BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan bagian dari rangkaian kebijakan penyehatan BUMN yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendayagunakan BUMN sebagai lokomotif baru dalam pembangunan ekonomi nasional. Mengingat kemampuan usaha swasta nasional akibat krisis ekonomi yang terjadi tidak mungkin lagi untuk berperan secara maksimal. 1 Tidak hanya di Indonesia, Krisis global membawa pengaruh besar terhadap kurangnya permintaan untuk barang dan jasadi seluruh dunia, sangat banyak perusahaan yang bereaksi terhadap keadaan ini dengan menyesuaikan kinerja mereka dengan kondisi yang lebih efisien. 2 Termasuk BUMN yang merupakan perusahaan di bawah naungan otoritas (selanjutnya dalam tulisan ini dalam hal pengawasan BUMN, pemerintah disebut otoritas). Privatisasi BUMN pada dasarnya adalah transformasi kepemilikan Negara kepada kepemilikan swasta yang juga dapat dimaknai sebagai peralihan konsentrasi pengawasan negara terhadap BUMN kepada mekanisme pasar. Privatisasi diyakini mampu mendorong BUMN untuk bertransformasi kearah pengelolaan yang lebih efisien sesuai tuntutan pasar. Sebab pengawasan Negara yang terlalu besar di tubuh BUMN menjadikan BUMN berjalan lambat dan sangat dipengaruhi oleh politik kepentingan. Keadaan ini akan mempersempit ruang bagi otoritas untuk melaksanakan peran pengawasannya terhadap BUMN yang telah di privatisasi. Sementara itu
1
Aminuddin Ilmar, “Hak Menguasi Negara Dalam Privatisasi BUMN” , (Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2012) hlm. 99 2 Almos Telegdi, “Employment Adjustment during the Global Crisis: Differences between State-Owned and Private Enterprises”, Budapest Working Paper on The Labour Market, 2013. hlm 5
pengawasan dari otoritas masih sangat dibutuhkan peranannya terhadap BUMN yang telah di privatisasi. Ketiadaan pengawasan yang memadai dari otoritas bukan tidak mungkin menyebabkan bergesernya maksud dan tujuan dari dibentuknya BUMN. Regulasi BUMN sendiri mengisyaratkan bahwa kriteria BUMN Persero paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) dari sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, sedangkan untuk Persero Terbuka berpedoman pada ketentuan regulasi pasar modal. 3 Hal ini dimaksudkan agar otoritas masih dapat memegang peran dalam menentukan arah kebijakan di perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas. Namun untuk Persero Terbuka tidak ada batasan bagi persentase saham minimal yang harus dimiliki pemerintah, dengan demikian mekanisme dan prinsip-prinsip yang berlaku di pasar modal sangat mempengaruhi kepemilikan saham tersebut. Pengalaman privatisasi yang pernah dilakukan di Indonesia adalah pada saat melakukan divestasi saham Indosat kepada Singapore Technologies Telemedia (STT) sebesar 41,94 %. STT merupakan anak perusahaan dari Temasek, BUMN milik Singapura yang juga memiliki anak perusahaan Singapore Telcom (Singtel) yang menguasai 35 % saham Telkomsel, operator selular kedua di Indonesia. Kondisi ini menyebabkan reaksi yang keras dari berbagai kalangan. Keadaan seperti ini akan menyebabkan Singapura relatif akan menguasai industri dua jasa layanan telekomunikasi selular di Indonesia, yaitu Indosat dan Telkomsel yang diperkirakan menguasai 80 % pangsa pasar selular di Indonesia. 4 Sehingga otoritas akan kehilangan fungsi kendalinya dalam mengawasi berjalannya BUMN yang telah dilakukan privatisasi ini. 3
Pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Riant Nugroho Dwidjowijoto, “Analisa Privatisasi BUMN di Indonesia”, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, Volume 6, Nomor 3, Maret 2003. hlm. 294, selanjutnya disebutkan bahwa pada saat itu mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan Ketua MPR Amin Rais menyatakan bahwa Indosat mempunyai nilai strategis sebagai perusahaan terdepan dan tersebesar dalam sambungan telepon internasional untuk Indonesia. Pengambilalihan ini merupakan pelepasan jaringan saraf global bagi Indonesia. BUMN Telekomunikasi di Australia, Telstra, hanya di privatisasi sebesar 49 % saja sementara sisanya tetap di pegang pemerintah karena mempunyai arti yang strategis. 4
Dengan kondisi seperti di atas hal yang paling memungkinkan dilakukan oleh otoritas adalah pengawasan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang sudah ditentukan oleh Undang Undang Perseroan Terbatas, Fasilitas pengawasan ini masih dapat di gunakan mengingat status BUMN yang merupakan Perseroan Terbatas dan pemerintah adalah salah satu pemegang saham. Melalui RUPS tersebutlah para pemegang saham sebagai pemilik perseroan melakukan pengawasan terhadap kepengurusan yang dilakukan direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang dijalankan manajemen perseroan. 5 Namun mekanisme pengawasan ini tidak menjamin bahwa otoritas dapat menggiring arah kebijakan perusahaan sebagaimana yang di inginkannya, karena tidak menutup kemungkinan mekanisme pasar yang akan berbalik menggiring otoritas untuk megikuti arah yang diinginkannya. Akankah filosofi keberadaan BUMN sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 dan tujuan sejati pendirian BUMN berdasarkan UU BUMN akan mengalami pergeseran ketika Negara kehilangan
pengawasan penuh terhadap BUMN ?
Menyerahkan BUMN pada mekanisme pasar akan menjamin terwujudnya kesejahteraan masyarakat ? atau mungkin tujuan-tujuan yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat harus dipisahkan dari BUMN dengan menjadikan BUMN murni sebagai entitas privat ? Pertanyaanpertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab karena akan berkenaan langsung dengan transformasi sistem ekonomi berbasis Negara kesejahteraan (welfare state) menjadi sistem ekonomi pasar. Permasalahan hukum lain yang sangat penting terkait privatisasi BUMN adalah persoalan pengawasan BUMN setelah diprivatisasi melalui initial public offering (IPO) di pasar modal. Sebelum BUMN diprivatisasi, dimana kepemilikan Negara pada BUMN adalah 100 % atas saham, maka BUMN merupakan entitas hukum yang langsung diawasi oleh Negara melalui 5
James D Cox, Thomas Lee Hazen, Hedge O’ Neal, “Corporations, Alpen Law & Bussines” , 1997. hlm. 306 sebagaimana dikutip oleh Yahya Harahap, “Hukum Perseroan Terbatas” (Jakarta:Sinar Grafika, 2011) Cetakan ketiga, hlm. 306
berbagai perangkat Negara yang ada, misalnya pengawasan internal yang dilakukan oleh Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham, dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kementerian BUMN melakukan pengawasan langsung sebagai kuasa pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan melalui regulasi yang dikeluarkan oleh Kementerian BUMN. Permasalahan secara hukum lahir ketika BUMN sudah diprivatisasi melalui IPO, maka kepemilikan BUMN tidak lagi 100 % berada pada Negara. Dalam kondisi kepemilikan yang demikian, muncul pertanyaan hukum, apakah pengawasan Negara cq. Pemerintah melalui otoritas yang dimilikinya masih bisa dilakukan terhadap BUMN ? Apakah Kementerian BUMN masih dapat mengeluarkan regulasi (peraturan-peraturan) yang mengikat para pengelola BUMN yang sudah diprivatisasi tersebut ataukah terbatas hanya pada kekuasaan Negara cq. Otoritas yang sudah dibatasi pada komposisi hak suara melalui RUPS ? Apakah pengawasan oleh DPR, BPK dan BPKP masih bisa diperlukan terhadap BUMN ? Permasalahan tersebut tidak bisa dilepaskan dari status ganda BUMN. Pada satu sisi BUMN merupakan badan hukum mandiri yang terpisah dari Negara sebagai pemilik seluruh sahamnya. Namun pada sisi lain, peraturan perundang-undangan memandang BUMN layaknya entitas publik yang merupakan bagian dari keuangan Negara. Peran BUMN sangat bervariasi diberbagai negara. Hal ini sangat terkait dengan sistem ekonomi yang dianutnya, misalnya mekanisme pasar, demokrasi sosial , negara kapitalis . Selain itu
keberadaan BUMN merupakan bagian dari entitas politik maupun ekonomi, karena
kepemilikannya oleh pemerintah, maka harus tunduk pada kebijakan yang di berlakukan
walaupun kadang-kadang bertentangan antara satu dan yang lainnya. 6 Uni Eropa merancang kebijakan mengenai BUMN yang menekankan bahwa tidak ada perusahaan menerima subsidi yang tidak semestinya , terlepas dari kepemilikannya . 7 Di lihat dari sisi lainnya, BUMN sangat mungkin menjadi organisasi yang strategis untuk dikerahkan mencapai tujuan politik pemiliknya, yaitu pemerintah pusat ataupun provinsi. 8 Oleh karena itu, tindakan BUMN di panggung global tergantung pada bagaimana itu tertanam dalam politik ekonomi dari negara asalnya . BUMN di Indonesia lahir sebagai pelaksanaan politik ekonomi yang diamanahkan oleh Pasal 33 ayat (2), (3) dan ayat (4) 9 dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Oleh karena itu, tujuan Negara mendirikan dan menguasai BUMN adalah dalam rangka mewujudkan kemakmuran rakyat. Tujuan ini kemudian dijabarkan dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. 10 Dengan demikian, BUMN
6
Saul Estrin, “The Internationalization of State Owned Enterprises: The Impact of Political Economy and Institutions”, Departement of Management London School of Economics. hlm. 3 7 Morgan E.J, “Controling Cartels – Implication of the EU Policy Reform”, Euerope Manajement Journal. hlm. 1-12 8 Buckley P.J., Clegg J., Cross A., Liu X., Voss H. & Zheng P.. “The determinants of Chinese outward FDI”. Journal of International Business Studies 2007. hlm. 499, Lihat juga Toto Pranoto, , “Faktor Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Privatisasi BUMN : Komparasi Indonesia-Malaysia”, Lembaga Management FE-UI. Makalah dipresentasikan pada FE-UI Research Day, 13 Desember 2011. hlm. 10-11disebutkan bahwa Karakteristik BUMN yang memiliki banyak tujuan dan kadang bersifat conflicting, kuatnya intervensi politik, serta kurangnya transparansi menyebabkan BUMN memiliki governance yang unik dibandingkan sektor swasta. Dari sisi negara terdapat tantangan berupa banyaknya kepentingan dari berbagai badan negara/Kementrian untuk intervensi pengelolaan BUMN. Dari sisi Dewan Pengawas terdapat tantangan berupa lemahnya otoritas mereka untuk mengawasi dewan direksi serta posisi mereka sebagai pejabat birokrasi yang memiliki keterbatasan waktu untuk mengawasi BUMN. Sementara di sisi manajemen pengelola BUMN sering menghadapi tantangan berupa buruknya sistem remunerasi dan rendahnya disiplin manajemen. 9 Pasal 33 UUD 1945,: (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. 10 Pasal 2 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN : “(1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah : (a). memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; (b) mengejar keuntungan; (c) menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; (ḏ) menjadi
di Indonesia pada dasarnya memainkan dua peran pokok, yakni : sebagai perusahaan Negara yang mencari keuntungan untuk menambah devisa bagi Negara (agent of business) dan sebagai sarana bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam upaya tugas Negara mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. 11 Peran ganda dari BUMN ini sejalan dengan pembagian jenis BUMN menjadi perusahaan umum (Perum) dan perusahaan perseroan (Persero). 12 Dalam suatu kesempatan Mohammad Hatta menjelaskan bahwa ”dikuasai oleh negara” tidak serta merta berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ondernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada pembuat peraturan guna melancarkan jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula ”penghisapan” orang yang lemah oleh orang lain yang bermodal. 13 Kemudian Bung Hatta mengemukakan pula bahwa apa yang disebut dengan ”public utilities” diusahakan oleh pemerintah. Bagi negara, pengadaan pelayanan umum seperti listrik, gas dan air ditambah dengan cabang-cabang produksi yang penting lainnya seperti industri pokok dan tambang ”dikuasai” oleh negara. Pengertian ”dikuasai” bukan otomatis dikelola langsung oleh pemerintah, tetapi dapat dengan menyerahkannya pada pihak swasta, asalkan dengan pengawasan pemerintah. 14 Setidaknya ada dua hal penting dari pandangan Mohammad Hatta tersebut di atas. Pertama bahwa penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tidak selalu diartikan bahwa negara sebagai pemilik yang perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; dan (e). turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. 11 Zainal Muttaqin, “ Tinjuan Yuridis Mengenai Pengenaan Pajak terhadap BUMN”, Tesis Program Pascasarjana (Bandung : Universitas Padjadjaran, 1992), hlm. 78 12 Pasal 9 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN membagi BUMN menjadi perusahaan perseroan dan perusahaan umum. Perusahaan perseroan (Persero) lebih ditujukan untuk mengejar keuntungan (profit oriented) sedangkan perusahaan umum (Perum) lebih berorientasi kepada pelayanan publik (public services oriented). 13 Mohammad Hatta, “ Cita-Cita Koperasi dalam Pasal 33 UUD 1945” dalam Sri-Edi Swasono (ed.), “Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi” (Jakarta, 1987), hlm. 16. 14 Deliar Noer, ”Mohammad Hatta : Biografi Politik”, (Jakarta : LP3ES, 1990), hlm. 546.
menguasai seluruh kepemilikan atas perusahaan (BUMN). Kedua, kepemilikan swasta diakui sepanjang otoritas tetap memiliki hak untuk mengawasi. Pemikiran pertama membuka ruang bagi terjadinya privatisasi BUMN sedangkan pemikiran kedua membuka ruang bagi pengawasan otoritas terhadap BUMN. Privatisasi BUMN diakui sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah BUMN sekaligus untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Privatisasi BUMN dapat dilakukan melalui 3 (tiga) opsi cara privatisasi, yakni melalui pasar modal (go public, initial public offering), menjual langsung saham Negara kepada investor (private placement, strategic sale), dan menjual langsung saham Negara kepada manajemen dan/atau karyawan perusahaan persero yang bersangkutan. 15 Terkait metode privatisasi BUMN, Bismar Nasution menjelaskan: pelaksanaan privatisasi itu seharusnya lebih menitikberatkan penjualannya melalui pasar modal, dibandingkan dengan menjualnya kepada mitra strategis (strategic sale). Proses privatisasi BUMN melalui kegiatan go public (public offering) di pasar modal akan mengalami transformasi dari perusahaan yang awalnya dikuasai oleh negara bergeser menjadi perusahaan pubik yang dimiliki oleh banyak orang selaku pemegang saham. Melalui pasar modal akan membuat penjualan saham BUMN terdistribusi dalam masyarakat, dan dengan sendirinya memperluas kepemilikan masyarakat. 16 Privatisasi dicetuskan oleh Milton Friedman, yang merupakan penasihat Presiden Amerika Serikat pada saat Presidennya Ronald Reagen dan Frederick High yang merupakan penasihat ekonomi Perdana Menteri Inggris, Margaret Thatcher. Pemikiran tentang privatisasi tersebut telah tersebar luas khususnya di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Pada saat itu kemudian berlangsung proses pengubahan status kepemilikan banyak badan usaha dan perusahaan dari kepemilikan negara menjadi kepemilikan individu, keadaan itu juga 15
Pasal 78 Undang Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Bismar Nasution, “Hukum Kegiatan Ekonomi” (Bandung : BooksTerrace & Library, 2009) hlm. 215. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengelolaan perusahaan tersebut harus semakin terbuka dan dikelola secara profesional serta mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan, sehingga dapat bersaing dan berkembang untuk memberikan keuntungan kepada para pemegang saham. 16
mengakibatkan aset dan perekonomian negara tersentralisasi pada beberapa individu atau perusahaan tertentu. Negara-negara ini juga berusaha untuk menyebarkan pemikiran tersebut ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara berkembang. 17 Privatisasi memiliki rentetan sejarah yang panjang lebih daripada yang pernah dipikirkan selama ini, dan pejabat pemerintah di berbagai negara sebenarnya telah menerapkan privatisasi tersebut selama beberapa dekade. Sebagaimana yang digambarkan oleh Savas bahwa privatisasi sebagai saudara kembar pemerintah saat ia menyatakan bahwa keberadaan privatisasi dan pemerintah berumur sama. 18 Selain itu, sepertinya tidak terlihat adanya keseragaman pola yang menunjukkan definisi privatisasi secara tepat. Namun, kecenderungan privatisasi umum dapat dilihat melalui tindakan penarikan pajak negara dari bea masuk secara ekslusif, dan pemerintah melakukannya untuk memenuhi tuntutan rakyat. 19 Wright mengemukakan sejarah privatisasi dalam penelitiannya
antara lain
skema
privatisasi di Republik Irlandia pada tahun 1960-an dan 1970-an, dimana pemerintahannya menjual aset di Perusahaan Pembuangan Limbah Produk Susu (Dairy Disposal Company) pada tahun 1972. Di Inggris, dimana pemerintah Buruh menjual saham pada British Petroleum pada tahun 1977. Di Jerman Barat, sebuah program privatisasi dilakukan oleh pemerintah CDU pada tahun 1960, dan pada tahun 1970 saham minoritas dari Lufthansa dijual. Di Italia, perusahaan utama di negaranya, IRI, menyingkirkan beberapa perusahaan di tahun 1950-an dan tahun 1960an. 20 Lebih jauh lagi , Van Ginkel mendapati beberapa kejadian penting dari skema privatisasi di Belanda dimana pemerintah provinsi Zeeland memprivatisasikan tambak tiram mereka pada
17
Badan Pembinaan Hukum Nasional , “Privatisasi Perusahaan Milik Negara Ditinjau dari UUD 1945”, (Jakarta : Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2011). hlm. 50 18 E.S Savas, “Privatisation, The Key to Better Government”, (New Jersey : Chatham, 1987). hlm. 291 19 Safri Nugraha, “Privatisastion of State Enterprises in the 20 th Century a Step Forwards or Backward?”, (University of Indonesia , Faculty of Law : Jakarta,2004) hlm. 18 20 Vincent Wright (ed), “Privatisation in Western Europe”, 1994. hlm. 14
tahun 1870. Otoritas Provinsi Zeeland memprivatisasikan area tambak tiram yang luas, sementara itu mereka mengadakan pelelangan umum kepada penawar tertinggi untuk akses/jalan masuk ke tempat yang lebih kecil. 21 Dari uraian Wright dan Van Gikel tersebut, dapat disimpulkan bahwa privatisasi memiliki sejarah panjang yang telah dipraktikkan sejak 1870 di negara-negara Eropa. Meskipun telah dipraktikkan di banyak negara selama beberapa dekade, istilah privatisasi sebenarnya menjadi populer pada tahun 1979, ketika Perdana Menteri Margaret Thatcher mengumumkan rencananya untuk memprivatisasi BUMN Inggris. Sejak itu, privatisasi telah dipraktikkan di seluruh dunia, dari Selandia Baru dan Australia melalui Asia (Cina, Indonesia, Jepang, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan dan Thailand ) dan ke Eropa ( Belgia, Perancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda, Spanyol, Swedia, Inggris, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Polandia dan Rusia ) dan Amerika ( Argentina, Bolivia, Brazil, Kanada, Chile, Columbia, Kuba, Jamaika, Peru, Meksiko, Panama dan Venezuela)
22
Secara historis, Inggris diakui sebagai rujukan terdepan dalam kebijakan privatisasi. Sampai pada era pemilihan Pemerintah Konservatif pada tahun 1979, privatisasi muncul sebagai isu kebijakan yang penting dan kontroversial. Banyak program dan aksi privatisasi dilaksanakan sejak tahun 1979 dan saat ini privatisasi dipraktikkan di banyak negara di seluruh dunia. Terlebih lagi, banyak buku dan studi tentang privatisasi telah dipublikasikan dan sebagian besar membahas dan mengemukakan program-program privatisasi pemerintah Thatcher sebagai referensi utama untuk tinjauan skema privatisasi masa kini. 23 Di bawah pemerintahan Thatcher,
21
Rob Van Ginkel, “Plunderers into Planters”, dalam J. Boissevain and J. Verrivs (ed), Dutch Dilemma Anthropologist look at the Netherlands, 1989. hlm. 102 22 A. Zen Umar Purba, “Privaization in Indonesia, Restructurization and Public Offering”, Majalah Hukum dan Pembangunan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Nomor. 2 Tahun XXVII, 1997. hlm. 2 23 Safri Nugraha, Op Cit. hlm 19
Inggris memulai sebuah privatisasi besar yang menghasilkan diversifikasi banyak BUMN yang bergerak di bidang industri. 24 Pada masa pemerintahan Perdana Menteri Margaret Tatcher privatisasi BUMN dimaksudkan dan ditujukan untuk mencapai efisiensi dinamis terhadap kinerja BUMN serta memperluas kepemilikan saham perusahaan. Hal itu dibuktikan dengan di privatisasinya secara penuh Brithis Telcom (BT), dimana BT mampu meningkatkan jumlah satuan sambungan telepon sebesar 30 % semenjak di privatisasi tahun 1985. Kemudian Brithis Gas juga berhasil menawarkan harga jual gas yang jauh lebih murah kepada pelanggannya sebesar 30 % bila dibandingkan dengan tarif sebelum dilakukan privatisasi. 25 Seorang penulis tentang privatisasi asal Amerika Serikat Jhon D. Donahue menyimpulkan bahwa privatisasi merupakan sebuah pengaruh dari Inggris ke negaranya, Amerika Serikat. 26 Tatacara privatisasi yang diterapkan Inggris mempengaruhi mekanisme program privatisasi negara-negara Eropa lainnya. 27 Di Amerika Serikat, sebutan privatisasi diawali dari manajemen sektor swasta. Sebutan tersebut muncul ketika permasalahan beban anggaran untuk pelayanan publik meningkat pada saat yang bersamaan, para akademisi menyokong reformasi sektor publik secara total. Pada waktu itu, kalangan akademisi di Amerika Serikat juga mengusulkan adanya reformasi di sektor publik. Secara kebetulan masyarakat bisnis dan akademisi mempunyai kesadaran yang sama untuk mendorong privatisasi di pertengahan tahun 1980-an. Memperhatikan kondisi di atas terlihat bahwa kebijakan publik privatisasi dipicu alasan kebutuhan ekonomi. Kondisi ini tentunya akan berbeda kalau dipandang dari sisi politis. Privatisasi lebih ditujukan untuk membangun kembali praktik pemerintahan lokal/daerah. Proses desentralisasi ekonomi yang 24
E.S Savas,Op.Cit. hlm. 169 Kevin Davis dan Ia Harper (etd.), “Privatization : The Financial Implication” (St Leonard : Allen & Unwin, 1993) hlm. 245-246. 26 Jhon. D Donahue, “The Privatisation Decision”, 1989. hlm. 4 27 Vincet Wright, Op Cit. hlm. 5 25
diluncurkan pemerintah pusat merupakan tanda penyebaran tanggung jawab pelayanan publik yang baik di level pusat maupun daerah. Ini berarti legitimasi desentralisasi dan kebebasan perusahaan publik harus dilakukan melalui kebijakan publik formal. Pakar ekonomi, Friedman menempatkan dinamisasi pemerintahan sebagai subset proses ekonomi dan kemampuan teori ekonomi untuk refurbish laissez faire philosopy. Intervensi pemerintah diizinkan dan praktik pemerintah lokal perlu. 28 Dinegara-negara berkembang privatisasi juga telah menjadi kebijakan yang popular (misalnya, di Kolombia, Jamaika, Malaysia, Peru, Filipina, KoreaSelatan, Taiwan, dan Turki), tetapi negara-negara tersebut tidak selalu mewakili bagian dari program berkelanjutan untuk mengurangi ukuran sektor industri milik negara. Sedangkan negara-negara miskin tidak banyak yang dapat melakukan kebijakan privatisasi (yaitu, menarik bagi investor) atau terlalu sedikit politisi yang dapat menerima investor untuk bersedia menjual kepadanya. Namun demikian, tekanan internasional sangat dirasakan mereka, negara-negara tersebut melakukan deregulasi dan meliberalisasi kebijakan ekonomi mereka. Beberapa lembaga internasional, seperti Bank Dunia juga sangat menekankan hal ini. 29 Di negara maju seperti Inggris, privatisasi dipakai sebagai alat politik untuk memenangkan pemilu dan bahkan melemahkan kelompok oposisi seperti terjadi pada era Thatcher. Di negara-negara berkembang seperti Asia dan Amerika Latin, kelompok ekonomi dan politik tertentu memperkaya diri dengan kebijakan privatisasi yang undervalue. Pihak lain yang menikmati privatisasi ini adalah beberapa konsultan multinational seperti McKinsey, Arthur
28 29
hlm. 9
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Op.Cit. hlm. 52-53 D.G.McFetridge, “The Economic of Privazitasion”, (C.D. Howe Institute Benefactors Lecture, 1997).
Young & Co, Coopers & Lybrand, dimana mereka menerima jasa konsultasi yang sangat mahal untuk suatu proses privatisasi. 30 Bahkan Chapman membuat pernyataan menarik : ”....Ironically, as the century draws to a close, the British, the Belgians, and the French are back in Africa and Asia, not as colonialist, but as highly-paid professional adviser, invited toproduce reports on how privatization, including transnational ownership of state enterprises,can revitalize depressed and bankrupt economies ” 31 (".... Ironisnya, ketika abad menarik untuk lebih dekat, Inggris, Belgia, dan Perancis kembali di Afrika dan Asia, bukan sebagai kolonialis, tetapi sebagai penasihat profesional, diundang untuk menghasilkan laporan tentang bagaimana privatisasi , termasuk kepemilikan transnasional BUMN, dapat merevitalisasi ekonomi tertekan dan bangkrut ") Privatisasi merupakan buah dari Kritik terhadap model administrasi publik klasik jika ditinjau dari perkembangan teori adminsitrasi publik, yang kemudian melahirkan konsep manajemen publik baru (New Public Management). Konsep NPM muncul pada tahun 1980 an dengan Sasaran utama yang ingin dicapai adalah perubahan cara pengelolaan pemerintah dalam penyampaian pelayanan kepada masyarakat dengan penekanan pada orientasi pasar (market orientation) sehingga mampu menghasilkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik. Konsep NPM memfokuskan diri pada pemisahan birokrasi pada unit yang lebih kecil, kompetisi antara pemerintah dan swasta dalam penyediaan jasa publik, dan perubahan motivasi dari sekedar pelayan publik menjadi motif ekonomi, dengan memberikan insentif pada pelayanan publik seperti yang diberikan dalam usaha swasta. NPM menekankan performance sebagai kriteria utama, dengan menerapkan teknologi manajemen yang digunakan di lingkungan swasta ke lingkungan publik. 32
30
Toto Pranoto, Op.Cit. hlm. 9 Collin Chapman, “Selling the Family Silver: Has Privatization Worked?” (London: Hutchinson Business Book Limited, 1990). 32 Toto Pranoto,Op.Cit. hlm. 2. Lihat Juga Farazmand, Ali .. “Ideas and Practice of New Public Management “. Asian Affairs, Vol 25, No 3 :. hlm 30-48, July-September 2003, disebutkan bahwa NPM timbul sebagai reaksi atas perubahan lingkungan yang terjadi dalam 2 dekade sejak awal 1980 an. Perubahan lingkungan tersebut meliputi antara lain besarnya alokasi budget untuk sektor publik yang kemudian mendorong langkah 31
Di Indonesia posisi BUMN ditempatkan layaknya sebagai badan hukum privat. Sebagai Persero, BUMN mempunyai ciri-ciri : (1) berstatus sebagai badan hukum privat, (2). hubungannya usahanya diatur menurut hukum perdata, (3) makna usahanya adalah untuk memupuk keuntungan, dan (4) modal secara keseluruhan atau sebahagian adalah milik negara dari kekayaan negara yang dipisahkan. 33
Dalam perspektif teori hukum, makna ”kekayaan
negara yang dipisahkan” merujuk pada pemaknaan bahwa BUMN adalah badan hukum mandiri yang pertanggungjawabannya dan kekayaannya terpisah dari pemiliknya (dalam hal ini Negara). Secara umum diterima bahwa suatu badan hukum memiliki karakteristik sebagai berikut : (a) perkumpulan orang (organisasi) (b) dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (c) mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari kekayaan pendirinya (pemiliknya) ; (d) mempunyai pengurus ; (e) mempunyai hak dan kewajiban ; dan dapat digugat atau menggugat dihadapan pengadilan. 34 Sebagai subjek hukum, badan hukum memiliki kepribadian hukum (persoonlijkheid) yaitu suatu kemampuan untuk menjadi subjek pada setiap hubungan hukum. Setiap badan hukum memiliki kecakapan dalam melakukan suatu perbuatan hukum dalam bidang harta kekayaan. 35 Namun pada posisi lain, sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia tetap mengkategorikan BUMN sebagai entitas publik dan bagian dari keuangan negara. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara tetap mengkategorikan kekayaan BUMN sebagai bagian dari kekayaan atau keuangan negara, meskipun telah dipisahkan. Konsekwensinya menurut kedua peraturan tersebut adalah efisiensi dan pemotongan budget, tumbuhnya inovasi teknologi terutama teknologi informasi, pengaruh globalisasi ekonomi yang menjadikan efisiensi sebagai kata kuncinya, liberalisasi ekonomi sebagai response atas mismanagement, korupsi, manajemen sumberdaya yang tidak efisien dan birokrasi yang rumit, serta tuntutan publik atas barang dan jasa yang berkualitas sehingga setiap organisasi harus fitmenghadapinya 33 Herman Hidayat, &Harry Z. Soeratin, “Peranan BUMN dalam Kerangka Otonomi Daerah”, disampaikan pada Sosialisasi Peranan BUMN, Universtas Amir Hamzah, Medan, 9 April 2005. 34 Chidir Ali, Badan Hukum”, (Bandung : Alumni, 1999), hlm. 33 35 Ibid, hlm. 24
bahwa tata cara penggunaan kekayaan BUMN harus dilakukan sesuai dengan tata cara penggunaan keuangan/kekayaan negara. 36 Kedudukan BUMN sebagai bagian dari keuangan Negara memberikan kewenangan kepada DPR, BPK dan BPKP untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan kinerja dan keuangan pada BUMN. Masalahnya adalah ketika BUMN sudah diprivatisasi melalui pasar modal berakibat BUMN tersebut juga tunduk pada peraturan perundang-undangan lain yakni peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan perseroan terbatas
sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 34 UU BUMN sebagai berikut : Bagi Persero Terbuka berlaku ketentuan Undang-Undang ini dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Sementara itu, dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak dikenal adanya pemeriksaan keuangan oleh BPK, dan BPKP, demikian juga keterlibatan DPR terhadap pemeriksaan suatu perusahaan emiten. Pada perusahaan emiten pengawasan secara internal dilakukan oleh organ pengawas (Dewan Komisaris) dan RUPS dan pengawasan eksternal oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, setidaknya terdapat beberapa alasan penting perlunya penelitian disertasi tentang Pengawasan Otoritas terhadap BUMN yang sudah di Privatisasi melalui Pasar Modal sebagai berikut : Pertama, Indonesia adalah Negara yang memiliki sangat banyak BUMN. Berdasarkan data Kementerian BUMN saat ini jumlah BUMN di Indonesia adalah 119 perusahaan 37 dengan 36
Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pada Pasal 2 huruf g, disebutkan bahwa Keuangan Negara meliputi kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara. Pasal 24 ayat 3 menyebutkan bahwa Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara. Pasal 30 mengenai laporan pertangungjawaban pelaksanaan APBN, Presiden menyampaikan laporan tersebut kepada DPR termasuk didalamnya laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Selanjutnya lihat Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaab Negara, pada Pasal 55 ayat 2 huruf d disebutkan bahwa Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.
total kontribusi kepada Negara sebesar
Rp. 134.000.000.000.000 (seratus
tiga puluh empat triliun Rupiah) jika dilihat dari laba bersih BUMN di tahun 2012. 38 Mengingat pentingnya peran BUMN dalam perekonomian nasional secara umum, maka peraturan perundang-undangan yang ada semestinya dapat dipergunakan untuk mengarahkan transformasi pengelolaan BUMN kearah yang lebih baik. Kedua, Pemerintah memiliki rencana jangka panjang terhadap restrukturisasi dan privatisasi BUMN sebagai langkah perbaikan kinerja dan menciptakan nilai tambah BUMN. Oleh karena itu, sehubungan dengan privatisasi BUMN terutama melalui pasar modal diperlukan kerangka hukum yang jelas dan memberikan arah yang lebih baik pada upaya perbaikan BUMN di Indonesia. Ketiga, terdapat ketidakpastian hukum dalam pengawasan BUMN yang telah diprivatisasi. Kedudukan BUMN sebagai bagian dari keuangan Negara menyebabkan pengawasan BUMN tidak saja dilakukan oleh Pemerintah cq. Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham BUMN, tetapi juga oleh lembaga Negara terkait lainnya seperti BPK, BPKP dan DPR. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum ketika BUMN diprivatisasi melalui pasar modal. Sebagai emiten BUMN tunduk pada ketentuan-ketentuan pasar modal dan perseroan terbatas. Dalam ketentuan perundang-undangan pasar modal tidak dikenal adanya pengawasan BPK, BPKP maupun DPR terhadap emiten. Pengawasan terhadap emiten dilakukan berdasarkan mekanisme pengawasan internal sesuai UUPT dan anggaran dasar sedangkan
37
http://bumn.go.id/halaman/238/Statistik.Jumlah.BUMN, diakses terakhir pada tanggal 28Desember 2015. Disebutkan bahwa jumlah BUMN per 31 Desember 2014 berjumlah 119 BUMN atau berkurang 20 perusahaan dibanding akhir tahun 2013. 2 BUMN berubah status badan hukum menjadi BPJS, yaitu PT. Askes dan PT. Jamsostek. 14 BUMN Perkebunan menjadi 1 holding BUMN Perkebunan, sehingga jumlah BUMN Perkebunan berkurang 13 BUMN. sementara itu 6 BUMN Kehutanan menjadi 1 holding BUMN Kehutanan, sehingga jumlah BUMN Kehutanan berkurang 5 BUMN 38 www.antaranews.com/berita/350614/laba-bersih-141-bumn-tidak-capai-target, diakses tanggal 19 Oktober 2013
pengawasan eksternal berada pada OJK yang merupakan lembaga baru menggantikan peranan pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Keempat, masih diperlukan pengawasan Negara cq. Pemerintah melalui otoritas yang dimilikinya terhadap BUMN yang sudah diprivatisasi mengingat adanya sejumlah kepentingan Negara dan masyarakat terhadap keberadaan BUMN, apalagi saat ini jumlah BUMN yang sudah diprivatisasi melalui pasar modal sudah mencapai 20 perusahaan. 39
Hilangnya sama sekali
pengawasan dan kendali Negara terhadap BUMN bukan tidak mungkin BUMN berjalan akan berbeda dengan filosofi keberadaan dan tujuan didirikannya BUMN tersebut. Oleh karena itu, perlu konsep yang memberikan ruang untuk mengakomodir kepentingan Negara guna melakukan pengawasan terhadap BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan perseroan terbatas.
B. Rumusan Masalah
39
Lihat http://finance.detik.com/read/2015/04/09/105300/2882246/6/ini-daftar-bumn-yang-sudahdiprivatisasi diakses tanggal 29 Desember 2015, bahwa sampai dengan tahun 2015 jumlah BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal berjumlah 20 perusahaan. Yaitu, 1. PT. Indofarma Tbk (INAF), masuk bursa 17 April 2001, 2. PT. Kimia Farma Tbk (KAEF), masuk bursa 4 Juli 2001, 3. PT. Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), masuk bursa 15 Desember 2003, 4. PT. Krakatau Steel Tbk (KRAS), masuk bursa 10 November 2010, 5. PT. Adhi Karya Tbk (ADHI), masuk bursa 18 Maret 2004, 6. PT. Pembangunan Perumahan Tbk (PT.PP), masuk bursa 9 Februari 2010, 7. PT. Wijaya Karya Tbk (WIKA), masuk bursa 29 Oktober 2007, 8. PT. Waskita Karya Tbk (WSKT), masuk bursa 19 Desemeber 2012, 9. PT. Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), masuk bursa 25 November 1996, 10. PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), masuk bursa 10 November 2003, 11. PT. Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), masuk bursa 17 Desember 2009, 12. PT. Bank Mandiri Tbk (BMRI), masuk bursa 14 Juli 2003, 13. PT. Aneka Tambang Tbk (ANTM), masuk bursa 27 November 1997, 14. PT. Bukit Asam Tbk (PTBA), masuk bursa 23 Desember 2002, 15. PT. Timah Tbk (TINS), masuk bursa 19 Oktober 1995, 16. PT. Semen Baturaja Tbk (SMBR), masuk bursa 28 Juni 2013, 17. PT. Semen Indonesia Tbk (SMGR), masuk bursa 8 Juli 1991, 18. PT. Jasa Marga Tbk (JSMR), masuk bursa 12 November 2007, 19. PT. Garuda Indonesia Tbk (GIAA), masuk bursa 11 Februari 2011, 20. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), masuk bursa 14 November 1995
Berdasarkan uraian-uraian latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Mengapa diperlukan pengawasan Otoritas terhadap BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal ? 2. Bagaimana sistem pengawasan yang dilakukan Otoritas terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baik yang telah diprivatisasi melalui pasar modal maupun yang belum diprivatisasi ? 3. Bagaimana bentuk pengawasan ideal yang dilaksanakan oleh Otoritas terhadap BUMN yang telah diprivatisasi ?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan secara umum yakni untuk mendapatkan kebenaran tentang masalah-masalah yang dirumuskan. Oleh karena itu, berdasarkan batasan permasalahan yang ditetapkan, maka secara khusus tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis peraturan perundang-undangan tentang BUMN, privatisasi BUMN dan pasar modal, guna mendapatkan kebenaran tentang pengawasan BUMN yang dilakukan oleh Otoritas, baik terhadap BUMN yang telah diprivatisasi maupun BUMN yang belum diprivatisasi, sehingga dimungkinkan untuk melakukan analisis lebih lanjut dan menyusun pokok-pokok pikiran terkait pengawasan Otoritas terhadap BUMN di Indonesia. 2. Untuk
menemukan
argumentasi-argumentasi
hukum
yang
tepat
dan
dapat
dipertanggungjawabkan tentang pentingnya pengawasan otoritas terhadap BUMN sebelum maupun sesudah diprivatisasi melalui pasar modal. 3. Untuk menemukan model bentuk pengawasan yang ideal terhadap BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal agar sistem pengawasan terhadap BUMN yang telah
diprivatisasi tersebut dapat bersinergi antara kepentingan pemerintah dalam rangka mengawasi kepentingan publik dan kedudukan BUMN sebagai entitas bisnis berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas dan pasar modal. D. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. 40 Teori adalah merupakan suatu prinsip satu ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. 41 M. Solly Lubis menyebutkan: “Bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan”. 42 Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengenai suatu variabel bebas tertentu dimasukan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab. 43 Menurut W.L.Neuman, yang pendapatnya dikutip oleh Otje Salman dan Anton F.Susanto, menyebutkan, bahwa ”Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasikan pengetahuan 40
Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, (Jakarta: UI-Press, 1982), hlm.6 Lihat dan bandingkan dengan J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman. “Penelitian IlmuIlmu Sosial, Jilid. 1”, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hlm. 203 dan 216 disebutkan bahwa Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk prosestertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-faktayang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Lihat juga W.J.S. Poerwadarminta, “Kamus Umum Bahasa Indonesisa”, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), hlm. 155, menyebutkan bahwa salah satu arti teori adalah pendapat, cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu. 42 M. Solly Lubis, “Filsafat Ilmu Dan Penelitian”, (Bandung: Mandar Madju, 1994), hlm. 80 43 J. Supranto, “Metode Penelitian Hukum Dan Statistik”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 192-193 41
tentang dunia. Ini adalah cara yang ringkas untuk berpikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.” 44 Penelitian disertasi ini menggunakan teori “rule of law and economic development”. Teori ini dipergunakan untuk mendukung “ Thesis Statement “ bahwa peran Negara (melalui pembuatan dan penegakan hukum) masih sangat diperlukan dalam mengawasi BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal. Melalui teori ini akan dilihat, apakah secara teoritis masih dimungkinkan Negara melakukan campur tangan terhadap BUMN yang sudah diprivatisasi melalui pasar modal yang semestinya telah menjadi entitas privat dan tunduk pada mekanisme pasar tanpa intervensi Negara. Peran Negara dalam pembangunan ekonomi pertama sekali diperkenalkan oleh Adam Smith. Perspektif teoritis Adam Smith mengenai peran negara dan hukum didasarkan pada prinsip laissez faire 45. Adam Smith percaya bahwa kepentingan pribadi tidak boleh dikekang oleh negara. Lebih jauh dikatakan bahwa selama mekanisme pasar bersaing, tindakan individu yang didorong oleh kepentingan diri akan berjalan bersama dengan kebutuhan bersama khalayak ramai. 46 Apabila negara melalui pemerintah terlalu mengatur dan mencampuri transaksi tersebut, maka kesejahteraan orang banyak akan menjadi berkurang. 47 Paham laissez faire yakin bahwa kegiatan ekonomi akan berjalan sesuai aturan alamiah jika kegiatan tersebut terlepas dari politik. Peran negara yang terlalu besar dalam kegiatan ekonomi justru akan kontra produktif. Kompetisi dalam mekanisme pasar akan bertujuan menguntungkan masyarakat seluruhnya dengan memaksa harga tetap rendah, dimana tetap
44
HR. Otje Salman S dan Antón F Susanto, “Teori Hukum”, (Bandung: Refina Aditama, 2005), hlm. 22 Secara etimologi, kata “laissez faire”berasal dari bahasa Perancis yang berarti “berjalan sendiri”. 46 Christoper Conthe, ”Garis Besar Ekonomi Amerika Serikat”, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Kantor Program Informasi Internasional, 2004, hlm.78. 47 Adam Smith, “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth Nations, Vol. II”, (London : Penguin Books , 1986). hlm. 653-654 45
membangun dalam insentif untuk bermacam barang dan jasa. Smith tidak sepaham dengan semua bentuk intervensi pemerintah dalam proses ekonomi, termasuk tarif, Smith berpendapat bahwa hal tersebut membuat inefisiensi dan harga tinggi pada jangka panjang. 48 Walter Nicholson menambahkan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi dapat menyebabkan munculnya rent seeking behavior yang beliau terjemahkan sebagai firm or individuals influencing government policy to increase their own welfare. 49 Meskipun mekanisme pasar tidak setuju dengan campur tangan pemerintah, akan tetapi seperti diuraikan Smith, peran negara tidak hilang sama sekali, hanya dikurangi sampai tingkat minimal. Smith menegaskan bahwa pemerintah punya tugas yang amat sangat penting dan yang begitu luas serta jelas bagi pemahaman umum, yaitu : melindungi masyarakat dari kekerasan dan serbuan negara lain, melindungi sejauh mungkin setiap warga masyarakat dari ketidakadilan dan pemaksaan/pemerasan yang dilakukan oleh warga lain, atau tugas menyelenggarakan secermat mungkin tata keadilan. Serta untuk menjadikan dan mempertahankan prasarana publik dan berbagai lembaga publik yang ada bukan hanya untuk kepentingan orang-orang atau kelompokkelompok tertentu. 50
48
http://id.wikipedia.org/wiki/Adam_Smith, diakses tanggal 18 Desember 2013 Walter Nicholson,” Intermdiate Microeconomics and Its Aplication,5th Edition”, (New York : The Dryden Press, 1990), hlm. 658. 50 Adam Smith, Op.Cit, hlm. 687. Bandingkan dengan Satjipto Raharjo, “Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya”, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2009) hlm. 23-24 disebutkan bahwa abad kesembilan belas atau era Laissez faire merupakan iklim yang subur untuk mengembangkan semua kelengkapan bagi suatu negara hukum yang berwatak liberal-individual. Negara hukum yang modern yang liberal-indiviual memiliki tugas pokok, yaitu menjaga dan menjamin agar “kemerdekaan dan kebebasan individu” memperoleh kedudukannya yang mapan. Usaha tersebut dilakukan dengan menciptakan filsafat, asa, doktrin serta prinsip-prinsip hukum demi mewujudkan tugas pokok tersebut. Asas-asas serta doktrin hukum yang sekarang seolah-olah sudah diterima sebagai sesuatu yang “alami”, sesungguhnya merupakan peninggalan (legacy) kemenangan borjuis tersebut. Hukum liberal merasa tugasnya sudah selesai, apabila sudah berhasil untuk membuat hukum yang non-diskriminatif (asas kesamaan di depan hukum). Padahal persoalan yang sesungguhnya justru baru mulai dari titik tersebut. Pada waktu hukum yang non-diskriminatif tersebut diterapkan dalam masyarakat, maka muncul problem keadilan yang besar, karena masyarakat terdiri dari berbagai lapisan dan golongan yang tidak sama (equal), baik secara sosial, politik, maupun ekonomi. Dengan demikian muncullah sindrom “the have not” yaitu orang-orang terpinggirkan dan tidak dapat menikmati pelayanan atau perlindungan hukum karena statusnya yang rendah. 49
Pada tahun 1944, Von Hayek menerbitkan karya besar yang berjudul The Road of Serfdom. Buku ini berisi kritikan tajam terhadap ide-ide menyangkut peran negara dalam perencanaan dan pelaksanaan ekonomi. Menurut Hayek, keunggulan sistim mekanisme pasar adalah dengan membiarkan jutaan individu mereaksi harga pasar yang terjadi secara bebas. Dengan cara demikian, maka akan terjadi optimalisasi alokasi modal, kreativitas manusia dan tenaga kerja dengan cara yang tidak mungkin ditiru oleh perencanaan negara, secerdik apapun perencanaan itu. 51 Sementara itu Milton Friedman menegaskan bahwa kehidupan ekonomi masyarakat paling baik berlangsung tanpa campur tangan pemerintah. Tingkat pengangguran masyarakat tidak seharusnya diatasi dengan campur tangan pemerintah, melainkan diserahkan kepada mekanisme pasar kerja yang bebas. 52 Kegagalan pasar sebagai alasan utama untuk intervensi pemerintah di bidang ekonomi, sekaligus pula harus membuat hukum untuk mengarahkan kegiatan ekonomi itu. Tepatlah sebagaimana pernah diamati Robert W. Gordon, bahwa “hukum” adalah salah satu diantara berbagai sistem yang berarti bagi rakyat dalam rangka pembangunan. 53David M. Trubek, Guru Besar dari University of Wisconsin pada konferensi itu mengatakan “rule of law” merupakan hal penting bagi pertumbuhan ekonomi dan membawa dampak yang luas bagi “reformasi” sistem ekonomi di seluruh dunia, yang berdasarkan pada teori apa yang dibutuhkan untuk pembangunan dan bagaimana peranan hukum dalam perubahan ekonomi. 54 Selanjutnya David M Trubek dalam bukunya Toward a Social Theory of Law, mencoba untuk meninjau kembali berbagai konsep dan teori mengenai hubungan antara hukum dan 51
Friedrich von Hayek, “The Road of Serfdom”, dalam B. Herry Priyono,” Dalam Pusaran Neoliberalisme”, dalam I. Wibowo dan Francis Wahono (ed.), “Neoliberalisme”, (Yogyakarta : Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 2003), hlm. 52 52 Ibid., hlm.53 53 Bismar Nasution, “Mengkaji Ulang Hukum sebagai Landasan Pembangunan Ekonom”i, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 17 April 2004, hlm. 3 54 Ibid., hlm. 3
perkembangan masyarakat yang ada serta mengutarakan dengan jelas kritiknya terhadap pandangan tradisional mengenai peranan hukum modern dalam menciptakan masyarakat modern industrial. 55 Dengan demikian sebenarnya, dalam sistem ekonomi pasar, peran Negara masih diperlukan untuk melakukan pengawasan dan mengatur kegiatan ekonomi sepanjang campur tangan tersebut dilakukan untuk melindungi kepentingan umum dan melindungi pihak-pihak yang lemah. Menurut studi yang dilakukan Burg’s mengenai hukum dalam pembangunan, terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat pertumbuhan ekonomi yaitu stabilitas (stability), prediksi (predictability), keadilan (fairness), pendidikan (education), dan pengembangan khusus bagi para sarjana hukum (the special development abilities of the lawyer). Burg’s menjelaskan bahwa unsur pertama dan kedua merupakan prasyarat agar sistem perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, stabilitas berfungsi untuk mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing (conflict of interest), sedangkan prediksi merupakan suatu kebutuhan untuk bisa memprediksi ketentuanketentuan yang berhubungan dengan perekonomian suatu negara. 56 Perlunya “predictability” sangat besar di negara-negara dimana masyarakatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial tradisionil 55
Andi Yusuf : Teori Robert D Saidan dan David M Trubek tentang Hukum dan Masyarakat, http://sewank09.blogspot.com/2013/04/teori-robert-b-saidman-dan-david-m.html, diakses tanggal 19 Desember 2013. Selanjutnya disebutkan bahwa Kritik tersebut datang sehubungan dengan pemakaian hukum modern itu sendiri untuk mencapai masyarakat modern industrial, kepercayaan terhadap kemampuan hukum modern tersebut pada hakikatnya bersumber pada anggapan, yang dinamakan perkembangan itu adalah sama dengan evolusi menuju kepada bentuk kemajuan seperti yang dialami oleh bangsa-bangsa barat dan hukum modern adalah sama dengan struktur hukum dan kebudayaan barat, sehingga negara-negara sedang berkembang memang ditakdirkan untuk menjadi negara yang terbelakang sampai mereka memakai system hukum barat. Kritik selanjutnya berhubungan dengan sifat etnosentrik dari konsep pembaruan tersebut. Oleh karena konsep hukum modern dari pembaru itu diselimuti oleh pandangan yang berakar pada masyarakatnya sendiri mengenai peranan hukum dalam masyarakat, maka apa yang disarankannya untuk diterapkan pada Negara-negara sedang berkembang justru bisa menimbulkan hasil-hasil yang sebaliknya cacat yang terdapat di sini terutama berhubungan dengan penggunaan hukum secara instrumental, yaitu sebagai sarana yang secara sadar dipakai untuk membentuk masyarakat. 56 Leonard J Theberge,” Law and Economic Development,” Journal of International Law and Policy vol. 9 (1980) hlm. 232 dalam Bismar Nasution,” Hukum Kegiatan Ekonomi”. Op.Cit. hlm 37-38
mereka. Stabilitas juga berarti hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Aspek keadilan seperti persamaan didepan hukum, standar sikap pemerintah, adalah perlu untuk memelihara mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berkelebihan .Tidak adanya standar tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil adalah masalah besar dihadapi oleh negara-negara berkembang. Dalam jangka panjang ketiadaan standar tersebut menjadi sebab utama hilangnya legitimasi pemerintah. 57 Sejalan dengan pendapat Burg’s tersebut JD Ny. Hart juga mengemukakan konsep hukum sebagai dasar
pembangunan ekonomi, yaitu predictability, procedural capability,
codification of goal, balance, defenition and clarity of status serta accomodation.
58
Satjipto
Rahardjo menguraikan konsep dalam ilmu hukum yang mempunyai pengaruh bagi pengembangan kehidupan ekonomi sebagaimana yang dimukakan Nyhart tersebut. pertama, prediktabilitas. Hukum harus mempunyai kemampuan untuk memberikan gambaran pasti di masa depan mengenai keadaan atau hubungan-hubungan yang dilakukan pada masa sekarang. Kedua, kemampuan prosedural. Pembinaan di bidang hukum acara memungkinkan hukum materiil itu dapat merealisasikan dirinya dengan baik, ke dalam pengertian hukum acara ini termasuk tidak hanya ketentuan-ketentuan hukum perundang-undangan melainkan juga semua prosedur penyelesaian yang disetujui oleh para pihak yang bersengketa, misalnya bentuk-bentuk : arbitrasi, konsiliasi dan sebagainya. Kesemua lembaga tersebut hendaknya dapat bekerja dengan efisien apabila diharapkan, bahwa kehidupan ekonomi itu ingin mencapai tingkatannya yang maksimum. Ketiga, kodifikasi daripada tujuan-tujuan. Perundang-undangan dapat dilihat 57
Erman Rajagukguk, “Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada EraGlobalisasi : Implikasinya Bagl PendidikanHukum Di Indonesia”, pidato pengukuhan penerimaan jabatan Guru Besar dalam bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 4 Januari 1997. hlm. 5 58 JD.Ny. Hart, “The Role of Law in Economic Development”, dalam Erman Rajagukguk, “Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi”, Jilid 2, (Jakarta : Universitas Indonesia, 1995). hlm. 365-367.
sebagai suatu kodifikasi tujuan serta maksud sebagaimana dikehendaki oleh negara. Di bidang ekonomi, misalnya, akan dapat dijumpai tujuan-tujuan itu seperti dirumuskan di dalam beberapa perundang-undangan yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap bidang perekonomian. Keempat, faktor penyeimbangan. Sistem hukum harus dapat menjadi kekuatan yang memberikan keseimbangan di antara nilai-nilai yang bertentangan di dalam masyarakat. Sistem hukum memberikan “kesadaran akan keseimbangan” dalam usaha-usaha negara melakukan pembangunan ekonomi. Kelima, akomodasi. perubahan yang cepat sekali pada hakekatnya akan menyebabkan hilangnya keseimbangan yang lama, baik dalam hubungan antar individu maupun kelompok di dalam masyarakat. Keadaan ini dengan sendirinya menghendaki dipulihkannya keseimbangan tersebut melalui satu dan lain jalan. Di sini sistem hukum yang mengatur hubungan antara individu baik secara material maupun formal memberi kesempatan kepada keseimbangan yang terganggu itu untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan yang baru sebagai akibat perubahan tersebut. Pemulihan kembali ini dimungkinkan oleh karena di dalam kegoncangan ini sistem hukum memberikan pegangan kepastian melalui perumusan-perumusan yang jelas dan definitif, membuka kesempatan bagi dipulihkannya keadilan melalui prosedur yang tertib dan sebagainya. Faktor terakhir, keenam, definisi dan kejernihan tentang status. Di samping fungsi hukum yang memberikan prediktabilitas dapat ditambahkan bahwa fungsi hukum juga memberikan ketegasan mengenai status orang-orang dan barang-barang di masyarakat. 59 Implikasi globalisasi ekonomi terhadap hukum juga tidak dapat dihindarkan, sebab globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi dalam arti subtansi dari berbagai undang undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara. Globalisasi hukum itu 59
Satjipto Raharjdo, “Hukum dan Masyarakat” (Bandung : Angkasa, 1980) Dalam Adi Sulistyono, “Pembangunan Hukum Ekonomi untuk Mendukung Pencapaian Visi Indonesia 2030”, Pidato pengukuhan Guru Besar Universitas Sebelas Maret , Surakarta 17 Nopember 2007. hlm. 3
dapat terjadi melalui perjanjian-perjanjian dan konvensi internasional, perjanjian privat dan institusi ekonomi baru. 60 Apabila Indonesia dewasa ini hendak melakukan
liberalisasi dan
privatisasi ekonomi yang oleh sebagian pakar dipandang berporos pada kepribadian bangsa yang kapitalis, Indonesia bisa menimba pengalaman dari negara-negara maju. Kemiskinan dan kesenjangan sosial ditanggulangi oleh berbagai skim jaminan sosial yang benar-benar dapat dirasakan manfaatnya secara nyata terutama oleh masyarakat kelas bawah. Pembangunan ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara. Pembangunan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar tidak akan secara otomatis membawa kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Melihat pengalaman negara maju dan berkembang di dunia membuktikan bahwa meskipun mekanisme pasar mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, namun mereka selalu gagal dalam menciptakan pemerataan pendapatan dan memberantas masalah sosial. 61 Pengalaman di dunia Barat memberi pelajaran bahwa jika negara menerapkan sistem demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis, maka hal tersebut tidak berarti pemerintah tidak turut campur dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Karena, sistem ekonomi kapitalis adalah strategi untuk mencari uang, sedangkan pembangunan kesejahteraan sosial adalah strategi mendistribusikan uang yang sudah didapat tersebut secara adil dan merata kepada masyarakat. Secara sederhana Pasal 33 UUD 1945 juga bermakna bahwa negara harus menjaga apa yang terkandung di dalam dirinya termasuk keselamatan, ketahanan ekonomi dan kekayaan negara dari penguasaan golongan atau pribadi tertentu, serta menguasai cabang-cabang produksi penting meliputi fasilitas umum yang kemanfaatannya digunakan untuk kepentingan dan
60
Erman Rajagukguk, “Globalisasi Hukum dan Kemajuan Tekhnologi : Implikasi Bagi Pendidikan Hukum dan Pembangunan Hukum Indonesia “ , Pidato pada Dies Natalis Universitas Sumatera Utara ke-44, Medan 20 Nopember 2001. hlm. 4 61 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Op.Cit. hlm 2-3
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu selama Pasal 33 UUD 1945 masih tercantum dalam konsitusi maka selama itu pula keterlibatan pemerintah dalam menata perekonomian Indonesia masih tetap diperlukan. Mohammad Hatta sebagaimana disebutkan sebelumnya juga menjelaskan bahwa ”dikuasai oleh negara” yang termaktub di dalam Pasal 33 UUD 1945 tidak serta merta berarti negara sendiri menjadi pengusaha, tetapi lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada pembuat peraturan guna melancarkan jalan ekonomi. Pengertian ”dikuasai” bukan otomatis dikelola langsung oleh pemerintah, tetapi dapat dengan menyerahkannya pada pihak swasta, asalkan dengan pengawasan pemerintah. Setidaknya hal penting dari pandangan Mohammad Hatta tersebut di atas adalah terdapat ruang bagi terjadinya privatisasi BUMN serta pengawasan otoritas terhadap BUMN harus dilakukan atas privatisasi tersebut. Pemerintah tidak perlu membuat suatu rencana proses privatisasi secara jelas dan detail, tetapi pemerintah harus merumuskan prinsip-prinsip utamanya sebelum melakukan privatisasi, yaitu pilihan potensi dan mengawasi tetap adanya keadilan dan mencermati hasil dari proses privatisasi. 62 Kebijakan privatisasi terhadap BUMN melalui pasar modal yang dilakukan oleh pemerintah seyogianya diikuti dengan pengawasan yang ideal dan mumpuni untuk mencapai target privatisasi sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dalam pembangunan ekonomi. Karena
62
Sunita Kikeri, Jhon Nellis, Mary Shirley, “Privatization : The Lesons of Experience”, (Washington DC : The World Bank, 1997) hlm. 6-10 selanjutnya disebutkan bahwa dalam mengimplementasikan kebijakan privatisasi ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan, pertama, menentukan tujuan yang akan dicapai (defining the objective), keuntungan secara ekonomi dari privatisasi dapatdimaksimalkan apabila pemerintah mampu menetapkan secara jelas satu tujuan. Kedua, menentukan apa, seberapa banyak, dan seberapa cepat untuk melakukan penjualan (what, how much, and how fast to sell) beberapa negara memulai privatisasi dengan menjual BUMN yang berukuran kecil dan menengah pada sektor kompetitif. Ketiga, pengaturan privatisasi (privatization management) pengaturan kontrak-kontrak, persewaan, atau konsesi sebagai metode dalam pengaturan privatisasi. Keempat, persiapan melakukan penjualan (preparation for sale) restrukturisasi baik hukum, organisasi dan pergantian manajemen, keuangan dan tenaga kerja. Kelima, penilaian harga dan penaksiran (pricing and valuation). Keenam, masalah keuangan (financing). Ketujuh, mengatur transaksi (managing transaction), pengalaman yang paling penting adalah penerapan prinsip keterbukaan (tranparency).
hukum merupakan proses yang ditempuh secara sadar untuk mengimplementasikan kebijakankebijakan yang akan diberlakukan didalam kehidupan masyarakat. Kerangka teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk memahami dan menggali bagaimana seharusnya pengawasan ideal yang dilakukan otoritas setelah melakukan privatisasi BUMN melalui pasar modal. Sehingga dalam perjalanan penelitian nantinya teori-teori di atas sebagai teori yang dapat dirujuk sebagai pisau analisis terhadap penelitian ini
2. Kerangka Konseptual Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional. 63 Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, jika masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. “Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris”. 64
63
Samadi Suryabrata, “Metodelogi penelitian”, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 3 Koentjoroningrat, “Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga”, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997) hlm. 21 64
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut: a. Pengawasan adalah (1) penilikan dan penjagaan: ~ atas barang impor harus diperketat; negara itu berada di bawah ~ organisasi dunia, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB); (2) Adm penilikan dan pengarahan kebijakan jalannya perusahaan. 65 b. Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang diberikan kepada lembaga di masyarakat yang memungkinkan para pejabatnya menjalankan fungsinya; hak untuk bertindak; Kekuasaan; wewenang; hak melakukan tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang lain. 66 c. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 67 d. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang Undang No. 40 Tahun 2007 serta peraturan pelaksanaannya. 68 e. Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. 69 f. Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi 65
http://kamusbahasaindonesia.org/PENGAWASAN 66 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia ; Otoritas 67 Pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara 68 Pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 69 Pasal 1 ayat 11 Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. 70 Menurut Savas Privatisasi adalah, dari upaya pengurangan peranan pemerintah dan memberikan kepercayaan kepada swasta dalam sistem perekonomian suatu negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 71 g. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. 72 h. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 73 i. Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 74 j. Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 75 k. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. 76 l. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai 70
Pasal 1 ayat 12 Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara E.S. savas. Op.Cit,hlm. 266 72 Pasal 1 ayat 13 Undang Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal 73 Pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 74 Pasal 1 ayat 5 Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 75 Pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan 76 Pasal 1 ayat 8 Undang Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan 71
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 77 m. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011. 78
E. METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penyusunan desertasi ini adalah penelitian hukum normatif dengan pertimbangan bahwa fokus penelitian adalah untuk melakukan kajian terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terkait dengan pengelolaan BUMN, privatisasi BUMN dan pengawasan terhadap BUMN. Karakteristik penelitian hukum normatif dalam penelitian ini juga terlihat dari tujuan penelitian yang pada dasarnya adalah untuk mendapatkan konsep, asas, doktrin yang mendasari peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan BUMN, privatisasi dan pengawasan BUMN, yang kemudian dikembangkan untuk membangun argumentasi hukum dan merumuskan konsep pengawasan BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal. Keluaran penelitian normatif ini diharapkan akan memberikan kontribusi pada penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang telah ada. Pendekatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan multi entry atau multi disiplin, artinya penelitian ini bukan saja dianalisis menurut norma-norma 77 78
Pasal 1 ayat 9 Undang Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan Pasal 1 ayat 1 Undang Undaang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan
hukum yang menyangkut privatisasi dan pengawasan BUMN yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan (yuridis), melainkan juga meliputi aspek non hukum seperti politik ekonomi, bisnis dan filsafat. Dari pendekatan-pendekatan ini akan diperoleh bahan-bahan masukan. Pendekatan yuridis dilakukan dalam rangka melakukan analisis konten (content analysis) terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan privatisasi dan pengawasan BUMN, untuk mendapatkan asas, doktrin dan teori-teori yang mendasari norma hukum-norma hukum yang relevan. Pendekatan non hukum dilakukan untuk memahami konsep hukum-konsep hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan yang dianalisis dan selanjutnya untuk mengembangkan konsep hukum-konsep hukum tersebut agar bisa dihasilkan rangkaian konsep yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan fenomena hukum yang ditemukan terkait dengan peran otoritas dalam pengawasan BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal. Disamping itu pendekatan perbandingan hukum sangat penting dalam penelitian ini, sebab dengan pendekatan perbandingan akan dilihat pengaturan dan praktik pengawasan BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal di Negara lain. Sistem hukum Negara lain yang akan dipilih sebagai perbandingan adalah Singapura dan Malaysia, sebab kedua Negara ini cukup berhasil dalam mengembangkan pengelolaan BUMN melalui privatisasi BUMN di pasar modal. Dilihat dari sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian preskriftif yang lebih ditekankan pada menemukan penyelesaian masalah pengawasan BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal, sebab hal tersebut masih menjadi permasalahan di Indonesia.
2. Sumber Data
Dalam penelitian hukum normatif data utama yang dipergunakan adalah data sekunder yang terdiri dari : a. Bahan hukum Primer, yaitu Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara, Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang Undang No. 16 Tahun 2006 tentang BPK, Undang Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2005 jo. Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2009 tentang Tata Cara Privatisasi perusahaan Perseroan serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks yang ditulis oleh ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum dan hasil-hasil symposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. c. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa kamus umum, kamus bahasa, surat kabar, artikel, hasil penelitian serta internet. Disamping data sekunder, akan dipergunakan juga data primer yang diperoleh langsung dari informan melalui wawancara.
3. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan tehnik studi kepustakaan (Library Research) dan studi dokumen di berbagai lembaga, instansi baik pemerintah maupun swasta. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara mendalam indepth interview. Wawancara dilakukan dengan narasumber yang ditentukan melalui metode purposive sampling agar benar-benar diperoleh key informan yang benar-benar relevan dengan tujuan penelitian, antara lain : pejabat di lingkungan Kementerian Negara BUMN, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, para pakar dan pimpinan BUMN yang sudah diprivatisasi melalui pasar modal, diantaranya PT. Garuda Indonesia (Persero) dan PT. Aneka Tambang (Persero).
4. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan metode analisis data kualitatif. Pemilihan metode ini didasarkan pada berbagai pertimbangan, yakni : Pertama, analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan yang dinamis antara teori, konsep-konsep, dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan 79. Dalam penelitian data yang dikumpulkan akan dilanalisis dengan menggunakan teori-teori yang dipandang relevan sehingga bisa dirumuskan preposisi-preposisi yang menghubungkan konsep hukum yang ditemukan. Kedua, data yang akan dianalisis beraneka ragam serta memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. 80 Penelitian ini memerlukan data yang sangat beragam untuk ditemukan hubungan antar data melalui sudut pandang teori hukum yang dipergunakan. Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral (holistic). Sifat 79
William J. Filstead, “Qualitative Methode : A Needed Perspective in Evaluation Research”, dikutip dalam Thomas D Cook dan Charles S. Reichard, ed., “Qualitative and Quantitative Methods in Evaluation Research”, (London : Sage Publications), hlm. 38. 80 Chai Podhisita, “Throritical Terminological, and Philosophical Issues in Qualitative Research”, dikutip dalam Hendra Tanu Atmadja, “Hak Cipta Musik atau Lagu”, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003). hlm.. 33.
yang holistic ini menuntut tersedianya informasi yang mendalam (indepth information). 81 Data yang sangat beragam dalam penelitian ini disistematisasikan dalam kategori-kategori yang dapat menggambarkan keterjalinan antar data sehingga seluruh permasalahan penelitian dapat dijelaskan ditemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan dalam perspektif teori yang digunakan.
F. KEASLIAN PENELITIAN Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai Peranan Otoritas dalam Pengawasan Pengelolaan BUMN yang sudah di Privatisasi melalui Pasar Modal belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Penelitian yang membahas tentang Privatisasi BUMN sudah pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Chudhorie pada tahun 2001 dengan judul Privatisasi BUMN sebagai Strategi Mencapai Efesiensi Birokrasi. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Prastiantono pada tahun 2005 yang melakukan studi sebagai disertasi dengan judul The Political Economy of Privatization of State owned Enterprisen in Indonesia di Australian National University. Pada tahun 2007, juga pernah dilakukan Penelitian yang menjadi disertasi program doktor di Universitas Padjajaran Bandung oleh Djalil dengan judul Implementasi Kebijakan Privatisasi BUMN. Namun dari seluruh penelitian di atas permasalahan dan pembahasan penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan dan pembahasan dalam
81
I b i d., hlm..33
penelitian ini yang lebih ditekankan pada pengawasan otoritas terhadap BUMN yang sudah di privatisasi melalui pasar modal.
G. ASUMSI Dalam penelitian-penelitian kualitatif, jarang sekali digunakan hipotesis, tetapi sebagai penggantinya dipakailah asumsi atau postulat yang dirumuskan secara deskriptif, tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa asumsi sebenarnya merupakan hipotesis yang dibuat berdasarkan asumsi-asumsi. 82 Secara umum asumsi didefenisikan sebagai hasil abstrak pemikiran yang oleh peneliti dianggap benar dan dijadikannya sebgai pijakan untuk mengkaji satu atau beberapa gejala. 83 Asumsi, menunjukkan pada kebenaran asumtif berkenaan dengan satu atau beberapa variabel, yang dengan asumsi itu menjadi tidak perlu diteliti lagi bagaimana sesungguhnya variabel-variabel dimaksud, serta segenap kemungkinan pengaruhnya terhadap variabel tegantung. 84 Berdasarkan permasalahan yang di ajukan dan untuk memberikan arahan penelitian, maka dapat dirumuskan asumsi-asumsi sebagai berikut : 1. Privatisasi BUMN merupakan kebijakan yang dilakukan pemerintah yang diyakini akan mewujukan kinerja BUMN yang lebih efektif dan efesien dalam upaya mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara.
2. Kebijakan pemerintah memprivatisasi BUMN melalui pasar modal akan berdampak pada BUMN sebagai entitas publik, yang merupakan bagian dari keuangan negara.
82 83
Taliziduhu Ndraha, “Research : Teori Metodologi Administrasi”, (Jakarta : Bina Aksara, 1985) hlm. 52 Sudarwam Danim, “Metode Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku”, (Jakarta : Bumi Aksasra, 1997) hlm.
113 84
Sanapiah Faisal, “Format Penelitian Sosial”, (Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 2003) hlm. 105
3. Bentuk pengawasan yang ideal, mumpuni serta berkekuatan hukum bagi BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal sangat dibutuhkan agar kebijakan privatiasi yang dilakukan benar-benar mewujudkan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia.
H. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai disertasi ini, maka sistimatika pembahasan akan diulas sebagai berikut : Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang yang mengemukakan hal-hal yang menjadikan penelitian ini perlu dilakukan, dalam bab ini juga dikemukakan permasalahan yang menjadi fokus penelitian serta dikemukan juga Kerangka teori dan Konsepsi, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini, Keaslian Penulisan, Asumsi dan diakhiri dengan Sistematika Penulisan. Bab kedua, menguraikan tentang bagaimana sistem pengawasan yang dilakukan Otoritas terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baik yang telah diprivatisasi melalui pasar modal maupun yang belum diprivatisasi. Bab ketiga, merupakan bab yang menguraikan tentang mengapa diperlukannya pengawasan Otoritas terhadap BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal. Bab keempat, menguraikan tentang bagaimana bentuk pengawasan ideal dilaksanakan oleh Otoritas terhadap BUMN yang telah diprivatisasi. Bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
yang