BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan ekonomi di Indonesia saat ini yang penuh persaingan dan kondisi yang tidak menentu menyebabkan bank-bank umum berlomba-lomba untuk meningkatkan sumber dana bank yang kemudian disalurkan kembali dalam bentuk kredit. Penghasilan bunga dari penyaluran kredit ini merupakan sumber utama bank. Dalam prakteknya, kebijakan bank Indonesia mengenai tingkat suku bunga SBI menjadi patokan dalam bank umum untuk meningkatkan atau menurunkan tingkat suku bunga penyaluran kredit. Kebijakan Bank Indonesia ada 2 yaitu kebijakan kontraktif meningkatkan tingkat suku bunga SBI dan kebijakan ekspansif untuk menurunkan tingkat suku bunga SBI. Karena ketika suku bunga SBI meningkat, maka bank-bank umum akan meningkatkan suku bunga kredit untuk menyeimbangkan peningkatan dari SBI, begitu juga apabila terjadi penurunan. Kondisi perekonomian bank-bank umum belum bisa dikatakan mantap, namun kondisi tersebut tidak menyebabkan perkembangan penyaluran kredit bank-bank umum menurun. Jenis kredit yang disalurkan oleh bank-bank umum antara lain: kredit modal kerja, kredit investasi, kredit konsumsi dan kredit channeling. Diantara kredit yang diberikan, ada yang mengalami peningkatan yang sangat tajam yaitu kredit modal kerja. Kredit ini dianggap dapat memberikan
1
2
pemghasilan dalam keadaan ekonomi lesu, dimana kredit ini bergerak pada perluasan usaha, bukan menambah usaha baru. Seiring dengan perkembangan penyaluran kredit yang terus meningkat, hal ini akan berdampak pada perkembangan permodalan bank-bank umum. Pada kenyataannya kondisi ekonomi tidak selalu baik, bahkan cenderung naik turun. Pada saat kondisi ekonomi sedang turun, bank lebih memilih menyalurkan kredit modal kerja. Semakin banyak bank menyalurkan kredit ini, maka semakin banyak pendapatan bunga yang akan diperoleh. Ketika pendapatan yang diterima meningkat yang nantinya dapat mempengaruhi jumlah laba, baik dividen dan laba ditahan. Hal ini tentu saja meningkatkan pertumbuhan modal dan akhirnya dapat meningkatkan sumber dana untuk menyalurkan kreditnya. Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa pendapatan terbesar dalam bank yang dapat mempengaruhi modal adalah pendapatan bunga dari penyaluran kredit. Karena dari peningkatan penyaluran kredit maka perolehan pendapatan bunga meningkat, meningkatnya perolehan pendapatan ini dapat menutupi seluruh beban termasuk kredit bermasalah (NPL). Setelah pendapatan dikurangi beban dan NPL baru didapat laba dimana peningkatan laba ini akan mempengaruhi pertumbuhan modal. Karena penyaluran kredit memberikan pemasukan yang sangat besar maka masing-masing bank dalam membuat kebijakan penyaluran kredit berbeda-beda. Dengan tujuan menambah modal, walaupun ada pendapatan bank yang diperoleh selain dari bunga, misalnya biaya administrasi tabungan dan jasa transfer.
3
Jika kondisi dalam suatu bank terjadi peningkatan penyaluran kredit maka kredit bermasalah akan meningkat yang tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan. Maka hal ini menyebabkan modal berkurang maka sumber dana yang akan disalurkan kembali kepada masyarakat akan berkurang. Tetapi jika kondisi sebaliknya dimana jumlah dari penyaluran kreditnya mengalami penurunan, maka pendapatan menurun dan tingkat kredit bermasalah pun mengalami penurunan. Maka perkembangan modal bank menurun hal ini akan mempengaruhi jumlah sumber dana yang akan disalurkan kembali kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan dengan lancar karena terbatasnya dana segar.
Tabel 1.1 Kinerja keuangan Bank Umum di Indonesia tahun 2005-2009 Indikator
2005
2006
Tahun 2007
2008
Dalam Miliar Rupiah 571.231 663.002 756.730 883.470 Total Asset 1.166.065 1.287.102 1.510.834 1.53.814 DPK 695.648 792.297 1.002.012 1.037.698 Kredit 1.339.752 1.565.103 1.851.990 2.242.282 Aktiva Produktif Dalam persen (%) 2,56 2,64 2,78 2,33 ROA 59,66 61,56 66,32 74,58 LDR 7,56 6,07 4,07 3,2 NPL 89,50 86,98 84,05 88,59 BOPO 19,30 21,27 19,30 16,76 CAR 5,63 5,70 5,70 5,66 NIM Sumber : Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 8, No. 1, Desember 2009
2009 958.549 1.973.042 1.437.930 2.464.256 2,60 72,88 3,31 86,63 17,42 5,56
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa secara umum bank yang ada di Indonesia memiliki kondisi yang baik dlaam beberapa tahun terakhir. Hal ini dibuktikan dengan perolehan profitabilitas yang diindikatorkan dengan Return On
4
Asset (ROA) yang stabil dalam tiap tahunnya dan terkendali pada posisi yang dikategorikan sehat oleh Bank Indonesia yaitu sekitar 0,5-1,25% (Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum). Selain itu, pergerakan kredit secara nasional juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini tidak hanya terjadi secara kuantitas, tapi diikuti pula dengan peningkatan kualitas kredit yang ditunjukkan oleh pergerakan Non Performing Loan atau kredit bermasalah yang masih berada dalam batas wajar dan sehat yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu NPL maksimal adalah sebesar 5% dari total kredit yang diberikan (Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.6/9/2004). Begitu pula dengan beberapa indikator lainnya, yang masih berada pada posisi yang wajar. Maka dari data diatas dapat disimpulkan bahwa perbankan Indonesia secara rata-rata masih mampu mempertahankan kinerjanya dan memberikan prestasi yang membanggakan dan prospektif. Meskipun demikian, kondisi perbankan secara nasional ini sepertinya tidak mampu merepresentasikan kondisi keseluruhan bank yang ada di dalamnya, karena meskipun bank nasional yang secara umum memiliki indikator yang baik, akan tetapi jika dilihat dari kondisi secara parsial dari masing-masing bank, ternyata terdapat banyak bank yang mengalami hal sebaliknya dari perolehan ratarata bank secara nasional. Bank tersebut justru memiliki rekaman kinerja yang buruk dan sangat tidak diharapkan. Menurut metode CAMEL yg ditetapkan oleh Bank Indonesia, rasio ROA (Return On Asset) merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan
5
tingkat profitablitias bank. Besarnya ROA menunjukkan kemampuan bank untuk mendapatkan laba bersih yang diperoleh dari pemanfaatan aktiva yang dimiliki bank dengan baik. Tingkat ROA yang tinggi menunjukkan penggunaan aktiva yang dimiliki bank digunakan dengan baik. Namun jika ROA suatu bank rendah, hal ini berarti penggunaan aktiva yang kurang baik. Salah satu bank yang memiliki tingkat profitabilitas yang dinilai dengan rasio ROA yang mengalami penurunan pada beberapa tahun terakhir adalah PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1.2 ROA PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk Periode: Desember 2005 - Desember 2009 ROA Tahun 0.33 % 2005 0.44 % 2006 0.36 % 2007 0.35 % 2008 0.54 % 2009 Sumber : laporan keuangan publikasi PT Bank Artha Graha Internasional, Tbk www.bi.go.id (diolah)
Tabel 1.2 di atas menunjukkan tingkat Return On Asset (ROA) pada Bank Artha Graha Internasional, dapat disimpulkan bahwa profitabilitas Bank Artha Graha berada dalam posisi yang rendah atau dapat dikatakan tengah mengalami penurunan, yaitu dari tahun 2006 sampai tahun 2008 sebesar 0,44 % menjadi 0,36%,menurun lagi menjadi 0,35%. Ini ditunjukkan dengan pergerakan ROA yang fluktuatif yang cenderung rendah dan sebagian besar selalu berada di bawah angka 1,25% yang merupakan angka ketetapan ROA minimal yang sehat yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
6
Salah satu penyebab turunnya profitabilitas bank Artha Graha Internasional adanya kredit bermasalah yang ada pada bank tersebut. Kredit bermasalah adalah ketidakmampuan nasabah dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya baik itu dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, maka pendapatan bank tersebut menjadi turun karena nasabah tidak mampu membayar kreditnya. Secara teoritis, tinggi rendahnya tingkat profitabilitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Baik faktor eksternal seperti suku bunga dan nilai tukar, penegakan hukum, keamanan dan sosial politik. Maupun faktor internal yang terkait langsung dengan bank itu sendiri yang salah satunya adalah kualitas kredit yang diberikan bank. Apakah kredit yang diberikan memiliki kualitas yang baik atau justru memiliki porsi kredit bermasalah yang tinggi (Retnadi, 2006:8). Kredit bermasalah menggambarkan situasi dimana persetujuan pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan cenderung menuju atau mengalami rugi yang potensial (potensial loss). Kredit berkembang menjadi bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai hal yang berasal dari nasabah, bahkan dari pemberi kredit sendiri. Selain nasabah, pihak bank juga bisa menyebabkan kredit bermasalah terjadi, kesalahan bank yang kemudian mengakibatkan kredit menjadi masalah dapat berawal dari tahap perencanaan, tahap analisis dan tahap pengawasan. Kredit bermasalah suatu bank dapat dilihat dari rasio non performing loan (NPL) semakin tinggi NPL suatu bank menunjukkan semakin banyak kredit bermasalah yang ada di bank tersebut. Dari keseluruhan faktor di atas, yang
7
merupakan salah satu faktor yang menjadi perhatian penting adalah faktor NPL karena sebagian besar bank memiliki aset yang dominan dalam bentuk kredit. Sehingga pergerakan NPL selalu menjadi hal penting bagi bank. Tabel 1.3 NPL PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk Periode: Desember 2005 - Desember 2009 NPL Tahun 2.75 % 2005 6.13 % 2006 3.39 % 2007 3.39 % 2008 3.45 % 2009 Sumber : laporan keuangan publikasi PT Bank Artha Graha Internasional, Tbk www.bi.go.id (diolah)
Dari data diatas, terlihat bahwa tingkat NPL Bank Artha Graha pada desember 2006 masih berada diatas 5%. NPL yang dialami Bank Artha Graha mengalami peningkatan sebesar 0,06% yaitu dari 3,39% dari desember 2008 menjadi 3,45% pada desember 2009. Nilai ini sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu dengan NPL 5% (berdasarkan peraturan BI No.6/9/2004). Dengan besarnya kredit bermasalah yang dimiliki oleh Bank Artha Graha mempunyai dampak yang buruk dengan menurunnya jumlah aktiva yang dimiliki oleh bank itu karena bank harus menambah cadangan penghapusan kredit bermasalah sebesar 5%. Dari penjelasan di atas, maka diketahui terdapat permasalahan pada keuangan PT.Bank Artha Graha Internasional,Tbk dimana tingkat perolehan laba yang diukur dengan indikator Return on Asset (ROA) dalam beberapa tahun terakhir selalu menampakkan pergerakan yang buruk dengan selalu berada di bawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Maka dari itu peneliti tertarik untuk
8
melakukan penelitian dengan mengambil judul “PENGARUH KREDIT BERMASALAH TERHADAP PROFITABILITAS PADA PT. BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL,TBK.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Sektor perbankan saat ini telah memegang peran penting dalam mendukung aktifitas ekonomi nasional, terutama dalam memfasilitasi kebutuhan jasa perbankan pada sektor industri menengah hingga mikro yang mayoritas digeluti oleh masyarakat Indonesia. Dalam menjalankan perannya ditengah maraknya persaingan dan fluktuasi keuangan nasional, maka bank harus mampu bertahan dengan berbagai strategi untuk meningkatkan kinerja perbankan supaya dapat memiliki daya saing yang tinggi. Kinerja bank salah satunya dapat dilihat dari profitabilitasnya. Kemampuan bank dalam mengahasilkan profit akan bergantung pada kemampuan manajemen bank yang bersangkutan dalam mengelola asset dan liabilities yang ada. Rasio yang biasa dipakai untuk mengukur kinerja bank dalam menghasilkan laba adalah Return On Asset. Pada kasus PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk terjadi fluktuasi profitabilitas yang diukur berdasarkan ROA pada periode Desember 2005 – Desember 2009. Penurunan profitabilitas ini diduga akibat rendahnya kualitas pembayaran, sehingga menyebabkan tingkat risiko kredit yang tinggi dengan kredit bermasalah (Non Perfoming Loan ). Karena salah satu
faktor yang
9
menentukan profitabilitas adalah kualitas pembayaran. Hal itu terlihat dari terjadinya dinamika peningkatan rasio kredit bermasalah dengan indikator Non Perfoming Loan dengan cara membandingkan total kredit bermasalah dengan total kredit yang diberikan. Dimana semakin tinggi persentasenya menunjukkan semakin besar jumlah kredit yang bermasalah. Kredit bermasalah ini harus diperhatikan oleh PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk. karena besarnya profitabilitas akan sangat bergantung pada kualitas pembayaran karena tingginya tingkat kemungkinan kegagalan dalam kredit bermasalah akan berdampak negatif bagi pihak bank. Karena akibat timbulnya kredit bermasalah diantaranya akan mengakibatkan hilangnya kesempatan memperoleh income (pendapat) dari kredit yang diberikan, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas bank. Hal tersebut bila dibiarkan dapat mengganggu keberlangsungan usaha bank dan pada akhirnya dapat mempengaruhi reputasi bank dimata stakeholder-nya.
1.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kredit bermasalah pada PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk ? 2. Bagaimana profitabilitas pada PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk ? 3. Bagaimana pengaruh kredit bermasalah terhadap profitabilitas pada PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk ?
10
1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran: 1. Kredit bermasalah pada PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk. 2. Profitabilitas pada PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk. 3. Pengaruh kredit bermasalah terhadap profitabilitas pada PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk.
1.3.2 Kegunaan Penelitian Kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Kegunaan Praktis Secara praktis, kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan gambaran tentang pengaruh kredit bermasalah terhadap profitabilitas pada PT. Bank Artha Graha Internasional,Tbk. 2. Kegunaan Teoritis Secara Teoritis, kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kita semua tentang dunia perbankan yang ada di Indonesia saat ini, serta perkembangannya khususnya dalam hal pengetahuan tentang profitabilitas perbankan yang dinilai dengan Return On Asset (ROA) dan tentang kredit bermasalah perbankan yang dinilai dengan Non Performing Loan (NPL).
11
Kemudian, bagi para perumus kebijakan dan pengambil keputusan perusahaan atau bank, penelitian ini mungkin dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan atau mempertahankan tingkat Return On Asset (ROA) bagi perusahaan atau bank. Sehingga bank dapat terus mempertahankan usahanya dengan memperoleh laba yang berkesinambungan dari waktu ke waktu dan menambah kekuatan dan daya tahan perusahaan.