BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kondisi ekonomi yang tidak stabil dan semakin maraknya persaingan global dapat menyebabkan banyak perusahaan yang melakukan restrukturisasi. Hal ini mengakibatkan banyak perubahan yang terjadi pada perusahaan untuk mengatur kembali karyawan serta pendayagunaan karyawan yang berbakat pada setiap level yang ada di perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Ivancevich & Hoon (2002) yang mengatakan bahwa perubahan organisasi akan diikuti oleh perubahan karyawannya. Karyawan atau sumber daya manusia sangat menentukan kesuksesan dan keunggulan kompetitif dari sebuah perusahaan (Sastrohadiwiryo, 2003). Sumber daya manusia dalam sebuah
perusahaan
berfungsi
untuk
mempertahankan
kelangsungan
pertumbuhan dan perkembangan perusahaan. Oleh karena itu, organisasi semakin tergantung pada pengelolaan sumber daya manusianya. Menurut Mobley (1986) perusahaan yang tidak dapat menghadapi tantangan perubahan dalam perusahaan akan mengambil kebijakan sepihak dengan melakukan pemberhentian kerja dari perusahaan terhadap karyawan yang tidak berpotensial. Kebijakan perusahaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan karyawan akan membawa dampak buruk pada sikap kerja karyawan. Hal ini didukung dengan Fenomena yang terjadi pada buruh PT. Toshiba di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 13 Agustus 2009, dimana sebanyak 674 buruh PT Toshiba terancam PHK. Sekitar 50 perwakilan buruh PT Toshiba berunjuk rasa di depan gedung Pengadilan Hubungan Industrial
Universitas Sumatera Utara
2 (PHI) Bandung. Mereka menuntut hakim PHI bersikap adil dalam menyidangkan kasus gugatan PHK yang diajukan PT Toshiba terhadap 674 buruhnya. Gugatan PHK oleh PT Toshiba bermula dari aksi mogok kerja 674 buruh. Buruh mogok sejak April 2009 karena aspirasi mereka tentang revisi peraturan perusahaan tidak diterima. Selama mogok, uang gaji dan tunjangan asuransi kesehatan dicabut
(Oni, 2009). Penghentian atau pemisahan diri
karyawan dari organisasi disebut dengan turnover (Mobley, 1986). Turnover merupakan suatu keputusan yang diambil oleh individu untuk berhenti bekerja. Menurut Price (1986) turnover memiliki dua jenis, yaitu voluntary turnover dan involuntary turnover. Voluntary turnover adalah penghentian atau pemisahan diri karyawan dari organisasi dengan keinginan diri sendiri, sedangkan involuntary turnover adalah penghentian atau pemisahan diri karyawan dari organisasi secara khusus oleh perusahaan (Cappelli & Neumark, 2001). Mathis & Jackson (2003) mengemukakan turnover sebagai suatu proses karyawan meninggalkan organisasi dan posisi pekerjaan tersebut harus digantikan oleh orang lain dan ini merupakan suatu hal yang tidak dikehendaki oleh perusahaan. Kecenderungan seseorang untuk melakukan pemisahan aktual dari satu organisasi merupakan intensi turnover (Good et al, dalam Sunjoyo & Harsono,2003). Menurut Harnoto (2002) intensi turnover ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun
Universitas Sumatera Utara
3 keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Kondisi lingkungan kerja yang buruk, upah yang diberikan terlalu rendah, jam kerja melewati batas serta tidak adanya jaminan sosial juga merupakan penyebab utama timbulnya intensi turnover. Faktor – faktor penyebab ini senada dengan pendapat Walton (dalam Kossen, 1987) yang mengemukakan kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi – kondisi kerja yang aman dan sehat, peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan merupakan beberapa kriteria kualitas kehidupan kerja. Kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka (Walton dalam Kossen, 1987). Menurut Vein Heskett, Sasser & Schlesinger (dalam Rethinam, 2008) mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, kerabatnya dan organisasi yang mengarah pada pertumbuhan dan keuntungan organisasi. Perasaan yang baik terhadap pekerjaannya berarti karyawan merasa senang melakukan pekerjaan yang akan mengarah pada lingkungan pekerjaan yang produktif sehingga intensi untuk melakukan turnover berkurang. Menurut Robins (1990), kualitas kehidupan bekerja adalah suatu proses dimana organisasi memberikan respon kepada kebutuhan – kebutuhan karyawan baik dari segi kompensasi, kondisi kerja yang aman, hubungan baik dengan sesama rekan kerja dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam suatu perencanaan. Namun ketika kebutuhan – kebutuhan ini tidak terpenuhi, individu akan mengalami sikap kerja yang negatif. Sikap kerja yang negatif
Universitas Sumatera Utara
4 akan menyebabkan tingginya tingkat absensi, malas bekerja dan melanggar tata tertib kerja sehingga karyawan memiliki intensi untuk melakukan turnover. Umar (2001) mengatakan bahwa harmoni dalam
tata hubungan antar
manusia baik antar sesama pekerja maupun hubungan antara atasan dengan bawahan juga menjadi hal penting untuk dimiliki perusahaan untuk mengurangi intensi turnover. Hal ini senada dengan pendapat
Jewell &
Siegall (1998) yang mengemukakan bahwa komponen dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah hubungan yang baik dengan atasan dan bawahan dalam organisasi, dukungan dan persahabatan rekan sekerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan individu, kesempatan untuk tumbuh dan pengembangan pribadi. Untuk mengurangi intensi turnover pada karyawan, perusahaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja. Menurut Harvey & Brown (Usman, 2009) menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja mencoba untuk memperbaiki kualitas kehidupan para karyawan, tidak dibatasi pada perubahan konteks suatu pekerjaan tetapi juga termasuk memanusiakan lingkungan kerja untuk memperbaiki martabat dan harga diri para karyawan sehingga intensi turnover karyawan akan berkurang. Salah satu hal yang dapat mempertahankan karyawan tetap bekerja di perusahaan dan tidak keluar atau pindah ke perusahaan lain adalah dengan menumbuhkan keinginan - keinginan
karyawan seperti
meningkatkan
keterlibatan kerja karyawan di perusahaan. Sejalan dengan itu Patchen (1997) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi
Universitas Sumatera Utara
5 akan menunjukkan perasaan solidaritas yang tinggi terhadap perusahaan, dan mempunyai motivasi kerja internal yang tinggi. Hal ini berhubungan dengan pendapat Havlovic (1991) elemen – elemen penting dari kualitas kehidupan bekerja adalah keamanan kerja, kepuasan kerja, sistem penghargaan yang baik, keuntungan karyawan, ketelibatan karyawan dan performansi organisasi. Menurut Mobley (1986) perilaku turnover pada karyawan yang sangat tinggi merupakan salah satu akibat dari ketidakpuasan kerja dan apa yang diperoleh dari perusahaan seperti linkungan kerja yang tidak kondusif dan hubungan antara sesame karyawan yang kemudian akan memunculkan perilaku penarikan diri (turnover). Hasil kualitas kehidupan bekerja yang positif akan memperoleh beberapa hal seperti berkurangnya tingkat ketidakhadiran, rendahnya turnover dan meningkatnya tingkat kepuasan kerja (Lau & May, 1998). Jika karyawan menerima dan merasa puas dengan hasil evaluasi terhadap pekerjaannya maka keinginan untuk keluar dari organisasi akan semakin kecil. Demikian sebaliknya, jika karyawan tidak dapat menerima dan menyukai pekerjaannya maka keinginan untuk melakukan turnover akan semakin besar. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan intensi turnover dalam organisasi.
A. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu apakah terdapat hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan intensi turnover karyawan di dalam organisasi.
Universitas Sumatera Utara
6
B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan intensi turnover karyawan dalam organisasi
C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis, yaitu : a. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi, terutama mengenai hubungan antara kualitas kehidupan bekerja denganintensi turnover karyawan dalam organisasi. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa informasi kepada organisasi mengenai intensi turnover karyawan dan masukan informasi mengenai kualitas kehidupan bekerja.
D. Sistematika Penulisan BAB I
: Pendahuluan Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II
: Landasan Teori
Universitas Sumatera Utara
7 Berisi tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Memuat landasan teori tentang kualitas kehidupan bekerja dan turnover, intensi turnover dan hipotesis. BAB III : Metode Penelitian Berisi identifikasi variabel, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, dan metode analisa data penelitian. Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan Dalam analisa data akan dipaparkan mengenai hasil deskripsi data penelitian,
uji
hipotesis
utama
dan
uji
hipotesis
tambahan
dan
menginterpretasikan data-data masukan atau data-data tambahan dari statistik, serta pembahasan mengenai hasil penelitian. Bab V : Kesimpulan dan Saran Dalam kesimpulan terdapat jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data, dan saran dibuat dengan mepertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara