BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun bertambah dengan pesat sedangkan lahan sebagai sumber daya keberadaannya relatif tetap. Pemaanfaatan lahan untuk suatu penggunaan tertentu di suatu wilayah harus mempertimbangkan berbagai aspek. Hal tersebut dilakukan agar pemanfaatan lahan lebih tepat sehingga bisa mengguntungkan bagi semua pihak baik secara ekonomis maupun ekologis. Sebagaimana dikemukan oleh Sitorus (2004:34) : Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan lainya memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling menguntukan dari sumberdaya lahan yang terbatas. Semakin meningkat taraf hidup dan terbukanya kesempatan untuk menciptakan peluang kerja, yang ditandai oleh semakin banyaknya investor ataupun masyarakat dan pemerintah dalam melakukan pembangunan, maka semakin meningkat pula keterbutuhan akan lahan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Menurut Suma’atmadja (1997:56) mengemukakan bahwa: Pergeseran fungsi tata guna lahan tanpa memperhatikan kondisi geografis yang meliputi segala faktor fisik dengan daya dukungnya dalam jangka panjang akan membawa negatif terhadap lahan dan lingkungan bersangkutan yang akhirnya pada kegiatan manusia itu sendiri. Seperti yang dikatakan menurut Suma’atmadja, apabila terjadi pergeseran fungsi tata guna lahan tanpa memperhatikan kondisi geografis kenyataan ini dapat
1
2
mengakibatkan masalah penggunaan lahan, serta mengalami perkembangan pula sehingga mendorong perubahan penggunaan lahan , seperti penggunaan kawasan hutan untuk pertanian, dan penggunaan lahan pertanian berubah fungsi menjadi area kegiatan industri atau permukiman tidak terelakan, semua ini disebabkan berkembanganya kegiatan pembangunan di luar sektor pertanian. Seperti yang dikemukakan oleh Sitorus (1986:121), faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan ialah : 1.
Faktor Fisik Faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan penggunaan lahan diantranya: a. Morfologi Kondisi suatu tempat akan sangat berpengaruh terhadap pengunaan lahan. Kondisi morfologi yang bermacam-macam seperti: pergunungan, perbukitan, bergelombang, landai dan datar akan menimbulkan pengunaan lahan yang berbeda-beda. Pada daerah yang memiliki kondisi morfologi yang berbentuk pengunungan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan biasanya daerah ini ditumbuhi vegetasi yang masih alami atau juga masih bisa disebut dengan hutan. Pada daerah yang memiliki kondisi morfologi yang bergelombang mulai terlihat kegiatan manusia berupa industri. Sama halnya dengan pengunaan lahan didaerah yang morfologi datar. Pada daerah perbukitan yang lahannya berupa hutan lindung dan hutan produksi maka lereng tengah dan bawah biasanya digunakan untuk perkebunan dan persawahan serta pertanian lahan kering. Kondisi morfologi yang menguntungan, morfologi yang bervariasi dari daerah dataran sampai kepergunungan memungkinkan terbentuknya tata pengairan dan pertanian yang bervariasi. b. Iklim Iklim merupakan rata-rata cuaca yang terjadi dalam jangka waktu dan daerah yang luas, sedangkan cuaca itu sendiri pengertiannya lebih khusus dari pada iklim bila dilihat dari segi waktu dan ruang yang telah terbatas. Informasi mengenai iklim sangat dibutuhkan dalam kehidupan seluruh mahluk hidup secara umum bagi kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Keanekaragaman kondisi iklim akan mempengaruhi pada pengunaan lahan. Perbedaa kondisi iklim ini dapat dilihat dari unsur-unsurnya seperti: curah hujan, suhu, kelembapan udara, dan penyinaran matahari. Sehinga dapat disimpulkan perbedaan kondisi fisik antara suatu daerah dengan daerah lainnya menyebabkan adanya perbedaan pengunaan lahan antara kedua daerah tersebut.
3
c.
Tanah Keadaan tanah merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi pengunaan lahan disuatu daerah. Hal ini dapat dilihat dari kondisi batuan yang ada di daerah tersebut yang mempunyai bahan induk berupa endapan pasir kuarsa akan membentuk tanah mirip dengan tanah podosolik kuning. Jenis tanah ini biasanya cocok digunakan untuk berladang dan berkebun. Dan sebagainya tergatung dari jenis bahan induk batuan dan akan menghasilkan atau membentuk jenis tanah yang beragam. 2.
Faktor Sosial Manusia sangat mempengaruhi pola penggunaan lahan di suatu daerah. Hal ini sangat bergantung pada tingkat pendidikan dan keahlian yang mereka miliki, mata pencaharian, teknologi, dan juga adat istiadat, selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan keahlian penduduk. Pertumbuan penduduk di suatu daerah akan mempengaruhi jenis penggunaan lahan yang ada, lahan yang semula diperuntukkan untuk lahan pertanian, dapat berubah fungsi menjadi permukiman, industri, perekonomian dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka penggunaan lahan yang diusahakan akan semakin efektif dan efisien. Sedangkan bila tingkat pendidikan mereka rendah maka penggunaan lahannya pun akan cenderung bersifat tradisional. Tingkat pendidikan dan keahlian penduduk menentukan pula jenis mata pencaharian yang mereka pilih. Alih fungsi lahan petanian secara besar-besaran telah menjadi fenomena
yang tidak asing lagi di Indonesia. Ketika pembangunan ekonomi berjalan pesat (dalam periode 1999-2000) total alih fungi lahan pertanian di Indonesia mencapai 1,58
juta
hektar.
(Sumber:www.indonesia-house.org/archive/lahan-
pro090920.htm). Pada tahun 2005-an masih tersedia lahan pertanian seluas 25 juta hektar, namun terus mengalami penyusutan hingga tahun 2010 tersisa 13,2 juta hektar yang terdiri dari lahan basah 7,7 dan lahan kering 5,5 juta hektar. Penyusutan atau konversi lahan pertanian sangat intensif terjadi di Jawa, yang mencapai 79,3 persen atau 10,02 juta hektar. Berhubungan lebih dari 60 persen penduduk tinggal di jawa sedang luasnya tidak lebih dari 7 persen dari dataran indonesia. Tingkat
4
konversi tertinggi terjadi di Jawa Barat (www.pikiran-rakyat.com/ cetak/2010/ 0302010/10/0901.htm). Beras Cianjur merupakan salah satu produk khas yang memiliki keunggulan komparatif karena tidak bisa dihasilkan di daerah lain kecuali di kabupaten Cianjur. Wilayah di Kabupaten Cianjur yang tercatat sebagai sentra lahan varietas padi. Diantaranya, Kecamatan Warungkondang, Cibeber, Cianjur, Cugenang, Cilaku, dan Campaka. Agribisnis beras ini dipandang perlu untuk di lestarikan, ditingkatkan dan dikembangkan sehingga dapat memberikan nilai tambah yang signifikan bagi petani, pelaku agribisnis maupun bagi pemerintah daerah. Fenomena Konversi lahan pun telah terjadi di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur. Dari tahun ketahun telah terjadi alih fungi lahan pertanian menjadi permukiman, akibat dinamika penduduknya. Sehingga lahan terbangun semakin meningkat yang kemudian lahan pertanian sawah semakin berkurang. Data Mengenai perubahan penggunaan lahan dapat di lihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Penggunaan Lahan Tahun 2000 No 1 2 3 4 5
Penggunaan Lahan Permukiman Sawah Kebun Ladang Hutan Jumlah
F (Km2) 8,775 18,525 9,2625 3,9 8,2875 48,75
% 18 38 19 8 17 100
Sumber: Monografi Kec.Warungkondang Tahun 2000
Pada tahun 2000 luas daerah di Kecamatan Warungkondang di dominasi leh areal persawahan sebesar 18. 775 Km2 atau sekitar 38% dari luas wilayahnya.
5
Selanjutnya jumlah areal kebun sebesar 9,2625 Km2 atau sekitar 17% 17 dari luas wilayah Kecamatan Warungkondang. Untuk luas areal permukiman di Kecamatan Warungkondang ng ini adalah 8,775 Km2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 1.1 di bawah ini:
pemukiman 17%
18%
Sawah
8% Kebun Tegalan/ladang 19% Hutan
38%
Sumber: Monografi Kec.Warungkondang Tahun 2000
Gambar 1.1 Penggunaan Lahan di Kecamatan Warungkondang Terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan pada tahun 2000 dan 2010, untuk lebih jelasnya dapat di bandingkan pada tabel 1.2 di bawah ini: Tabel 1.2 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2010 No 1 2 3 4 5
Penggunaan Lahan Permukiman Sawah Kebun Ladang Hutan Jumlah
F (Km2) 12,675 14,625 10,2375 4,387 6,825 48,75
Sumber: Monografi Kec.Warungkondang tahun 2010
% 26 30 21 9 14 100
6
pemukiman 14% 9%
26 %
Sawah Kebun
21%
Tegalan/ladang 30% Hutan
Sumber: Monografi Kec.Warungkondang tahun 2010
Gambar 1.2 Penggunaan Lahan di Kecamatan Warungkondang Berdasarkan tabel dan grafik 1.1 dan 1.2 di atas, kita dapat mengetahui besaran perubahan penggunaan lahan antara tahun 2000 dengan membandingkan kedua grafik tersebut. Pada tahun 2000 luas penggunaan lahan di Kecamatan Warungkondang didominasi oleh sawah yang luasnya mencapai 38% 3 dari luas daerah di Kecamatan Warungkondang, sedangkan pada tahun 2010 luas sawah tersebut berkurang sebanyak 8% menjadi 30%
hal tersebut disebabkan oleh
desakan mobilitas penduduk serta pertambahan jumlah penduduk p yang menyebabkan keterbutuhan akan permukiman bertambah, menyebabkan luas areal permukiman di Kecamatan Warungkondang mengalami peningka eningkatan. Dapat terlihat pada grafik tahun 2000 luasnya sekitar 18% sedangkan pada tahun 2010 luas areal permukiman ini mencapai 26%. Luas areal hutan pada tahun 2000 adalah 17%, luasnya berkurang pada tahun 2010 menjadi sekitar 14%. 14% Luas hutan tersebut berkurang sebanyak 3% karena terjadi pembukaan ladang pertanian baru oleh petani. Pada mulanya luas areal ladang ini adalah adalah 7% dan pada tahun 2010 luasnya meningkat sebanyak 2% menjadi 9%. Sedangkan luas penggunaan lahan
7
untuk kebun pada tahun 2000 sebanyak 19%, luasnya meningkat sebesar 3% pada tahun 2010 menjadi 22%. Perubahan fungsi lahan dari pertanian kepada permukiman tersebut menimbulkan dampak positif dan negatif bagi kehidupan masyarakat di Kecamatan Warungkondang tersebut. Dampak negatif dari alih fungsi lahan tersebut adalah berkurangnya luas lahan pertanian, sehingga lapangan kerja bagi petani kian menipis, akibatnnya sebagian petani mencari pekerjaan tambahan untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Sedangkan dampak positif dari alih fungsi lahan tersebut ialah, berkembangnya wilayah Kecamatan Warungkondang tersebut, dilihat dari tumbuhnya permukiman penduduk, tersebarnya pusat-pusat pemerintahan dan fasilitas-fasilitas umum yang lebih baik. Perubahan fungsi lahan yang berlansung tentunya akan berdampak pada kehidupan sosial ekonomi penduduk setempat. Selain itu, perubahan fungsi lahan akan memberi dampak pada nilai lahan, baik nilai lahan secara ekonomis maupun ekologis. Sisi ekonomis dan ekologis seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, karena keduanya merupakan bagian dari aspek yang harus di pertimbangkan dalam perubahan fungsi lahan. Dapat kita artikan juga perubahan fungsi lahan tidak hanya mengguntungkan secara ekonomis tetapi tetap harus menjaga nilai ekoogis tetap terjaga agar tidak menyebabkan kerusakan lingkungan. Seperti diungkapkan diatas, apabila ditinjau dari segi prospektif ekonomi, alih fungsi lahan tersebut menyebabkan nilai lahan di Kecamatan Warungkondang
menjadi
bertambah,
dibandingkan
dengan
tahun-tahun
sebelumnya. Sebagaimana dikemukan oleh Soemarwoto (1985:202-203) bahwa :
8
Perubahan yang terjadi pada lingkungan sosial budaya masyarakat akan menimbulkan tekanan penduduk terhadap kebutuhan akan lahan. Tekanan penduduk yang besar terhadap lahan ini diperbesar oleh bertambahnya luasnya lahan pertanian yang digunakan untuk keperluan lain, misalnya permukiman, jalan dan pabrik. Akibat alih fungsi lahan pergeseran dari lahan pertanian sawah ke permukiman, mengakibatkan perubahan nilai lahan. Berdasarkan informasi yang telah diperoleh harga lahan pada tahun 2000 (sebelum terjadinya alih fungsi lahan) sekitar Rp. 35.000 sampai Rp.50.000
(Rp/m2) , sedangkan setelah
terjadinya alih fungsi lahan harha lahan mencapai Rp.90.000 sampai 150.000 (Rp/m2) lebih.
Hal tersebut bila dilihat secara sekilas tidak menimbulkan
permasalahan yang cukup berarti penduduk merasa di untungkan secara finansial. Hasil penjualan lahan bisa saja hanya jangka pendek saja sedangkan dampak dari alih fungsi lahan yang terjadi mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar, serta dapat menimbulkan penurunan jumlah hasil dari pertanian sawah. Namun alih fungsi lahan memberikan dampak positif penduduk dengan berkembangannya wilayah tersebut dengan perbaikan fasilitas-fasilitas umum kearah lebih baik. Kondisi tersebut sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut tentang Dampak alih fungsi lahan sawah menjadi permukiman terhadap perubahan nilai lahan di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur. B. Rumusan Masalah Latar belakang yang dikemukakan sebelumnya berkenaan dengan seberapa besar pengaruh perubahan lahan pertanian menjadi lahan permukiman terhadap nilai lahan. Permasalahan tersebut masih terlalu luas. Penulisan
9
membatasi permasalahan yang akan diteliti dalam beberapa rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah pola alih fungsi lahan yang terjadi yang di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur?
2.
Bagaimanakah perkembangan fasilitas umum sesudah terjadinya alih fungsi lahan
pertanian
sawah
menjadi
lahan
permukiman
di
Kecamatan
Warungkondang Kabupaten Cianjur? 3.
Bagaimanakah perkembangan nilai lahan di Kecamatan Warungkondang?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Mengidentifikasi pola alih fungsi lahan di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur.
2.
Mengidentifikasi perkembangan fasilitas umum sesudah terjadinya alih fungsi lahan pertanian sawah menjadi lahan permukiman di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur.
3.
Menganalisis perkembangan nilai lahan di daerah penelitian.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Sebagai sumber data bagi pemerintah setempat berkenaan konversi lahan yang telah terjadi di daerah penelitian.
2.
Salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan kebijakan tata ruang di Kabupaten Cianjur khususnya di daerah penelitian.
10
3.
Membantu dalam pembelajaran geografi di sekolah, sehingga siswa bias lebih memahami mengenai salah satu fenomena geografis, khusnya yang berhubungan dengan fenomena konversi lahan.
E. Definisi Operasional 1.
Perubahan Fungsi Lahan Menurut Suma’atmadja (1997:56) Pergeseran fungsi tata guna lahan tanpa memperhatikan kondisi geografis yang meliputi segala faktor fisik dengan daya dukungnya dalam jangka panjang akan membawa negatif terhadap lahan dan lingkungan bersangkutan yang akhirnya pada kegiatan manusia itu sendiri.
Seperti yang telah di ungkapkan oleh Suma’atmadja, jadi Perubahan fungsi lahan merupakan peralihan penggunaan lahan tertentu menjadi penggunaan lahan lainnya/ berubahnya lahan dari fungsinya semula menjadi fungsi lain. Hal ini terjadi akibat dari terbatasnya luas lahan sehingga menyebabkan berkurangnya luas lahan lain. Perubahan fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian/ seluruhnya kawasan lahan dari fungsinya semula seperti yang direncanakan menjadi fungsi lain. Perubahan fungsi lahan yang di maksud disana adalah proses berubahnya penggunaan lahan dari lahan fungsi yang satu ke fungsi lainnya, yaitu dari lahan pertanian sawah menjadi lahan permukiman. Secara teknis perubahan fungsi lahan pertanian yang terjadi daerah penghasil beras yaitu di daerah Warungkondang, terjadi perubahan lahan dari lahan pertanian sawah menjadi permukiman, toko, rumah makan, bengkel atau bangunan lainnya.
11
2.
Permukiman Menurut Daldjoeni (1978:17) berpendapat bahwa Permukiman adalah
himpunan banyak rumah, tetapi bukanlah sekedar perumahan. Permukiman meliputi tiga hal, pertama suprastruktur yaitu berbagai komponen fisik tempat manusia mengaub. Kedua infrastruktur yaitu prasarana bagi gerak manusia, berhubungan dan komunikasi, sirkulasi tenaga dan manusia untuk kebutuhan jasmaninya. Yang ketiga pelayanan (Service), yaitu segala hal yang mencakup pendidikan, kesehatan, gizi, rekreasi dan kebudayaan. Jadi permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 3.
Pola permukiman Menurut Blaang (1986:28 ) pola permukiman adalah “bentuk umum
sebuah permukiman penduduk dan terlihat mengikuti pola tertentu”. Penduduk memiliki pola permukiman sebagai berikut : a. Pola permukiman memanjang (linear) Perumahan yang tersusun dengan pola ini biasanya dapat dijumpai di sepanjang jalan, sepanjang sungai, dan sepanjang garis pantai. Bentuknya memanjang mengikuti bentuk jalan, sungai, atau garis pantai. b. Pola permukiman memusat Perumahan yang tersusun mengikuti pola ini biasanya berbentuk unit-unit kecil, dan biasanya terdapat di daerah pegunungan (bisa juga dataran tinggi yang berelief kasar) dan daerah-daerah yang terisolir. Permukiman penduduk memusat mendekat sumber-sumber penghidupan mereka, seperti permukiman di pegunungan mengitari/mendekati mata air. c. Pola permukiman menyebar Pada daerah-daerah yang kandungan sumber daya alamnya terbatas, sering dijumpai pola permukiman penduduk yang tersebar. Mata pencaharian penduduk umumnya berupa petani, peternak, dan sebagainya. Penduduk yang tersebar ini
12
biasanya juga membentuk unit-unit kecil. Unit-unit tersebut merupakan rumahrumah yang mengelompok dan terbentuk karena mendekati fasilitas kehidupan, adanya masalah keamanan, atau karena sikap masyarakat yang berjiwa sosial tinggi. 4.
Nilai lahan Menurut pendapat Yunus (2006: 89) : Nilai lahan atau land value adalah suatu penilaian atas lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktivitas dan strategi ekonominya. Harga lahan adalah penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan luas pada pasaran lahan. Jadi yang dimaksud nilai lahan suatu penilaian atas lahan yang didasarkan
pada harga lahan secara ekonomis dalam hubungannya dan stategi ekonomis di daerah penelitian. Dalam penelian ini mencari nilai lahan setelah terjadi perubahan lahan pertanian sawah , serta pengaruh sebaran fasilitas umum terhadap nilai lahan sesudah terjadinya alih fungsi lahan di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur.