1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar rakyatnya hidup dari pertanian. Pada awalnya kondisi alam, cuaca dan budaya masyarakat di Indonesia sangat mendukung sektor pertanian ini sehingga pertanian memang cocok untuk terus dikembangkan di Indonesia. Simon Kuznet mengemukakan adanya empat faktor yang merupakan kontribusi sektor pertanian dalam mendukung pembangunan ekonomi suatu negara Departemen Pertanian (2000), yaitu: a.
Pemasok bahan pangan bagi penduduk dan bahan baku produk manufaktur/industri rakyat (product contribution)
b.
Pemasok tenaga kerja dan sumber utama investasi sektor lain (factor contribution)
c.
Pasar yang besar bagi produk industri domestik baik untuk konsumsi maupun untuk berusaha (market contribution)
d.
Penghasil devisa (foreign exchange contribution). Sektor pertanian mendapat prioritas utama karena sektor ini
memang merupakan sektor yang dominan dalam ekonomi nasional, baik ditinjau dari kontribusinya dalam pendapatan nasional, dalam penyediaan lapangan kerja (employment), maupun sebagai sumber devisa. Meskipun dalam proses perkembangan selanjutnya peranan pertanian ini menurun, digantikan oleh sektor pertambangan sebagai sumber devisa 1980-an dan
2
sektor industri dan jasa dalam employment dan pendapatan nasional. Baik sektor industri maupun sektor perdagangan mempunyai hubungan erat dengan sektor pertanian (Widodo, Sri, 2011). Beberapa alasan pembangunan pertanian tidak dapat berkembang, padahal daya dukung pembangunan pertanian sangat baik dengan melihat potensi SDA, penyebabnya yaitu: a.
Dengan melimpahnya kekayaan alam termasuk kekayaan mineral yang
terkandung
di
bumi
Indonesia,
pemerintah
lebih
mengutamakan atau memusatkan perhatian untuk mengeksploitasi SDA dari pada membangun pertanian. b.
Pertumbuhan penduduk Indonesia sebagai lahan konsumen yang tinggi mendorong pertumbuhan perusahaan-perusahaan asing maupun domestik sangat tinggi, sehingga pemerintah baik pusat maupun daerah banyak berpihak kepada industri dari pada pembangunan pertanian (Sukino, 2013). Sumber Daya Manusia (SDM) mempunyai peranan sangat penting
dalam membangun bangsa dan negara. Persaingan pasar yang semakin ketat menuntut adanya SDM yang unggul dan kompetitif sehingga mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan mampu mengelola pasar melalui persediaan hasil pertanian maupun jasa yang berkualitas. Sumber Daya Manusia merupakan kunci sukses bagi pembangunan, karena pada dasarnya apapun bentuk pembangunan, manusia merupakan pelaku dari kegiatan tersebut.
3
Penyuluhan pertanian merupakan sarana kebijakan yang dapat digunakan pemerintah untuk mendorong pembangunan pertanian. Pelaku utama pembangunan pertanian di Indonesia adalah petani-petani (pekebun, peternak, dan nelayan). Petani yang nanti akan mengaplikasikan teknologi untuk kegiatan usaha taninya. Penyuluh pertanian bertanggung jawab untuk membawa perubahan dalam pembangunan pertanian. Penyuluh pertanian memiliki peran salah satunya adalah menghasilkan petani-petani yang berkualitas agar mereka mampu menghadapai persaingan pasar. Penyuluh membantu petani dalam meningkatkan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan ketrampilan (skill) sehingga petani mampu meningkatkan kreativitas mendesain dan menciptakan teknologi yang akan menghasilkan berbagai produk pertanian yang unggul yang mampu bersaing di pasaran internasional. Selain itu penyuluh juga berperan dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi guna meningkatkan kesejahteraan petani. Penyelenggaraan penyuluhan pertanian terutama di daerah-daerah yang berpotensi sebagai penghasil tanaman pangan sangat perlu dilakukan dan harus mendapatkan perhatian tidak terkecuali di Kabupaten Purworejo. Daerah penghasil pangan harus dikelola sebaik-baiknya agar dapat memajukan pertanian di Indonesia, maka peran penyuluh sangatlah penting dalam mengelola daerah penghasil pangan. Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan suatu perubahan tingkah laku petani menuju ke arah perbaikan usahatani yang selanjutnya akan berdampak pada produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan keluarga petani.
4
Kabupaten Purworejo merupakan kabupaten yang berperan sebagai penyangga utama Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) di Jawa Tengah. Kabupaten Purworejo adalah daerah agraris karena sebagian besar penggunaan lahannya adalah pertanian, begitu pula mata pencaharian penduduk sebagian besar sebagai petani. Lahan seluas 103.481 ha di Kabupaten Purworejo terdiri dari 83.396 ha (80,59%) lahan pertanian dan 20.085 ha (19,41%) bukan lahan pertanian. Lahan pertanian yang ada digunakan sebagai lahan sawah 30.573 ha (29,54%) dan bukan lahan sawah 52.823 ha (51,05%). Luas lahan pertanian Kabupaten Purworejo sebagian besar adalah sawah berpengairan non teknis dan tadah hujan, hanya sebagian kecil yang berpengairan teknis (BPS, 2012). Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) mendorong Kabupaten Purworejo untuk terus menghasilkan beras. Permasalahan yang terjadi adalah padi merupakan tanaman yang sangat membutuhkan air, hal ini tentunya menjadi masalah bagi daerah yang mengandalkan air hujan (sawah tadah hujan). Irigasi pada daerah sawah tadah hujan tidak akan berjalan lancar meskipun memiliki infrastruktur saluran irigasi yang baik. Penghematan air menjadi solusi dari permasalahan ini. Dengan demikian diperlukan suatu alternatif pertanian yang memiliki dimensi pembangunan yang bertujuan pada produktivitas padi, pembangunan sumberdaya manusia dan keberlanjutan pertanian. Teknologi System of Rice Intensification (SRI) merupakan salah satu cara untuk menghemat air pada penanaman padi di areal sawah tadah
5
hujan. SRI sangat bersahabat dengan petani yang sawahnya merupakan tadah hujan karena dalam pengairan SRI ini tanah yang digunakan untuk media penanaman hanya membutuhkan ketinggian air maksimal 2 cm. Teknologi SRI ini merupakan salah satu teknologi pendekatan baru yang hadir setelah hampir semua petani mendapatkan manfaat dari progam revolusi hijau di Indonesia seperti Demas (demonstrasi massal), Bimas (bimbingan massal), BNYD (bimas nasional yang disepurnakan), Insus (intensifikasi khusus), Supra insus, dan lain-lain. Widodo, Sri (2011) menjelaskan bahwa pendekatan baru dalam pembangunan pertanian seharusnya berdasar pada kenyataan bahwa petani sudah mengalami proses dinamisasi dan modernisasi sehingga petani sudah lebih rasional, sudah mengenal teknologi pertanian modern dan komoditi yang bernilai tinggi. Oleh karena itu, progam seperti BIMAS harus sudah diubah dengan cara menawarkan berbagai progam dan teknologi alternatif dengan memberi kesempatan kepada petani untuk memutuskan memilih pola usahatani yang menguntungkan bagi dirinya. Penggunaan pupuk anorganik dan pestisida dengan dosis tinggi pada revolusi hijau mendorong adanya teknologi baru ke arah sustainable agriculture dengan lebih menghargai indigenous technology, institution dan wisdom. Teknologi SRI merupakan salah satu teknologi yang mengarah pada sustainable agriculture. Teknologi SRI sebenarnya bukan sesuatu yang baru bagi petani di Kabupaten Purworejo namun dalam kenyataan yang ada di lapangan tidak semua petani mampu mengembangkan usaha tani padi dengan metode SRI
6
dikarenakan tingkat pengetahuan, sikap dan ketrampilan pada masingmasing petani tidak sama. Berdasarkan keadaan tersebut, maka diperlukan peran penyuluh untuk adopsi inovasi SRI di Kabupaten agar persediaan beras di Kabupaten Purworejo dapat terus ditingkatkan dan dipertahankan. Peran penyuluh sangat diperlukan untuk mengkomunikasikan teknologi SRI kepada petani-petani yang belum mengadopsi SRI agar teknologi tersebut nantinya bermanfaat dan membawa perubahan di bidang pertanian khususnya di Kabupaten Purworejo. Peran penyuluh pertanian dalam meningkatkan produktivitas padi dengan melakukan proses pembelajaran kepada pelaku utama yaitu petani, agar mampu mengadopsi teknologi SRI. SRI juga dapat menekan ketergantungan petani terhadap kimiawi sintetik, serangan hama dan penyakit, menurunnya kualitas lahan karena kerusakan ekosistem. Petani di Kabupaten Purworejo ini melakukan penentuan waktu tanam menggunakan kalender jawa atau yang disebut dengan pranata mangsa. Pranata mangsa digunakan oleh petani di Kabupaten Purworejo dalam menentukan mulai menggarap sawah, waktu tanam padi, waktu tanam palawija, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, dan panen. Pranata mangsa atau aturan waktu musim digunakan oleh para petani Kabupaten Purworejo yang didasarkan pada naluri dari leluhur dan dipakai sebagai patokan untuk mengolah pertanian. Berkaitan dengan kearifan tradisional maka pranata mangsa ini memberikan arahan kepada petani untuk bercocok tanam mengikuti tanda-tanda alam dalam mongso
7
yang bersangkutan, tidak memanfaatkan lahan seenaknya sendiri meskipun sarana prasarana mendukung seperti misalnya air dan saluran irigasinya sehingga melalui perhitungan pranata mangsa maka alam dapat menjaga keseimbangannya. Adanya pemanasan global sekarang ini yang juga mempengaruhi pergeseran musim hujan, tentunya akan mempengaruhi masa-masa tanam padi oleh petani. Namun demikian pranata mangsa ini tetap menjadi arahan petani dalam mempersiapkan diri untuk mulai bercocok tanam. Hal ini menyebabkan Pranata mangsa dapat menunjang keberhasilan dalam mengadopsi SRI karena sejatinya pengembangan usaha tani padi metode SRI berbasis kearifan lokal pranata mangsa tersebut berasal dari masyarakat setempat, kebiasaan setempat, dan kebudayaan setempat, sehingga petani sekitar juga memiliki semangat untuk menjaga hal tersebut. Peran penyuluh diharapkan mampu menggali kearifan lokal sehingga dapat menyebarluaskan kearifan lokal pranata mangsa kepada pemuda-pemuda tani dalam mengadopsi SRI. Terkait dengan hal itu, Mardikanto (2013) mengatakan bahwa sudah saatnya para fasilitator (penyuluh) mulai menaruh perhatian terhadap inovasi lokal yang berupa: keunggulan lokal, pengalaman masyarakat (petani) setempat, nilai-nilai tradisi atau kearifan lokal (indigenous technology), dengan adanya perhatian penyuluh terhadap kearifan lokal pranata mangsa di Kabupaten Purworejo diharapkan pranata mangsa ini tetap digunakan secara turun-temurun oleh petani dan tidak punah seiring perkembangan zaman.
8
Uraian diatas menimbulkan keinginan penulis untuk meneliti tentang
peran penyuluh pertanian dalam adopsi inovasi budidaya padi
metode SRI berbasis kearifan lokal pranata mangsa di Kabupaten Purworejo sebagai upaya untuk menciptakan perubahan perilaku petani menuju ke arah pencapaian usahatani yang lebih efisien dan produktif. 1.2
Perumusan Masalah Usaha tani yang produktif adalah usaha tani yang produktivitasnya tinggi. Padi sebagai komoditas pangan utama mempunyai nilai strategis yang sangat tinggi, sehingga diperlukan adanya penanganan yang serius dalam upaya peningkatan produktivitasnya. Dalam proses produktivitasnya, padi sawah juga tidak lepas dari masalah. Masalah tersebut antara lain: lahan, saluran irigasi, sarana produksi, infrastruktur, dan rendahnya motivasi petani terhadap kegiatan penyuluhan, dan lain-lain. Salah satu alternatif teknologi pertanian yang dapat meminimalkan dampak adanya masalah tersebut yaitu System of Rice Intensification (SRI). Beberapa alasan yang mendorong System of Rice Intensification (SRI) menjadi salah satu teknologi yang harus diterapkan di Kabupaten Purworejo, antara lain: a. Sebagian besar sawah di Kabupaten Purworejo merupakan sawah tadah hujan sehingga irigasi kurang berjalan dengan baik. b. Potensi
lahan
pertanian
semakin
menurun
sedangkan
penggunaan bahan-bahan kimia meningkat. c. SRI merupakan metode ramah lingkungan sekaligus mampu meningkatkan efiensi dan produktivitas.
9
d. Peningkatan meningkatkan
produktivitas pendapatan
tanaman petani
padi
sehingga
akan
turut
kesejahteraan
keluarga petani akan turut pula tercapai. e. Kenaikan harga pangan yang terjadi membutuhkan solusi untuk meningkatkan produktivitas bahan pangan. Masyarakat dalam hal ini adalah petani yang memiliki potensi sumberdaya, dapat difasilitasi agar mereka mampu mengelola lahan dengan usahatani menggunakan metode SRI. Adanya peralihan sistem penanaman padi dari konvensional ke SRI, belum diikuti oleh kesadaran (perubahan sikap) yang berkelanjutan sehingga adopsi inovasi SRI belum sepenuhnya dilakukan
oleh
petani
Kabupaten
Purworejo.
Kondisi
demikian
kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor terkait, yakni pengetahuan, sikap, ketrampilan, umur, luas lahan, motivasi, sifat inovasi SRI, dan kearifan lokal pranata mangsa. Selain itu peran penyuluh di Kabupaten Purworejo juga terlibat dalam penerapan SRI yang belum sepenuhnya dilakukan oleh petani. Peran penyuluh yang seharusnya dapat mempengaruhi keberhasilan adopsi inovasi SRI sebagaimana diungkapkan oleh Van Den Ban dan Hawkins (1999) bahwa penyuluh seharusnya bisa mempengaruhi petani, menyebarluaskan informasi
(inovasi) dengan cepat,
dan memiliki
pengetahuan teknis yang memadai untuk memecahkan masalah petani, namun dalam kenyataan masih terdapat petani yang menerapkan pertanian konvensional.
10
Menurut Mardikanto (2010) peran penyuluh tidak hanya terbatas pada
fungsi
menyebarluaskan
inovasi
dan
mempengaruhi
proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh petani, namun ia harus mampu menjadi jembatan penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakatnya, baik dalam hal menyampaikan inovasi atau kebijakan-kebijakan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat sasaran, maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah/lembaga penyuluhan yang bersangkutan. Peran penyuluh seperti ini apakah sudah ada dalam diri penyuluh di Kabupaten Purworejo yang nantinya akan mempengaruhi dalam mengadopsi inovasi SRI. Mardikanto (2010) mengatakan bahwa penyuluh yang baik, sejauh mungkin harus memiliki latar belakang sosial budaya yang sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat penerima manfaatnya. Petani di Kabupaten Purworejo ini memiliki kebiasaan menghitung musim tanam dengan pranata mangsa. Setidak-tidaknya, penyuluh di Kabupaten Purworejo juga
menguasai perhitungan musim tanam dengan pranata
mangsa yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap adopsi inovasi SRI dan berperan dalam menyebarluaskan kearifan lokal tersebut ke pemuda-pemuda tani agar tidak punah seiiring perkembangan zaman. Kenyataannya apakah peran penyuluh sudah berjalan dengan baik dalam menyebarluaskan inovasi SRI dan kearifan lokal pranata mangsa ataukah sebaliknya.
11
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut 1. Bagaimana tingkat peran penyuluh dalam adopsi inovasi SRI? 2. Apakah faktor-faktor seperti peran penyuluh, pengetahuan, sikap, ketrampilan, umur, luas lahan, motivasi, sifat inovasi, dan kearifan lokal pranata mangsa berpengaruh terhadap adopsi inovasi SRI? 3. Bagaimana pengaruh adopsi inovasi SRI terhadap produktivitas padi? 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian yang menitikberatkan pada kajian peran penyuluh dan System of Rice Intensification yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan tema, tujuan, lokasi, dan hasil penelitian yang berbeda-beda. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh: (1) Priyo Utomo, Dyah Panuntun Utami dan Istiko Agus Wicaksono (2008) tentang Persepsi Petani Terhadap Budidaya Padi System of Rice Intensification (SRI)
Di Desa
Ringgit Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo; (2) Tri Ratna Saridewi dan Amelia Nani Siregar (2010) tentang Hubungan Antara Peran Penyuluh Dan Adopsi Teknologi Oleh Petani Terhadap Peningkatan Produksi Padi di Kabupaten Tasikmalaya; (3) Andrian Wirasyahputra (2012) tentang Pengaruh Peran Penyuluh dan Kearifan Lokal Terhadap Adopsi Inovasi Padi Sawah di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar; (4) Kuswini Tri Ariani dan Sofia Rieni Apsari (2011) tentang Aplikasi Model Pendampingan Berbasis Among Dalam Penyuluhan Pertanian Padi “SRI” di Muntilan Prambanan; (5) Victor Braganca (2011) tentang Pengaruh Faktor
12
Sosial Ekonomi Terhadap Adopsi Inovasi System Of Rice Intensification Padi Sawah Di Daerah Maliana Timor Leste. Berdasarkan hasil studi literatur yang telah dilakukan oleh penulis, maka penulis berkeyakinan penelitian dengan judul Peran Penyuluh Pertanian Dalam Adopsi Inovasi Budidaya Padi Metode SRI Berbasis Kearifan Lokal Pranata Mangsa di Kabupaten Purworejo. Penelitian ini memiliki perbedaan mendasar dari kelima penelitian sebelumnya yaitu dari segi: tujuan, metode, lokasi, dan kasus penelitian.
13
Tabel 1.1. Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Peran Penyuluh Pertanian Dalam Adopsi Inovasi Budidaya Padi Metode SRI Berbasis Kearifan Lokal Pranata mangsa di Kabupaten Purworejo. No
Peneliti, Tahun
1.
Priyo Utomo, Dyah Panuntun Utami dan Istiko Agus Wicaksono, 2008
2.
Tri Ratna Saridewi dan Amelia Nani Siregar, 2010
Sumber & Judul Penelitian Jurnal *: Persepsi Petani Terhadap Budidaya Padi System of Rice Intensification (SRI) Di Desa Ringgit Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo
Tujuan Penelitian
Metode
Hasil Penelitian
Perbedaan
1. Mengetahui gambaran karakteristik internal dan eksternal petani 2. Mengetahui persepsi petani terhadap metode SRI 3. Menganalisis hubungan karakteristik internal dan eksternal petani dengan persepsi petani terhadap budidaya padi sawah dengan metode SRI.
Kuantitatif, rataan skor dan korelasi Rank Spearman
1. Menurut petani yang menerapkan SRI, metode SRI memberikan keuntungan relatif, sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan petani, mudah dilihat hasilnya, namun kurang praktis. Menurut petani yang kembali ke konvensional metode SRI memberikan keuntungan relatif, tidak sesuai dengan kondisi lingkungan, kebiasaan dan kebutuhan petani, kurang praktis, dan mudah dilihat hasilnya. 2. Uji korelasi rank Spearman untuk petani yang menerapkan SRI menunjukkan bahwa karakteristik internal yang berkorelasi dengan persepsi adalah umur dengan keuntungan relatif dan tingkat kerumitan, serta pendapatan dengan tingkat kerumitan. Karakteristik eksternal yang berkorelasi dengan persepsi adalah luas lahan dengan tingkat kerumitan, dan intensitas mengikuti pelatihan dengan tingkat kesesuaian. Hasil uji korelasi rank Spearman untuk petani yang kembali ke konvensional menunjukkan bahwa karakteristik internal petani yang berkorelasi dengan persepsi adalah pendapatan dengan tingkat keuntungan relatif. Karakteristik eksternal yang berkorelasi dengan persepsi adalah luas lahan dengan keuntungan relatif.
Tujuan penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian, dan kasus penelitian.
Jurnal **: Hubungan Antara Peran Penyuluh Dan Adopsi Teknologi Oleh Petani Terhadap
1. Mengetahui hubungan antara peran penyuluh dengan peningkatan produksi padi 2. Mengetahui hubungan antara adopsi teknologi
Kuantitatif, uji korelasi dan regresi
1. Peran penyuluh di Kabupaten Tasikmalaya tidak berkontribusi dan tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi 2. Adopsi teknologi oleh petani di Kabupaten Tasikmalaya tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi, dan
Tujuan penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian, dan kasus penelitian
14
Peningkatan Produksi Padi di Kabupaten Tasikmalaya
3.
Andrian Wirasyahputra, 2012
Tesis: Pengaruh Peran Penyuluh dan Kearifan Lokal Terhadap Adopsi Inovasi Padi Sawah di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar
4
Kuswini Tri Ariani dan Sofia Rieni Apsari, 2011
Jurnal ***: Aplikasi Model Pendampingan Berbasis Among Dalam Penyuluhan Pertanian Padi “SRI” di Muntilan Prambanan
oleh petani dengan peningkatan produksi padi, 3. Mengetahui peran penyuluh dan adopsi teknologi oleh petani dalam peningkatan produksi padi. 1. Mengetahui pengaruh peran penyuluh terhadap proses adopsi inovasi padi sawah di Kecamatan Montasik 2. Mengetahui pengaruh kearifan lokal terhadap proses adopsi inovasi padi sawah di Kecamatan Montasik 3. Mengetahui adakah pengaruh faktor sosial dan ekonomi petani dalam adopsi inovasi padi sawah di Kecamatan Montasik 4. Mengetahui apakah terjadi kesinergian kegiatan penyuluhan pertanian dan pendekatan kearifan lokal terhadap adopsi inovasi padi sawah oleh petani di Kecamatan Montasik 1. Mengetahui apakah pendampingan berbasis among mampu meningkatkan keberdayaan petani 2. Mengetahui pengaruh model terhadap keberdayaan petani 3. Mengetahui efektivitas pendampingan among
3. Peran penyuluh dan adopsi teknologi di Kabupaten Tasikmalaya secara bersama-sama bersinergi meningkatkan produksi padi
Metode deskriptif analitis dengan pendekatan kuantitatif didukung dengan kualitatif.
Kuantitatif menggunakan analisis ANAKOVA, kualitatif menggunakan analisis deskriptif
1.
2.
3.
Peran penyuluh, motivasi dan sikap mempengaruhi proses adopsi inovasi padi sawah. Faktor kearifan lokal, partisipasi, luas lahan, dan pendidikan tidak berpengaruh terhadap adopsi inovasi padi sawah. Kegiatan penyuluhan pertanian dengan pendekatan kearifan lokal dapat bersinergi dengan adopsi inovasi padi sawah, yang berarti para penyuluh serta tokoh masyarakat dapat bekerja sama dengan baik dalam pengaturan jadwal tanam padi serta dalam proses pelestarian lingkungan pertanian di dalam Kecamatan Montasik.
Tujuan penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian, dan kasus penelitian.
Model pendampingan berbasis among mampu meningkatkan keberdayaan petani, walapun hasilnya kurang maksimal. Uji pengaruh model terhadap keberdayaan petani yaitu thitung = 13,593, ttabel = 2,060, sehingga thitung> ttabel maka model berpengaruh terhadap keberdayaan petani. Model pendampingan berbasis among bekerja secara efektif dalam meningkatkan keberdayaan petani.
Tujuan penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian, dan kasus penelitian.
15
5.
Victor Braganca, 2011
Keterangan: Jurnal * Jurnal ** Jurnal ***
Tesis: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Adopsi Inovasi System Of Rice Intensification Padi Sawah Di Daerah Maliana Timor Leste
4. Mengetahui korelasi antara kemampuan merefleksikan diri terhadap keberdayaan petani 5. Mendeskripsikan perilaku petani setelah didampingi dengan model among 1. Mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap adopsi inovasi sistem SRI padi sawah di daerah Maliana Timor Leste 2. Mengetahui pengaruh adopsi inovasi sistem SRI padi sawah terhadap produksi padi sawah di daerah Maliana Timor Leste
: Jurnal Surya Agritama September 2012 Vol. I No. 2 : Jurnal Penyuluhan Pertanian Mei 2010 Vol. 5 No. 1 : Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Desember 2011 Vol 8 No 2
4. 5.
Metode 1. Deskriptif dengan kuantitatif, Analisis Regresi 2. Berganda, Analisis Regresi Sederhana
Variabel kemampuan melakukan refleksi diri berkorelasi dengan variabel keberdayaan petani Petani kadang melakukan perilaku-perilaku yang mencerminkan keberdayaan petani.
Faktor-faktor yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap adopsi inovasi sistem SRI yaitu variabel motivasi, partisipasi, pendidikan non formal, dan luas kepemilikan lahan. Adopsi inovasi sistem SRI berpengaruh signifikan terhadap produksi padi sawah
Tujuan penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian, dan kasus penelitian
16
1.4 Tujuan Penelitian Mengacu pada permasalahan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui tingkat peran penyuluh dalam adopsi inovasi SRI. 2. Mengetahui faktor-faktor seperti peran penyuluh, pengetahuan, sikap, ketrampilan, umur, luas lahan, motivasi, sifat inovasi, dan kearifan lokal pranata mangsa berpengaruh terhadap adopsi inovasi SRI 3. Mengetahui pengaruh adopsi inovasi SRI terhadap produktivitas padi. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini terbagi dalam dua manfaat yaitu manfaat secara umum dan manfaat khusus. 1.5.1 Manfaat Umum Secara umum diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi akademik yang dapat memperkaya khasanah bidang ilmu penyuluhan dan komunikasi pembangunan. 1.5.2 Manfaat Khusus Secara khusus diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi: 1. Balai Penyuluhan Pertanian Kabupaten Purworejo dalam pengambilan kebijakan tentang System of Rice Intensification (SRI). 2. Penyuluh Pertanian Lapangan di Kabupaten Purworejo, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas pendampingan kepada petani. 3. Peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti mengenai peran penyuluh dalam adopsi budidaya padi berbasis kearifan lokal