BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kata serapan merupakan kosakata dari bahasa asing yang sudah
diakulturasi ke dalam bahasa lain. Bahasa Jepang, seperti bahasa-bahasa lain di dunia, merupakan bahasa yang tidak terlepas dari pengaruh bahasa asing. Bahasa asing seperti bahasa Inggris saat ini telah banyak mempengaruhi bahasa Jepang sehingga banyak dikenal adanya kata serapan (gairaigo). Banyaknya pemakaian kata asing di berbagai bidang, seperti bidang teknologi, kedokteran, sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lainnya, sering kali lebih dimengerti oleh orang Jepang dari pada padanan kata dalam bahasa aslinya. Kata serapan bahasa asing yang digunakan ke dalam bahasa Jepang memperkaya kosakata bahasa Jepang dan membuat bahasa asing lebih dapat diterima (Kawamoto, 1983:62 dalam Soelistyowati, 2010: 153). Adanya kata serapan yang memiliki makna yang sama atau mirip dengan kosakata asli bahasa Jepang (wago), menyebabkan banyak kata yang
bersinonim (ruigigo) dalam
bahasa Jepang. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya (Chaer, 2007:297). Meskipun demikian, dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis. Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor, antara lain; (1) faktor waktu, (2) faktor tempat atau wilayah, (3) faktor keformalan, (4) faktor sosial, (5) faktor bidang kegiatan, dan (6) faktor nuansa
1
2
makna. Dengan adanya faktor-faktor tersebut, dua buah kata yang bersinonim tidak selalu dapat dipertukarkan atau disubstitusikan (Chaer, 2007:298). Pengguna bahasa tentu perlu mempertimbangkan penggunaan kosakata yang bersinonim. Begitu pula halnya dalam bidang pariwisata, pemilihan kosakata yang tepat akan berpengaruh terhadap kesan yang muncul dari suatu pembicaraan. Pemilihan kata yang tepat akan menimbulkan kesan yang baik terhadap lawan bicara. Dalam bidang pariwisata, khususnya dalam bidang yang menggunakan bahasa Jepang sering ditemukan adanya kosakata yang memiliki arti yang hampir sama. Seperti contoh penggunaan kata hoteru (ホテル) dan ryokan (旅館). Jika dilihat secara sekilas kedua kosakata tersebut memiliki arti yang sama yaitu ‘penginapan’. Namun, dalam pemakaiannya
kata hoteru ( ホ テ ル ) lebih
mengarah kepada sebuah bangunan penginapan yang dirancang dengan gaya barat dan modern yang berada di pusat kota besar. Selain itu, kamar penginapan tersebut terdapat tempat tidur dan sofa dengan gaya barat. Ryokan (旅館) lebih merujuk pada penginapan dengan arsitektur tradisional Jepang. Di dalam kamar ryokan (旅館) terdapat futon yang terdiri dari dari kasur, selimut, dan bantal yang diletakkan di atas tatami sehingga menciptakan kamar tidur tradisional bergaya Jepang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kosakata hoteru dan ryoukan, walaupun memiliki arti yang sama yaitu ‘penginapan’, tetapi tempat dan keberadaannya serta bentuk bangunan dan keadaan kamarnya berbeda (Nasihin, 2007).
3
Berdasarkan pemaparan tersebut, sinonim bahasa Jepang sangat menarik untuk dikaji. Kosakata bahasa Jepang banyak memiliki arti yang sama, tetapi dalam penggunaannya
memiliki makna yang berbeda, sehingga kerap
menimbulkan kesulitan bagi pembelajar bahasa Jepang. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan dengan tujuan dapat memberikan manfaat kepada para pembelajar bahasa Jepang untuk mengetahui penggunaan kosakata wago dan gairaigo yang bersinonim.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, masalah yang difokuskan
dalam penelitian ini sebagai berikut. 1.
Bagaimanakah persamaan dan perbedaan makna istilah wago dan gairaigo dalam bahasa Jepang pariwisata?
2.
Bagaimanakah penggunaan wago dan gairaigo oleh pekerja pariwisata berbahasa Jepang di Bali?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan pada penelitian ini
dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum tujuan
yang diharapkan
melalui penelitian ini dapat
memberikan pemahaman kepada para pembaca mengenai wawasan kosakata
4
bahasa Jepang. Selain itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam mengembangkan ilmu linguistik. 1.3.2
Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan makna istilah wago dan gairaigo dalam bahasa Jepang pariwisata.
2.
Untuk mengetahui penggunaan gairaigo dan wago oleh pekerja pariwisata yang berbahasa Jepang di Bali.
1.4
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat dibagi
menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.4.1
Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini memberikan manfaat bagi penelitian kosakata
bahasa Jepang khususnya mengenai persamaan dan perbedaan makna istilah wago dan gairaigo dalam bahasa Jepang pariwisata. Selain itu, diharapkan pula dapat menjadi acuan bacaan yang digunakan sebagai landasan penelitian selanjutnya mengenai kosakata dalam bahasa Jepang. 1.4.2
Manfaat Praktis Penelitian ini memberi manfaat praktis untuk menambah wawasan bagi
pembelajar bahasa Jepang pada umumnya. Manfaat khususnya yaitu demi peningkatan ilmu pendidikan bahasa Jepang di lingkungan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana.
5
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dibuat untuk membatasi masalah yang akan
dibahas agar tidak terlalu menyimpang. Ruang lingkup penelitian ini hanya mencakup wago dan garaigo pada bahasa Jepang pariwisata yang terdapat pada sumber data, yang mengkaji mengenai persamaan dan perbedaan makna, serta penggunaan wago dan gairaigo oleh pekerja pariwisata berbahasa Jepang di Bali.
1.6
Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitan ini antara lain yaitu
berbentuk tulisan yang diambil dari majalah Api Magazine Volume 109 yang diterbitkan tahun 2015. Pada penelitian ini data juga dihimpun melalui angket mengenai penggunaan wago dan gairaigo dalam bahasa Jepang pariwisata yang disebarkan ke lima biro perjalanan wisata yang dipilih yaitu H.I.S, Jabato, JTB, Paradise Bali Indah, dan Rama Tour. Penelitian ini menggunakan kamus JepangIndonesia (1994) oleh Kenji Matsura dan Nihongo Daijiten (1995) sebagai sumber verifikasi data.
1.7
Metode dan Teknik Penelitian Sebuah penelitian yang dilakukan harus menggunakan metode dan teknik
penelitan yang tepat agar mencapai tujuan yang diinginkan. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara kerja melaksanakan metode (Sudaryanto, 1993:9). Penelitian ini menggunakan tiga metode dan teknik
6
penelitian, yaitu metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta metode dan teknik penyajian hasil analisis data. 1.7.1
Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan pada tahap pengumpulan data dalam penelitian ini
antara lain adalah metode simak dan metode survei. Menurut Sudaryanto (1993:133), disebut metode simak karena memang berupa penyimakan yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Teknik lanjutan yang digunakan yaitu teknik catat. Menurut Sudaryanto (1993:135), pencatatan dapat langsung dilakukan dengan menggunakan alat tulis tertentu yang kemudian segera dilanjutkan dengan pengklasifikasian data. Dalam hal ini, data-data yang berupa wago dan gairaigo yang bersinonim dibaca dan dipahami kemudian dicatat bagian-bagian yang diperlukan dalam penelitian sehingga data dapat terkumpul. Metode survei merupakan metode penyediaan data yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner atau daftar pertanyaan yang terstruktur dan rinci untuk memperoleh informasi dari sejumlah besar informan yang dipandang representatif mewakili populasi penelitian (Wiseman dan Aron, 1970 dalam Mahsun, 2005:222). Secara sederhana dapat didefinisikan bahwa metode survei adalah metode penyediaan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada responden dengan atau tanpa bertatap muka secara langsung. Responden dalam penelitian ini yaitu pekerja pariwisata berbahasa Jepang dalam setiap biro perjalanan wisata yang telah ditentukan yaitu H.I.S, Jabato, JTB, Paradise Bali Indah, dan Rama Tour. Biro perjalanan wisata tersebut merupakan lima biro perjalanan wisata terbesar yang ada di Bali, sehingga dianggap dapat
7
merepresentasikan biro perjalanan wisata lainnya yang ada di Bali. Dalam penelitian ini metode survei digunakan untuk mengumpulkan data mengenai penggunaan wago dan gairaigo, yang telah disebarkan ke biro perjalanan wisata. 1.7.2
Metode dan Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul dan diklasifikasikan selanjutnya data tersebut
diolah dan dianalisis. Pada tahap penganalisisan data, metode yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah suatu metode yang memberikan deskripsi pada data-data yang telah terkumpul. Dalam hal ini, dipaparkan data-data mengenai penggunaan wago dan gairaigo yang bersinonim, kemudian dikumpulkan untuk dianalisis. Pada tahap ini, data yang terkumpul dianalisis penggunaannya dalam bidang pariwisata. Dalam analisis kualitatif, data yang dianalisis itu bukan berupa angka-angka (data kuantitatif), tetapi berupa kata-kata, namun pada hakikatnya dalam analisis kualitatif tidak tertutup kemungkinan pemanfaatan data kuantitatif (Mahsun, 2005: 233). 1.7.3
Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data yang telah dianalisis disusun untuk dipaparkan lebih jelas dan
terperinci. Dalam penyajian hasil analisis, metode yang digunakan pada tahap ini yaitu metode informal dan metode formal. Metode informal adalah metode dalam penyajian hasil analisis data dengan menguraikan melalui kata-kata. Dengan demikian, metode informal menjelaskan dalam bentuk kata-kata bukan dengan angka-angka atau bagan (Sudaryanto,1993: 145). Metode informal berupa penjelasan digunakan untuk menyajikan persamaan dan perbedaan istilah wago dan gairaigo yang bersinonim. Metode formal berupa grafik digunakan untuk
8
menyajikan hasil analisis penggunaan wago dan gairaigo oleh pekerja pariwisata berbahasa Jepang di Bali.