BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Revolusi fisik tahun 1945-1949 di Indonesia telah menguras tenaga seluruh rakyat Indonesia, baik laki-laki, wanita, yang tua maupun muda semuanya turut bahu-membahu berjuang di garis depan. Pada masa revolusi ini, tidak sedikit kaum wanita menunjukkan kemampuannya untuk ikut berjuang bersama para gerilyawan Republik Indonesia. Sejalan dengan pekik kemerdekaan, kaum wanita sebagai bagian dari bangsa secara spontan memberikan sambutan dan dukungannya dengan menyumbangkan tenaga maupun pemikiran. Waktu itu, rakyat merupakan kekuatan utama dalam menghadapi musuh. Revolusi nampaknya mendorong lahirnya kelompok atau organisasi pejuang wanita, kelompok-kelompok atau laskar-laskar wanita tersebut turut berpartisipasi aktif dalam kancah perjuangan. Keputusan untuk mendirikan kelompok perjuangan ini tentu merupakan langkah yang cukup berani. Melihat prespektif umum masyarakat bahwa wanita adalah makhluk yang lemah, tugasnya hanya berkutat di dapur, sumur, dan kasur. Bahkan untuk struktur kekerabatan dengan fungsi dan perannya telah diatur serta dibatasi oleh adat.1 Kondisi yang seperti itulah gerak wanita menjadi sangat terbatas,
1
Cora Vreede-De Stuers, Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan dan Pencapaian. Jakarta: Komunitas Bambu, 2008, hlm. xi.
1
2
namun pada masa revolusi fisik kemampuan mereka tidak lagi dipandang sebelah mata. Setelah Jepang meninggalkan Indonesia organisasi-organisasi wanita bentukan Jepang dihapuskan dan diganti dengan organisasi bentukan pemerintah Indonesia. Berbagai organisasi wanita bermunculan mulai dari kegiatan sosial, pendidikan, bahkan kemiliteran. Hal tersebut didukung dengan tumbuhnya semangat revolusi yang menggebu di hati rakyat Indonesia. Pada bidang kemiliteran kemudian banyak berdiri kelaskarankelaskaran wanita, sebagian besar anggotanya adalah pemudi. Diantara laskar-laskar wanita di Indonesia terdapat Laskar Wanita Indonesia Bandung, Laskar Pocut Baren Aceh, Laskar Muslimat Palembang, dan Laskar Putri Indonesia Surakarta.2 Lahirnya laskar-laskar wanita tersebut membuktikan bahwa mereka juga ingin menjadi bagian dari revolusi atau “menjadi Republikan”. Periode 1945-1949 merupakan periode Revolusi Kemerdekaan RI yang melibatkan seluruh unsur kekuatan rakyat. Salah satunya Laskar Putri Indonesia3 (LPI) dan Laskar Wanita Indonesia4 (Laswi) yang turut menyumbangkan kekuatannya. LPI merupakan badan perjuangan wanita yang berdiri pada 30 Oktober 1945 di Surakarta bergerak di kegiatan militer. Laswi merupakan kelaskaran wanita yang lahir di Bandung pada 12 Oktober 2
Djumarwan, Laskar Putri Indonesia. Yogyakarta: Lembah Manah, 2010, hlm. 2. 3
Selanjutkan akan menggunakan LPI saja.
4
Selanjutkan akan menggunakan Laswi saja.
3
1945 yang juga bergerak dalam kegiatan militer. Kelaskaran ini terbentuk berkat dorongan semangat gadis-gadis Surakarta dan Bandung yang bertekad untuk membentuk kesatuan bersenjata seperti halnya pejuang laki-laki. Dua kelaskaran wanita tersebut
pada perjuangannya sempat
melakukan penggabungan, hal tersebut dikarenakan tujuan perjuangan laskar yang hampir sama. Guna menyatukan kekuatan untuk menghadapi penjajahan maka penggabungan tersebut berlanjut dengan peleburan nama LPI di bawah naungan Laswi. Meskipun tujuan perjuangan antar laskar sama, namun tidak menuntut kemungkinan bahwa penggabungan tersebut berjalan lancer. LPI dan Laswi hanya mampu berjuang bersama-sama dalam waktu yang singkat, kerjasama mereka terhenti pada bulan ketiga setelah penggabungan. Pisahnya LPI dan Laswi tidak lantas menghentikan perjuangan masing-masing laskar, selepas dari Laswi LPI masih tetap melanjutkan pengabdiannya kepada bangsa dengan membantu perjuangan di sekitar Surakarta. Tanggal 19 Desember 1948, Angkatan Perang kerajaan Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua dengan tujuan menghancurkan Republik Indonesia. Secara mendadak pasukan elitenya, antara lain Korps Speciale Troepen (KST), dibantu dengan kekuatan udaranya melakukan serbuan udara untuk merebut lapangan udara Maguwo, di Yogyakarta.5 Pasukan-pasukan RI merasa terdesak dan mengundurkan diri ke luar kota dan memulai perang gerilya secara besar-besaran. Sampai akhir bulan Desember 5
Himawan Soetanto, Yogyakarta 19 desember 1948: Jenderal Spoor (Operatie Kraai) versus Jenderal Sudirman (Perintah Siasat No. 1). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009, hlm. xxx
4
semua kota besar di Jawa dan Sumatera telah jatuh ke tangan Belanda. Satusatunya wilayah besar yang tidak dikuasai Belanda adalah Aceh.6 Melihat kondisi RI yang genting seperti itu, dengan didudukinya ibukota sementara RI oleh Belanda membuat semangat rakyat Indonesia terpecut dan LPI tidak ketinggalan ikut berjuang. LPI yang semula beroperasi di daerah Surakarta hijrah ke daerah-daerah sekitarnya untuk membantu para gerilyawan termasuk ke Yogyakarta. Perjuangan LPI di Yogyakarta mendapat sambutan hangat dari kelaskaran rakyat lainnya yang ada di Yogyakarta. Hal itu dibuktikan dengan bergabungnya LPI dengan pasukan TNI dalam kesatuan SWK 102 dan SWK 105. Melihat ketangguhan LPI turut dalam perjuangan Revolusi Fisik ini mengaburkan pandangan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah. Penulis sangat tertarik membahas tentang Laskar Putri Indonesia ini. Alasan pertama, perjuangan LPI di front depan yang begitu berani, memanggul senjata api dan merakitnya sendiri bagi penulis adalah hal istimewa padahal mereka perempuan. Kedua, kelaskaran wanita ini juga mengalami proses fusi (penggabungan) dengan kelaskaran lain yaitu Laskar Wanita Indonesia (LASWI) namun penggabungan dibawah nama LASWI ini hanya bertahan sebentar, maka dari itu penulis ingin mengetahui konflik dan kegiatan-kegiatan
LPI
di
dalam
LASWI
dalam
mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah 6
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, hlm. 347.
5
Batasan masalah pada penulisan skripsi ini adalah peranan Laskar Putri Indonesia dalam Revolusi Fisik di Yogyakarta (1948-1949) dan penggabungannya dengan Laskar Wanita Indonesia. Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas maka, penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang berdirinya Laskar Putri Indonesia? 2. Bagaimana proses penggabungan Laskar Putri Indonesia dengan Laskar Wanita Indonesia? 3. Bagaimana peran Laskar Putri Indonesia pada Perang Kemerdekaan II di Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum a. Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berpikir logis, kritis, sistematis, analitis serta objektif sesuai dengan metodologi dalam mengkaji proses terjadinya suatu peristiwa sehingga dapat memahami segala bentuk nilai yang terkandung di dalamnya. b. Melatih
penyusunan
sebuah
karya
sejarah
dalam
rangka
mempraktikan metodologi sejarah dan historiografi yang diperoleh dalam
proses
perkuliahan
sehingga
diharapkan
mampu
menghasilkan karya tulis sejarah yang kritis, obyektif dan berkualitas.
6
c. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. 2.
Tujuan Khusus a. Mengetahui latar belakang berdirinya Laskar Putri Indonesia. b. Mengetahui dan mengkaji latar belakang penggabungan Laskar Putri Indonesia dengan Laskar Wanita Indonesia. c. Menjelaskan
peran
Laskar
Putri
Indonesia
pada
Perang
Kemerdekaan II di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pembaca a. Pembaca diharapkan dapat memperoleh pengetahuan yang jelas mengenai sejarah Laskar Putri Indonesia. b. Pembaca diharapkan memperoleh deskripsi yang jelas berkenaan dengan peranan Laskar Putri Indonesia masa Revolusi Fisik di Yogyakarta. c. Memberikan tambahan wawasan mengenai sejarah bergabungnya Laskar Putri Indonesia dengan Laskar Wanita Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 2. Bagi Penulis a. Melatih kemampuan penulis dalam meneliti, menganalisis, dan merekonstruksi peristiwa sejarah dalam bentuk karya sastra ilmiah.
7
b. Memberikan wawasan sejarah yang kritis dan berfaedah bagi penulis terutama sejarah Laskar Putri Indonesia di Yogyakarta masa Revolusi Fisik. c. Menambah cakrawala kesejarahan bagi penulis sebagai sarana untuk memperkaya pengetahuan mengenai peran Laskar Putri Indonesia
dalam
mempertahankan
kemerdekaan
Republik
Indonesia.
E. Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan telaah terhadap pustaka atau literatur yang menjadi landasan pemikiran dalam penelitian.7 Hal ini dilakukan untuk membantu penulis dalam memahami konsep yang akan dibahas. Kajian pustaka juga membantu penulis dalam mendapatkan informasi umum yang dapat digunakan sebagai sumber penelitian selanjutnya. Maka dari itu, skripsi ini juga menggunakan kajian pustaka dengan beberapa literatur baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung. Terbentuknya LPI dipelopori oleh tiga bersaudara yaitu Ibu Srini, Ibnoe Umar, dan Sarwenten kemudian dibantu dengan teman-temannya yang lain. Tujuan dibentuknya LPI adalah membentuk pasukan tempur
7
Daliman, Pedoman penulisan Tugas Akhir skripsi, (Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Sejarah FISE UNY, 2003), hlm. 3.
8
wanita yang akan berjuang bersama pasukan pria dan pasukan bantuan untuk garis depan dan garis belakang.8 Laswi merupakan satuan perempuan perjuangan yang dibentuk di Bandung pada 12 Oktober 1945 oleh Sumarsih Subiyati Aruji Kartawinata, istri Aruji Kartawinata, komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Divisi III Jawa Barat, yang kelak menjadi Divisi Siliwangi.9 Buntut dari Perjanjian Renville, yang mengharuskan Republik mengosongkan wilayah-wilayah yang dikuasai TNI, sehubungan dengan itu sebagian anggota Laswi juga ikut hijrah ke Yogyakarta. Jawaban permasalah dari rumusan masalah pertama, dapat penulis temukan dari beberapa literature antara lain, buku yang berjudul Siliwangi dari Masa ke Masa Edisi ke-2 yang disusun oleh DISJARAHDAM VI/SILIWANGI tahun 1979. Buku tersebut menjelaskan tentang kegiatankegiatan
Laswi
dalam
perjuangan
mempertahankan
Kemerdekaan
Indonesia. Selain itu, penulis juga menggunakan buku dari Djumarwan yang berjudul Laskar Putri Indonesia terbitan tahun 2010 oleh Penerbit Lembah Manah. Perpindahan Pasukan Siliwangi ke Ibukota Yogyakarta yang diikuti oleh sebagian keluarga serta anggota Laswi mendapat sambutan dari masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya. Serangan Belanda secara mendadak
8
KOWANI, Sejarah Setengah Abad Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1986, hlm. 101. 9
“Perempuan di Garis Depan”. dalam Historia, Nomor 1 Tahun 2012, hlm. 123.
9
ke Yogyakarta juga mendapat perhatian dari LPI, mereka berbondongbondong hijrah ke Yogyakarta turut membantu para pejuang. Pertemuan kedua laskar wanita ini membawa suatu hubungan kerjasama, keduanya dilebur menjadi satu kelaskaran guna membangun kekuatan yang lebih kuat dalam menghadapi musuh. Dalam penggabungan ini nama LPI dihilangkan, digantikan dengan nama Laswi. Akan tetapi penggabungan kedua laskar tersebut tidak bertahan lama karena beberapa konflik yang terjadi antara Eks anggota LPI dan Laswi.10 Jawaban permasalahan diatas penulis dapatkan dari sebuah buku terbitan Yayasan Wirawati Catur Panca yang berjudul
Lahirnya
Kelasykaran Wanita dan Wirawati Catur Panca diterbitkan tahun 1992, buku dengan 239 halaman tersebut menjelaskan secara detail sejarah laskarlaskar wanita yang ada di Indonesia pada masa revolusi, termasuk di dalamnya yaitu LPI dan Laswi. Peranan LPI dalam Revolusi Fisik di Yogyakarta tahun 1948-1949 sebagian besar penulis dapatkan dari beberapa buku, antara lain kumpulan esai tulisan pejuang-pejuang wanita Indonesia yaitu Seribu Wajah Wanita Pejuang dalam Kancah Revolusi ’45 yang diterbitkan oleh Grasindo tahun 1995 buku ini memuat pengalaman-pengalaman pejuang wanita yang tergabung dalam LPI pada saat berjuang di Yogyakarta. Selain itu akan dikaji dengan buku dari Paguyuban Wanita Pejuang dengan judul Wanita Pejuang yang diterbitkan oleh Grasindo 1995, serta buku dari KOWANI
10
Djumarwan, op. cit., hlm. 64.
10
yang berjudul Sejarah Setengah Abad Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia Cetakan II diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1986. Pembubaran LPI tidak menghentikan semangat perjuangan para anggotanya. Pada agresi militer kedua yang terjadi di Yogyakarta mantan anggota LPI tergugah hatinya untuk terus melakukan pengabdian kepada bangsanya, maka berangkatlah Srini dan beberapa anggota lainnya ke Yogyakarta dan bergabung dengan kesatuan perjuangan lainnya di sana. Kegiatan-kegiatan LPI dan perannya dalam revolusi fisik di Yogyakarta tahun 1948-1949 antara lain ikut dalam membantu Polisi Tentara dalam mengawasi blockade ekonomi, bertugas dalam pertahanan kota, membantu di PMI dan dapur umum, ataupun menjadi kurir dan membuat senjata.11 Perjuangan di Yogyakarta LPI bergabung dengan SWK 102 dan SWK 105. Bekal pengetahuan tentang militer dan bidang persenjataan yang diterima pada saat pendidikan di LPI sangat berguna pada saat itu.
F. Historiografi yang Relevan Menurut Paul Veyne, menulis sejarah merupakan suatu kegiatan intelektual dan ini suatu cara yang utama untuk memahami sejarah.12 Seorang sejarawan yang akan menulis suatu karya tulis sejarah harus
11
Irna H. N. dan Hadi Soewito (peny), Seribu Wajah Wanita Pejuang dalam Kancah Revolusi ’45. Jakarta: Grasindo,1995, hlm. 189. 12
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak, 2007, hlm. 156.
11
menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan sejarah masa lampau. Tahap penulisan sejarah mendorong penulis untuk mengerahkan semua kemampuannya, tidak saja membutuhkan keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan, namun juga membutuhkan pemikiran yang kritis serta analisis yang tajam terhadap suatu masalah, untuk menghasilkan sebuah penulisan utuh yang disebut historiografi.13 Historiografi dapat berupa buku sejarah, disertasi, tesis, atau skripsi yang kevalidannya dapat dipertanggung jawabkan. Sebagai suatu penyajian peristiwa masa lampau, diperlukan suatu proses analisis dan perbandingan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu yang dapat digunakan sebagai bahan analisa dan perbandingan dinamakan historiografi yang relevan. Oleh karena itu, dalam skripsi ini penulis menggunakan historiografi yang relevan sebagai berikut. Skripsi pertama yang berjudul Peranan Laskar Wanita dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang ditulis oleh Tri Pamungkas Pemiluwati, seorang mahasiswa Universitas Sebelas Maret 2004. Penelitian ini membahas mengenai peranan Laskar Wanita Indonesia (Laswi) dalam Peristiwa Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta. Penelitian ini membahas tentang sejarah berdirinya Laswi di Bandung, kegiatankegiatan Laswi dalam perjuangan kemerdekaan, dan peranannya dalam Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta yang mengurusi dapur umum.
13
Ibid.
12
Skripsi kedua yaitu berjudul Laskar Wanita Indonesia (Laswi) Pada Masa Perang Kemerdekaan (1945-1949): Peran Laswi di Yogyakarta Periode 1945-1949, yang ditulis oleh Sri Minarti seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini membahas tentang peranan Laswi secara umum mulai terbentuknya Laswi hingga pembubarannya, dan secara khusus membahas tentang Laswi cabang Yogyakarta beserta kegiatankegiatannya. Persamaan kedua penelitian di atas dengan yang disusun penulis yaitu sama-sama membahas tentang Laswi dalam periode 1948-1949. Perbedaan skripsi yang penulis susun dengan skripsi di atas adalah penulis mencoba membahas peranan Laswi dalam konteks yang berbeda, yaitu pada masa penggabungan Laswi dengan LPI di Yogyakarta. Selain itu, penulis tidak hanya membahas tentang kegiatan Laswi di Jawa Barat, namun juga membahas tentang laskar wanita lainnya yaitu LPI, serta kegiatankegiatannya dalam revolusi fisik di Yogyakarta.
G.
Metode Penelitian Metode berhubungan dengan suatu prosedur atau proses dalam disiplin ilmu tertentu untuk menemukan objek (bahan-bahan) yang diteliti. Kaitannya dengan ilmu sejarah, metode sejarah ialah “bagaimana mengetahui sejarah”. Sejarawan ingin mengetahui sejarah suatu peristiwa, tentunya yang harus dilakukan adalah dengan menempuh prosedur sistematis dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data (bahan-
13
bahan) sejarah, baik berupa arsip-arsip dan perpustakaan, maupun wawancara langsung dengan pelaku sejarah yang hidup pada zaman tersebut. Selain itu sejarawan harus memahami pula ilmu metodologis, teoritis, atau pun filsafat. Intinya seorang sejarawan dapat menggunakan ilmu metode itu pada tempat yang seharusnya.14 Pada umumnya metode sejarah merupakan suatau proses yang terdiri dari
empat
langkah,
yaitu:
heuristic,
verifikasi,
interpretasi,
dan
historiografi. Sejarah sebagai disiplin ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mengungkapkan peristiwa sejarah masa lampau agar menghasilkan karya sejarah yang kritis, ilmiah, dan objektif. Metode sejarah adalah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang bahan, kritik, interpretasi dan penyajian sejarah. Menurut Nugroho Notosusanto, metode sejarah mempunyai empat langkah kegiatan15 yang harus dicermati adalah sebagai berikut: 1. Heuristik Heuristik adalah sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau materi sejarah, atau evidensi sejarah.16 Tanpa adanya sumber, sebuah karya sejarah hanyalah sebuah cerita rekaan. Helius Sjamsuddin menganggap sumber sejarah
14
Helius Sjamsuddin, op.cit, hlm. 13-15.
15
Nugroho Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitian penulisan Sejarah. Jakarta: Dephankam, 1971, hlm. 35. 16
Helius Sjamsuddin, op.cit., hlm. 86
14
sebagai hal yang berkaitan langsung atau tidak, yang menceritakan kepada kita ikhwal suatu kenyataan atau kegiatan manusia.17 Pada tahap ini peneliti akan mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sesuai dengan apa yang akan diteliti menggunakan studi kepustakaan. Langkah heuristik dilakukan setelah penulis menentukan topik penelitian. oleh karena itu pengumpulan sumber dalam penelitian ini akan dihimpun sumber-sumber atau literature yang berkaitan dengan topik peneliti yakni Laskar Putri Indonesia, revolusi fisik di Yogyakarta tahun 1948-1949, dan aktivitas perjuangan Laskar Putri Indonesia dan Laskar Wanita Indonesia di Yogyakarta. Tempat-tempat yang dijadikan penulis untuk pencarian dan pengumpulan sumber antara lain: Laboraturium Jurusan Pendidikan Sejarah, Perpustakaan FIS, Perpustakaan UPT UNY, Perpustakaan Kolsani Ignatius Yogyakarta, Perpustakaan UPT UGM, dan Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Perpustakaan Museum Benteng Vredeburg, dan Perpustakaan Monumen Jogjakarta Kembali. Dari proses tersebut penulis mendapatkan sumber-sumber baik sumber primer maupun sekunder. Sumber primer yaitu sumber yang disampaikan oleh pelaku atau saksi mata baik yang berbentuk dokumen seperti catatan rapat, arsip pemerintah dan organisasi massa ataupun hasil wawancara
17
Ibid., hlm. 80
15
langsung dari pelaku atau saksi mata dalam peristiwa sejarah. 18 Sejauh ini penulis sudah menemukan beberapa sumber primer seperti: a. Arsip 1) Arsip Monumen Perjuangan Mandala Bhakti Semarang, berisi tentang Susunan Keanggotaan Laskar Putri Indonesia. 2) Arsip ANRI, Kementerian Penerangan, No. 86, berisi tentang Penjelasan Perihal Kedudukan Daerah-daerah yang Dinamakan “Daerah Renville” Republik.
b. Narasumber 1) Ibu Sri Temu 84 tahun, merupakan eks anggota LPI di Surakarta. 2) Ibu Iman Sudijat 94 tahun, merupakan eks Sekretaris KOWANI di Yogyakarta. Sumber sekunder adalah sumber yang berasal dari seseorang yang bukan pelaku atau saksi peristiwa tersebut, dengan kata lain hanya tahu informasi dari kesaksian orang lain19 Sumber sekunder ditujukan pada majalah, dan buku-buku yang memiliki korelasi dengan sumber primer yang sudah ada. Majalah, surat kabar, dan buku-buku yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut: c. Buku
18
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, hlm. 65 19
I Gde Widja, Sejarah Lokal dan Prespektif dalam pengajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998, hlm. 18.
16
Panitia Peresmian Monumen. (1989). Buku Kenang-Kenangan Peresmian Monumen Laskar Putri Indonesia. Surakarta: Kartika Tama. Disjarahdam VI/ Siliwangi. (1979). Siliwangi dari Masa ke Masa. Bandung: Angkasa Bandung. Djumarwan. (2010). Laskar Putri Indonesia. Yogyakarta: Lembah Manah KOWANI. (1986). Sejarah Setengah Abad Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia Cetakan II. Jakarta: Balai Pustaka. Seribu Wajah Wanita Pejuang dalam Kancah Revolusi ’45. Jakarta: Grasindo. 1995. Paguyuban Wanita Pejuang. (1995). Wanita pejuang. Jakarta: Grasindo. Wirawati Catur Panca. (1992). Lahirnya Kelasykaran Wanita dan Wirawati Catur Panca. Jakarta: Yayasan Wirawati Catur Panca.
d. Jurnal Hisbaron Muryantoro, (2006), “Pemberontakan Rakyat Indonesia Putri 1945-1948”, Jantra, Vol. I. No.2, hlm. 61-66. Suhatno. (2006), “Sumbangan Wanita Yogyakarta pada masa Revolusi”, Jantra, Vol. I. No.2, hlm. 67-74. e. Majalah atau Koran Anton Lucas, (1996), “Pengalaman Wanita Selama Zaman Pendudukan dan Revolusi, 1942-1950”, Prisma, No. 5 Tahun XXV Mei, hlm. 17-27. Muhammad Khamdi, (2012), “Kisah Suharni, Anggota Laskar Putri”, Soloraya, Edisi Senin, 24 Desember, hlm.II 2. Verifikasi
17
Verifikasi atau kritik sumber adalah memilih dan menguji sumber-sumber, sehingga benar-benar merupakan sumber sejarah yang dapat dipertanggung jawabkan demi terciptanya penelitian sejarah yang berkualitas. Tujuan dari kritik sumber adalah setelah sejarawan
berhasil
mengumpulkan
sumber-sumber
dalam
penelitiannya, ia tidak akan menerima begitu saja apa yang tertulis dan tercantum pada sumber-sumber itu. Langkah selanjutnya yakni menyaring secara kritis agar terjaring fakta yang sesuai dengan pilihannya.20 Terdapat dua macam kritik sumber, yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal dikenal juga sebagai tahap untuk menguji otentisitas, atau keabsahan sumber. Kritik eksternal digunakan untuk menjawab pertanyaan dari mana sumber itu berasal. Kritik eksternal ini lebih melihat bagian formal dari sumber. Pada sumber primer, harus diteliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, huruf-hurufnya, dan semua penampilan luarnya untuk mengetahui otentisitasnya.21 Selain
menggunakan
kritik
eksternal
peneliti
juga
menggunakan kritik internal untuk mengetahui validitas isi sumber.
22
Kritik ini merupakan pemeriksaan terhadap isi sumber yang bertujuan 20
Helius Sjamsuddin, op.cit., hlm. 131.
21
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994. hlm. 102. 22
Ibid.
18
untuk membuktikan apakah kesaksian dan pernyataan sumber dapat diandalkan atau tidak.23 Guna membuktikannya dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu dengan mengetahui isi dari catatan perjalanan pelaku atau saksi dan dengan mengetahui apakah sumber tersebut jujur atau tidak. Kemudian untuk mengetahui jujur atau tidaknya sumber tersebut menggunakan perbandingan pernyataan dengan sumber lain yang sependapat atau tidak.24 Penulis
berupaya
menggunakan
kritik
eksternal
untuk
mengetahui otentisitas data berupa dokumen-dokumen dan surat kabar atau majalah sejaman mengenai Laskar Putri Indonesia. Sejauh ini sumber-sumber yang ditemukan penulis seperti laporan susunan keanggotaan LPI bentuknya asli sezaman dilihat secara kasat mata baik dari jenis kertas, tahun pembuatan, ejaan dan gaya bahasa maupun penerbitnya. Sedangkan kritik internal digunakan penulis dalam melihat keaslian dari informasi/data yang akan diambil. Tentunya akan dibandingkan dengan sumber-sumber yang lain (buku, jurnal, atau artikel) agar lebih kredibel. 3. Interpretasi Setelah mendapatkan fakta sejarah tahap selanjutnya adalah interpretasi. Interpretasi adalah untuk menetapkan makna yang saling berhubungan dengan fakta-fakta yang diperoleh setelah diterapkan 23
Ibid.
24
Helius Sjamsuddin, op.cit., hlm. 252.
19
kritik sumber. Interpretasi dapat diartikan sebagai penciptaan fakta baru (sintesis) dengan menafsirkan berbagai fakta yang ada dalam sumber-sumber. Setiap peneliti sejarah dapat saja memiliki sintesis yang berbeda meskipun berawal dari sumber yang sama.25 Interpretasi mempunyai dua bagian yaitu analisis (berarti menguraikan) dan sintesis (berarti menyatukan). 4. Historiografi Setelah melakukan beberapa tahapan, tahap terakhir dari penelitian sejarah adalah penulisan (historiografi). Penulisan ini disusun secara ilmiah karena ditujukan untuk penelitian skripsi. Penulisan ini akan fokus terhadap penggabungan Laskar Putri Indonesia dengan Laskar Wanita Indonesia dan peranan Laskar Putri Indonesia pada Revolusi fisik di Yogyakarta tahun 1948-1949, yang pada saat itu mempunyai pengaruh besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
H. Pendekatan Penelitian Penulisan sejarah merupakan bentuk dan proses pengkisahan atas peristiwa-peristiwa manusia yang telah menjadi masa lampau. Dalam penulisan suatu karya sejarah sangat membutuhkan bantuan konsep maupun teori-teori dari ilmu-ilmu sosial lainnya untuk mempertajam serta
25
Kuntowijoyo, op.cit., hlm. 104.
20
memperjelas penulisan.26 Permasalahan pada skripsi ini dapat diperjelas dengan menggunakan pendekatan psikologi , sosiologis dan militer. Pendekatan yang pertama yaitu pendekatan psikologis, pendekatan ini digunakan untuk melihat semangat Laskar Putri Indonesia dari sundut pandang psikologi. Psikologi dalam mengkaji sejarah dapat dibagi menjadi dua macam, psikologi kelompok dan psikologi individual. Masing-masing menghasilkan cabang sejarah yang mengkaji dan menganalisis kelompok manusia dan individu pada masa lampau. Cabang pertama disebut sejarah mentalitas dan kedua adalah psikohistori (pengkajian sejarah yang menggunakan psikologi).27 Laskar Putri Indonesia dapat dikategorikan sebagai kesadaran akan upaya melawan penjajah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang tertuang dalam semangat perjuangan anggotanya. Selain itu adalah sebuah kesadaran psikologis terlihat dari semangat para remaja putri yang berbondong-bondong mengikuti latihan militer. Semangat ini dapat diamati juga dari perjuangan anggota LPI yang rela meninggalkan orang tua, saudara, dan sekolahnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pendekatan yang kedua yaitu pendekatan sosiologis dengan membahas tentang teori struktural fungsional. Teori ini menyatakan bahwa masyarakat dilihat sebagai suatu totalitas yang berhubungan antara satu dan lainnya, serta
26
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993, hlm. 3. 27
Helius Sjamsuddin, op.cit., hlm. 328.
21
mempunyai suatu dinamika dalam dirinya.28 Teori ini digunakan sebagai alat untuk melihat seberapa besar pengaruh sosok pemimpin dalam Laskar Putri Indonesia. Teori tersebut juga dapat mengkaji fungsi pemimpin yang kharismatik, teman seperjuangan yang loyal, dan anggota laskar lainnya yang mempunyai peran penting dalam struktur organisasi LPI. Beberapa sumber menyebutkan bahwa LPI pada saat pindah di Yogyakarta pernah bergabung dengan LASWI, namun penggabungan ini tidak bertahan lama hanya 3 bulan saja. Hal tersebut disinyalir karena ketidak cocokkan antara anggota LPI dengan LASWI, selain itu sosok pemimpinlah yang mempengaruhi anggota LPI untuk tetap setia bergabung dibawah nama Laskar Putri Indonesia, bukan organisasi ataupun kelaskaran lainnya. Pendekatan yang terakhir yaitu pendekatan militer. Pendekatan militer merupakan kebijakan pemerintah mengenai persiapan dan pelaksanaan perang yang menentukan baik buruknya serta besar kecilnya potensi dan kekuatan perang negara. Maka aktifitas militer mengikuti aktifitas politik suatu negara.29 Pendekatan militer dalam skripsi ini digunakan untuk menjelaskan tugas dan tanggung jawab dari LPI dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang meliputi kegiatan militer.
28 29
Ibid., hlm. 311.
Sayidiman Suryohardiprojo, Suatu Pengantar dalam Ilmu Perang: Masalah Pertahanan Negara. Jakarta: Intermasa, 1981, hlm. 66.
22
I.
Sistematika Pembahasan Guna mendapatkan gambaran yang jelas maka skripsi ini dibuat dalam bentuk sistematika pembahasan. Adapun sistematika pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut: Pada bab I akan membahas mengenai pendahuluan yang memaparkan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab I ini akan menjadi gambaran singkat dari isi skripsi yang ditulis. Pada bab II ini akan menguraikan tentang kondisi sosial Yogyakarta pada tahun 1948-1949 serta membahas mengenai latar belakang perpindahan dan proses hijrahnya LASWI dari Jawa Barat ke Yogyakarta. Pada bab III dibahas tentang latar belakang dan proses penggabungan LPI dengan LASWI yang ada di Yogyakarta, serta pisahnya LPI dari LASWI. Pada bab ke-VI ini merupakan puncak dari bahasan yang akan ditulis oleh penulis dalam skripsi. Pembahasan pada bab ini lebih mengarah peranan Laskar Putri Indonesia dalam Revolusi Fisik di Yogyakarta 1948-1949. Bab V merupakan bab terakhir dalam penulisan ini, bab ini berisi tentang jawaban dari semua rumusan masalah.