BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Pada tanggal 15 Agustus 2015 Polri menjadi
buah bibir bagi
masyarakat Indonesia terutama warga Yogya. Dimana sebuah kejadian yang membuat geger di dunia maya ini berlangsung dengan berujung tersebarnya sebuah aksi di Facebook yaitu beredarnya hashtag #SavePointG. Hashtag ini menjadikan Polri kewalahan karena netizen tidak hentihentinya menghujat dengan isi komentar-komentar yang bersifat negatif serta menunjukan ketidak sepemahaman dengan lembaga yang menjaga keamanan Negara ini. Insiden bermula pada saat konvoi moge yang mengatas namakan komunitas Harley Davidson Club Indonesia mejalankan agendanya di Yogya, dimana mereka meng-claim bahwa mereka melaksanakan acara ini bertujuan untuk mengenalkan kota Yogya di mata masyarakat Dunia. Acara ini sudah di awali dari titik nol Indonesia yaitu Aceh dan akan akan berakhir di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Menurut HDCI, konvoi yang terselenggara demi memeriahkan agenda besar Negara yaitu hari kemerdekaan juga mengatakan bahwa komunitas ini 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
tidak hanya konvoi untuk menunjukan status mereka tetapi untuk sebuah charity pula. Karena Polri diminta untuk mengawal dan mengamankan mereka ketika acara berlasung, sehingga Polri menjadikan pengawalan ini sebagai hal yang di utamakan pada saat mereka berada di jalan untuk melangsungkan acaranya. Polri merasa bahwa konvoi mendapat pengawalan karena mereka merujuk pada UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa terdapat kendaraan yang harus di utama kan pada saat di jalan umum, kendaraan tersebut termasuk konvoi atau iring-iringan. Konvoi ini pun di fasilitas dengan patwal dan voorijder demi menjadikan mereka sebagai pemilik jalan dalam satu hari. Tetapi adanya pengawalan justru membuat warga Yogya terganggu dan merasa haknya di rampas begitu saja sebagai pengguna jalan. Acara ini bukan hanya di lakukan pada tahun 2015 saja tetapi di laksanakan juga pada tahun 2014. Namun yang menjadi puncak dari kemarahan warga sekitar Yogya pada acara yang di hadiri oleh kaum borjuis ini, yaitu konvoi pada tahun 2015. Di karenakan tingkat geram yang di rasakan oleh warga sekitar sudah memuncak sehingga munculah aksi heroik yang di lakukan oleh Elanto Wijoyono (33) dan komunitas warga berdaya Yogya. Aksi ini menjadi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
perwakilan dari masyarakat sebagai bentuk perlawanan atas ketidak terimaan warga Yogya yang daerahnya terutama pada jalan-jalan protokol dijadikan fasilitas untuk meloloskan mereka dari berbagai peraturan sebagai pengguna jalan umum. Elanto biasa ia di panggil melakukan penghadangan kepada peserta konvoi pada saat acara berlangung di salah satu jalan di Yogya. Aksi ini menjadi usaha yang terakhir kalinya setelah usaha-usaha yang telah ia lakukan beserta komunitasnya. Elanto sempat terlebih dahulu menemui pos-pos polisi yang akan di lewati oleh komunitas HDCI sebelum tangal 15 Agutus. Elanto dan warga berdaya Yogya meminta untuk ikut menertibkan ketika konvoi melaju di ruas-ruas jalan Yogya, tetapi mereka tidak bisa membantu dikarenakan hal tersebut sudah menjadi perintah dari atasan. Hingga pada tanggal 15 Agustus tidak ada aparat dari Polri yang ikut andil dalam penertiban pada saat konvi berlangsung. Event ini mengakibatkan kemacetan sepanjang satu kilometer karena jalan di penuhi oleh para anggota konvoi tersebut sehingga pengguna jalan lain juga mengakar di belakang mereka. Kejadian tersebut pada akhirnya di ketahui oleh Divhumas, kemudian mereka membuat klarifikasi di akun Facebook Divhumas yang di awali dengan dimasukannya pasal UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Angkutan Jalan. Kemudian selang beberapa jam pihak Divhumas Polri membuat klarifikasi yang kedua dan menghapus satu poin yang berhubungan dengan konvoi yang terjadi di Yogya. Akibat kejadian tersebut masyarakat meluapkan amarahnya dengan menyebarluaskan hashtag #SavePointG sehingga Divhumas Polri sempat kewalahan untu menanggapai komentar yang masuk. Karena komentar tersebut setelah di cek pada system Facebook ternyata berjumlah 60.000 yang mayoritas adalah komentar negatif. Komentar tersebut tidak hanya datang dari masyarakat biasa melainkan juga adanya buzzer yang iktu andil di dalamnya. Peran buzzer di era teknologi super canggih ini hadir kembali bahkan menghampiri Divhumas Polri. Buzzer kini telah meramaikan dunia maya. Dimana kehadirannya kini bisa membuat citra Divhumas Polri jatuh seketika karenanya. Jidak menelisik lebih dalam mengenai buzzer dimana sebelumnya buzzer di hubungkan dengan satu fenomena yang dulu pernah terjadi pada saat teknologi belum secanggih sekarang. Dimana masyarakat belum mengenal televisi ataupun radio untuk mengetahui sebuah informasi. Pada saat itu mayarakat hanya mengandalkan obrolan dari mulut ke mulut (Word of Mouth). Model komunikasi ini kembali digunkana oleh masyarakat untuk mengetahui fakta dari sebuah informasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Fenomena ini terjadi berdasarkan krisis yang terjadi di setiap belahan dunia baik itu krisis ekonomi yang menimpa Indonesia pada tahun 1997 dan krisis global yang disebabkan kondisi keuangan Amerika pada tahun 2008 yang berlangsung hingga hari ini. Karena krisis tersebut mengharuskan banyak perusahaan dan organisasi belajar bahwa dibutuhkan sebuah strategi komunikasi low cost, high impact. Krisis yang terjadi membuat PR justru menjadi berkembang tidak lagi sebatas pengertian media relations. Kemampuan PR mengelola citra perusahaan dengan memanfaatkan orang ketiga (third party endorser) berkembang pesat. Alih-alih sekedar berkutat pada media, PR juga mulai mengembangkan pola persebaran isu (buzz) langsung menuju audiensi target. Seiring dengan klusterisasi audiensi target ke dalam pola perilaku komunitas, PR pun mengembangkan strategi komunikasi komunitas, dimana media komunikasinya adalah orang-orang yang berkompeten dalam komunitas itu sendiri. Perubahan pola baca media massa, di mana media cetak semakin ditinggalkan pembaca, menuntut PR untuk menciptakan strategistrategi baru yang mampu langsung ke audiensi target, tanpa harus melalui media massa konvensional. PR pun memiliki alat-alat komunikasi baru seperti Anatomy of Buzz yaitu sebuah peta pergerakan isu dari sebuah kelompok ke kelompok lain, maupun pergerakan isu dalam kelompok itu sendiri. PR mengidentifikasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
orang-orang seperti apakah yang memiliki pengaruh signifikan dalam kelompok tersebut, siapakah yang menjadi sumber informasi dan siapakah yang sekedar menjadi pengikut informasi. Pada dasarnya buzzer merupakan masyarakat yang aktif di dunia maya khususnya pada jejaring sosial. Dimana mereka memiliki kepentingan yang sama terhadap satu objek. Objek ini dijadikan sebagai wacana yang di perbincangkan terus menerus untuk memenuhi hasrat keinginan mereka untuk mengetahui sesuatu dari objek tersebut. Tidak hanya menjadi pemantau tetapi mereka juga melakukan suatu aksi, yaitu berkomentar pada salah satu tulisan yang di posting oleh objek tersebut dengan akun yang mereka miliki. Hal ini akan menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi perusahaan atau organisasi jika netizen atau buzzer berkomentar secara positif dan akan menjadi hal yang merugikan jika mereka berkomentar yang negatif. Secara umum kegiatan buzzing dapat diklasifikasikan sebagai buzz berbayar atau dalam konteks komunikasi konvensional dapat disebut sebagai iklan. Juga ada buzz yang gratis sebagaimana halnya world of mouth dalam pemasaran konvensional. Di samping itu, proses kemunculannya ada yang disengaja, tidak disengaja, ada yang dikoordinir juga tak terorganisasi tapi muncul begitu saja sebagai gerakan populis.1 1
Buzzing dalam Public Relations. Abah Raka [online]. Diakses pada tanggal 05 Maret 2015 dari
http://www.abahraka.com/2015/12/buzzer-dalam-public-relations.html
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Pada penelitian ini, berkonsentrasi pada klasifikasi buzzer yang kedua yaitu buzz berjenis gratis atau word of mouth. Proses buzzer ini berlangsung, ketika perusahaan atau organisasi membuat sebuah publikasi di jejaring sosial sebagai pencitraan, transparansi informasi hingga membuat klarifikasi mengenai masalah tertentu yang di anggap merugikan perusahaan atau organisasi. Kemunculannya juga tak terorganisasi atau muncul begitu saja. Karena hal-hal tersebut PR merasa perlu memanfaatkan peran buzzer yang dapat menjadi key person untuk mempersuasi para netizen lain agar mereka berkeinginan menciptakan persepsi-persepsi baru yang akan menjadi opini positif bagi objek tersebut. Opini ini akan berdampak bagi citra perusahaan atau organisasi. Kerena itu citra menjadi tujuan akhir dari setiap usaha yang di lakukan oleh perusahaan. Di dalam dunia Public Relations, citra menjadi salah satu komponen yang penting untuk di telaah lebih dalam, baik itu citra positif maupun negative. Karena seorang praktisi PR perlu me-manage hal itu demi nama baik organisasi. Begitu pula yang dilakukan oleh Divhumas Polri sebagai PR Intansi. Dimana mereka berusaha sekuat mungkin untuk bertransparansi akan informasi di jejaring sosial seperti Facebook demi memenuhi kebutuhan masyarakat tetapi cara itu tidak mudah ada oknum-oknum yang menginginkan Polri mendapatkan citra yang negative. “Citra kepolisian mulai meningkat baik, walaupun masih ada beberapa oknum yg masih melakukan tindakan yg
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
menurunkan citra institusi kepolisian, kedepannya harus lebih sering diadakan pembinaan dari seluruh jajaran pimpinan, sehingga lebih cepat terdeteksi halhal yg menyimpang dari bawahan” jelas Muhammad Hasyim (40) sebagai follower akun Fb Divhumas Polri. Citra kepolian semakin positif ketika adanya bom teros di Sarinah, secara berkala Divhumas Polri meng-update apa yang terjadi di lapangan. Hal ini untuk menambah pengetahuan masyarakat apa yang terjadi dan perkembangan apa yang ditelah di lakukan oleh Polri. “Dibandingkan dengan dulu, saat ini citra Polisi jauh lebih baik, dengan banyak polisi yang berprestasi, terutama saat tragedi bom sarinah” jelas pria berumur 21 tahun yang enggan menyebutkan namanya. Walaupun Divhumas Polri menggunakan jejaring sosial untuk menunjukan ke masyarakat bahwa mereka harus mengubah perspeketifnya tetapi masyarakat juga hidup di dunia nyata, mereka juga pernah mengalami hal-hal yang kurang baik di lapangan saat mereka berusurusan dengan salah satu Polri yang tidak mendedikasikan dirinya untuk menjaga keamanan Negara ini. “Miris, kadang apa yang saya lihat di fan page, berbeda dengan dunia nyata. Banyak polisi yang di dunia nyata melakukan tindakan mencoreng citra kepolisian. Yang paling utama itu adalah operasi penertiban (razia). Razia saya pikir memang harus dilakukan, namun penyelesaiannya yang sedikit membuat hati saya sedih. Sebagai seorang polisi harusnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
menegakkan peraturan, ini malah jika mendapati pengendara yang melanggar Bukannya ditilang malah kalimat yang keluar adalah Sini biar dibantu, kamu punya berapa? Memangnya polisi Indonesia gajinya kecil ya?” jelas Elvi Zakiya (25). Aktivitas yang dilakukan Divhumas Polri di dalam jejaring sosialnya, pastinya tidak selalu dianggap hal tersebut adalah hal untuk menambahkan edukasi masyarakat mengenai dedikasi Polri terhadadap Indonesia, tetapi ada sebagian masyarakat menganggap hal tersebut adalaha pencitraan. Seperti yang dikatakan oleh Firdaus Rahmad Hakiki (28) “Tidak, saya tidak melihat adanya transparansi informasi yang real, saya hanya melihat sebuah kegiatan hanya untuk pencitraan saja” jelasnya. Jika netizen atau buzzer memiliki beberapa perpeksif mengenai citra Intansi tetapi Intansi khususnya Divhumas Polri menganggap para buzzer atau intansi memanggilnya mitra humas sebagai sesuatu yang penting. Dimana ketika pihak instansi sedang posting di jejaring sosial seperti Facebook, maka instansi berharap adanya masukan atau feedback dari para buzzer. Karena tanpa mereka apa yang mereka lakukan di dunia maya akan menjadi sia-sia atau tidak ada artinya.” Buzzer di kami seperti dibilang tadi kita sebut sebagai Mitra Humas, artinya sangat besar sekali, kerena tanpa mereka, tanpa mitra Humas ketika kita posting kalo tidak ada masukan, feedback kan gak ada artinya kan gitu, jadi artinya sangat penting sekali buat keberadaan institusi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Polri khususnya yang khususnya para netizen di dunia maya” Ujar Kombes Polri Djoko Erwanto. Untuk menjadikan buzzer atau mitra Humas Polri mendukung apapun yang mereka posting tentunya, instansi memiliki cara tersendiri untuk mempersuasi mereka. Seperti memberikan penjelasan-penjelasan terkait dengan berita yang menjadi issue negative di sosial media. Cara ini pertama untuk mengedukasi mereka mengenai fakta yang sebenarnya kedua untuk menjadikan buzzer atau mitra Humas Mabes Polri sebagai PR informal instansi untuk memberikan penjelasan bagi masyarakat sekitar yang tidak mengetahui apa sebenarnya terjadi. “Percaya dan tidak percaya itu merupakan hak dari pada Mitra Humas ketika kita posting, contoh umpamanya penerimaan Polri, di luar sana banyak yang bilang bahwa masuk polri itu bayar padahal tidak. Dengan kita mem-posting, otomatis masyarakat tahu bahwa itu tidak bayar, jadi paradigma yang menyebutkan bahwa dalam masuk Polri itu bayar bisa kita tepiskan melalui medsos yang kami punya” jelasnya. Karena itu buzzer atau para mitra Humas Polri perlu dikelola dengan baik oleh Divhumas Polri untuk menjadi sumber informasi bagi Polri jika ada oknum Polri atau masyarakat lain yang merugikan citra kepolisian, dari informasi buzzer atau Mitra Humas Divhumas Polri bisa bertindak tegas. “dalam pengelolaan mitra humas kami disini, sering kami dapat komentar positif dan negative, ketika kita mem-posting sesuatu. Positif dan negative
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
tersebut tadi komentar yang positif dan negative tadi kita kelola dengan baik, yang tujuannya nantinya ketika kita memang ada hal-hal yang merugikan institusi Polri yang di lakukan oknum, kita bisa bertindak. Contohnya umpamanya ketika kita posting ini harga sim umpamanya, tiba-tiba ada Mitra Humas berkomentar bahwa enggak sesuai dengan ini, contohnya Februari pernah kejadian kasus di Kalimantan Barat, ketika kita posting harga sim tibatiba masyarakat memberi tahu kami bahwa ada harga sim di Kalimantan Barat kalo gak salah waktu itu, sampai satu setengah juta dan itu pun akhirnya di post di masukan berita oleh kompas.com dan menjadi viral, akhirnya kita turun eee untuk mengklarifikasi itu, bahwa itu gak eee gak, gak segitu, itu dilakukan oleh oknum dan kita lakukan tindakan tegas terhadap oknum” Ucap Kombes Pol Drs. Djoko Erwanto. Pengleloaan Divhumas Polri terhadap buzzer atau mitra Humas Mabes Polri bukan hanya di dunia online tetapi juga di dunia offline. Dimana Divhumas Polri memiliki program bagi para netizen yang aktif di dunia maya, program tersebut berbentuk pertemuan atau kopi darat (kopdar) dengan para facebooker humas Polri. Program ini bertujuan untuk mempersuasi dan memunculkan perasaan memiliki (sense of belonging) terhadap satu-satunya instansi keamanan di Indonesia ini. Program ini salah satu bentuk strategi Humas Mabes Polri untuk saling kenal dan silaturahmi dengan para netizen untuk bisa berinteraksi secara nyata di event ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
1.2
Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti memiliki fokus penelitian pada masalah bagaimana uapya Divhumas Polri dalam mengembankan citranya dengan cara mengelola buzzer yang berada di dunia maya.
1.3.
Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
yang
telah
dijelaskan,
peneliti
mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di dalam penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimaan upaya pengeloaan buzzer Divhumas Polri sebagai proses mengembangkan citra instansi? 2. Apasajakah program-program yang digunakan oleh Divhumas Polri untuk merangkul buzzer di dunia maya? 3. Bagaimanakah strategi menyelesaikan krisis konvoi moge yang berlokasi di Yogya? 4. Berapa lama Divhumas Polri mengembalikan kepercayaan masyarakat terkait krisis yang dialamai?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
1.4.
Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian yang di teliti adalah untuk mengatahui upaya Divhumas Polri dalam mengelola buzzer melalui program-program apa saja yang di jalankan, strategi apa yang digunakan dalam penyelesaian krisis yang di alami hingga membutuhkan waktu berapa lama untuk mengembalikan kepercayaan publik paska krisis terjadi. Hal tersebut dilakukan untuk mengembangkan citra Polri ke arah yang lebih baik dan lebih positif.
1.5
Manfaat Penelitian 1.5.1
Manfaat Akademis Melalui
penelitian
ini,
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi terhadap perkembangan ilmu komunikasi terlebih dalam hal pengelolaan buzzer perusahaan yang merupakan salah satu aktivitas sebagai seorang Public Relations. 1.5.2
Manfaat Praktis Pembahasan pengelolaan buzzer ini akan menjadi bekal bagi peneliti dan pembaca lainnya, agar mengetahui bagaimana kinerja nyata dari seorang PR online. Dimana PR online harus stand by 24 jam untuk memperhatikan alur yang buzzer perbincangkan mengenai perusahaan atau lembaga. Karena, kini buzzer sudah diperhitungkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
sama seperti pelaku media konvensional (wartawan media cetak dan media elektronik). Terlebih buzzer bersifat independent, dimana mereka tidak memiliki keterikatan dengan siapa pun sehingga bisa memberitakan apapun, baik itu meningkatkan citra perusahaan atau bahkan merusak reputasi perusahaan sekali pun. Karena itu perusahaan dan PR perlu bekerja sama untuk menjangkau dan mengelola agar mereka mempunyai kesepemahan yang positif terhadap perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/