Sumber: Kepolisian Resor Labuhan Batu Tahun 2011 Berdasarkan data tersebut apabila dipersentasikan jumlah pencurian dengan kekerasan (curas) Polda Sumut dengan Polres Labuhan Batu, maka: Tabel 7 Persentase Jumlah Pencurian dengan Kekerasan di Polda Sumut Tahun 2009 s/d Tahun 2011
Tahun
JTP
Trend Perbandingan Tahun 2010 dengan 2009
2009 2010 2011
946 1.003 941
6,05 %
Trend Perbandingan Tahun 2011 dengan 2010 - 6,18 %
Tabel 8 Persentase Jumlah Pencurian dengan Kekerasan di Polres Labuhan Batu Tahun 2009 s/d Tahun 2011
Tahun
JTP
Trend Perbandingan Tahun 2010 dengan 2009
2009 2010 2011
62 101 67
62,90 %
Trend Perbandingan Tahun 2011 dengan 2010 - 33,66 %
Berdasarkan data yang diperoleh dari Polda Sumut untuk tahun 2009, JTP yang terjadi di Wilayah Hukum Polda Sumut mencapai 35.336 kasus meliputi: tindak
Universita Sumatera Utara
pidana terhadap keamanan negara, melawan aparat, pemlasuan merek, korupsi, penyuapan, penghinaan, penculikan, penipuan, pemerkosaan, pencurian dengan kekerasan (curas), penggelapan, penadahan, illegal logging, narkoba, dan lain-lain. Penyelesaian Tindak Pidana (PTP) dari jumlah di atas terpenuhi hanya 21.071 kasus. Dari jumlah data tersebut, perkara yang menonjol (crime index/CI) adalah: pencurian dengan kekerasan (946 kasus), pencurian dengan pemberatan (6.153 kasus), pencurian kendaraan bermotor (3.046), kasus lainnya: judi, narkoba, penyelundupan, illegal logging, dan tindak pidana korupsi. 4 Dari jumlah data tahun 2009 Polda Sumut di atas, termasuk di dalamnya jumlah data kriminalitas yang ada di wilyah hukum Polres Labuhan Batu atau JTP 3691 kasus. Jumlah tindak pidana yang sudah selesai proses hukumnya (PTP) berjumlah 1.594 kasus. Perkara yang menonjol (CI) adalah: pencurian dengan kekerasan (62 kasus), pencurian dengan pemberatan (857 kasus), pencurian kendaraan bermotor (263), kasus lainnya: judi, narkoba, penyelundupan, illegal logging, dan tindak pidana korupsi. 5 Untuk tahun 2010 Jumlah Tindak Pidana (JTP) di Polda Sumut mencapai 41.806 kasus sementara untuk PTP sekitar 20.370 kasus. Dari jumlah data tersebut, perkara yang menonjol diantaranya: pencurian dengan kekerasan (1.003 kasus), pencurian dengan pemberatan (7.154 kasus), pencurian kendaraan bermotor (4.917), kasus lainnya: judi, narkoba, penyelundupan, illegal logging, tindak pidana korupsi 4
Data dari Humas Polda Sumut dalam Tiga Tahun Terakhir. Diterangkan JTP adalah: Jumlah Tindak Pidana, PTP: Penyelesaian Tindak Pidana, CC: Crime Clearing, CT: Crime Total. 5 Ibid.
Universita Sumatera Utara
dan lain-lain. 6 Dari jumlah tahun 2010 Polda Sumut tersebut, CT untuk Polres Labuhan Batu mencapai 260 kasus sedangkan CC 136 kasus. Perkara yang menonjol (CI) adalah: pencurian dengan kekerasan (101 kasus), pencurian dengan pemberatan (684 kasus), pencurian kendaraan bermotor (331), kasus lainnya: judi, narkoba, penyelundupan, illegal logging, dan tindak pidana korupsi. 7 Berdasarkan JTP di atas jika dibandingkan antara JTP pada tahun 2009 dengan 2010, baik di wilayah hukum Polda Sumut maupun di wilayah hukum Polres Labuhan Batu, terjadi peningkatan JTP secara signifikan. Sementara data penyelesaiannya (PTP) hanya menunjukkan separuhnya dari data JTP. Khusus tahun 2009 untuk pencurian dengan kekerasan (curas) di Polda Sumut, JTP mencapai 946 kasus dan untuk di Polres Labuhan Batu JTP 62 kasus. Sedangkan pada tahun 2010, JTP pencurian dengan kekerasan di Polda Sumut 1.003 kasus sementara JTP di Polres Labuhan 101 kasus. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2010 JTP pencurian dengan kekerasan baik di wilayah hukum Polda Sumut maupun di Polres Labuhan Batu meningkat secara tajam sampai 4 kali dari jumlah sebelumnya. Sebagaimana menurut data Polda Sumut pada tahun 2009 yang menunjukkan JTP pencurian dengan kekerasan untuk wilayah hukum Polres Labuhan Batu mencapai 21 kasus di Polres Labuhan Batu, namun menurut data Polres Labuhan Batu data tersebut mencapai 62 kasus (JTP) sedangkan yang sudah diselesaikan 18
6 7
Ibid. Ibid.
Universita Sumatera Utara
kasus. 8 Untuk tahun 2010, JTP pencurian dengan kekerasan di Polres Labuhan Batu meningkat dari 62 kasus menjadi 101 kasus. Data tersebut sesuai dengan data Polda Sumut pada tahun 2010. 9 JTP 101 kasus pencurian dengan kekerasan tersebut hingga pada tahun 2011, menurun dari 101 menjadi 67 kasus. 10 Salah satu diantara JTP pencurian dengan kekerasan yang terjadi pada tahun 2011 tersebut adalah peristiwa yang terjadi pada tanggal 15 April 2011 di Simpang Hockly Jalan Baru By Pass Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara. 11 Para pelaku menggunakan 1 (satu) unit Mobil Daihatsu Terios BK 1310 YL warna silver menghadang korban, menodongkan senjata api, mengikat tangan dan kaki serta menutup mata kedua korban. Sehingga Mobil Mithsubishi Colt Diesel yang bermuatan getah (karet) gumpalan sebanyak 4000 Kg (Empat Ribu Kilogram) yang dibawa korban dapat dikendalikan para pelaku dan dibawa ke Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhanbatu untuk dijual. 12 Pencurian dengan kekerasan yang diputus melalui Putusan Pengadilan Negeri Rantau Parapat Nomor: 1109/Pid.B/2011/PN-RAP tertanggal 12 Oktober 2011, bahwa Nurdin Sipahutar Alias Udin melanggar Pasal 365 ayat (2) ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana), “Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersama-
8
Laporan Data Kriminalitas Per Bulan Polres Labuhan Batu Tahun 2019. Laporan Data Kriminalitas Per Bulan Polres Labuhan Batu Tahun 2010. 10 Laporan Data Kriminalitas Per Bulan Polres Labuhan Batu Tahun 2011. 11 Sebagai Studi Kasus dalam Penlitian ini. 12 Berkas Perkara Nomor: BP/278/V/2011/Reskrim, Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara Resor Labuhan Batu, tertanggal 23 Mei 2011, hal. 1. 9
Universita Sumatera Utara
sama atau lebih”. 13 Ketentuan pasal tersebut menurut buku terjemahan Soesilo, dinamakan pencurian biasa dengan pemberatan atau pencurian dengan kualifikasi sehingga dapat diancam dengan hukuman yang lebih berat. 14 Pemberatan dalam hal ini terpidana secara bersama-sama bertindak melakukan pencurian disertai pula dengan tindakan kekerasan. Pencurian terjadi pada hari Jumat tanggal 15 April 2011 sekitar pukul 01.00 WIB di Simpang Hockly Jalan Baru By Pass Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhanbatu yang dilakukan oleh Nurdin Sipahutar alias Udin, Ahmad Dahlan Pasaribu alias Dahlan, Hubban Sagala alias Ban, Ali Tua Tanjung alias Tua, sedangkan Mail dan Ipong dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kepolisian Labuhanbatu. Dalam
Putusan
Pengadilan
Negeri
Rantau
Parapat
Nomor:
1109/Pid.B/2011/PN-RAP tersebut, hanya disebutkan pasal yang dilanggar adalah Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUH Pidana junto Pasal 197 KUHAP. Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUH Pidana adalah pencurian dengan kekerasan yang menurut Soesilo harus dijunto-kan dengan Pasal 363 ayat (4) KUH Pidana yakni pencurian dengan pemberatan atau dengan kualifikasi. Pemenuhan unsur-unsur dalam Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUH Pidana disingkron dengan Pasal 197 KUHAP yang memuat mengenai syarat-syarat suatu surat putusan pemidanaan, sehingga dengan demikian memenuhi syarat menjatuhkan pidana terhadap pelaku.
13
Putusan Pengadilan Negeri Rantau Parapat Nomor: 1109/Pid.B/2011/PN-RAP tertanggal 12 Oktober 2011 yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 14 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1996), hal. 251.
Universita Sumatera Utara
Berkas Perkara yang dibuat Kepolisian, atas nama Nurdin Sipahutar (berkas terpisah) dengan kawan-kawannya mencantumkan ketentuan pasal yang dilanggar adalah Pasal 365 KUH Pidana yakni pencurian dengan kekerasan. Pengenaan pasal tersebut tidak menegaskan ayat berapa dari Pasal 365 KUH Pidana yang dilanggar pelaku sehingga tampak seolah-olah semua ayat dalam Pasal 365 KUH Pidana termasuk unsur yang dilanggar pelaku. Hal demikian menjadi persoalan sebab dapat membuka peluang luas terhadap pasal tersebut untuk dijatuhkan oleh hakim yang mengadilinya. Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang disebutkan dalam Pasal 365 KUH Pidana yang mana harus dipenuhi misalnya pada ayat (1) “diikuti dengan kekerasan untuk memudahkan pencurian”, ayat (2) ke-1 “pencurian itu dilakukan di malam hari”, ayat (2) ke-2 “pencurian itu dilakukan oleh dua orang secara bersama-sama atau lebih”, ayat (2) ke-3 “dengan cara membongkar atau memanjat, menggunakan kunci palsu, perintah palsu, atau jabatan palsu”, ayat (2) ke4 “pencurian yang menyebabkan ada orang lain luka berat”, ayat (3) “menyebabkan kematian”, ayat (4) “menyebabkan ada orang lain luka berat atau mati yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama”. Hukum pidana memberikan batasan unsur mana yang dilanggar sesuai dengan ketentuan setiap ayat di atas, akan tetapi dalam Berkas Perkara Nurdin Sipahutar dengan kawan-kawannya dicantumkan ketentuan pasal yang dilanggar adalah Pasal 365 KUH Pidana yang mengandung unsur “pencurian dengan kekerasan” tidak disebutkan ayat berapa dari pasal tersebut yang dilanggar. Terkait dengan Pasal 56
Universita Sumatera Utara
KUH Pidana yang di-junto-kan penyidik dalam analisis yuridisya tidak diputuskan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Rantau Parapat Nomor: 1109/Pid.B/2011/PN-RAP melainkan dibuat diputus secara terpisah. 15 Penegakan hukum terhadap pencurian dengan kekerasan di Rantau Parapat Kabupaten Labuhan Batu dalam Sistem Peradilan Pidana atau Criminal Justice System masih terdapat kejanggalan dalam penentuan unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang disebutkan dalam hukum pidana. Selain itu, dalam proses penegakan hukum terkendala dalam menentukan delik pidana, pelaku, sebab pelaku tindak pidana pencurian tidak dilakukan oleh satu orang melainkan secara bersama-sama. Hukum pidana menegaskan perbuatan demikian itu adalah perbuatan penyertaan (deelneming) yang berbeda dengan perbuatan perbarengan (samenloop atau concursus). 16 Perbuatan penyertaan (deelneming) tersebut yang dilakukan pada saat Maratogu Harahap (korban) melintas di Simpang Hockly Jalan Baru By Pass Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhanbatu dengan mengendarai Mobil Mithsubishi Colt Diesel yang dikendarai oleh korban bermuatan getah (karet) gumpalan sebanyak 4000 Kg (Empat Ribu Kilogram) bersama-sama dengan Parenta
15
Berkas Perkara Nomor: BP/278/V/2011/Reskrim, Op. cit, hal. 8. E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya”, (Jakarta: Storia Grafika, 2002), hal. 336. Penyertaan adalah perbuatan dua orang atau lebih melakukan satu tindak pidana atau dengan kata lain ada dua orang atau lebih mengambil bahagian untuk mewujudkan satu tindak pidana. Sedangkan di hal. 391 buku ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan perbarengan (samenloop atau concursus) adalah beberapa tindak pidana yang dilakukan dan/atau dipertanggungjawabkan kepada satu orang atau beberapa orang dalam rangka penyertaan. Menurut Kanter dan Sianturi, jika beberapa tindak pidana dilakukan oleh beberapa orang pelaku juga termasuk perbuatan perbarengan (samenloop atau concursus). 16
Universita Sumatera Utara
Siregar, dihadang oleh pelaku dengan menggunakan 1 (satu) unit Mobil Daihatsu Terios BK 1310 YL warna silver. Ahmad Dahlan dan kawan-kawan keluar dari mobil dan menarik korban (Maratogu Harahap dan Parenta Siregar) dari Mobil Mithsubishi Colt Diesel dengan menodong korban menggunakan senjata api, mengikat tangan dan kaki serta menutup mata kedua korban dimasukkan ke dalam Mobil Daihatsu Terios BK 1310 YL. Mobil Mithsubishi Colt Diesel yang bermuatan getah (karet) gumpalan sebanyak 4000 Kg (Empat Ribu Kilogram) dikendalikan pelaku dan dibawa ke Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhanbatu untuk dijual. Sementara kedua korban diturunkan di sebuah parit dengan kondisi tangan dan kaki terikat tali serta mata ditutup. Kerugian yang ditimbulkan akibat pencurian dengan kekerasan tersebut sebesar Rp.320.000.000,- (tuga ratus dua puluh juta rupiah). Putusan Pengadilan Negeri Rantau Parapat Nomor: 1109/Pid.B/2011/PN-RAP memutus perkara pidana atas nama Nurdin Sipahutar alias Udin dengan pidana penjara 1 (satu) tahun 10 (sepuluh) bulan dikurangi masa tahanan. Sedangkan jika dipertimbangkan pencurian tersebut dilakukan secara bersama-sama (deelneming), melakukan kekerasan, yang menurut ancaman sanksi pidana dalam Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUH Pidana selama-lamanya 12 (dua belas) tahun penjara. Hukum pidana menyatakan “selama-lamanya” dan tidak menyebutkan sanksi minimal sehingga pasal ini membuka keleluasaan hakim menjatuhkan sanksi pidana dengan jumlah yang relatif singkat seperti sanksi pidana penjara yang diterapkan kepada Nurdin Sipahutar alias Udin tersebut.
Universita Sumatera Utara
Menarik untuk dikaji dan dilakukan penelitian tentang pencurian dengan kekerasan di sini mengingat bahwa pencurian tersebut dilakukan secara bersamasama atau perbuatan penyertaan (deelneming) yang selama ini menjadi target Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara Resor Labuhan Batu. Maka, dipilih “Peranan Kepolisian Resor Labuhan Batu Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan”, sebagai judul dalam penelitian ini.
B. Perumusan Masalah Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang, maka perumusan masalah yang diteliti adalah: 1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana pencurian dengan kekerasan menurut hukum pidana? 2. Apakah faktor-faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Polres Labuhan Batu? 3. Bagaimanakah Peranan Polres Labuhan Batu terhadap pencurian dengan kekerasan di wilayah hukumnya?
C. Tujuan Penelitian Tujuan untuk melakukan penelitian ini terkait dengan permasalahan di atas adalah: 1. Untuk mengetahui dan memahami unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan kekerasan menurut hukum pidana.
Universita Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Polres Labuhan Batu. 3. Untuk mengetahui dan memahami Peranan Polres Labuhan Batu terhadap pencurian dengan kekerasan di wilayah hukumnya.
D. Manfaat Penelitian Esensi suatu penelitian dapat memberikan sejumlah manfaat. Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, penelitian ini dapat membuka wawasan dan paradigma berfikir untuk mengetahui, memahami, dan mendalami permasalahan hukum dalam penegakan hukum terhadap pencurian dengan kekerasan di rantau parapat kabupaten labuhan batu, mulai dari proses penyidikan sampai pada putusan. Penelitian ini dapat pula sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya, dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. 2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi aparat Kepolisian hukum khususnya Kepolisian Resor Labuhan Batu.
E. Keaslian Penulisan Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama dengan permasalahan di atas, maka sebelumnya, peneliti telah melakukan penelusuran di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan di Perpustakaan Program Studi Magister Ilmu Hukum USU. Berdasarkan hasil penelusuran, tidak
Universita Sumatera Utara
ditemukan judul penelitian/tesis yang sama dengan permasalahan dan judul dalam penelitian ini. Sementara fokus pembahasan yang dikaji dalam penelitian ini, judul dan permasalahannya masih asli dan belum pernah diteliti sebelumnya. Oleh sebab itu, judul dan permasalahan di dalam penelitian ini, dinyatakan masih asli dan jauh dari unsur plagiat terhadap karya tulis orang lain. Penulis bertanggung jawab sepenuhnya apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan terdapat plagiat atau duplikasi dalam penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya.
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori Dalam kerangka Penegakan hukum tidak terlepas dari sistem hukum yang dianut suatu negara tertentu. Teori yang mendasari ini disebut dengan teori sistem hukum (legal system theory). Ada dua sistem hukum yang mendominasi negaranegara di dunia dan dibedakan atas sistem hukum civil law (continental europe legal system) yang bercirikan hukum dalam bentuk perundang-undangan tertulis dan sistem hukum common law (anglo american legal system) yang bercirikan hukum tidak tertulis dan putusan-putusan pengadilan terdahulu (precedent) sebagai sumber hukumnya. Subekti menyebut sistem hukum itu adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur merupakan keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran
Universita Sumatera Utara
untuk mencapai suatu tujuan. 17 Pandangan demikian juga disebutkan Sudikno Mertokusumo, suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan. 18 Senada dengan itu, Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra juga memandang hal yang sama luasnya ruang lingkup sistem hukum sebagai suatu kesatuan sistem besar yang tersusun atas sub-sub sistem yang kecil. Sub-sub sistem kecil itu misalnya bidang pendidikan hukum, pembentukan hukum, peraturan perundang-undangan, penerapan hukum, aparat penegak hukum, dan lain-lain, dan bidang-bidang lainnya. 19 Dengan begitu luasnya elemen-elemen yang terdapat dalam sistem hukum, Lawrence M. Friedman, mengelompokkannya dalam tiga kelompok yaitu: 20 a. Struktur hukum. Mencakup keseluruhan institusi-institusi hukum baik lembaga-lembaga pemerintahan maupun aparat penegak hukum seperti: Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Lembaga Pemasyarakatan, dan Advokat. b. Substansi hukum. Mencakup keseluruhan aturan hukum, norma hukum, dan asas hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan yang bersifat mengikat dalam bentuk peraturan perundangundangan. c. Kultur hukum. Mencakup pola, tata cara berfikir dan bertindak, baik atas karena kebiasaan-kebiasaan maupun karena perintah undang-undang, baik dari perilaku aparat penegak hukum dan pelayanan dari instansi pemerintah maupun dari perilaku warga masyarakat dalam menerjemahkan hukum melalui perilakunya, dan lain-lain.
17
R. Subekti, dalam H. Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999), hal. 169. 18 Ibid. 19 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 151. 20 Lawrence M. Friedman, dalam Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 204.
Universita Sumatera Utara
Struktur hukum, substansi hukum, dan kultur hukum menurut Soerjono Soekanto, merupakan elemen-elemen penting dalam penegakan hukum, jika salah satu elemen dari tiga kompenen ini tidak bekerja dengan baik, akan mengganggu elemen lainnya hingga pada gilirannya mengakibatkan penegakan hukum yang tidak diinginkan atau terjadi kepincangan hukum. Ketiga elemen ini menurut beliau merupakan bagian dan faktor-faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan karena jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan. 21 Sebagai faktor penentu apakah suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik atau tidak, Lawrence M. Friedman menekankannya pada kinerja aparatur hukum serta sarana dan prasarana hukum itu sendiri, substansi hukum, dan budaya hukum menyangkut perilaku. 22 Pengelompokan demikian tidak mengurangi luasnya sistem hukum sebagai suatu kompleksitas, tujuan pengelompokannya agar semua elemen mampu mencermatinya secara tajam dalam memahami keutuhan proseduralnya. Substansi hukum akan mampu bertahan dan evektif berlaku di masyarakat, apabila elemen struktur hukum dan kultur hukum dijalankan secara profesional. Keterkaitan elemenelemen ini secara profesional untuk memperkecil terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang pelaksanaan penegakan hukum. Pada prinsipnya KUHAP sudah mengatur sistem pengawasan yang dapat diwujudkan melalui koordinasi
21
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta, Rajawali, 1983), hal. 5. 22 Lawrence M. Friedman, diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, (Jakarta: Tatanusa, 2001), hal. 9.
Universita Sumatera Utara
fungsional dan instansional termasuk melakukan pendekatan dengan masyarakat. Hal ini berarti masing-masing elemen sama berdiri sejajar antar instansi yang satu dengan lainnya tidak berada dalam kerangka penegakan hukum. Dimana koordinasi pelaksanaan fungsi penegakan hukum antar instansi harus saling mematuhi ketentuan wewenang dan tanggung jawabnya demi kelancaran proses penegakan hukum. Profesionalisme dalam menjalankan tugas merupakan unsur paling penting misalnya kemampuan dan keterampilan secara personal dari aparat penegak hukum utamanya adalah kalangan petinggi-petinggi hukum. 23 Kelambatan, kekeliruan, tidak profesional, dan tidak memiliki kepemimpinan, dan keterampilan yang baik dari aparatur hukum maupun pada instansi pemerintahan tertentu mengakibatkan rusaknya jalinan pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi penegakan hukum dalam sistim hukum. Konsekuensinya adalah instansi yang bersangkutan dalam menangani perkara tidak akan berjalan untuk mencapai tujuan hukum dan keadilan bagi pencari keadilan. 24 Pada elemen struktur hukum misalnya yang terdiri dari lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Lembaga Pemasyarakatan, dan Advokat tergabung dalam
23
Ibid. Ibid, hal. 212-213. Teori tujuan hukum timur berbeda dengan tujuan hukum barat. Teori tujuan hukum timur umumnya tidak menempatkan ”kepastian” tetapi hanya menekankan pada tujuan ”keadilan adalah keharmonisan, dan keharmonisan adalah kedamaian”. Hal ini berbeda dengan tujuan hukum barat yang menghendaki ”kepastian”. Tujuan hukum di negara Indonesia memiliki kesamaan dengan konsep tujuan hukum barat, sebab sistim hukum yang berlaku adalah civil law hal ini dikenal dengan adanya asas konkordansi dalam penciptaan hukum yang ”pasti”. Indonesia seolah-olah terpaksa menggunakan konsep tujuan hukum barat, walaupun saat ini hukum di Indonesia sudah mulai berkembang ke arah konsep menciptakan hukum yang harmonis dalam masyarakat, namun dengan adanya perundang-undangan yang masih tetap berlaku, menunjukkan fakta bahwa Indonesia tetap mengadopsi tujuan hukum barat yakni ”kepastian”. 24
Universita Sumatera Utara
sistem yang dikenal dengan Sistem Peradilan Pidana (SPP) yang dalam bahasa lain disebut sebagai Criminal Justice System (CJS) telah menjadi sebuah mekanisme kerja dalam penegakan hukum dengan menggunakan pendekatan sistem. 25 Pendekatan sistem dimaksud di sini adalah penegakan hukum secara litigasi harus melibatkan elemen-elemen SPP atau CJS tersebut dalam penegakan hukum dimulai dari proses penyelidikan, penangkapan, penyidikan, penahanan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sampai pelaksanaan pidana di Lembaga Pemasyarakatan. 26 Kondisi demikian menunjukkan kedudukan dan fungsi strategis dari elemenelemen SPP sebagai ciri dari negara hukum (rechtsstaat). 27 Kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil. 28 Dalam negara konsep rechtsstaat, hukum sebagai urat nadi yang mangandung makna jika hukum tidak dijalankan dengan baik dan adil oleh penyelenggaranya, maka negara tersebut akan hancur. 29 Elemen-elemen tersebut harus dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan pada bidang masing-masing. Jika tugas, fungsi, dan wewenang itu tidak dijalankan dengan baik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan kode etik, niscaya pencapaian tujuan hukum tidak terealisasi sebagaimana mestinya. Salah satu dari elemen-elemen SPP tersebut adalah Kepolisian. Elemen ini berwenang dalam 25
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, (Jakarta: Putra Bardin, 1996), hal. 33. Lihat juga: Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggaran Hukum Dalam Konteks Penegakan Hukum di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1982), hal. 70. 26 Ibid, hal. 14. 27 Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 28 Frans Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Dasar Kenegaraan Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), hal. 295. 29 H. Ridwan Syahrani, Op. cit, hal. 169.
Universita Sumatera Utara
melakukan penyelidikan, penangkapan, penyidikan, penahanan, dan pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan setempat. Kepolisian sebagai salah satu bagian dari elemen SPP mempunyai kedudukan yang sentral dan posisi yang strategis di dalam suatu negara hukum karena selain Kepolisian berfungsi sebagai aparat penegak hukum, juga sebagai bagian dari pemerintahan yang bertugas di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dengan cara melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. 30 Tugas, fungsi, dan wewenang Kepolisian sebagai aparat penegak hukum harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan perundang-undangan dan kode etik Kepolisian Republik Indonesia yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian (UU Kepolisian). Sebagaimana dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Labuhan Batu terhadap pencurian dengan kekerasan, dilakukan melalui pendekatan sistem baik melalui dua kategori kebijakan yakni: penal (menerapkan hukum pidana) maupun non penal (di luar hukum pidana). Penerapan kebijakan tersebut dapat diuraikan lagi secara khusus yakni melalui langkah-langkah preemtif, preventif, dan refresif. Preemtif dan preventif termasuk dalam kategori kebijakan non penal sedangkan refresif masuk kategori penal. 31 Preemtif sebagai langkah pencegahan dilakukan secara dini melalui kegiatankegiatan edukatif yang tidak ada kaitannya dengan suatu pelanggaran atau tindak
30
Pasal 2 UU Kepolisian. Bandingkan dengan Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hal. 138, hal. 144, dan hal. 174. 31
Universita Sumatera Utara
pidana namun dilakukan pendekatan terhadap masyarakat dengan sasaran mempengaruhi faktor-faktor kondusif penyebab (kriminogen) terjadinya pelanggaranpelanggaran dan kejahatan. Misalnya tim Kepolisian melakukan kegiatan seminar, melakukan kegiatan keagamaan, pendidikan, dan lain-lain. Preventif adalah pencegahan yang mempriotitaskan pada pengawasan dan pengendalian secara langsung yang sudah ada kaitannya dengan pelanggaran atau tindak pidana yang akan muncul. Misalnya pencegahan dengan melakukan pengawalan objek-objek vital termasuk mengawal mobil-mobil yang mengangkut barang-barang dagang jika diperlukan. Upaya preemtif dan preventif bukan semata-mata dibebankan kepada PoIri, namun juga melibatkan instansi terkait seperti Bea dan Cukai, Guru, Pemuka Agama, Akademisi, dan tidak terlepas dari dukungan maupun partisipasi masyarakat. Refresif merupakan upaya penindakan dan penegakan hukum atau penerapan hukum pidana terhadap pelanggaran dan kejahatan yang telah terjadi dengan sanksi yang tegas dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 32 Dalam rangka penegakan hukum di wilayah hukum Polres Labuhan Batu terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan (curas) masuk dalam kategori pendekatan sistem dalam kerangka SPP yakni menerapkan hukum pidana (kebijakan penal) terhadap pelaku pencurian. Walaupun disebutkan fokusnya di wilayah hukum Polres Labuhan Batu namun tidak tertutup kemungkinan proses hukum yang dijalankan untuk menindak pelaku dalam kasus curas melibatkan semua elemen
32
Awaloedin Djamin, Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Sistem Ketatanegaraan: Dulu, Kini, dan Esok, (Jakarta: PTIK Press, 2007), hal. 54.
Universita Sumatera Utara
dalam SPP seperti Kejaksaan, Kehakiman, Lembaga Pemasyarakatan, dan Advokat. Selain melalui pendekatan sistem, sesuai dengan amanat UU Kepolisian, Polres Labuhan batu juga melakukan pendekatan terhadap masyarakat setempat untuk dapat mengungkap kasus curas tersebut dan dibawa ke sidang pengadilan. Tentunya hubungan koordinasi elemen-elemen SPP tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang secara organisatoris terpisah namun tetap melakukan koordinasi lintas intansi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya saling terkait satu sama lain, dalam arti adanya suatu koordinasi fungsional dan instansional serta adanya sinkronisasi dalam pelaksanaan proses hukum. 33 Koordinasi pelaksanaan fungsi penegakan hukum antar instansi saling mematuhi ketentuan wewenang dan tanggung jawab dalam perundang-undangan dan kode etik demi kelancaran proses penegakan hukum. 2. Landasan Konsepsional Landasan konsepsional digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa istilah untuk menghindari kesimpangsiuran dalam memahami dan menafsirkan definisi/pengertian. Landasan konsepsional dimaksud adalah sebagai berkut: a. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam menurut hukum pidana (KUH Pidana). 34 b. Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindak pidana yang memenuhi semua unsur dalam Pasal 365 KUH Pidana. 33
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal. 116. 34 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 57.
Universita Sumatera Utara
c. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 35 d. Penegakan hukum adalah serangkaian tindakan aparat penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana untuk menerapkan hukum. e. Faktor kriminogen adalah faktor-faktor kondusif yang dapat mempengaruhi atau sebagai penyebab terjadinya pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan (kriminalitas). f. Peran Kepolisian adalah pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Polisi di wilayah hukum Polres Labuhan Batu yang terdiri dari tiga kabupaten sekaligus yakni: Kabupaten Labuhan Batu Induk, Labuhan Batu Selatan, dan Labuhan Batu Utara.
G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yakni penelitian terhadap asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan menggambarkan fakta-fakta mengenai tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Kepolisian Resor Labuhan Batu dalam bentuk uraian secara 35
Pasal 1 ayat (2) KUHAP.
Universita Sumatera Utara
sistematis dengan menjelaskan hubungan antara fakta dengan peraturan perundangundangan yang menyangkut peranan Kepolisian menurut peraturan perundangundangan. Sebagai data untuk memperkuat argumentasi-argumentasi dalam penelitian ini dilakukan wawancara langsung kepada aparat Kepolisian di Polres Labuhan Batu. 2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan (field research) sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan (field research). Data sekunder dibagi dalam 3 (tiga) bahan hukum, yaitu: a. Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti: buku-buku, makalah hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah, majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari internet, surat kabar sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia.
Universita Sumatera Utara
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka (library research) dan studi dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan kantor Polres Labuhan Batu dengan melakukan identifikasi terhadap data yang ada. Selain itu, dilakukan studi lapangan (field research) berupa wawancara mendalam kepada beberapa informan diantaranya: aparat penegak hukum di Polres Labuhan Batu, pemuka masyarakat, kepada korban curas Maratogu Harahap sebagai Pelapor yang mengalami langsung kejadian tersebut. Kemudian wawancara terhadap pelaku Ahmad Dahlan Pasaribu untuk memperoleh data tentang bagaimana kronologis yang dilakukan terkait dengan curas yang terjadi. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan lapangan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh kaitannya dengan pasal-pasal dalam perundang-undangan terkait dengan tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Data tersebut kemudian disistematisasikan
sehingga
menghasilkan
klasifikasi
yang
selaras
dengan
permasalahan dalam penelitian ini. 4. Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu analisis yang bertolak dari data dengan memanfaatkan teori yang ada sebagai penjelas dan berakhir dengan suatu teori. Data yang dianalisis secara kualitatif yakni mendasarkan pada analisis terhadap kaidah, asas, norma-norma hukum yang terdapat dalam KUH Pidana dan KUHAP serta UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, kemudian
Universita Sumatera Utara
disistematisasikan sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan. Analisis dilakukan dengan memberikan argumentasi-argumentasi yuridis terhadap permasalahan mengenai penilaian apa dan bagaimana yang semestinya menurut kaidah, asas, norma-norma hukum yang terdapat dalam perundangundangan. Data akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya dinyatakan secara deskriptif yaitu menggambarkan dan mengungkapkan argumentasi yang menjadi dasar hukumnya dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.
Universita Sumatera Utara